Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

26. Speeschles

"Seen, aku minta maaf." potong Alexa cepat. Gadis itu meraih tangan Arsen yang sedang memainkan kepangan rambutnya.

"It's Oke."

Alexa sedikit tak percaya apa yang dikatakan oleh Arsen. Seolah itu bukanlah masalah. Entah yang dipikirkan lelaki itu, Alexa juga tidak mengerti.

"Seen?"

"Kamu kok bisa suka sama aku sih?!"

"Apaa Turt or Dare cuma sekedar permainan kamu ya?"

"Rasanya kayak gak mungkin banget orang kayak kamu bisa suka nerd kayak aku." Alexa sedikit tertawa karena ucapannya.

Jika dibayangkan rasanya seperti tidak mungkin. Ada banyak pertanyaan yang ingin ia utarakan. Gadis itu hanya tidak mau jika membuka hati (lagi) yang masuk malah sebangsa budaya, anjing maupun kadal.

"Emang harus ada jawaban?"

Arsen mengengam tangan Alexa lebih erat. Seolah keduanya tak mau berpisah untuk saat ini.

"Kamu lihat kulit aku kan sekarang kan?"

"Kan kamu alergi." balas Arsen polos.

Kulit Alexa saat ini memang bercak merah. Lebih parah di sekitar tangannya. Wajahnya pun tak lagi pucat, apalagi deru nafasnya mulai teratur. Hanya saja alergi itu mempengaruh kulitnya menjadi gatal-gatal. Namun saat ini tak begitu tampak hanya efek dalamnya saja yang mempengaruhi.

"Chelsea juga lebih cantik. Kamu kok gak pacaran sama dia aja?" ujar Alexa ceplos.

"Oh kamu udah tau." Arsen menganguk paham lalu tertawa, "Lah kok malah balas Chelsea."

"Kalian cocok."

"Sahabat. Right?" balas Arsen. Ia tak suka malah dicocokan dengan orang lagi. Apalagi Chelsea, mereka hanya sahabat, tak akan lebih dari itu. "Kamu juga gimana sama Daffa?" Arsen bertanya balik sambil memposisikan badan Alexa duduk diatas narkas.

"Arsen, iih!"

Seolah pertanyaaannya dibalik, gadis itu mengerutu kesal. Arsen hanya tertawa memperhatikan raut wajah Alexa yang terlihat kesal.

"Kamu tetap prioritas aku, Alexaa."

Jawaban itu seolah ada ribuan bunga bermekaran. "Kamu masih ngeraguin aku ya?" Arsen bertanya lagi.

Alexa segera mengelengkan kepala. Itu tidak benar. "Aku cuma takut ...--"

"Alexa. Tatap mata aku." Alexa menatap lelaki itu. Hinga bola mata keduanya bertemu. "Aku gak pernah salah milih kamu. Tapi aku engak pernah maksa kamu buat ngelakuin hal aku mau kan? Dari awal aku ngerasa klaim kamu sepihak lewat permainan Turt or Dare itu."

Arsen menjeda ucapannya. "Kalau kamu udah bisa balas perasaan aku, kamu bilang ya, biar aku gak maen pergi. Kita berjuang bareng."

Lelaki itu berpindah duduk di tepi narkas memberikan satu susu vanila dan juga apel.

"Aku tuh inscicure." tutur Alexa sambil memakan apel pemberian Arsen.

"Aku operasi plastik aja biar glowing. Setidaknya dilihat lebih cocok kalo kita jalan berdua." Di nada terakhirnya, gadis itu menahan tawa.

Berbeda dengan Arsen, lelaki itu menatap intens gadis disampingnya ini. "Gagal operasi plastik mau? Biar tuh muka jadi wajah tua."

Alexa memukul lengan Arsen kesal hingga ia memanyunkan bibir, "Ih, kok jadi doain jelek!"

"Arseeeeeeen."

"Iya, Sayang." balasnya lagi menatap ke arah Alexa. Gadis itu masih memanyunkan bibirnya. "Jelek emang." godanya.

"Kalo aku gak nerd lagi, emangnya kamu masih mau sama aku?"

"Kan kamu tetap Alexa yang aku kenal." jawab Arsen santai mengangkat alisnya.

"Kalau Alexa bohong, maafin ya, tapi ga niat kok."

Arsen be-oriah lalu berujar, "Oh. Bohong harus ada niatan atau engaknya ya."

Seseorang dari balik pintu memperhatikan kedua remaja itu saling melempar tawa. Sebelum ia memberanikan diri mengetuk pintu.

Tok.. Tok..

"Kenapa, Chel?" Terlebih dahulu Arsen menyapa.

"Gak papa. Tadi gue nyarin lo dikelas, eh nyatanya disini. Gue kira lo sakit." Chelsea mengaruk kepalanya yang tak gatal. Menyusulnya kesini ialah tindakan yang salah. "Ganggu ya, hehe maaf."ujarnya lagi ketika melihat seorang gadis berkepang bersender di atas narkar. Gadis yang ia tahui kekasih Arsen.

Alexa mengelengkan kepala sambil tersenyum, "Engaa kok. Sini masuk."

Alexa memang mempersilahkan Chelsea masuk. Setidaknya ia juga berbuat hal yang sama. Selama kemarin malam, gadis itu juga menemaninya jadi setidaknya Alexa tidak cewek sendiri.

"Kok tau?" Arsen mengimindasi Chelsea.

Chelsea menjawab sambil menutup pintu, "Kata teman sekelas lo, ngarah ke ruang UKS."

"Terus lo ngira gue sakit? Perhatian amat sih, lo!"

Dari arah Alexa, gadis itu menelan saliva susah payah. Ada perasaan sedikit jengkel.

"Chel. Alexa pacar gue." Arsen memperkenalkan Alexa kepada sahabatnya itu, Chelsea.

Kini Alexa terlebih dahulu mengulurkan tangan, "Alexa."

"Chelsea."

"Jagain sahabat gue ya," tutur Chelsea. "Kalo gak nurut, putusin aja, biar dia jomblo abadi." cekik Chelsea.

Alexa tertawa lalu mengangkat tangannya seolah bersiap. Sedangkan Arsen tidak terima langsung memprotes, "Ajaran lo sesat!"

Drttt.. Drrttt..

Sang pemilik segera mengangkat pangilan tersebut

"..."

"Oke." ujarnya di sambungan telepon lalu menutup nya kembali.

Kedua gadis itu masih memandanginya penuh tanda.

"Urgent!"

****

"Lo ngikutin gue?"

Fio mengangguk polos. Melihat lelaki itu keluar kelas segera ia mengikutinya. Kebetulan juga Daffa sendirian. "Ada apa, Fi?"

Fio membisikan sesuatu. Detik itu pula Daffa mengangguk paham.

Kringgg!!!

Kebetulan jam istirahat berbunyi, lebih baik Fio mengikuti Daffa terlebih dahulu.

Kedua orang itu bergegas terlebih dahulu ke ruang tata usaha. Disana Alfian sudah berada di ruangan CCTV. Tentunya Alfian mendapatkan akses lebih cepat.

"Gue di sekolahan lebih siang. Tuh gue bareng Lea kan?" Fio menunjuk salah kamera CCTV.

Yang menunjukan dirinya dan gadis berkepang berjalan melewati koridor, tak lain adalah Alexa dan juga tertera hitungan jam. Kurang lima belas menit dari bel masuk Lenald High.

Memang terkadang Fio dan Alexa berangkat bersama namun jika bareng Fio, mereka datang lebih siang. Paling tidak jika keduanya berangkat lebih awal, Fio berencana akan menyalin tugas. Alfian mengerti akan hal itu.

Tetapi tetap saja, sedari Alfian menatap gadis itu sedikit sinis. Siapapun dalam circle pertemanan Alexa, jika salah satu terlibat masalah semua akan kena menjadi korban. Sebagai kakak, Alfian berusaha semaksimal mungkin menjaga adiknya. Itu lah sikap seorang Kakak meskipun terlihat over.

"Perbesar bagaian ini, coba?"

Fio dan Alfian mengalihkan arah ke salah satu kamera yang ditunjuk oleh Daffa.

"Nah. Ya itu Syafa!" Fio berseru.

Disana menampakan gadis itu berhenti di koridor karena lambaian seorang anak perempuan dari dekat lapangan indoor.

"Adik kelas gak sih?"

"Diem dulu." Alfian memberi aba-aba. Kembali fokus apa yang kini mereka perhatikan.

Lelaki itu me-zoom lawan bicara Syafa lalu menjeda sejenak.

"Iya, Fin. Itu adik kelas." lagi lagi Fio mengajuhkan pendapat namun dari raut expresinya, ia sedikit tak percaya akan hal itu. "Gue rada gak percaya. Gue kenal banget sama tuh adik kelas."

Daffa kembali me-replay layar CCTV "Masa habis itu dia lari kayak dikejar setan?" ujarnya berhasil membuat Alfian dan Fio kembali menatap layar.

Disaat Syafa lengah selagi memperhatikan kotak bekal makanan yang ia berikan. Lawan bicaranya itu langsung berlari terberit menuju ke ruangan kelas sepuluh.

"Sepuluh-G?"

Kini mereka memperhatikan CCTV di bagian kelas sepuluh-G. Gadis itu langsung menduduki bangkunya seolah tak ada kejadian apapun. Selanjutnya masih sama tak ada hal jangal dari hal itu. Paling tidak teman satu bangkunya meminta mengajari tugas.

"Gak mungkin kebetulan dongs. Surat kedua itu berasa kayak sengaja ditunjukan atas nama Alexa. Lalu dibalik itu dia juga tau kalau alergi kacang."

Pendapat itu disetujui oleh Fio dan Daffa. Lagi lagi Fio kembali mengecek rekaman awal saat di lapangan indoor. "Fiks. Gue rasa jebakan."

Daffa mem-paus rekaman itu disaat menampakan seorang gadis lain membelakangi kamera bersenyembunyi di belakang indor tepat. Saat Syafa dan lawan bicaranya memberikan kotak bekal tersebut.

"Motif lain?"

Alfian menyalin rekaman yang bersangkutan dengan kotak bekal makanan itu di ponselnya. Lalu mengembalikan rekaman CCTV ke layar utama.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro