Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15. Savage!

Hazel coklat pekat itu sedikit demi sedikit membuka payu. Paparan cahaya membuat gadis itu sediki menutupnya dengan kedua tangannya.

Gemirsik disekitarnya terlebih lagi membuatnya membuka mata lebar-lebar dan dilihatnya ialah seseorang berhodie cream-putih itu sedang mengutak-atik laptop kesayangannya. "Woi! Ngapain lo, babi?! Tutup itu laptop atau keluar!" Teriak Alexa tak lupa memergoki sambil melempar bantal tepat mengenai Alfian, sang penyusup.

Lelaki itu mendesisis mencegah lemaparan bantal maupun benda apapun dengan kedua tangannya hingga ia berbalik badan menatap adiknya tak kalah terkejut. "Cuma kirim file, doang, Leaa!" ujar Alfian sedikit mundur. "Pelit amat si, sama Abang sendiri. Gak percaya?"

Alexa mengelengkan kepala segera bangkit dari tempat tidur,"Karna lo itu penyebar virus corona." balasnya sebelum menghampiri Alfian dan memperhatikan apa yang dilakukan kakaknya itu dengan laptopnya.

Usai berada di Microsoft word lalu mengirim file, lelaki itu menutup laptop milik Alexa hingga tak lama alarm di atas meja berbunyi.

Alexa mematikan alarmnya sebelum melihat jarum jam di pagi hari. Lagi-lagi suara cempreng gadis itu semakin heboh.

"INI MASIH PAGI!"

lGadis itu sedikit melotot sekilas menyerigai dengan mengaruk kepalanya yang tak gatal. "Ini masih terlalu pagi." ujarnya merendah dengan cengiran khas.

Sengaja Alfian menjitak Alexa sehingga tidak tidur di bawah alam sadar. Alfian tak lupa melepari handuk dan mendorongnya untuk bergegas mandi dan bersiap-siap.

"LEA! AlFIAN! BURUAN MANDI! TURUN! KITA SARAPAN DULU!"

Ah. Alexa sangat susah untuk bangun pagi. Ini adalah keajiban dirinya. Suara teriakan dari Andriana membuatnya segera bergerak. Rumah ini setiap pagi selalu saja terdengar seperti cekikan setan yang menghantui para penghuni. Jika tidak ada keributan di pagi hari mungkin tidak dikatan sebagai Leoal's family.

Beberapa menit kemudian, Alexa baru saja keluar dari kamar mandi masih mengenakan piyama beruang dengan handuk kecil. Tak lupa mengeringkan helai rambutnya dengan hair dryer.

05.45. Well. Ini masih terlalu pagi untuk bersiap sekolah mengubah penampilannya sendiri ala nerd. Pagi ini ia memilih memakai kaos santai dengan setelan seadanya tak lupa menyisir rambutnya terlebih dahulu lalu menaiki tangga menuju ruang makan.

Rutinitas setiap pagi ialah mereka selalu sarapan bersama sebelum melakukan kegiatan masing-masing seperti kuliah, sekolah, mahasiswa maupun bekerja.

"Good morning my sweatheart."

Alexa tersenyum mengucapkan selamat pagi ke mereka semua lalu segera duduk di antara kedua kakaknya.

"Tumben kamu uda bangun jam segini? Tadi malem mimpi apa?" Arlan berpaling dari tumpukan buku kembali menatap adik bungsunya.

Alexa sedikit berfikir lalu berkata, "Jodoh aku mau ngelamar. Honeymoon di Prancis." ujarnya asal dibuat berbinar.

"Dikurangi halu halu." sahut Alfian cepat.

Lelaki itu sudah rapi dengan seragam sekolah. Begitu pula dengan Arlan dengan memakai jaket almamater. Rasanya ia sendiri terlalu mencolok diantara mereka.

"Kamu sendiri apa kabar? Udah punya belum? Masa fokusnya ke tumpukan buku mulu."

Alfian maupun Alexa tidak mau kalah untuk menyoraki Arlan bahkan Bi Mirna-asisten rumah tangga dan Andriana pun tertawa menggoda.

Arlan menutup mukanya karena malu sedangkan Andrea baru saja berada di tengah mereka pun ikut tertawa lalu berkata, "Kamu juga butuh seneng-seneng. Hidup ga selalu fokus ditujuan, Kak. Banyak hal yang bisa dinikmati di masa muda kalian juga saat ini." tutur Andrea tersenyum memperhatikan ketiga anaknya.

Kini sosok ketiganya telah sudah tumbuh menjadi dewasa tidak seperti dulu yang selalu merebutkan mainan. Apalagi Alfian dan Alexa lebih sering bertengkar dan sulit untuk mengalah. Ya, karena usia mereka tidak jauh berbeda. Sedangkan Arlan, lebih sulit mengenal dunia luar.

"Kamu juga, Lea? Emang udah punya pacar?" Kini Andrea beralih mengoda Alexa. Alexa menundukkan kepalanya. Entah apa jawaban apa yang cocok. Sampai saat ini ia sulit untuk membuka hatinya. Mungkin bekas luka itu masih ada?

Sebelum gadis itu menjawab, Andrea kembali berkata, "Papa tebak cuma Alfian yang pacarnya banyak. Janda di komplek
sebelah aja suka caper sama dia."

Alfian segera mengelak, "Engga sampek janda pula, ala." Jika seumpama menantunya adalah janda? Ah terkadang Andrea terlalu berlebihan.

Umurnya masih terbilang mudah sekitar dua puluh lima tahunan. Disebut janda karena menikah muda lalu bercerai. Alfian menyengir mengingat beberapa pertemuannya dengannya nembuat mual. Alfian juga tidak akan mau. Kini Alfian lagi lagi mengelus dada.

"Kalo kamu, sudah tua masih aja engga inget umur." Terakhir giliran Andriana berkata menyudutkan Andrea lalu beralih ke rutinitas pagi. Sarapan bersama.

Andriana dan Bi Mirna masih mengurusi peralatan dapur. Meskipun menpunyai asisten rumah tangga, ia juga tidak mau melibatkan semuanya kepada Bu Mirna.

"Papa mau bicara sama kalian."

Tak lama, Andrea kembali membicara. Arlan, Alfian dan Alexa saling berpandangan berarah satu tujuan yaitu Andrea. "Pembukaan. Papa segera mewariskan perusahaan Papa ke salah satu dari kalian. But, Papa harap kalian saling membantu."

Alexa terbantuk mendengarnya. Ini masalah serius. Lagipula umur Papanya --Andrea sudah lanjut usia. Arlan segera memberikan segelas air. "Biasa aja, Dek."

Hening.

Andrea segera melanjutkan pembicaraanya. Papanya kini beralih menatapnya intens usai menatap satu per satu anak-anaknya. Kalimat yang baru saja Andrea katakan tentunya membuat shok.

"Kamu. Crisyale Alea. Kamu mau melanjutkan bisnis Papa di usia lanjut hingga seterusnya?"

Alfian dan Arlan menghela nafas lega. Mereka kira bahwa merekalah yang akan dipilih, mengingat seringnya mengantikan Andrea menghadiri rapat. Sedangkan bagi Arlan sendiri ini membuatnya lebih bebas fokus dengan kuliahnya.

Ralat ini terdegar sebagai penawaran namun terlebih mengarah ke pengajuan. Bukan tanpa alasan Andrea lebih memilih Alexa. Tentunya ada yang lebih menonjol dari kedua kakaknya.

"Papa milih kamu karena Papa merasa kamu lebih mampu. Dan itu salah satu harapan Papa."

"Kemarin aku yang gantiin rapat, Papa bilang 'Papa merasa kamu lebih mampu'. Sekarang? Aku merasa De-Javu. Ini penolakan halus. Aku juga belum tentu bisa mimpin perusahan ini. Ini masalah besar. Aku juga engga pernah tau dunia bisnis." Alexa menghela nafas dalam lalu memperhatikan Alfian dan Arlan. "Ada Bang Arlan, dia lebih leluasa. Tingal nerusin, apa susahnya? Bang Alfian juga, habis gini lulus, lebih sering meeting daripada aku. You know? Sedangkan aku?"

"Optimis, Leaa!" Andriana menenangkan. Begitu juga dengan Alfian dan Arlan memberikan semangat adik bungsunya yang cengeng ini.

"Aku gak pernah tau jalan pikiran Papa itu gimana."

***

Pagi cerah tidak dengan mood Alexa benar benar buruk di pagi ini sampai saat ini ia masih terdiam seribu bahasa.

Alexa sengaja melewati parkiran guru lalu meneruskan tepat melewati koridor. Alfian yang sedari memperhatikan ikut putus asa. Alexa sangatlah sensitif. Lelaki itu kini memakirkan mobil lalu beranjak pergi mencari temannya sendiri.

XI-A.

Kenapa pagi ini kelasnya sepi?

Alexa melangkah kaki tepat di depan pintu. Tidak hanya sepi tetapi juga gelap.

Terlalu pagi?

Kini ia mengalihkan arah memperhatikan jarum di pergelangan tangannya. Oh tidak.

Cklek.

"Happy Briday To You."

"God bles you, Alexaa."

Tiba-tiba lampu menyala dan teman-temannya bersorak menyorakinya memberi ucapan.

Alexa menepuk ototnya berulang kali. Sakit. Ya. Ini bukan mimpi. Bahkan ia juga lupa hari ini adalah hari ulangtahunnya.

"Tiup lilinnya!"

Salah satu diantara mereka membawa roti tar dengan hiasan beberapa lilin diatasnya ditambah dengan lagu selamat ulang tahun mengema di ruangan.

Alexa tidak menyangka ia juga memiliki teman selain Fio, Syafa dan Daffa. Teman kelas XI-A saat ini setidaknya menerima sebagai teman. Terkadang apa yang kita lihat belum tentu menjadi apa yang mereka pikirkan. Dan inilah diluar dugaannya.

"Keburu leleh lilinnya, Alexaa. Kok malah nangis, sih?!" tegur Vera, salah satu murid berkaca mata itu rupanya ssdang menjaga lilin, tak lupa ia membawa korek.

Alexa memenjamkan mata lalu meniup lilin itu segera, meminta beberapa permohonan dalam hati kecil.

"Gak tau mau bilang apa. Intinya terima kasih buat semuanyaaa." Alexa tersenyum membersihkan sisa air mata.

Karena waktu mereka tidak banyak. Dipercepat, saling mengucapkan selamat dan memberi kado sebelum bel berkumandang.

Kringg!

"Ada berita bagus!" Cecar Dewi, wali ketua kelas berdiri di depan bangku seolah memberi informasi. Padahal bel dari antero sekolah barusaja berbunyi.

"Berita gosip, gue bunuh!" Siswa dari dari bangku belakang melotot tajam.

Dewi pun tertawa lalu melanjutkan informannya. "Gue saranin buat ngintip di kelas aja, oke! Ada pangeran sekolah, Sist!"

Detik itu juga semakin ramai dipenuhi bisikan heboh terutama dari kaum hawa. Kaum adam terlebih memilih untuk segera meninggalkan kelas menuju lapangan apel.

"Ada apa ya? Gue kok gak tau?" Alexa melirik Fio dan Syafa binggung. "Pangeran sekolah?"

Bola matanya teralihkan ketika seseorang menepuk bahunya. Itu ialah Daffa. Daffa kini menyelamatkannya dari kerumunan gosip. "Cewe di sekolah pada heboh bicarain pangeran sekolah. Gue kira lo udah di lapangan." cibir Alexa membuka pembicaraan.

Daffa mengelengkan kepala menuju ke deretan kelas. "Lo bisa jadi permaisuri bahkan ratu sekolah."

Alexa membulatkan mata menyerit binggung.

"Happy briday, little best friends. hope you continue to be who you are now. Do not change. God bles for you."

Lelaki itu mengacak kepangannya. Keduanya berada di pinggir lapangan sambil memperhatikan beberapa aktivitas temannya. Ada yang sudah semangat di barisan masing-masing, ada pula yang masih bergerombol sibuk membicarakan hal unik.

"Tapi ya jangan diberantakin." cibir Alexa kembali beberapa helai kepangan yang berhasil keluar. "Makasih. Ck. Gue aja lupa kalo hari ini hari ulangtaun. Udah tua aja."

"Poni kuda lo udah panjang ya, hampir dibawah alis."

Lagi-lagi Alexa merapikan rambutnya, mengukur poni. Bagi Alexa, poninya tidak terlalu panjang. Ia lebih suka mengenakan poni sedikit panjang agar bisa dibuat hias poni tengah.

"Bagusan gini." tutur Daffa menata. Ia menyilah poni Alexa kebelakang hingga dahi terlihat jelas.

Tak heran jika gosip bertebaran. Banyak yang mengira keduanya memiliki hubungan atau terbilang 'backstreet'. Bahkan ketika awal Alexa, si nerd memasuki sekolah. Daffa dan Alexa begitu dekat meski sebenarnya mereka hanya teman dari kecil.

Reflek Alexa menjitak kepala Daffa kesal, "Gak sukak!"

Keduanya saling tertawa hingga berganti dengan suara mikrofon. Keduanya beranjak menempati barisan masing-masing.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro