Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21. Consequence

Lelaki itu menyukai instrumen musik. Piano --salah satu alat musik yang ia mainkan. Tatapannya dingin begitu pula kepribadiannya yang tak berprasaan. Musik ialah dunianya meski terbilang hanyalah sebuah hobi.

Ruang musik, ialah tempat yang selalu ia kunjungi salah satunya memainkan piano. Mengingat masa dimana semuan terasa begitu indah.

Di umur sembilan tahun saat itu terkadang ia berpikir akan berakhirnya harapan. Setelah mencoba bangkit, mungkin kehidupan juga punya rencana yang tak pernah bisa kita duga.

Lelaki itu kini mencoba hubungi seseorang. Tak lama panggilan terhubung.

"Cek email dan segera cari datanya!" Ujarnya di telepon gengam. Detik itu pula ia menutup sambungan sepihak tak berteleh. .

'Kehilangan' sangatlah menyakitkan. Terkadang masa lalu membuat seseorang berubah sikap. Meski masa lalu adalah terceminan di masa depan.

***

Seperti biasa kedua remaja itu sudah berada di koridor. Keduanya lebih bersemangat jika mendengar bel pulang, terlebih dahulu Daffa menyerobot terlebih dahulu, Alexa hanya mengikuti gerakan lelaki itu sambil memegang sisi seragam agar tidak kehilangan jejak.

Di depan mading dipenuhi siswa siswi berdesakan rupanya ada pengumuman terbaru melihat antusias mereka saat ini.

"Keburu pulang amat sih lo Bambank!"

Tidak sengaja Daffa berbalik arah mendongak ke lawan arah, rupanya ketiga temannya menepuk bahunya.

Seo memainkan gulungan poster. sepertinya Riko hanya mengikuti keduanya terlihat dari wajahnya sangat datar beda dengan Regal melangkah lebih bersemangat. 

"Pakek nyuri anak orang pula," cerocos Regal setelah sekilas melihat keberadaan Alexa dengan temannya.

Daffa hanya tertawa selagi menjaili Alexa, "Selagi dia enga keberatan."

"Bisa aja, lo Bambank!" Riko menjitak kepala Daffa kesal, "Tapi keadaan mulai berubah."

Alexa yang terlebih dahulu mengerti arah percakapan, gadis itu memperhatikan Riko intens sedikit tersenyum sinis.

"Jadi lo berdua cuma deket tapi gak pacaran." goda Regal melirik ke arah Daffa, "Lo sih kelamaan, udah diambil orang ntar nyesel."

"Lo tau apa sih?"

Alexa sangat tidak nyaman dengan situasi, gadis itu terlebih dahulu megakhirinya. Ia hanya sekilas tersenyum sebagai tanda berpamitan. Begitu pula dengan Daffa segera mengejar gadis berkepang itu.

Riko dan Segal masih berpandangan sebelum keduanya bercelatuk. "Kayak drama Korea, kejar-kejaran pula."

"Kalau ngomong bisa sedikit difilter gak?!" balas Seo sebelum meningalkan kedua teman idiotnya itu. 

***

"Jangan baperan gitu, Lee." goda Daffa. Lelaki itu merajuk gadis berkepang itu hingga sejajar dengannya. 

Terkadang pembicaraan orang disekitar kita dapat melukai meski pun sekedar bercanda.

"Mereka cuma memperjelas apa yang mereka lihat. Bedanya halnya, kita lebih tau apa."

"Tapi gue ngrasa, dimata mereka gue buruk. Omongan teman lo buat gue lebih nyadar." Sedaritadi diam, gadis itu berlahan membuka bicara. Lebih baik Daffa mencerna lebih dulu sebelum terjadi salah paham dan membiarkan gadis itu mengutarakan. Ia rasa ada yang salah. "Apa gue harus ambil keputusan ... --?"

"Gak!"

Lelaki itu memotongnya dengan cepat. Ia sangat yakin ada suatu hal yang membuat teman kecilnya bersikap sedemikian.

"Udah ah! Jangan manyun." Daffa mencubit pipi bakpau Alexa. Membuat reflek Alexa mendesis berulang kali. "Lo ga pingin cerita?"

Alexa mengelengkan kepala lalu berkata, "Curhatan Bapak Daffa?"

Lagi lagi Daffa mengacak rambut Alexa. Mungkin memainkan rambut gadis itu ialah hal yang wajib.

Dari kecil, Daffa selalu menata rambut panjang milik Alexa saat kecil. Alexa juga lebih suka mengurai rambut panjangnya, jika sebelum bermain lebih ringkas Daffa lah yang mengikatnya beraneka model ataupun kepangan. Beranjak dewasa, apalagi saat Alexa berpindah sekolah, ia mulai membiasakan diri tanpa teman kecilnya itu.

Sekarang ada tambahan. Karena rambut Alexa dikepang, lelaki itu memainkannya seenaknya lalu menyamakan dengan ekor kuda. 

"Lo selalu ngerusak rambut guee!!" Alexa kesal. Ditambah jawaban yang dilontarkan Daffa membuatnya lebih kesal.

"Gue acakin, gue tata lagi. Dari kecil kan lo emang gitu." Daffa tertawa terbahak sebelum menjauh. Menghindari kemarahan Alexa.

"Daffaaa!"

***

Disisi lain seorang gadis tak jauh  tidak sengaja memperhatikan kedua remaja yang sedang bermain kejar-kejaran. 

Lelaki itu mengoda gadis didekatnya itu seusai mereka mengobrol. Ya, itu Daffa. Dari jarak manapun keberadaan lelaki itu tidak bisa dihiraukan. Meski troumblemaker.

Gadis itu bernama Chelsea baru saja keluar dari kelas XI-G. Rasanya ia juga ingin mengobrol dengan lelaki itu. Bisa dibilang atau tidak, mereka adalah teman lama. Lebih dari sekedar saling tau nama.

Chelsea menepuk seseorang disampingnya. Seolah memberi petunjuk.

Mengingat Daffa dan Chelsea ada beberapa konflik dimasa lalu. Chelsea seolah ingin sedikit menjelaskan kejadian waktu itu. Tetapi kedatangan temannya membuat niat itu terurungkan.

"Daffa? Lo samperin sana, gapapa."

Tapi bukan itu yang Chelsea maksud. Ia mengelengkan kepala lalu beragumen, "Bukannya itu Alexa? Pacar lo bukan sih itu?"

Mendengar nama itu disebut, Arsen memperjelas pandangannya. Jawaban itu sudah ditebak oleh Chelsea sebelum gadis itu menghampiri Daffa dan gadis didekatnya adalah Alexa. Siapa lagi yang tak tau akan hal itu?

Tanpa basa basi, Chelsea langsung mengulurkan kepada Daffa. Lelaki itu tak bisa menyembunyikan raut keterkejutannya. 

"Haii. Apa kabar?"

Alexa menatap gadis berambut sebahu itu. Sedikit mengintip dari pungung Daffa. Ia sangat yakin gadis asing itu setidaknya lebih mengenal Daffa dalam artian saling mengenal. Alexa mengingit bibir bawahnya. Tangannya sudah memengang erat seragam Daffa.

"Tujuan lo apa kesini?" tanya Daffa sedikit sinis sambil mengarahkan arah ke arah Alexa. Ia menarik gadis berkepang itu kedekatnya.

"Kita perlu ngobrol sebentar."

Daffa menghela nafas panjang kembali menatap Chelsea seolah memberi isyarat melalui gerakan mata ada gadis yang saat ini bersamanya. 

Chelsea diam sejenak memperhatikan Alexa. Entah kenapa wajah gadis itu menjadi pucat. Saat ini Daffa merengkuh gadis itu seolah menengkan. Tak bisa dipungkiri terlihat ketakutan. 

Alexa hanya takut mengingat kejadian waktu itu. Tak disadari, Daffa didekati oleh seorang gadis. Keduanya seolah sudah dekat hingga gadis itu mengira Daffa lah lebih memprioritaskan Alexa, meski hanyalah sahabat. Hinga hari dimana Alexa menjadi korban.

Saat ini kejadiannya hampir sama. Alexa tiba-tiba takut jika gadis dihadapanya ini juga salah satu gadis yang mendekati Daffa. Sama halnya dengan Tifanny. Tetapi bedanya, Alexa tak akan takut kepada gadis yang bernama Tiffany. Atmosfernya berbeda.

"Eh. Eh. Main peluk." 

Ketiganya mengalihkan arah. Disana ada Arsen yang tiba-tiba mencairkan suasana. Lelaki itu berdiri ditengah ketiganya tepat didekat Alexa.

"Kamu sakit?" ujarnya bertanya ke Alexa sambil memengang bahunya. Dingin. Gadis itu tidak menjawab. Begitu pula juga dengan Daffa semakin mengeratkan posisinya. "Eh itu pacar gue ya!!" lanjut Arsen berseru mengarah ke Daffa.

Daffa hanya berdehem. "Udah tau."

"Biarin dia pulang sama gue." 

"Enak aja! Dari awal dia pulang bareng gue!" balas Daffa tak mau kalah. "Chelsea lo taruh mana? Kasihan tuh anak orang!"

"Ya sama lo lah."

"Siapa lo? Selebgram?" gertak Daffa.   "Biasanya juga bareng lo. Jangan sok care didepan pacar." Daffa tertawa nyaring. Lelaki itu meningalkan kedua orang itu tanpa berpamitan.

Tak membuang waktu lebih banyak meningat kondisi Alexa juga butuh istirahat.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro