᭝ּ໋᳝݊Lust
WARNING!:
• Adegan 18+!
• Bahasa vulgar!
• Dosa tanggung sendiri!
"Menemani kami ke taman hiburan," ucap Mori pada akhirnya. Ia menghindari kontak mata dengan Arina karena wajahnya yang sedikit memerah.
Selain canggung untuk mengajak seorang wanita yang telah disakiti nya, mungkin saja jika Mori tidak biasa berjalan berdua bersama dengan seorang wanita, bukan?
"Aku mau keluar, Rintarou!"
"Eh? Hontou? Jaa, kita ke-"
"Main! Aku mau main di luar!"
"Dan ke-"
"Taman hiburan!"
"Setelah itu, ke-"
"Pokoknya taman hiburan, Rintarou! Aku bosan ke toko baju!"
Perdebatan yang cukup panjang itu akhirnya diakhiri dengan kepasrahan si boss Port Mafia-Ougai Mori. Pria pedo itu menuruti keinginan gadis kecilnya yang menyandang nama Elise. Bersama-sama mereka pergi ke taman bermain. Toh ia bisa membujuk gadis manisnya itu untuk pergi ke toko baju lagi nanti. Mori tidak akan menyerah, apalagi berhenti, sampai Elise mau membeli gaun manis sebanyak mungkin.
Meski sudah terbiasa melihat wajah cemberut Elise yang merupakan abilitynya sendiri, Mori tak pernah merasakan betapa kesalnya si gadis kecilnya ini.
"Ah! Elise-chan pasti bosan menunggu! Saa, saa, kita segera berangkat, Elise-chanku," kata Mori seraya masuk ke dalam mobil dan mulai mempersiapkan diri untuk segera berkendara menuju taman bermain.
"Tidak mau! Membosankan!" Seru Elise. Kali ini ia mulai membingungkan Mori.
Mori berkedip heran beberapa saat, sebelum akhirnya tertawa garing, kemudian bertanya, "Bukankah Elise-chan bosan ke toko baju? Hora, kita akan berada di taman bermain itu seharian kau tahu!"
"Tidak mau! Kalau tidak ada Arina-nee aku tidak mau ke sana!" Gerutu Elise seraya menatap Mori dengan tatapan kesalnya yang seperti biasa terkesan manis di mata boss pedo tersebut yang biasanya akan membuat Mori makin gencar untuk membuat Elise makin kesal lagi. Namun, tidak dengan kali ini di mana ia hanya diam saja seraya menatap gadis kecilnya yang masih ngambek di belakang mobil.
Dan karena nama wanita itulah yang membawa Mori ke sini. Memaksanya untuk mengajak Arina ke taman bermain. Meski atas dasar permintaan Elise, mengajak seorang wanita bukanlah hal biasa yang Mori lakoni. Apalagi Mori merasa aneh, ketika harus mengajak seorang wanita yang sering ia sakiti seperti ini. Ada gejolak dalam hati jika yang ia lakukan selama ini telah membuat wanita malang itu kehilangan harga diri. Menimbulkan suatu dorongan dalam dirinya untuk berbuat baik.
Mungkin Elise tahu bahwa ia telah mendeklarasikan sebuah janji pada Arina dan Kouyou. Maka dari itu, timbullah skenario seperti ini. Mori bisa menggunakannya sebagai sebuah alibi untuk menutupi rasa tidak enak dalam hati yang menuntutnya untuk berbuat baik.
"Arina-nee harus pakai pakaian yang berwarna!"
"A-aku tidak terbiasa."
"Kita bukan mau ke kuburan tahu!"
Kini, boss Port Mafia itu tengah menunggu wanita tersebut bersiap-siap dan segala macam bersama dengan gadis kecilnya yang tampaknya tengah membantu wanita itu dalam berdandan.
Mori menghela napas sejenak. Hanya demi melihat senyum Arina membuatnya sampai melakukan hal semacam ini. Ia terkesan seperti seorang pria yang tersaingi. Yah, meski ini semua menyangkut janji.
Beberapa lama menunggu, pintu ruang ganti terbuka, kemudian menampakkan dua orang keluar dari situ. Di mana ada Elise yang menarik paksa Arina saking semangatnya. Sementara yang ditarik sempat ragu, sebelum akhirnya menuruti keinginan gadis kecil tersebut.
"Nah, bagaimana penampilannya, Rintarou? Ini hasilku mendadaninya!" Seru Elise seraya menunjukkan penampilan Arina di depan Mori, di mana pria itu tak berkata bahkan berekspresi.
Tak ada tanggapan dari Mori membuat Arina sedikit tidak nyaman dalam balutan pakaiannya saat ini. Meski warna pakaiannya adalah yang dia suka, Arina tidak terbiasa tampil begitu menarik dengan pakaian berwarna cerah. Biasanya ia menggunakan pakaian berwarna hitam hampir di setiap acara.
Mori hanya diam mengamati. Sampai-sampai timbul pikiran negatif, ketika membayangkan Arina pergi bersamanya dengan Elise ke taman bermain.
"Demo, dia akan kedinginan dengan pakaian seperti itu, Elise-chan. Apakah tidak bisa-"
"Itu urusanmu! Aku tahu dia menyukainya, Arina-nee!" Balas Elise, kemudian sedikit mengadu pada Arina.
Arina hanya tersenyum kikuk karena tak berani berkata. Satu sisi ia sedikit malu kalau harus berpenampilan seperti ini di depan bossnya.
"M-maa, mungkin Boss sedikit ada benarnya. Mungkin sebaiknya aku berganti baju saja," kata Arina yang dibalas keluhan tidak terima dari Elise.
"Tidak perlu. Itu hanya akan membuang-buang waktu," ucap Mori dengan segera bersamaan dengan ia melangkah mendekat pada Arina dan menanggalkan jasnya pada bahu kecil wanita itu. "Tetap di dekatku," bisik Mori kemudian, sebelum akhirnya bertingkah konyol ketika Elise mencaci-maki dirinya dengan kata bodoh.
Arina hanya bisa memerah seraya mempererat jas Mori pada tubuhnya. Bisikan Mori yang kedua kalinya beberapa saat lalu memiliki sejuta makna yang mungkin salah satunya Arina tahu.
Sayangnya, wanita itu tak mau berharap lebih (lagi) hanya karena itu.
Tak ada yang spesial ketika pergi ke taman hiburan. Meski dengan suasana berbeda dengan jumlah tiga orang, Mori dengan dua orang perempuan bersamanya melakukan hal biasa seperti orang-orang pada umumnya ketika pergi ke taman hiburan.
Seperti apa yang Mori katakan padanya, Arina tak pernah sedikitpun berniat menjauh dari Mori. Bagaimanapun juga, wanita itu masih menganggap perintah Mori mutlak dilaksanakan. Meski ia sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukan, selain memperhatikan tingkah bossnya yang konyol ketika harus memaksa, meminta, dan menuruti keinginan Elise-gadis manisnya.
"Aku mau main sendiri, Rintarou! Seharusnya kau perhatikan Arina-nee, bodoh!" Protes Elise layaknya anak kecil marah pada umumnya. Sebagai bonus, ia memberi sebuah tendangan pada kaki Mori yang membuat pria itu meringis meski tak seberapa sakit.
"Demo, Elise-chan, kau masih kecil," ucap Mori tak mau kalah dengan wajah memelas.
"Kalau kau terus-terusan mengikutiku, Arina-nee otomatis akan mengikutimu, baka Rintarou! Kau ini memang pria yang menyusahkan!" Gerutu Elise yang pada akhirnya membuat Mori terdiam. Tak lagi mengusiknya dengan permintaan-permintaan menyebalkannya.
Sementara Arina hanya bisa tersenyum kikuk. Ia merasa menjadi beban di antara mereka sekarang. Sama sekali tak menghibur, malah yang ada ia memicu masalah.
Arina sedikit menunduk dan menyibukkan dirinya. Berusaha untuk tidak melihat pertengkaran Mori dengan Elise.
"Mau pergi ke suatu tempat?"
Arina segera mendongak dan mendapati Mori mengulurkan tangan padanya. Ekspresi bossnya itu terkesan biasa saja. Membuatnya ragu untuk menerimanya.
"Elise-chan... ?"
"Seperti yang kau dengar tadi. Dia ingin menikmati taman hiburan sendiri," jawab Mori. Meski sebenarnya Elise menghilang atas kehendaknya sendiri.
Arina mengangguk paham, kemudian menggeleng pelan.
"Lebih baik saya pulang saja. Saya tidak ada mood untuk pergi ke mana-mana," katanya yang hanya sebagai alasan agar ia tak makin membebani Mori hanya untuk ini.
"Kalau begitu, tinggal kupaksa."
Tanpa menunggu respon dari wanita itu, Mori menggandeng Arina menuju beberapa tempat yang sekiranya menghibur bagi mereka berdua. Terutama Mori yang mementingkan rasa bahagia dalam diri Arina. Ia berharap jika tindakannya itu membuat malaikatnya bersenang-senang, di mana itu saja sudah cukup membuatnya lega mengetahui Arina dan janinnya akan baik-baik saja.
Meski ini merupakan paksaan, Arina dapat menikmatinya perlahan. Sesekali tersenyum yang malah diperhatikan Mori lebih lama. Membuatnya merutuki diri untuk tidak tersenyum secara terang-terangan di depan bossnya.
"Kau senang?" Tanya Mori seraya memperhatikan Arina yang tengah memakan dangonya.
Arina tersenyum tipis sebelum akhirnya berkata, "Ya! Dan.. Tidak. Maksud saya, maaf sudah merepotkan Boss sampai larut malam hanya demi membawa saya ke taman hiburan. Saya, berterima kasih untuk itu dan mungkin malam ini saya akan pulang sendiri."
Senyum senang Arina sempat luntur sebelum akhirnya tergantikan dengan senyum kikuk.
"... Sudah kubilang untuk tetap di dekatku, bukan? Jangan sekali-kali menjauh sebelum hari ini benar-benar selesai," ucap Mori dengan senyum sejuta maknanya.
"M-maaf, Boss."
Mori menghela napas. "Lagipula, tidak perlu merasa bersalah. Ini keputusanku untuk mengajakmu. Mungkin saja bisa-"
"A-apa yang baru saja Anda katakan, Boss?" Tanya Arina cepat yang membuat ucapan Mori terpotong.
Mori sempat terkejut sebelum akhirnya menjawab, "Mungkin saja bisa menghiburmu."
"B-bukan, s-sebelum itu.."
"... Karena ini keputusan Elise-chan untuk mengajakmu."
Mori baru sadar jika ia sempat salah berkata.
"S-souka."
Lagi-lagi Arina berharap hanya karena ucapan bossnya. Seharusnya ia tahu kalau itu hanya ketidaksengajaan belaka.
"... Kau masih mencintaiku?" Tanya Mori yang membuat Arina menggigit bibir bawahnya. Pertanyaan itu terdengar menyenangkan dan tampak akan diberi harapan, tidak bagi Arina yang membuat sakit hati kecilnya yang telah lama mati. Meski begitu, kenapa rasanya cinta yang ia berikan pada Mori seolah abadi?
"Ya, saya.. Masih sangat mencintai Anda, Boss."
Tak ada jawaban apa-apa setelah itu, sampai mereka berdua sampai di markas Port Mafia. Arina sempat terkejut, namun ia segera menyadari niat bossnya, ketika sebuah tangan hangat menyentuh bahu mulusnya.
"Kalau begitu, maukah kau menghabiskan sisa waktu hari ini bersama dengan orang kau cintai?"
Belum sempat menanggapi bisikan tersebut pun Mori mendorong Arina ke atas kasur empuknya dan melahap bibir ranumnya saat itu juga. Tak memberi wanita itu kesempatan untuk mengeluarkan sepatah kata.
"B-bo.. Ngh," lenguh Arina seraya meremas rambut Mori dan sedikit menariknya sebagai isyarat bahwa ia butuh udara dan ingin berkata.
Mori melepas pangutannya, ketika puas melumat dan menjilat bibir Arina. Ia menatap wanita di bawah kuasanya itu yang tengah mengatur udara yang masuk.
Wajah Arina sedikit sayu dengan napasnya memburu. Ia memberanikan diri untuk menatap Mori dan berkata, "S-saya sudah hamil. K-kenapa harus melakukan ini?"
Memang benar. Arina baru saja mengabarkan diri jika ia hamil. Jika Mori meneruskannya, mungkin saja berpengaruh pada janin. Namun, banyak dorongan yang Mori dapatkan dalam diri untuk menikmati setiap inch tubuh wanita di bawah kuasanya ini. Meski sudah lama melakukan hal seperti ini, sex yang selama ini Mori lakukan terlalu cepat sampai-sampai tak ada waktu baginya untuk memuaskan hawa nafsunya sendiri. Ia terlalu fokus pada tujuan dan ambisi. Melupakan kesenangan diri yang seharusnya bisa ia lakukan bersama dengan jalang murahan lain.
Mori mengelus dagu Arina, kemudian menatapnya lekat-lekat. Ia yakin wanita itu dapat melihat pancaran hawa nafsu yang besar dalam dirinya.
"Bukankah kau mencintaiku?"
Dan ketika Mori menyangkut-pautkan dengan segala cinta Arina padanya, wanita diam seribu bahasa.
"Biarkan aku menyentuhmu," ucap Mori yang nyaris seperti sebuah bisikan diiringi dengan seringai seduktifnya.
Meski Arina sudah merasakan hawa nafsu yang besar hanya dari tatapan Mori, ia tetap terkejut ketika pria itu mengatakan keinginannya sendiri.
"Tapi, Boss.."
"Just one more touch. One more touch," bisik Mori dengan napas panasnya yang kemudian mulai menjilati leher jenjang Arina yang terus naik ke telinga wanita yang tengah menggeliat di bawah sentuhannya itu.
"Biarkan aku menyentuhmu. Just one more touch. One more touch." Mori mengulang ucapannya.
"B-baik, Boss."
Arina hanya bisa pasrah. Toh ia tak lagi berharga. Hanya seonggok sampah yang melayani hawa nafsu boss Port Mafia yang sampai kapanpun tak akan pernah mau menerima cinta tulusnya.
To Be Continued
Story By LadyIruma
Author Note:
Adegan bejad fav kalian /he selanjutnya mungkin bakal lama😀
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro