Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

39. BBQparty

Alexa dan Fio menuruni tangga, di belakang rumah tampak Fira --Mama Fio dan Andriana sedang meracik bumbu.

Diikuti oleh teman lainnya, ada pula yang sibuk memangang daging mengunakan arang maupun alat pangangan listrik.

Daripada tak melakukan apa-apa, Alexa beralih ke arah Andriana sedikit mengambil bumbunya dan mengikuti gerakan yang dilakukan Mamanya.

"Kamu tinggal nunggu selesainya aja." ujar Andriana namun tidak disetujui oleh Alexa.

"Ih. Mama. Kan Lea pingin bantu."

"Eh ada Lea. Kamu mau bantu Tante?" tanya Fira lalu gadis itu mengangguk semangat. "Kamu tumis dulu ya."

Andriana memengang kepalanya penat. Dibalik itu, putri sulungnya itu tak bisa memasak. Membedahkan garam dan gula saja tidak bisa.

"Aduh. Le. Papa kamu kemana ya. Tolong panggil dongs suruh bantuin Mama ngangkat bom."

"Apa, Ma? Bom?"

"Aduh. Ngangkat botol berat, Sayang." Balas Andriana sedikit panik.

"Lahkan tadi Papa di ruang tamu sama Om Reno."

Semoga saja Alexa segera pergi. Paling tidak jangan membantu, agar tidak mengacaukan resep.

"Iya, Jeng. Bukannya barusan mereka berdua cari cocacola ya?" celah Fira didekatnya.

Mau tak mau Andriana harus mencari lagi agar membujuk Alexa pergi.

Alexa sudah membawa bahan tumis begitu juga daging yang diberikan Fira namun pangilan dari Andriana membuat gadis itu berbalik arah.

"Biar Mama yang tumis." bujuk Andriana namun tak didengarkan oleh Alexa.

Terakhir kali, Alexa membuatkan kopi panas bukan gula melainkan garam. Hal itu membuat Arlan sedikit waspada. Arlan yang mengetahui adik bungsungnya di berurusan dengan masak memasak segera menghalangi langkah adiknya itu dengan tatapan terimindasi.

"Gak usah ikut masak, beresin kamar lo!" tegas Arlan dengan penuh penekanan.

"Atau gausah ikut makan bareng kalau kamar lo masih berantakan." perintah Arlan mutlak. Rupanya ancamannya sedikit berguna.

Alexa segera menaruh kembali barang-barang yang ia bawa dengan tatapan kesal. Bukannya malah kembali membereskan kamar, gadis itu malah beranjak mengarah ke arah Arsen.

Arsen mengetahui keberadaan gadis itu sedikit menegur. "Busettt. Jelek banget tuh muka."

Sebelum menarik Arsen pergi, Alexa memperhatikan jarum tangan.

17.15.

Keduanya telah berada di roftop menantikan kedatangan senja.

Kata orang melihat senja bersama orang yang kita sayang itu lebih bermakna?

"Kamu masih suka aku, kan?" Gadis itu membuka suara karena sedaritadi keduanya terdiam. "Karna aku bukan nerd lagi."

Arsen tersenyum lalu mengacak rambut panjang milik Alexa, "Tetap jadi Alexa yang aku kenal." balasnya sambil mengecup kening gadis itu dengan tulus.

"Ih. Nyosor iih." gelak Alexa bergurau mencoba menghilangkan kecangungan.

"Iya ih. Maap, bu bos."

Alexa terkekeh akan jawaban dari Arsen, sebenarnya gadis itu juga sedikit terkejut karena mendarat di keningnya.

Tak lama langit memancarkan rona merah kekuningan. Sunset. Matahari tengelam. Pemandangan yang Alexa nantikan.

"Sekali-kali deh kamu abadikan moment sunset." Mata Alexa berbinar antusias.

"I don't like. Sunset itu indah sementara. Kamu jangan kayak sunset ya." bisik Arsen.

Alexa tetap tersenyum sekilas memperhatikan raut wajah Arsen dari samping. "Indahnya sunset meski sementara selalu dinantikan keindahannya. Begitu juga kamu."

Tetapi Arsen tetap memperhatikan gadis yang saat ini sedang berbicara meski bola matanya tetap mengarah ke arah senja, tidak bagi Arsen, lelaki itu seolah memperlakukan Alexa layaknya gadis itu lebih indah dari senja.

"Sen. Aku juga gak pernah tau, entah hari ini, esok, dan kemudian hari, entah kapan, aku yang ninggalin kamu atau kamu yang ninggalin aku." Kini Alexa menoleh ke arah Arsen yang sedari tadi menatapnya hingga bola mata mereka bertemu."Datang dan pergi itu kombinasi alam. Ada pertemuan entah kapan, ada pula perpisahan. Aku cuma minta, kalau kita bisa bareng seperti ini terus, jangan cari yang lebih sempurna dari aku."

Itu adalah kalimat terpanjang Alexa. Bagi Arsen itu ialah kalimat permohonan. Pertama kalinya, Arsen mendengar kalimat itu dari kekasihnya.

Bukan tidak pernah, hanya saja biasanya Arsen lah lebih sering mengucapkan berbagai kalimat permohonan.

Arsen kini tersenyum menatap hazel coklat redup itu lalu mengangkat jari kelilingnya, "Stay with me. I will be there for you."

Begitu juga Alexa merekatkan jari kelilingnya. "Promise."

Keduanya saling merekatkan jari keliling. Saling berjanji seolah senja menjadi sanksi kedua insan itu meski kita tak pernah tau apa rencana semesta.

***

"Pasti kalian habis lihat senja, kan? Ngaku, engga."

Itu ialah suara toak Fio setelah memperhatikan Alexa dan Arsen menuju ke belakang rumah.

Tanpaknya disana makanan sudah siap saji. Alexa menghiraukan pertanyaan itu beralih ke menu makanan.

"Iri bilang, jomblo." balas Arsen sedikit menyengir. Lelaki itu kini berada dikerumunan pria.

"Syaf. Jangan ngomel mulu, dah." alih-alih Daffa menghentikan perdebatan mereka. "Kita waktunya M-A-K-A-N."

Itu cukup membuat Syafa kembali terdiam.

"Eh, Sen. Lo makan aja, ambil yang banyak, jangan malu-malu. Tapi jangan malu-malu juga, ntar Lea ifiel kan repot juga." Vino ikut berujar mempersilahkan Arsen.

Mereka-mereka memang duduk berada di alas rumput dengan gulungan karpet.

Enak juga balik-balik makanan sudah siap saji.

"Eh. Eh. Kok gue kena sangkut." Alexa tak terima karena menyebut dirinya. "Rejeki anak soleha nih, dateng-dateng makan udah siap, tingal makan."

"I like it."

"Yaela, naseb." cengir Regal mendapat kekehan kecil dari Alexa.

Seusai makan mereka tetap mengobrol, tak ada kecangungan diantara mereka. Begitu juga Syafa, dan Arsen seolah teman baru diantara mereka.

"Tapi, nih. Gue hampir gak percaya kalau lo udah pindah di Lenald high, kira kira masih di SMA Vantani." ujar Seo membuka topik.

Seo juga hampir tidak percaya, ketika saat Alfian mengatakan gadis nerd itu ialah adiknya. Tak lain, Alexa.

"Maafin gue nih, gue pernah gak suka sama lo karna masih dekat Daffa, padahal lo udah punya Arsen. ...--"

Alexa memotong perkataan Vino ketus. "Iya! Gue emang benci perkataan lo waktu itu."

"Gini loh, kalau dari awal gue tau itu elo, Le. Gue mah B aja. Karna gue tau sedekat apa." ujar Vino menjelaskan lagi. Dia masih ingat perkataan tentang 'Ingat posisi.'

Perkataan itu membuat Arsen memancingkan mata mengarah ke Alexa.

"Lo jangan cemburu ke siapapun orang yang dekat dia ya, cemburu boleh, jangan berlebihan. U know's? Hidupnya bukan cuma tentang boyfriends." alih-alih Alfian berkata menepuk bahu Arsen.

Alfian tau jika lelaki itu mempunyai hubungan dengan adiknya ialah awalnyap melalui gosip. Jika tidak, kemungkinan kecil Alexa akan memberitaunya. Dasar adik laknat.

"Tuh dengerin nasehat kakak ipar."

"Tanya gih, sama Bang Arlan juga, mereka berdua udah ngerestuin belum."

"Btw lo kok mau sama adek gue sih, manja loh." lagi-lagi Alfian menepuk bahu Arsen.

Niatnya bergurau, tapi kini Alfian yang mendapat pepatah kena getah karena balasan narkas dari Alexa, "Apa kabar lo, Bang? Udah punya gebetan, belum?"

Gelak tawa dari seisi ruangan yang Alfian dapatkan. Mereka semua kini memojokannya. "Masa kalah sama adik."

Hingga Fio memutuskan bermain Turt or dare. Salah satu dari mereka sudah memegang pensil, sebagai alat menunjuk lawan.

Kali ini permainannya bukan Turt or dare, melainkan dare or dare yang berisikan tantangan atau tantangan.

"Sini! Biar gue yang puter. Aah, lo lama!" seru Vino mengambil pensil ditangan Seo.

Sebelum memutar permainan, teriakan dari salah satu gadis diantara membuat Vino menghentikan sejenak. "Kenapa ribut, sih." keluh lelaki itu.

Syafa dan Fio tanpaknya sedikit berdebat, namun kali suara Syafa terdengar nyaring dengan terikan, "Gue gak ikut!!"

Tentunya hal itu mendapat plototan dari para lelaki itu.

"Gak boleh gitu, dong Syaf!" Fio berdecak malas.

"Harus suportif!" seru Regal tanpak heboh. Lelaki itu sudah siap memainkannya.

"Tenang. Buat lo, kita kasih lebih gampang." alih-alih Daffa berujar dengan sumrigah tentunya ada maksud lain. "Ya, gak, Guys?!"

"Udah. Buruan putar!" perintah Alfian ditengah perdebatan itu. "Gak ada yang gak ikut!"

Telak membuat gadis itu terdiam. Tidak bagi Fio malah tersenyum penuh kemenangan.

Akhirnya Vino memutar pensil itu melawan jarum jam.

Salah satu pemain telah menjadi incarannya namun tak lama pensil itu berhenti menunjuk sang target.

Tepat sekali.

"Lo punya masalah hidup apa, sama gue woi!" ujar Regal berdecak. "Oh, lo masih balas dendam?"

Vino malah terkekeh. "Mana gue tau, Sob."

Regal dan Vino memang sering membuat perdebatan kecil daripada yang lainnya. Mulai dari cara bicaranya hingga ketololan Regal.

"Disyukurin aja, atuh." Alexa disebrang sana ikut tertawa. "Langsung kasih Dare aja."

Sebelumnya Vino sudah menyiapkan tantangan kepada temannya itu. Regal.

"Biarkan diri Anda ditata oleh rekan se-tim dengan gaya rambut lebih menawan."

Regal membulatkan matanya. Rambutnya kini sudah ditarik dan ditata oleh beberapa temannya.

"Ngasih tantangan, bener dikit napa."

Daffa terlebih dahulu memuncratkan minyak rambut ke kepala Regal. Seo dan Riko terlebih dahulu menyir rambut Regal, begitu juga Fio mengikat rambut Regal dengan karet kecil diarea yang sulit ditata.

Mereka berempat tanpak antusias. Tujuannya memang membuat rambut Regal sebagaian ke atas ala jamet.

"Hiyaak. Jamet." gelak tawa dari Arsen membuat semua memperhatikan ke arah objek.

Dilanjutkan dengan sesi kedua, Vino memutar arah pensil lagi sebelum tertawa paling keras karena melihat gaya rambut Regal.

Alexa.

Pensil itu menunjuk ke arah Alexa. Gadis itu sedang menikmati snack kentang teralihkan ketika mereka semua memperhatikannya.

"Telepon mantan, bilang ajak balikan."

Itu ialah pendapat konyol dari Seo. Mau tak mau, gadis itu mengeluarkan ponselnya. Didekatnya Arsen seolah bertanya siapa yang akan dihubunginya.

Pertanyaan terjawab, ketika Alfian memberikan usul. "Stevano aja, Dek."

Tak lupa, Alexa menspeaker pangilan.

Gadis itu langsung berkata tanpa basabasi. "Gue ajak lo, 'Balikan'. Mau." ujarnya disebrang telpon. Karena tak mendapat respon. Alexa berujar lagi, "Dare or dare. Sorry."

Pangilan putus sepihak.

Stevano terlebih dahulu memutuskan pangilan.

Selanjutnya mengenai Daffa.

"Emang lo pernah suka sama Lea?" Riko terlebih dahulu bertanya memancingkan mata. Daffa hanya diam. Tentunya jawaban sudah diketahui oleh Riko. "Pernah suka? Kalau pernah lo cuma bilang 'Never be us' ke Lea. It's simpel."

Bagi Daffa itu adalah jebakan.

Persahabatan laki dan perempuan, bisa juga salah satu dari mereka mempunyai perasaan itu. Entah iya, ataukah sekedar pernah. Bisa juga sedikit dari mereka mengatakan tidak.

Dan kini Daffa memilih mengatakan.

"Never be us." ujarnya berlahan kepada Alexa. Kebetulan gadis itu tak jauh dari posisinya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro