24. Kacang
"Are you okay?"
Fio mengubris pandangan kosong Alexa dengan cepat. Setelah, ia memasuki kelas, sikap Alexa berubah menjadi sedikit aneh. Bahkan, saat pelajaran berlangsung ia hanya melamun saja.
"Baik..." jawab Alexa dengan cepat.
Syafa yang kini telah berada di antara bangku Alexa dan Fio menyondorkan sebuah kotak. Mau tak mau, Alexa mengkerutkan kening sebelum menerima kotak itu. Salah kirim, mungkin.
"Gatau ah, gak sengaja dapet kotak itu dari anak kelas sepuluh, maybe? Katanya buat Kak Alexa." sedikit penjelasan dari Syafa.
Fio menduga kotak tersebut dari pengemar rahasianya.
"Jangan mikir aneh-aneh, gue juga gak punya pengemar rahasia." kekeh Alexa seketika. Seolah dapat menebak.
"Kalau iya, gimana?"
Anehnya, gimana seorang Nerd mendapatkan dari penganggum rahasia? Berfikir logis saja, yang ia dapat hanyalah menjadi bahan bullying saat ini. Terakhir kali, Alexa mendapatkannya beberapa tahun lalu.
Kepala Alexa masih tertunduk, entah apa yang dipikirkannya saat ini.
"Cewek nerd kayak lo, masa punya pengemar rahasia." sindir dari Erlina tertawa lepas diikuti oleh kedua temannya telah berdiri di dekatnya, entah sejak kapan.
Lamunannya bubar seketika. Alexa harus lebih sabar menghadapi sikap para cabe, Abel cs itu.
Rossa dengan siap segera merampas kotak kecil itu ke tempat sampah. Fio yang terlebih dahulu mengetahui gerak gerak tersebut ikut bertindak mencegah. "Kalian gak puas-puas selalu bully Alexa terus, ha? Gak ada kerjaan lain? Gue selalu sabar, hadapin sikap kalian yang seenaknya! Sekarang, kalian mau bertindak lebih seenaknya? Gue gak bakal diam!"
Kali ini, Fio benar-benar marah, sehingga ia telah menantang Abel cs dengan tatapan tajam.
"Fio kok bela cewek cupu terus? Lo ikut buta ya? Dia gak sebanding sama kita. Masa, sekolah elite, ada nerd kayak dia. Bisa-bisa sekolah kita ini tercemar nama baik." sindir Abel dengan santai.
Perlu diingatkan. Ini sekolah milik keluarga Alexa. Kepala sekolah pun tak mendapati larangan toh??
"Oh, lo pasti kena beasiswa kan, bisa masuk di sekolah ini?" ketus Abel membuat Fio muak.
Tunggu tanggal main! Gumam Alexa tersenyum sinis.
"Seharusnya, lo sadar akan hal itu!"
Alexa kembali tertujuk, berusaha memperbaiki peran.
"Kita gak di bawah! Jangan nunduk mulu. Cupu! Lo gak pernah diajarin buat natap lawan bicara, haa?!" celoteh Rossa tajam.
Alexa dan Fio berusaha menahan emosinya saat ini. Bagaimana pun juga, mereka berdua tak suka jika menyangkutkan orang tua!
"Gue ingatin! Suatu saat, kalian bakal berlutut di hadapan kita!" Fio pun membuka pembicaraan. Memberi kalimat terakhir untuk para cabe keriting di hadapannya ini.
"Biarin, orang gila kayak mereka, ntar ada saatnya mereka bakal sadar sendiri." Alexa mengelus punggung Fio dengan sabar berusaha menenangkan.
"Hari ini kalian menang. Gue jadi badmood dengar omongan kalian yang GAK BAKAL TERJADI!" ujar Rossa penuh penekanan.
***
Usai itu, Alexa, Fio dan Syafa memilih meninggalkan kelas. Ketiganya memilih berada di gazebo sekolah menikmati semilir angin.
Dalam artian saat ini mereka membolos pelajaran sejenak. Toh, kebetulan juga guru mapelnya tidak killer.
Daripada hanya merenung, Fio segera membuka kotak misterius itu. "Tuh. Roti bakar!"
Ketika dibuka, roti bakarnya masih segar disana kotak bekal itu pula terdapat tulisan tangan rapi yang ditunjukan untuk Alexa.
Lagi lagi, Fio berfikir, seharusnya, jika diberikan untuk Alexa lebih baik kah ditaruh dibangku Alexa sendiri? Ya. Salah taruh. Maybe??
"Beneran cuma roti bakar bluberry??" tanya Alexa memastikan lagi.
Fio mengambil setengah roti bakar bluberry tersebut begitu juga dengan Syafa mencoba toping keju diatasnya terlebih dahulu.
"Ini dari pengemar rahasia lo ke sekian kali?" goda Fio.
Alexa hanya menaikan alis acuh tak acuh lalu mengambil setengah bagaian lalu memakannya. Dari bentuknya pun sudah menungah selera.
"Eh ada surat lagii!" seru Syafa diantara mereka. Kertas itu disisipkan di sela roti.
Fio yang tak sabaran kembali mneyahut karena penasaran. "Buruan baca gih."
"For you the recipient of the letter. Bagaimana dengan roti yang aku diberikan? Tentu sangat enak. Bagaimana dengan rasa dibalik kacang?"
Uhuk! Uhuk!
Kacang. Kalimat itu membuat Alexa tersedak. Kini alerginya kumat. Tangannya mulai mengengam apapun yang disekitarnya sebelum pernafasannya mulai sesak.
"You are damn!"
Fio memeras surat itu kasar. Keduanya tak kalah menatapnya dengan khuawtir.
***
"Gue tanya. Kenapa lo bisa ngasih makanan itu?" tegas tajam Alfian tak berbasa-basi lagi.
Lelaki itu mendapat panggilan dari Fio. Gadis itu segera memberitaunya melalui pesan line. Detik itu juga, Alfian segera ijin keluar kelas dan membawa obat alergi milik Alexa dari dokter keluarga.
Alfian emang sengaja membawanya beberapa kapsul buat berjaga dalam keadaan daurat seperti ini.
"Waktu di indor tadi pagi. Gak sengaja ada adik kelas, dia bilang buat Alexa." inti cerita dari Syafa.
Syafa juga menceritakan kejadian itu.
Pagi itu, Syafa berbalik arah menatap seorang gadis yang memangil namanya.
"Kak Syafa!"
Gadis berambut hitam lurus itu tersenyum mengarahnya sambil mengarah ke arah Syafa. Gadis itu berada di belakang lapagan indor. Kini satu per satu anak mulai berdatangan.
Jarak yang ditempuh dari sekolah kerumah tidak begitu jauh. Hanya membutuhkan waktu kurang dari lima menit. Selagi menikmati udara pagi Syafa memilih berangkat lebih pagi sambil berjalan kaki. Dari gerbang sekolah, ia akan memilih melewati lapangan indor dikarenakan jarak ke kelas tidak terlalu jauh.
"Kak Alexa itu teman Kakak kan?" Syafa hanya mengangguk sebelum mengerutkan kening bertanya seolah 'ada apa'.
"Ada perlu apa?" desis Syafa karena gadis yang ia tahui siswi kelas sepuluh atau adik kelasnya belum juga menjawab.
"Hm.. Belum datang?"
"Siang." Jawab Syafa datar.
Adik kelasnya itu seolah menghela nafas dalam sebelum melanjutkan pembicaraan. "Tolong kasihkan ke Kak Alexa ya, Kak!" ujarnya memberikan sebuah kotak seperti bekal makanan. "Kan kalo aku kasih sendiri keburu kesiangan." lanjutnya berusaha menyakinkan.
Syafa menerima kotak bekal makanan itu selagi mengubah expresi wajahnya kini mengamati adik kelas yang ia tak tahui namanya. Sebelum ia bertanya lagi, gadis itu telah pergi usai mengucapkan terimakasih.
"Maaf. Aku juga gak tau kalo Alexa punya alergi." ujar Syafa bersalah usai menceritakan kejadian.
"Sekarang lo tau kan?!"
"Fin. Udah." lerai Daffa mengelus punggung sahabatnya itu.
Lelaki itu sangat menyayangi adiknya. Dalam keadaan seperti ini, ia tak bisa berdiam diri seolah menunggu semua akan kembali membaik.
Alexa masih memejamkan mata sedaritadi usai meminum obat. Deru pernafasannya masih juga belum membaik.
"Jangan malah memperburuk keadaan. Bisa gak nahan emosi lo bentar? Dia juga butuh istirahat." tutur Fio mengarah ke arah Alfian.
Selama berteman dengan Fio, baru kali ini ia melihat sorot Fio semarah tadi atas kejadian ini.
Disini Syafa merasa bersalah. Gadis itu masih berdiri diambang pintu menatap sahabatnya yang masih diatas narkas. Wajahnya pun masih terlihat pucat.
Jika seperti ini kejadiaanya, Syafa tak akan menyampaikan kotak bekal itu yang tak lain dari adik kelas. Syafa juga tak mengetahui jika Alexa alergi kacang-kacangan.
Alfian kembali memperlihatkan kotak makan yang berisi roti blubery itu. Nyatanya dibalut dengan sedikit selai kacang bagaian dalam. Alfian yang membuka bagaian dalam tersebut kini lagi lagi mendecak kesal.
Fio menghela nafas dalam, ia juga bersalah karena ceroboh. Kedua orang itu mencermati kotakan asing yang berisikan roti blubery itu.
"Fin, maafin gue juga." tutur Fio yang berada didekat Alfian.
Padahal Alergi Alexa sudah membaik. Gadis itu berusaha semaksimal mungkin menghindari berbau kacang-kacangan.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro