Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

᭝ּ໋᳝݊Angel's Heart

Izin yang diberikan pada Arina membuat wanita itu menunduk dan sedikit meremas kecil jubahnya. Ia pun berkata, "S-saya sudah lama mencintai Anda, Boss. Bahkan rela melakukan apapun yang Boss perintahkan asal rasa cinta saya tersampaikan pada Anda, termasuk mengorbankan keperawanan saya .... M-maaf jika saya memiliki rasa yang lancang terhadap Anda, t-tapi ... , tapi bisakah Anda mengatakan sesuatu terhadap perasaan saya?"

Arina berucap panjang lebar. Nadanya sedikit bergetar kala mengatakannya. Entahlah, ia merasa akan menjatuhkan bulir-bulir bening dari matanya. Namun, ia tidak ingin membiarkannya jatuh begitu saja. Arina memutuskan untuk menahannya agar tak memperburuk keadaan.

Sementara Mori yang masih setia duduk di kursi kebesarannya seraya menatap lurus pada pemandangan di balik jendela ruangannya yang luar biasa megah itu pun menutup matanya sejenak. Menimang kata yang tepat, kemudian membuka matanya kala kata yang tepat itu muncul di otaknya.

"Maaf saja. Aku hanya akan menjagamu. Bertanggung jawab atas apa yang kulakukan padamu. Namun, aku tidak akan pernah mencintaimu," ucap Mori yang mengucapkan setiap katanya dengan penuh penekanan. Ia pun melirik Arina. "Kurasa kau harus buang jauh-jauh cinta tak berguna itu, karena aku hanya meminta keturunan darimu. Bukan hatimu."

Meski Arina tahu jika dirinya akan ditolak seperti pada kalimat penolakan Mori barusan yang begitu menyakitkan, tetapi tetap saja membuat wanita itu tak bisa menahan air matanya lebih lama. Rasanya seperti kau dihina secara tak langsung.

Arina menunduk dan berusaha untuk mengatur nada bicaranya agar tak diketahui oleh Mori jika dia menangis.

"B-baik, Boss. Sekali lagi, maafkan saya," ucapnya yang kemudian sedikit membungkuk hormat pada Mori sebelum akhirnya melangkah menjauh hendak meninggalkan ruangan megah tersebut.

"Sebelum kau pergi-"

Arina seketika berhenti. Tidak memutar gagang pintu besar itu sebelum mendengarkan kata-kata lanjutan Mori.

"-malam ini kau harus pergi denganku. Akan ada pertemuan mendadak dan hanya kaulah satu-satunya eksekutif yang memiliki waktu luang menghadiri pertemuan itu," lanjut Mori.

"Baik, Boss." Segera setelah berkata demikian, Arina meninggalkan Mori di ruangan megahnya.

Mori membiarkan Arina pergi tanpa berucap apapun lagi. Tidak peduli akan ucapannya pada wanita itu tadi. Toh ia sudah terpaku pada tujuannya yang awal sekali.

"Apakah seperti itu hati malaikat?"

Arina berjalan secepat yang ia bisa meski agak sempoyongan. Tangisan yang tiada henti karena ucapan Mori tadi benar-benar menghancurkan hati hingga berkeping-keping. Bahkan menambah sakit di tubuh yang entah sejak kapan Arina malah menjadi lemah dan lemas begini.

Bodohnya Arina.

Ia tahu jika ia akan ditolak. Ia tahu jika cintanya tak akan terbalaskan dengan mudah. Namun, ia tetap ingin mencintai dan merasakan sakitnya. Seolah kata cinta merupakan rasa sakit yang terindah memang benar adanya. Untuk kasus kali ini, haruskah ia bertahan atau justru meninggalkan?

Karena telah terbutakan oleh cinta, Arina memilih untuk menetap saja, meski itu artinya ia harus lebih banyak menanggung rasa sakit dari pilihannya.

"A-arina-san ... ?"

Di tengah-tengah kesusahannya yang mati-matian menahan sakit, samar-samar Arina mendengar seseorang berkata. Ia berusaha mengumpulkan tenaga agar bisa melihat seseorang yang baru saja memanggilnya itu.

"Arina-san! Kau baik-baik saja?"

Wanita bersurai dual dengan manik mata yang selaras dengan surainya itu segera mendekat ke Arina ketika wanita itu terlihat semakin pucat dan berkeringat. Keadaannya semakin melemah. Seperti orang sakit pada umumnya.

"T-tidak apa, I-izumi. Aku hanya butuh ... istirahat sebentar," ucap Arina terbata-bata yang langsung menuju ke kursi terdekat di sana.

Nakahara Izumi yang merupakan istri dari Nakahara Chuuya itu segera membantu Arina duduk di salah satu kursi terdekat. Ia memberikan sebotol air yang selalu ia bawa ketika misi yang dilaksanakan menguras banyak tenaga.

Arina tentu menerima air tersebut dan meneguk setengah dari isinya, kemudian memberikannya kembali pada Izumi. Ia memejamkan matanya sejenak, seolah membiarkan tubuhnya relax terlebih dahulu agar merasa lebih baik nantinya.

"Apakah kau merasa lebih baik sekarang, Arina-san?" tanya Izumi seraya duduk di sebelah Arina.

Arina terdiam sebelum akhirnya mengangguk pelan.

Izumi mengamati Arina sejenak. Wajahnya tampak pucat meski ia sudah meminum setengah air dari botolnya. Melihatnya dalam keadaan begini, tentu membuat Izumi merasa khawatir, bahkan lebih dari tadi.

"Biar kuantar kau pulang, Arina-san," ucap Izumi seraya bersiap untuk mengantar Arina pulang. Sebelum itu, ia meminta salah satu anak buahnya.

Empat bulan merupakan waktu yang cukup lama bagi Mori yang telah terikat dengan Arina atas dasar meminta keturunan darinya. Hubungan sex yang terjadi antara Mori dengan bawahannya itu terasa seperti sebuah perintah biasa. Tiada ikatan pernikahan apalagi cinta. Hanya hubungan yang berat sebelah, karena Arina yang melibatkan rasa.

Bahkan jauh sebelum Mori merekrutnya sebagai seorang wanita penghasil keturunan untuknya, ia tahu jika Arina memberikan jiwa, raga, dan hatinya padanya.

Baginya, itu merupakan tindakan bodoh yang setiap wanita lakukan pada pria.

Apapun resikonya, Mori lakukan demi mendapatkan seorang keturunan dari benihnya, meski harus bersatu tanpa ikatan apapun dengan bawahannya. Namun, sayang, sudah empat bulan lebih Arina tak menunjukkan tanda-tanda jika ia membuahkan hasil dari benihnya. Entah kenapa, Mori sempat merasa jika apa yang ia lakukan itu sia-sia saja.

"Jika wanita itu tidak kunjung mengandung, dia hanya akan membawa aib padaku. Lebih baik jika dia langsung kubunuh," batin Mori seolah bersungguh-sungguh akan melakukannya pada Arina.

"Mau sampai kapan kau terus meremehkannya, Mori-san?"

Suara seorang wanita bersamaan dengan langkah kaki yang kian jelas di telinga Mori menarik perhatiannya. Dialah Ozaki Kouyou melangkah masuk dengan santai ke ruangannya.

Mengenai pertanyaan Kouyou barusan, Mori sempat terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Aku tidak meremehkannya. Hanya menunjukkan jika dunia berjalan tidak seindah yang dia kira."

"Begitu?"

"Acacia sudah terlalu lama berada dalam zona nyamannya. Sudah saatnya ia melihat dan merasakan kekejaman dunia," ucap Mori seolah tak mendengarkan kata-kata Kouyou tadi.

"Dan kau salah satunya?"

Untuk yang satu ini, Mori terdiam sebelum akhirnya melirik Kouyou.

"Bukankah Port Mafia juga bagian dari itu?"

Kouyou terdiam dengan raut wajah kesal yang tertahan. Rasanya ia ingin mengatakan betapa bejatnya Mori terhadap salah satu teman wanitanya.

Tak ingin mati di tempat, Kouyou berusaha mengasah otaknya dan berusaha tenang. Ia memegang gagang katananya yang tentu saja membuat anak buah Mori siap siaga, tak terkecuali Mori yang bersiap jika tiba-tiba Kouyou menggunakan abilitynya itu.

Genggaman pada gagang katana semakin erat bersamaan dengan ditariknya katana itu keluar dari sarungnya. Dengan kecepatan luar biasanya, Kouyou menancapkan selembar amplop ekslusif dengan katananya di tembok yang nyaris sekali mengenai hidung Mori jika saja Mori bergerak sedikit saja.

"Maafkan aku, ya, jika tidak sopan. Kau tahu bagaimana jika seorang wanita sudah mencapai batas kesabarannya, bukan?" ucap Kouyou dengan senyum manis yang terkesan misterius itu.

Dan dari kata-katanya, Kouyou berharap jika suatu hari Arina mengungkapkan segala rasa sakitnya seperti apa yang ia lakukan pada Mori barusan.

Mori hanya diam dan masih menatap Kouyou dari ekor matanya. Enggan menatap dengan mengarahkan wajah sepenuhnya pada wanita bersurai merah tersebut yang sudah ia ketahui jika Kouyou akan berpihak pada Arina.

"Sumimasen," ucap Kouyou yang segera berjalan dengan anggun dan tenang keluar dari ruangan Mori.

Meski hanya ada diam di antara mereka dalam waktu yang cukup lama, tetapi tidak dengan suhu yang mendadak berubah.

Ketika Kouyou hilang dari penglihatannya, Mori beralih pada amplop berornamen ekslusif yang tertempel di tembok ruangannya dengan katana Kouyou barusan. Ia terkekeh bersamaan dengan senyum miring di wajah.

"Mencoba membunuhku?"

To Be Continued
Story By -MrsIrm

Author Note:
Jadi.. Aku.. Mau..
Kalian emosi:)
/he
Maapkeun
Jangan anggap Mori bejad dolo ges
Kuhanya memanfaatkan rasionalismenya demi konten ges:v
Okey, see ya~
Thx u for your time!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro