Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 001 - Trying to Escape

Aku menengadahkan wajah untuk melihat bintang-bintang di langit serta rembulan di sebelah barat. Suara instrumen yang berjudul Pharaoh Ramses II terdengar jelas dari ballroom di lantai dasar, menciptakan memori lama tentang pengalaman pertamaku berada di tempat ini, serta bagaimana musik tersebut menjadi awalku melihat seorang pria dalam arti sesungguhnya.

Aku mengembuskan napas secara perlahan lalu melangkah menuruni tangga, untuk bergabung bersama para rekanku. Selama itu pula, dewi batinku selalu mengingatkan bahwa mencintai seorang lelaki, hanyalah sebuah kemustahilan bagiku terutama sejak pertama kali menginjakkan kaki di Abizar's Pub. Semua gadis di tempat ini adalah milik pelanggan yang bersedia membayar dan cinta merupakan hal terlarang.

Seperti beberapa penari muda di tengah-tengah ballroom, mereka sudah terlebih dahulu menari di depan para tamu yang duduk di bangku-bangku tepi ruangan, menggoda target mereka untuk membawa salah satu pelanggan ke dalam kamar.

Pinggul dan perut mereka bergoyang mengikuti hentakan musik, begitu pula dengan dada yang sesekali melakukan hal serupa. Para pengunjung yang didominasi oleh laki-laki itu pun bersorak, meminta hal lebih dengan imbalan beberapa lembar uang Dirham yang mereka selipkan di baju minim sang penari.

Entah apa akan ada hal yang istimewa malam ini. Aku melihat Yasser mengenakan thawb lengkap dengan keffiyeh terbaiknya, sambil berlari kecil ke arahku. "Kau belum waktunya turun, Nora."

Aku merapatkan outwear--yang sebelumnya ingin kulepas--dengan melilitkan lengan di bawah dada, serta memperlihatkan ekspresi kebingungan.

Yasser mendecak lalu mengangkat tangan kirinya setinggi dada. "Masih lima belas menit lagi."

"Memangnya ada apa? Kenapa harus menunggu? Bukankah kau senang sekali, jika aku menghasilkan uang sebanyak mungkin."

Dia menggeleng dan terkesan gugup karena bulir-bulir keringat mulai membasahi keningnya. "Apa kau benar-benar tidak tahu?"

Aku menggeleng yang kutahu hanyalah bagaimana cara bersikap agar mereka bersedia mengeluarkan uangnya.

"Akan ada pesta penyambutan," ujar Yasser, "Beliau membeli semua menu malam ini dan memintaku untuk menambah delapan ratus porsi lagi. Kurasa Zainab lupa memberitahumu, sebab saat itu kau sedang melayani Hussein."

"Ohh." Aku mengangguk paham. "Apa kau butuh bantuan?"

Yasser segera menggeleng lalu berdiri tegak. "Aku tidak ingin mengupah dan membiarkanmu pergi dari sini. Demi Tuhan, kau adalah aset berharga untukku jadi istirahat saja, karena aku bisa melakukannya seorang diri," ucap Yasser sambil memutar tubuhku lalu mendorong pelan, sebagai isyarat agar aku segera pergi.

Benar. Yasser memang sering terkena serangan cemas, jika Abizar's Pub digunakan oleh orang-orang terkemuka untuk menyelenggarakan pesta. Akan tetapi, bentuk kecemasannya tidak sesederhana demikian karena Yasser paham, bahwa Dubai memiliki label sebagai negara bagian yang minim kriminalitas. Oleh sebab itu tak heran, jika ia rela mengeluarkan banyak uang demi mendapatkan pengamanan yang ketat, atas bisnis rahasianya.

Aku melangkah menuju kolam yang berada di belakang ballroom lalu duduk di bagian tepinya, sambil memasukkan tanganku ke dalam air. Sesekali aku memainkannya, tetapi lebih banyak terdiam karena otakku selalu berpikir tentang keinginan yang terpendam, sejak lama.

Sejauh ini, sudah terlalu banyak kebohongan yang kuciptakan. Di mana demi bertahan hidup dan tidak berakhir seperti Jasmine, aku berpura-pura menjadi gadis yang penurut dan menyenangkan seolah menjadi budak pemuas nafsu tidak lagi menjadi masalah besar untukku. Seakan terjebak dalam lingkaran setan, serta menjadi korban perdagangan manusia bukan lagi menjadi beban berat yang mendorong keinginan untuk mengakhiri hidup.

"Kau harus keluar dari sini." Aku berbicara pada diriku sendiri, menatap pantulannya pada genangan air yang tidak merata akibat gelombang kecil dari tanganku. "Bukankah nyawa harus dibalas dengan nyawa?" tanyaku lagi di mana hati kecilku selalu menyetujui hal tersebut.

Malam ini dan pesta penyambutan yang terkesan mewah--mungkin--adalah kesempatan untukku yang tidak akan datang dua kali. Tuhan telah mengabulkan semua doa bahkan hal buruk sekali pun, sehingga akan menjadi sia-sia jika aku melewatkannya.

Oleh sebab itu, langkah kakiku pun bergegas menuju dapur serta di waktu bersamaan, setengah mati harus mengabaikan debaran jantung yang mengganggu. Aku memasuki dapur dan kesibukkan terlihat jelas di sana, di mana semua orang tampak bergerak tergesa-gesa tanpa sempat saling menyapa. Sehingga kecil kemungkinan mereka mengetahui rencanaku, bahkan tidak menyadari bahwa hidangan mereka sedikit berkurang.

Aku mencurinya. Diam-diam menyembunyikan roti gandum di dalam outwear lalu melangkah pelan, menghindari kontak mata. Awalnya memang berjalan mudah dan sesuai rencana. Namun, ketika tinggal beberapa langkah lagi untuk mencapai pintu keluar, suara seorang lelaki terdengar di telingaku.

Memanggil namaku lalu mengumpat.

Sebuah piring berbahan alumunium, serta memiliki ukuran besar pun berhasil menerbangkan sedikit rambutku. Benda itu jelas terjadi tidak jauh di depanku, membuatku terkejut saat tahu bahwa pelakunya adalah Yasser.

"Jalang sialan! Kau tidak bisa keluar tanpa ijin!"

Aku menoleh ke belakang dan menemukan Yasser bersama dua bawahannya.

"Kau pengkhianat bedebah!!" Dia berteriak lagi sambil menunjuk ke arahku dan dua bawahannya pun segera mengejarku. "Apa itu yang balasan atas semua kebaikanku, eh?!"

"Aasifun, aasifun, aasifun," bisikku, meminta maaf dengan teramat tulus, karena telah membohonginya.

Namun, apa yang telah kulakukan tidak mampu disembunyikan lagi sebab kembali pun, akan tetap memperparah keadaan. Yasser tak pernah meloloskan budak-budaknya yang berkhianat. Dia akan memberikan hukuman terberat, agar melahirkan sifat jera dan takut seperti perlakuannya terhadap Jasmine.

Terus terang aku tidak ingin berakhir seperti Jasmine, sehingga apa pun yang terjadi aku akan berusaha menghindari mereka. Meski harus melompati jurang tertinggi atau bersembunyi selama ratusan tahun.

"Berhenti, Jalang!!" Suara di balik punggungku terdengar, di antara deru napas tak teratur akibat berlari. "Kau tidak akan bisa lolos dari kami."

Aku menoleh ke belakang dan bayangan dua orang lelaki di tembok bangunan Abizar's Pub, terlihat sedang bergerak cepat, seolah bersikeras untuk tetap mengejarku. Kedua kakiku bahkan gemetar, lalu disusul seluruh tubuh, sampai gigiku yang menggeletuk terdengar jelas di telinga.

"Sialan! Seharusnya Tuan Yasser membiarkan kita menembaknya." Suara bariton itu terdengar samar, tetapi tetap berhasil menimbulkan perasaan takut. Cahaya dari lampu sorot pun terlihat bergerak ke sana kemari, demi mencari keberadaanku."Aku yakin kau berada di dekat sini, Jalang."

Secara sadar dan di saat aku masih bersembunyi di balik pot bunga super besar yang memanjang, ancaman berbahaya itu terdengar sangat menakutkan. Dewi batinku pun menolak keras jika aku tertangkap lagi. Namun, penjagaan ketat di gerbang terakhir menuju kebebasan, membuatku semakin cemas karena tidak tahu harus bagaimana lagi.

Suara langkah kaki pun semakin mendekat, bersamaan dengan tremor di seluruh tubuh yang susah sekali untuk dikontrol. Aku mengintip dari celah-celah daun dan sebuah cahaya dari balik punggung, mengalihkan perhatianku. Terlebih setelah pagar terbuka lebar, aku dilarang membuang-buang waktu.

"Hei!" teriakku sambil berdiri tegak, berhadapan langsung dengan dua lelaki yang mengejarku. "Kau tidak akan bisa menangkapku," ujarku lagi dengan sangat cepat lalu bergegas mengambil langkah seribu.

Aku berlari tanpa perlu menoleh ke belakang. Secepat mungkin menuju pagar yang masih terbuka lebar, serta mengabaikan deretan pria ber-tuxedo dengan senjata di tangan mereka. Aku memusatkan fokus, menghitung berapa banyak yang menghalangi, dan segera menyusun rencana kedua jika, melompat lalu menginjak bahu salah satu dari mereka, tidak mampu dilakukan.

Sayangnya rencana tidak pernah berjalan mudah. Mereka jelas menyerang, membuatku harus bergerak cekatan dengan mematah salah satu tangan lawan yang berada di hadapanku, membawanya ke belakang punggung lalu menendang wajah pria itu saat, kedua tanganku berada di atas tanah.

Dan saat itu pula, empat orang di yang tersisa secara bergerombol menyerang. Membuatku setengah mati melawan, sebab telah lama tidak mempraktikan ilmu bela diri ajaran mendiang orangtuaku.

Dimulai dari menendang, meninju, hingga punggungku membentur tembok serta mendapat pukulan di wajah. Membuatku bergegas mendorong, sambil membalas pukulan, serta bergerak mundur untuk menjauhnya. Namun, sekali lagi, mereka berhasil membuatku lemah di mana perutku menghantam mobil, saat seseorang mendorong kemudian menggunakan tongkat untuk menyerang--memukul tubuh bagian belakang--dan ....

Aku terjatuh dalam keadaan tertelungkup.

Tidak mampu melawan.

Dan mereka memukuli secara brutal menggunakan tongkat, serta kaki mereka tanpa ampun menendangku hingga ....

... sayup-sayup aku mendengar suara seorang pria. Meminta agar mereka berhenti. Namun, karena sudah tidak memiliki kekuatan lagi, aku kesulitan untuk mengetahui siapa yang telah menolongku, hingga sedikit demi sedikit ....

... pandanganku mulai menggelap, tetapi indera pendengaranku masih mampu menangkap suara ribut tersebut.

Sayup-sayup aku bisa mengerti apa yang mereka debatkan, sampai di detik kemudian semuanya menghilang begitu saja, tanpa mampu kucegah.

***

Action-nya masih sedikit, tapi semoga suka yaa ^^

Kira-kira siapa pria yang melerai mereka??

Apa kalian suka?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro