Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16. Bolos Pelajaran

Pagi ini pagi yang membosankan bagi seluruh murid kelas XI-F. Matematika. Pelajaran yang paling dihindari. Ditambah dengan si guru sedikit menghiraukan pelajaran. Mungkin karena sebagai guru baru jadi sedikit sulit untuk mendisiplinkan para siswa.

Bagi siswa yang menyukainya akan menyimak materi dengan semangat. Tidak dengan Arsen, lelaki itu kini telah melarikan diri setelah absen.

Bersiul menikmati udara segar di taman belakang sekolah. Tempat ini jarang dijangkau karena terlalu dengan koridor kelas. Paling tidak salah satu alternative untuk kabur, dan membolos. Ya. Jarang diketahui apalagi bagi para siswa yang datang terlambat hanya menaiki pagar yang lumanyan tinggi sudah lolos dari penjagaan guru kiler di gerbang utama.

"Meong!"

Arsen mengendong kucing kampung itu yang hendak mengeong selagi berbinar membuka mulutnya lebar-lebar.

Ia hanya membawa camilan tersisa namun tersisa hanya beberapa gigitan dalam satu kemasan yang Arsen sedang buka. Rasanya kucing itu kelaparan makanannya terlalu menarik perhatian kucing kampung berbulu putih itu.

"Gak dikasih ikan berapa hari." Arsen memberi camilannya beberapa potong. Meski tak ada jawaban, ia tetap bercelatuh meski kucing itu tidak bisa menjawabnya. Setidaknya mengeong dan mendengarkannya. Kucing itu sangatlah lucu lagi-lagi Arsen sengaja mengendong dan mengelus menjauhkan dari makanannya membuat kucing itu lagi-lagi mengeong.

"Besok lagi maen sama gue, biar gue kasih makanan yang lebih enak." Arsen menyender di dekat bawah pepohonan masih memperhatikan kucing putih itu.

"Kamu enggak gila, kan?"

Arsen langsung memutar tubuhnya mendengar suara lain dari tempatnya berada. Tak lama ia menyambut seseorang yang memergokinya dengan memperlihatkan cengiran khasnya.

"Lo sendiri ngapain kesini?" Siswi itu hanya mengangkat bahu beralih mengarah ke kucing kampung yang sempat Arsen beri makan sambil mengelus kepalanya. "Ada tapi dianggap tiada. Antara antara ada tiada." cibir Arsen mengalihkan arah.

Alexa tertawa lalu duduk sembarangan tepat sejajar dengan Arsen, "Yaela. Jadi pengen makan wafer."

"Siapa nyuruh duduk disitu?" 

Sebelum Alexa berpindah, Arsen segera menarik pergelangan tangannya menyuruh kembali duduk. Lalu menyodorkan camilan salah satu camilan 'Thao Kae Noi'.

"Sen? Ayoook solob!"

Arsen berbarik arah membulatkan mata ke arah Alexa. Dengan santainya, gadis berkempang ini mengajaknya membolos. "Gak lagi bercanda, kan?"

Sedangkan Alexa masih menguyah camilan runput lautnya dengan santai lalu mengelengkan kepala, berkata, "Kamu kira aku kesini ngapain? Bantu Pak Mamat bersihin sekolah?" 

Arsen mengelengkan kepala antara percaya dan tidak percaya. Tujuan awal keluar kelas adalah membolos pelajaran. Bagaimana ia tidak menyetuinya? Kesempatan tidak datang untuk kedua kali.

Kini Alexa memanjat tembok pembatas. Gadis itu hanya mengangguk tak berkomentar setelah Arsen memberi aba-aba. Bahkan gadis itu bersih keras menolak memberi bantuan.

Arsen yang memperhatikannya sempat kagum sangat jarang seorang gadis memanjat sempurna tampak merengek meminta bantuan. Alexa memanjat dengan sempurna. Tatapannya beralih memperhatikan gedung-gedung tua. "Serem gak? Apa gak ada mitos gitu?" tanya Alexa penasaran setelah beberapa menit terdiam.

Meskipun berjejer gedung atau perumahan tua jaman dahulu. Alexa kira disana tidak ada mitos menyeramkan, buktinya semua bagunan itu terlihat terurus dan sangatlah bersih. Layaknya cocok digunakan sebagai objek explore pariwisata.

Arsen hanya mengelengkan kepala sekilas sebagai jawaban lalu terlebih dahulu melajukan langkah.

Lelaki itu mengiringnya menuju salah satu warung tempat makan tak jauh dari posisi mereka berada.

"Masnya tumben gak bareng sama teman-temannya toh." Si penjual itu menyapa Arsen lalu tersenyum mengarah ke Alexa, "Neng geulis pacarnya Mas Arsen yaa?" goda Mpok Atiek --si penjual.

"Engga." ujar Arsen dan Alexa kompak.

Keduanya saling melotot, meski tidak sengaja berbarengan. Mpok Atiek gemas karena mereka berdua. "Mpok Atiek juga pernah masa muda kok."

"Mpok kok cangung  gini." gumam Mpok Atiek. "Jadi pesan apa?" lanjutnya bertanya mengurai kecangungan diantara mereka.

"Gado-gado. Satunya enga pedes ya, Mpok!" seru Arsen setelah berdebat dengan Alexa. "Anggep kita udah akrab lah, Mpok. Jangan cangung gitu, jadi gak seru."

Mpok Atiek mengancungkan jempol lalu segera beralih ke dagangannya karena mulai ramai. 

Setelah itu Arsen meminjam gitar mencoba memetik sinar hingga menimbulkan nada lagu. "Lagu itu ibarat pengantar hati, Xa"

"Karena musik dapat mengubah dunia melalui melodi yang indah."

Selanjutnya Arsen memetik sinar mengunakan instrumen lagu yang mereka berdua pelajari kemarin. Reflek Alexa ikut bernyanyi mengikuti melodi irama.

Satu lagu penuh hampir tersusun rapi. Arsen meletakan gitar lalu memberi tanggapan. "Amazing! So cool!" seru Arsen sedikit heboh. 

"Gue rasa lo punya bakat. Gak minat ikut extrakulikuler?" Alexa mengelengkan kepala. Ikut kegiatan sekolah? Alexa tidak akan mengurangi waktu rebahan. 

Tidak banyak obrolan diantara mereka hingga pesanan mereka dihidangkan diatas meja.

"Gue denger hari ini lo ulta? Selamat hari bronjol, Xa. Lebih baik, oke!"

Hampir saja Alexa tersedak. Bagaimana dia tau? Gadis itu menganggukan kepala berlahan. "Makasih, sob! Omong-omong kamu kok tau?"

Tiba-tiba fokusnya teralihkan tak jauh dari mereka berdua. Salah satu murid  sekolah seberang memperhatikan kearahnya. Lebih tepatnya ke Alexa sendiri. Alexa yang sengaja menatapnya intens membuat lelaki itu mengalihkan arah kembali berpura-pura seolah sedang bercakap-cakap dengan beberapa temannya.

Alexa mengabaikannya kembali kearah Arsen, "Penguntit ya?! Dwasarr!" celatuk Alexa kesal.

***

Di tempat lain, Syafa sedari tadi memperhatikannya mendecak kesal. Bagaimana tidak? Fio berulang kali mandar-mandir sambil memegang ponselnya. Ia tak bisa menyembunyikan raut cemasnya. Mereka berulang kali menghubungi salah satu sahabatnya yang tiba-tiba menghilang  namun berujung tidak ada respon.

"Usai apel dia itu gak bareng kita lagi. Mencar. Usai absen, keluar kelas, santai pula, smpek sekarang gatau kemana. Kebiasaan amat tuh, bocah." celatuk Fio gelisah.

Alexa selalu mengabdikan tentang hal luar yang tak ia temui di dalam kapasitas otaknya. Hingga gadget tidak terlalu menjadi prioritasnya. Dai berpikir bahwalah semua yang disekitarnya tidak terlalu penting jika abadikan melalu gambar. Itu adalah alasan utamanya.

"Bagaimana kalau diculik? Disegel? Kriminalitas, atau ...-"

Fio memotong ucapannya, "Jangan ngelantur deh!" balasnya kesal. Rasanya halunisasi Syafa sedikit berlebihan. 

Drrttt

Lee: i'm ok. 
jgn cemasin gue oke!
ntr kalo.sempet gue balik,
see u. dah muah:v

"Alexa pasti seneng bikin kita cemas." Syafa mendengus usai membaca pesan dari Alexa. Setidaknya mereka berdua kini sedikit bernafas lega. 

"Senang diatas penderitaan orang, emang!" celatuk Fio.

***

"Let's play truth or dare!"

Lelaki itu terlebih dahulu memilih permainan. Selagi menunggu persetujuan, Alexa membulatkan mata sebelum menjawab, "Yes. Agree."

"Dare!" Seru Alexa antusias. Jika memilih turth sama aja ia membongkar indentitasnya.

Tetapi perkataan Arsen selanjutnya sekejap membuat tidak percaya. "Dare? Lo harus jadi pacar gue." ujar Arsen berlahan. Ia mengatakannya seolah bukanlah beban.

"Ha?"

"Detik ini, elo udah jadi milik gue."

Permainan macam apa itu?

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro