28. Stevano
"Lo ngomong apa aja ke Alexa?"
Chelsea berfikir sejenak lalu kembali memastikan, "Tentang?"
Daffa yang awalnya mengarah ke lapangan kini berbalik badan menatap gadis itu.
"Kan gue udah bilang gue cuma pingin lurusin salah paham."
"Apalagi sih, Chel? Bukannya udah jelas?" Daffa mendegus kesal. Gadis dihadapannya ini selalu bersih keras, padahal perihal hal itu bukan masalahnya.
"Tapi kenapa lo selalu ngehindar dari gue? Apa karna ...--"
"Chel. Stop!" potong Daffa dengan ada bicara sedikit tinggi. Selanjutnya ia menarik nafas dalam lalu kembali mengontrol emosinya. "Oke. Sekarang apa yang pengen lo jelasin lagi?"
"Salah paham dari mana, Chelsea!" Lelaki itu sedikit menakan kalimatnya.
"Lo takut Alexa salah paham, atau lo bener-bener ...--"
"Opsi pertama."
Entah mengapa Chelsea menatap Daffa dengan raut yang tak bisa dijelaskan. "Seberapa pengaruhnya?"
"Lo gak tau apa-apa!" Sinis Daffa murka seketika membuat Chelsea terdiam sejenak.
"Gue cuma cerita tentang masalah itu. Karena masalah itu, lo jadi jauhin gue, ngangep gue asing. ...--"
"Dan gobloknya lo, dengan entengnya cerita di Alexa akan hal itu." potong Daffa menatap Chelsea tajam, "Seharusnya lo gak perlu sangkutin orang terdekat gue."
***
"Lo nyembunyiin hal apa saja dari gue?"
"Selama ini apa yang gue gak tau?"
Lelaki itu kini bimbang. Daffa sedari tadi terdiam tak mengatakan hal apapun lagi. Dan Alfian di antara mereka masih menebak apa yang mereka bicarakan.
"Le, gue bisa jelasin."
Alexa mengalihkan arah bosan akan pernyataan itu. Jika bisa dijelaskan mengapa dia menjelaskan terlebih dahulu dari awal?
Lalu ia kembali mengarah ke Alfian, "Bang. Pulang hayukk!"
Kakaknya itu hanya megangguk menyusul jalan adik bungsunya itu yang mendahului langkahnya.
"Haloo. Mantan kakak ipar."
Seseorang dari balik pintu menepuk bahu Alfian hingga lelaki itu mengerutu, "Apaan sih lo? Kaget, bego!"
Alfian melempar bibir Arsen lalu berbisik, "Ntar kalo ada yang dengar, gimana!"
Tak luput dari itu, Alexa menatapnya tajam, "Cukup gue,"
Stevano ber-oriah lalu mengancungkan jempol. "Iya. Mantan." ujarnya menggoda.
Kini hubungan Alexa dan Stevano kembali membalik. Stevano lega akan hal itu. Menyakinkan Alexa tak semudah itu. Semenjak ada murid baru itu yang bernama Alexa, ia semakin menduga. Chrisyale Alexa dan Alexa, si nerd. Dari namanya pun Stevano dapat menebak. Lebih dari itu Stevano juga sering memperhatikan Alexa dari jauh. Hingga pertemuan mereka di CESA event saat itu, Stevano memberanikan diri.
"Stev lo kok tau kalo gue ... --"
"Apa yang gue gak tau?" potong Stevano berbalik tanya. Stevano sangat paham apa perkataan dari gadis dihadapannya ini.
Dari jarak kejauhan, Fio dan Syafa tidak sengaja memperhatikan kedua remaja yang menarik perhatiannya.
Syafa segera mengenyol Fio kemudian berbisik, "Steva kok bisa ngobrol sama cewek?" tanya Syafa heran.
Yang mereka tau, Steva sangat anti cewek di lingkungan LHS. Membuat Syafa mengeleng heran.
Fio yang awalnya tak mengerti maksud Syafa, hingga Fio mengalihkan arah dimana gadis itu tuju.
Kebetulan Fio dan Syafa barusaja keluar dari kelas. Mengingat posisi kelas dan ruangan uks tidak terlalu jauh dan masih satu lantai. Disana dimana Stevano dan Alexa saling asyik mengobrol tepat di depan ruang uks. Hingga saat ini temanya itu masih dirawat di ruangan uks.
Kedua gadis itu hanya berdehem bersamaan saling melirik sebelum Fio menjawab singkat, "Iya. Mantan." Syafa hanya ber-o menyembunyikan raut tak percaya.
***
Rupanya Alfian berniat memberikan jarak bagi mantan yang barusaja akur itu.
Lelaki itu lebih baik berbalik arah masuk ke dalam UKS menenui salah satu temannya, tak lain ialah Daffa. Daffa masih terdiam hingga pletakan dari Alfian mengalihkan arah.
Pesan terakhir dari Alfian, lelaki itu menunggu di parkiran sekolah. Tak banyak yang Alexa dan Stevano bicarakan. Mereka saling bergurau, seolah tidak ada rasa cangung lagi diantaranya.
"Mukanya banyak paling tuh bocah."
"Iya. Gak tau malu."
"OMG! Stevanoo!"
"Lo tau gak sih, nerd itu cewek pertama yang dekatin Stevano!"
"Gampang banget ya, dekatin most wanted."
"Pangeran gue, ah!"
"Pake pelet apa lo, nerd?"
"Eh, tuh mulut bisa dijaga gak?!" alih-alih Stevano menghalangi empat perempuan yang sibuk membicarakan mereka. "Gak suka? Gue yang jalanin, kok kenapa lo pada repot ngurusin kita?"
Keempat perempuan itu saling menyengol seolah saling meminta pembelaan. Tatapan Stevano memang bisa membuat orang disekitarnya mati kutu.
"Ngomong nih, di depan orangnya langsung." desak Stevano sinis.
"Ma.. Ma.. Maaf, Kak."
"Tuh mulut lebih baik buat omongin yang berfaedah." sarkas Stevano tajam sebelum benar-benar dari hadapan empat perempuan itu.
Alexa merasa Stevano benar-benar berubah. Dari Stevano yang lemah lembut kini seolah menjadi orang yang tak berprasaan, mulai dari tutur kata hingga tatapannya memperhatikan sekitar.
"Stev. Lo jahat banget." ujar Alexa yang awalnya terdiam kini mengeluarkan kalimat.
"Dulu gue baik, emang?" Alexa mengangguk polos. "Tapi kalau ke lo gak pernah berubah kok, Le." godanya sedikit tertawa.
"Maksudnya?"
"Sikap gue ke lo." bisik Arsen berlahan berhenti di salah satu stand kantin.
Alexa menitipkan pesanannya kepada Stevano tetapi gadis itu masih mengikutinya di balik punggung. "Penakut siih." cibir Stevano.
Alexa memanyunkan bibir mengalihkan arah. Niatnya memasuki kantin saat ini adalah keputusan yang salah. Saat ini sebagaian tempat dipenuhi oleh para lelaki.
Disalah satu meja, Alexa tidak sengaja melihat Arsen, lelaki itu berada diantara teman-temannya namun tatapannya tertuju ke arah dirinya.
Detik itu juga, Arsen menghampirinya lalu berdehem. Sebisa mungkin Alexa menyembunyikan keterkejutannya. "Hm.. Haii." sapa Alexa sedikit gugup.
"Lo belum pulang?" Alexa mengelengkan kepala berlahan.
Gadis itu memainkan tudung hodienya menghilangkan kegugupanya. Rasanya ia ingin menghilang saat ini juga.
"Ayo. Gue anter pulang."
"Gak. Dia pulang bareng gue." celah Stevano cepat. Kedatangannya tepat waktu. sebelum memberikan ice bumble kepada Alexa.
"Bukannya lo udah gak punya hak lagi?" tarkas Arsen masih mengandeng tangan Alexa.
Kini tatapannya mengarah ke gadis yang digandengnya itu, "Kamu masih mau balikan sama dia?" Arsen berkata lagi.
"Kalau cewek lo mau, kenapa enggak." balas Stevano datar menyilangkan tangan.
Alexa berlahan mengelengkan kepala. Jawabannya ialah 'Tidak'.
Memang tidak. Hubungannya dengan Stevano saat ini hanya sebatas teman. Hubungan mereka sudah berakhir saat permintaan putus disepakati oleh keduanya. Usai itu keduanya lost contact, hanya baru-baru ini saja keduanya mulai membaik. Mulai berteman tanpa perasaan apapun lagi.
Sedari tadi, gads itu tak berani menatap lawan bicaranya. Stevano mengetahui sikap Alexa, kali ini gadis itu tidak nyaman situasi. Stevano kembali mencelah pembiraan mereka, "We are just friends." lanjutnya terjeda menepuk bahu Arsen, "Lo gak perlu khuawtir."
Tiba-tiba Arsen melepaskan gengamannya dari Alexa. Detik itu juga, Alexa mengangkat bahu menatap Arsen. Entah kenapa, lelaki itu langsung beranjak pergi.
"Sekarang lo pulang, ya. Gue anter ke Alfian." bisik Stevano.
Alexa hanya mengangguk sambil memperhatikan kepergian Arsen. Entah kenapa kepergian lelaki itu membuat perasaanya seolah gelisah.
"Hubungan lo sama Arsen, udah lama, Le?" tanya Stevano usai keluar dari kantin.
Alexa hanya mengelengkan kepala singkat sebagai jawaban. Lalu bertanya balik, "Lo sendiri gimana? Udah move on dari gue?" goda Alexa bertanya.
Stevano masih terdiam beberapa detik menatap hazel coklat itu lalu menjawab, "Kan kita sekarang uda beda, Le."
***
"Lea tetap cantik, meskipun dari penampilan asli maupun fake nerd. Mungkin, orang sekitar cuma mandang dari sisi lain."
Gadis itu menata penampilan mulai dari pakaian yang ia kenakan hingga ala 'nerd'. Permainan ini memang belum ia akhiri.
Bedanya, hari ini mengenakan pakaian batik. Disana Alfian, dan Andrea juga sudah siap dengan setelan batik yang sama rapi.
"Alergi, udah baikan, Dek?" tanya Arlan ketika memperhatikan keberadaan adik sulungnya itu di tengah ruang makan.
Alexa hanya mengangguk singkat sambil menjinjing hoodie di salah satu tangannya.
"Libur sehari apa susahnya sih, Dek?" tangkas Arlan. Padahal semalam, mereka menyuruh untuk beristirahat dan tidak bersekolah terlebih dahulu hari ini. "Istirahat sehari doang, kan gapapa ya, Pa?" Kini Arlan beralih ke arah Andrea.
Sebelum Andrea mengangguk, Alfian sudah menjawab, "Sedangkan sehari, satu minggu juga, Papa mah boleh-boleh aja, Bang."
Andrea mengancungkan jempol kepada Alfian. Karena absensi tidak terlalu penting bagi Andrea, yang terpenting ialah nilai.
Tak heran jika Alfian sendiri sering membolos, meskipun mendapat teguran dari beberapa guru. Namun jika dalam hal nilai, Alfian selalu mendapat peringkat sepuluh besar.
"Lagi rajin, Kak." goda Andriana sekilas melirik ke arah Alexa.
Andrea, Alfian, dan Alexa sudah mengenakan pakaian batik. Bedanya, Alfian dan Andrea sengaja memilih model batik yang sama.
Hari ini adalah perayaan ulangtahun Lenald High School dengan mengenakan descord batik.
"Mama harus dateng ke sekolahan aku." pinta Alexa menepati kursi bersebelahan dengan Alfian.
Tepat didepan Alexa, ada Andrea. Papanya itu sekali-kali ikut nimbrung, "Papa gak wajib?"
"Yaelah. Papa kan udah pasti dateng."
***
Halaman Lenald High dipenuhi oleh tamu undangan dari beberapa cabang lain. Tak kalah penting.
Hampir semua mengenakan batik. Lagi-lagi hari ini ialah ulangtahun sekolah dan berdescode mengenakan batik.
Di depan pangung dipenuhi oleh orang yang lebih berpartisipasi dalam sekolahan LHS ini. seperti pemilik sekolah, kepala sekolah, ketua komite sekolah, maupun direktur sekolah dan lain lain.
Baris kedua dipenuhi beberapa angota dan staf mengikuti. Dibagaian paling belakang dikhususkan untuk peserta didik yang ingin memperlihatkan acara.
Salam pembuka sebentar lagi dimulai.
Alexa segera beranjak ke ruangan studio musik karena mendapat pesan dari Arsen. Lelaki itu sudah menunggunya sambil memainkan gitar.
Menoleh saja, tidak. Padahal Alexa berulang memangil namanya. Tiba-tiba situasi menjadi cangung.
"ARSEENNN!!!"
Lelaki yang dipangil namanya kini menoleh mengelus telinganya. "Gempa?"
"Sibuk banget ya, aku daritadi manggil loh." keluh Alexa hingga Arsen sedikit tertawa beralih ke arah gadis disampingnya ini.
Niatnya jika terakhir kalinya, ia memangil tak kunjung mendapat respon, gadis itu akan keluar dari ruangan itu.
"Kamu marah ya sama aku?" alih-alih Alexa meberanikan diri.
Arsen kembali sibuk memetik gitar. Lagi lagi Alexa kembali berkata, "Aku bener-bener minta maaf."
"Kamu selalu dimaafin kok." tutur Arsen berlahan tesenyum sekilas mengarah ke Alexa.
Karena masalah kemarin, lelaki itu sedikit mendiamkan. Tentunya Alexa merasakan sedikit perubahan itu. Alexa juga merasa merasa bersalah akan hal itu. "Seen. Plis." lanjutnya memohon maaf dengan mengunakan pupy eyes.
"Kalau mau balikan juga gak apa."
"Engga!" Alexa reflek bersih keras menolak.
Memang nyatanya tidak. Hanya saja perkataan Stevano waktu itu sedikit membuat Arsen berfikir keras.
"Enggak, ya engga!" decak Alexa. Gadis itu risih ditatap Arsen dengan raut seolah tak percaya.
Kemudian Arsen tertawa lalu mengajak gadis itu latihan sejenak.
"Sekarang?"
Arsen berdehem lalu berkata, "Nunggu qurban'an."
"Tapi aku gak mau qurban perasaan."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro