Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18. Behind

Sedari tadi Alfian memperhatikan ke arah Alexa, gadis itu masih mengenakan ala nerd. Seragamnya telah tertutup oleh hoodie. Tak lupa kacamata nonminus yang ia pakai kini berpindah di atas kepala sebagai ala acesories.

"Ngapain lu lihat-lihat? Pakai mata pulaaa." Alfian mengalihkan arah. Terciduk.

Merasa diperhatikan Alexa segera mempergoki. Kedua kakaknya berada di tengah ruang keluarga. Kebetulan ruang tamu berdekatan dengan ruang keluarga tidak jauh dari ruang keluarga disitu dapur dan ruang makan berada.

Alexa melewati Alfian begitu saja mengambil camilan di dalam kulkas. Sambil menyemil Alexa melepas kepangannya lalu menyisir rambutnya kembali lalu melepas kacamata, tak lupa membersihkan bedak hitam yang ia digunakan mengunakan membersih make up sebelum membilas wajahnya.

Mengingat hari ini mood gadis itu tidak teratur. Apalagi mengingat pembicaraan mereka dengan Andrea. Seolahnya Papanya selalu menuntutnya dalam hal dunia perbinisan. Yah. Tetapi dari dalam lubuk hatinya, ia tak berniat menjadi calon pewaris. Bukankah itu tidaklah adil?

Merasa keduanya kakaknya sedari memperhatikan, apalagi Alfian tatapannya tak beralih dari dirinya. "Kalian kenapa sih? Lihatin gue miris." decak Alexa.

"Emang lo miris. Udah cantik, minta jadi nerd. Punya kulit putih gak mala bersyukur, dikasih salep penganti kulit. Setiap hari pakek kacamata padahal mata elu gak minus. Rambut dikepang pula. Hampr setiap hari di bully. Kalau boleh ...-"

Berapa panjang perkataan Alfian?

Gadis itu memotong ucapan Alfian dengan santai, "Ikutin alur gue gak susah kok. Having fun!"

Diam-diam Alfian selalu memperhatikan Alexa dari jarak jauh. Meski hubungan adik-kakak atau sekedar kedekatan keduanya tidak terlihat di lingkungan sekolah hingga saat ini. Karena Alexa bersih keras mengusirnya jika sang kakak --yang sering disebut cassanova itu mengarah ke arahnya. 

Jika beberapa perjanjian dilangar. Bisa-bisa dirumah menjadi adegan perang keduanya.

"Gue juga gak mau, fans cewek lo ngirain pelakor. Hahaha."

Gosipan mengenai Alfian ialah sang cassanova sekolah dan bisa juga sebagai pangeran sekolah? Mendekati perempuan dengan segudang pesona. Tetapi beberapa dari mereka masih ada yang mengangap kakaknya itu sombong? Memang berita angin tidak semua benar dan tidak semua dapat dibenarkan. 

"Buset, mulut lo setajam pisau."sahut Arlan. Yang awalnya fokus dengan tablet kini lekaki itu ikut bersuara sambil mengelengkan kepala.  

"Berani ngatain pelakor? Sini gue ajak  taruhan dugem!" Ancam Alfian membulatkan mata serius. "Beraninya ngatain adik gue!"

Alexa lagi-lagi tertawa selagi mengingat masa dulu.

"Lo adiknya Kak Alfian?"

Dua perempuan berseragam putih-biru menghalagi langkahnya. Sebelum menjawab mereka memberikan sebuah kotakan. Seperti bungkusan kado?

Kado?

"Tolong, kasihan ke Kak Alfian yaa!"

Ingin menolak tetapi salah satu dari mereka terlebih dahulu berkata. "Makasih, adek cantik!"

"Alfian gantengnya, adzubillah. Masa adiknya jelek, lo yah aneh. Bego deh!" Kedua perempuan ini --tak lain adalah kakak kelas tiba-tiba saling berdebat. Kesal. Alexa terlebih dahulu meninggalkannya tak berkata apapun meskipun terbilang tidaklah sopan. Lagipula satu minggu kemarin, Alexa masih berada dalam masa orientasi siswa.

"Titip salam, yaah!"

Berlawanan arah ada pula yang mencegah langkahnya.

Terhitung beberapa hadiah atau kado dari para fans Alfian? Alexa menganggung akibatnya. Untuk seorang gadis menduduki kelas satu smp. Saat Alfian berada di sekolah yang sama dengannya. Tentunya satu tingkatan diatas.

"Diih. Gue juga gak mau jadi perantara para fans elo bang." Alexa memutar bola mata malas.

Hingga menjelang semester genap, pendirian Alexa lebih tegas menolak menerima kado dari sang secret admirer. 

Alfian terbahak mengingat itu. Sampai di rumah, Alexa selalu meleparkannya di kasur Alfian dengan kesal sambil asal bercelatuh.

"Kalian inget enggak sekarang hari apa?" alih-alih Alexa mengode memberi isyarat.

"Hari jumat." 

Detik selanjutnya, gadis itu menghentakan kaki mendengus kesal segera menaiki tangga menuju kamarnya.

***

Arseeen
Hallo pacar!

Uknown
Pacar???

Uknown itu karena Alexa tidak mengunakan display name line.

Arseen
Lo lupa? Belum sampai delapan jam, kita udah jadian loh, tadi.

Uknown
Kpn? Aku lupa.

Uknown
Halu ni.

Alexa menutup ponselnya sejenak bergegas mandi lalu mengenakan kaos. 

Mengingat besok adalah hari libur, ia ingin mengajak temannya bermain. Sebelum menghubungi temannya, lagi-lagi notifikasi dari Arsen mengalihkan fokus.

Arseen
Apa perlu gue ulang?

Ah, sial! Karena permainan konyol itu ia berurusan dengan manusia dari balik tanah seperti Arsen.

"Let's play truth or dare!"

Lelaki itu terlebih dahulu memilih permainan. Selagi menunggu persetujuan, Alexa membulatkan mata sebelum menjawab, "Yes. Agree."

"Dare!" Seru Alexa antusias. Jika memilih turth sama aja ia membongkar indentitasnya.

Tetapi perkataan Arsen selanjutnya sekejap membuat tidak percaya. "Dare? Lo harus jadi pacar gue." ujar Arsen berlahan. Ia mengatakannya seolah bukanlah beban.

"Ha?"

"Detik ini, elo udah jadi milik gue."

Permainan macam apa itu?

"Yang kalah, siapa yang akhiri hubungan ini terlebih dahulu. Dan siapa yang nyerah atau terlebih dahulu kalah, harus menerima apa yang diminta si pemenang."

Alexa mengacak rambutnya, sekali lagi ia menyesali membuat permainan itu. Gadis itu menghela nafas dalam menghilangkan ingatan itu apalagi yang dikatan oleh Arsen selanjutnya sangatlah tidak masuk akal. 

Arseen
Tunggu besok.

Uknown
What's wrong tomorrow?

Alexa menutup ponselnya lalu beranjak ke lantai bawah.

***

"Jangan lari ntar jatuh, Dek!"

Teriak Arlan menghentikan langkah Alexa memasuki swalayan, menoleh ke belakang sambil menguyah coklat.

Hendak dari parkiran, gadis itu melepas tudung hoodie diikuti oleh Arlan.

"Lari di malam hari. Biar sehat." ledek Alexa menjulurkan lidah. "Daripada lari kena sinar UV, ntar jadi kulit keriput. Kalo sekarang kan biar sehat. Gak ada sinar matahari, gitu ya."

"Hm ya deh. Gue tunggu di luar."

Tak lupa menjadi tujuannya awal ialah aneka eskrim dan juga coklat. Begitu mengungah selera.

Sejak kecil, dalam suasana hati apapun, eskrim dan coklat menjadi moodboster. Saat ini, Alexa memilih dalam rak lalu memasukan ke dalam keranjang sekaligus mengambil pesanan di buku catatannya untuk keperluan dalam beberapa minggu ke depan.

Langkahnya memutari setiap rak selagi mencari apapun yang dibutuhkan. Matanya membulat selagi menemukan salah satu boneka panda di atas rak. Sebelum Alexa mengambilnya, seseorang perempuan mengambil boneka incarannya.

"Yah. Padahal gue lihat dulu boneka itu, hm."

Alexa memanyunkan bibirnya. Sangat disayangkan. Di rak tersisa satu paket boneka tersebut. Limited edision. Per paket berisi satu panda besar, satu ukuran sedang, dan dua berukuran panda kecil sepasang.

"Kakak suka banget ya, bonekanya? Padahal aku udah lihat duluan, loh. Gak apa, deh." Alexa mengajak bicara perempuan yang terlebih dahulu mengambil bonekanya itu.

Perempuan itu dapat mendengar jelas, meskipun Alexa berkata sedikit pelan. "Iya, hehehe."

Meskipun awalnya perempuan itu mempunyai tatapan sinis tetapi nada bicaranya sangat lembut. "Buat aku gak apa? Maaf. Tapi aku kan lebih dulu ambil ini boneka."

Alexa mengangguk, tersenyum meski dalam hatinya ia sangat disayangkan. "Iya, gak papa."

"Terimakasih ya."

Tak ada yang perlu disalahkan, Alexa juga belum beruntung mendapatkan boneka itu. Akhirnya, Alexa mengantre di kasir.

Di tempat sama, perempuan itu merasa senang menunjukan boneka panda kepada salah satu teman lelakinya masih menunggu di tempat semula, "Kamu suka bonekanya gak?"

Lelaki itu mengeleng pelan seketika raut wajah perempuan itu berubah murung. "Kan kamu sukanya boneka sapi. Ini kan boneka panda, Na."

"Iya sih, aku lebih suka boneka sapi. Tapi ini satu paket, lucu. Padahal aku udah beli ni boneka masa dikembaliin lagi?" Antara keduanya sibuk berpikir.

"Tadi aku lihat kamu berantem ..--

"Engga. Dia juga suka sama bonekanya ini. Tapi aku duluan ambil." sela perempuan itu membenarkan. "Oh jadi kamu lihat?"

Lelaki itu mengangguk. "Gak sengaja, waktu beli minum di rak sebelah. Masa aku ikutan? Itu kan urusan cewek."

Perempuan didekatnya itu sedikit keras kepala. Tak jarang dia harus bersikap lebih dewasa, "Kasihkan ke dia, deh. Ntar aku beliin boneka sapi dua kali lebih besar, agak gendut, biar gak kayak kamu."

"Kalau tiga?"

"Sepuluh?"

***

"Advenger aja bisa end. Kalau kita jangan endchat ya." Farest menghibaskan tiket kfc miliknya sambil usil menjitak temannya.

Kebetulan Varo dan Farest menukarkan tiket pembelanjaan di salah satu toko swalayan ini. Rejeki anak sholeha, dan Farest juga memilih tiket horror.

"Belum endcht aja lo gak berani chat duluan." balas Varo mengambil kunci kontak sebelum memasuki area parkir.

"Bro? Itu mantan anak SMA Ragina gak sih?" Varo memperhatikan salah satu gadis berjalan memasuki area parkir di tepat melewati trotoar pembatas.

Gunanya sih pembatas pejalan kaki dan berkendara. Meskipun hanya alfamart mencegah terjadi kecelakaan karena padatnya pengunjung.

"Itu!" Dari kejauhan, Varo menunjuk gadis itu beriringan dengan seorang pria, terlihat seusia mereka juga membawa barang belanjaan. "Sapa tuh, cowoknya?"

Kedua terlihat begitu dekat. Diiringi dengan canda tawa dimana pun yang mereka lalui.

Varo juga memperhatikan dari jarak kejauhan. Meskipun begitu tetap terlihat jelas. "Mantan anak SMA Ragina itu." ujar Varo menyakinkan.

Varo baru saja memperhatikan pemandangan langkah itu. Farest pun menghibas pandangan temannya, "Bukan urusan lo juga."

"Langka aja, gue kira dia single. Karena selalu nolak cowok. Eh, dibalik itu dia punya pacar. Jadi, caranya jaga perasaan cowoknya. Pupus harapan, dah."

Bola mata Varo kembali menoleh ke tempat semula Alexa berada namun saat ini tak ada jejak.

***

Alexa mengamati pengunjung sekitar. Membawa beberapa kantung plastik berisi beberapa barang pembelanjaan di kedua tangannya. Arlan melambaikan tangan di depan spot mobilnya terpakir.

"Hai Kakak. Maaf. Ini buat kakak aja, deh. Hehehe."

Sontak Alexa berbalik arah menatap perempuan itu memberikan boneka panda --tepat boneka yang inginkannya ketika dia terlebih dahulu mengambil.

"Ambil aja!" Alexa memperhatikan perempuan itu tampak lebih keanakan --tebakan Alexa. Namun cenderung memperlihatkan usia seusianya. Seusia gue, apa umurnya di bawah gue yaa. Batin Alexa.

Bandana hitam dengan bentuk rambut pendek perempuan itu terlihat terkesan menarik. Entah mengapa sorot perempuan itu penuh pengharapan.

Lagi-lagi menjulurkan tangannya untuk menerima boneka itu. Aneh. Usai diterima Alexa, dia memutar balik arah tak mengucapkan sepatah kalimat. Hanya memperlihatkan tekungan bibir.

Aneh. Padahal gue belum tau dia siapa. Aneh. Gumam Alexa memutar balik arah.

"Yaampun. Banyak banget coklat. Es krim kamu borong semua?" cibir Arlan mengamati satu per satu belanja bawaan Alexa.

"Sejak kapan lo disini? "

Lalu apakah Arlan nengetahuinya?

"Beli boneka lagi? Anak panda lo banyak, Le," ucap Arlan mengelengkan kepala. Beruntungnya Alexa. Ya. Arlan baru saja datang.

Setengah barang belanjaan, sudah Arlan bawa. Begitu juga Alexa tak merasa keberatan. "Ntar coklat gue minta setengah. Oke."

Usil Arlan merengkuh tubuh Alexa "Sesak nafas, woi!" Balasannya Alexa mencubit kakaknya kesal.

Obrolan konyol membuat keduanya saling menertawakan. Arlan, kakak tertua. Lelaki itu lebih suka mengusili Alexa namun Arlan tentu menyanyangi adik bungsunya itu.

"Makan tuh coklat." Alexa tertawa keras mdengejek Arlan. Beberapa orang melewatinya mengelengkan kepala.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro