14. Oh, Arsen -2
"Makanan dari pendagangnya langsung itu lebih enak daripada pesan online. Gue tebak lo pasti sering pesan G-Food kan?"
Alexa mengangguk samar dan Arsen melanjutkan makanannya. Arsen terlebih dahulu lelaki itu menyelesaikan makanannya, meneguk minumannya hingga tak tersisa.
Mengingat itu Alexa sejenak mengangkat bahu memutar bola mata ke arah Arsen. Lelaki menyebalkan itu kini berada dihadapannya.
Tidak sengaja Arsen ikut memperhatikannya membuatnya langsung mengalihkan arah kembali menyadap nasi goreng di piringnya masih tersisa. "Lo lupa? Lo janji bersihin nih luka?" Arsen menunjuk luka baru di sekitar pelipisnya.
"Hm. Kalau gak mau luka ya jangan kebanyakan berantem."
***
Arsen memperhatikan sebuah bingkai salah satu album dimana dirinya diapit ketiga teman kecilnya. Satu-satunya perempuan diantara mereka paling mendekatkan ke kamera, merentangkan kedua tangannya.
Arsen mengingat, itu foto diambil ketika mereka berada di danau hingga sunset tiba. Baginya hidup ini hitam putih tak ada warna lain kecuali abu-abu. Tak perlu menjadi cahaya hanya karena ingin bersinar. Dulu hanya sebatas masa lalu, masa sekarang saatnya menata masa depan, dan masa depan ialah masa dimana kita menikmati hasil upaya dari usaha selama ini.
Lelaki itu mengehela nafas panjang kemudian kembali mengembalikan di tempat semula.
Sedari tadi, Alexa masih memperhatikan beberapa album di ruang tamu rumah Arsen. Rumahnya sederhana namun benda-benda koleksinya sangatlah unik. Lukisan dinding di desain dengan gambaran ikan koi, begitu juga kolam ikan koi tepat di teras rumah.
Ada juga satu bingkai foto keluarga terpajang di ruang tamu. Alexa yakin itu adalah album terbaru keluarga mereka.
"Gue ganteng, gak, Xa?" tanya Arsen percaya diri.
Alexa mendelik bahu, mengikuti Arsen duduk di sofa. Begitu juga Arsen telah memangku gitar klasik dipangkuannya.
Lelaki itu mempetik sinar gitar hingga membentuk sebuah irama, "Xa, lo mau lagu apa?" tanya Arsen
Alexa kebinggungan. Lagu apa yang cocok? "Ikut aja deh,"
Arsen tertawa kecil, memainkan gitar hingga membentuk sebuah nada tangga lagu. "Kalo ini?" Tak jarang lelaki itu menyanyikan sedikit lirik lagu tersebut.
"Ini buat kapan sih? Kamu kok yakin banget." seru Alexa menghentikan jemari di petik gitarnya. Kini Arsen tatapan beralih terfokus menulis catatan.
"Gak tanya alasan nerima itu?" Arsen bertanya balik, sekilas menoleh. Alexa mengangguk pelan. "Alasan utama biar nilai gue dikasih plus!"
Alexa hanya ber'o'riah.
"Yang di kasih tanda, di hafalin ya, oke!" Arsen memberikan sebuah kertas telah dicoret dan diberita tanda.
"Coba."
Di kertas itu ada satu bait lagu lengkap dengan nada maupun chord gitar. Arsen sengaja memberi tanda di kertas berbeda sebagai cadangan untuk dirinya sendiri.
Sebelum itu Arsen sudah menunjukan lagu yang dia pilih dari YouTube.
Arsen menahan tawanya, gadis dihadapannya ini sudah bergemetar hanya karena memengang kertas. Gugup.
"Lexa?"
Arsen mempetik tangga nada awal, begitupula dengan Alexa berlahan menyanyikan lagu intro awal meski nadanya belum teratur.
"Suara lo belum bisa naik teratur."
Arsen menyanyikan sebuah lagu berbeda dengan gitar kesayangannya. Alunan lagu ditambah suara Arsen lembut ketika bernyanyi. Kedua tangannya sibuk memetik senar. Alexa memperhatikannya, lelaki itu mempunyai lesung pipi, terlihat manis. Perpaduan cocok. Kulitnya kuning langsat ala ras Indonesia.
Tidak ingin berlama-lama Alexa beranjak mencari P3K. Tujuan awalnya disini adalah mengobati luka Arsen. Jika Arsen tak memaksanya mana mau Alexa? Ditambah dengan tugas dari Bu Lidya membuat berubah pikiran.
"Kakak!"
Dua manusia itu menoleh ke arah gadis kecil yang berlarian ke arahnya. "Jangan lari! Awas jatuh."
Rara berhenti dihadapan mereka lalu dengan sengaja menendang kaki Arsen. "Nakal." balas Arsen, Rara tetap menjalurkan lidah, meledek sang Kakak.
Arsen mengendong adik kecil berusia empat tahunan itu kepangkuannya. Alexa langsung mencubit pipi gembul Rara gemas usai meletakan P3K. Mempunyai adik kecil itu mengemaskan, sayangnya Alexa anak bungsu tak mempunyai adik kecil.
"Akit..." Rara menutup kedua pipi dengan kedua tangan mungil miliknya.
Gadis kecil itu menoleh ke arah Arsen seraya memperhatikan Alexa. Ibarat gadis kecil itu sudah bertanya. "Oh itu namanya Kak Alexaa." jelas Arsen.
Rara tersenyum melambaikan tangan sambil berkata, "Akuuu... Ra..Raaaa..."
Arsen memindakan pangkuan ke pangkuan Alexa. Rara malah asyik memainkan kepala rambut panjang Alexa. "Gemesin amaat!"
"Umurnya berapaaa?" Alexa bertanya lagi. Rara menaikan empat jari tangannya.
Hampir dua jam mereka bergurau, menggoda Rara dan mengajak main bersama hingga gadis itu kelelahan dan tertidur. Arsen kembali menemui Alexa usai memindahkan Rara tidur di kamarnya sendiri.
"Ntar lo bawa pulang juga gak apa," kekeh Arsen bergurau. "Gak pulang?"
Arsen mengambil kunci motor sebelum gadis itu mengangguk. Alexa melihat jam dinding sudah hampir malam.
"Sen, aku udah dijemput supir aku di depan,"
Rupanya Pak Deon sudah menunggunya di luar sesuai pesan dikirim terakhir. Alexa berpamitan lalu segera memasuki mobil. Dia menghela nafas lega, sangat beruntung karena Pak Deon datang tepat waktu.
"Gue itu teman lo, loh Xa!" Alexa mengerutkan dahi tetap fokus membersihkan luka Arsen. Sudah dua kali Alexa menanganinya. "Tapi kayaknya lo masih ...--"
"Aku gak pernah nganggep kamu musuh." ujar Alexa.
Arsen tersenyum tipis. "Terserah deh kamu mau nganggep aku apa," lanjut Alexa lagi. Gadis itu memeras kain sedikit menempelkan ke beberapa sudut luka.
Arsen menatap Alexa menahan jeritannya hingga tidak sengaja memengang pergelangan gadis berkepang itu hingga tidak sengaja tatapan mereka bertemu.
Arsen sengaja menahan tatapan itu. Tatapannya redup seredup bola mata hanzelnya. Siapapun yang melihatnya pasti akan merasa redup. Salah satu daya tarik tersendiri bagi Alexa.
Alexa terlebih dahulu mengalihkan. arah merasa tidak nyaman dengan situasi. "Makasih." ujar Arsen mengalihkan kecangungan.
"Makasih teh angetnya."
Alexa sedikit tertawa menutup P3K setelah dirasa cukup. Gadis itu sudah membersihkan betadine di seluruh luka lebam di area wajah Arsen tak lupa membesihkan luka terlebih dahulu.
"Maaf juga kalo first impresion jauh lebih buruk."
Gadis itu tersenyum getir. Mengingat pertemuan pertama dengan Arsen. Awalnya Arsen sombong belaga sok sibuk dan sengaja mengerjainya. Karena panggilan Bu Lidya, dia mencarinya. Lalu keduanya di pertemukan karena tugas. Sejak itu Alexa dan Arsen berteman meski pada awalnya keduanya saling menolak.
Kemudian Alexa melepas kacamata dan kepangan rambutnya, membersihkan bedak hitam disela wajahnya dengan tisu basah. Tak lupa menyisir rambutnya kembali dan melepas kaos kaki panjang yang ia kenakan.
Mobil yang ditumpangi Alexa kini telah sampai di rumahnya. Alexa segera turun dari mobil, membuka pagar lalu berteriak.
Seruan dari kedua kakaknya memaksa berkumpul di ruang keluarga. Arlan dengan tegas membulatkan mata ke arah adik bungsunya itu. "Kamu dari mana, Leaa?" tanya Arlan sekali lagi.
Kebetulan Andrea dan Andriana masih ada keperluan lain, kali ini Arlan, sebagai kakak sulung mewakilinya. Sejenak mata mereka tertuju ke arah adik bungsunya. "Wah! Jangan-jangan lo ikut berantem kan kemarin sore?" celah Alfian balik ikut menimpal.
Alexa sedikit melotot kepada Arlan dan Alfian bergantian mengatur posisi duduk. "Enak aja! ... aku itu anak baek," belahnya.
Alfian pun menyengir. "Baik apa baek?"
Alfian, Alexa melirik satu sama lain dengan tatapan saling menyalahkan. Alexa memutar bola mata kini beralih ke Arlan. "Bang! Berantem apa lagi? Aku aja gak ikutan."
"Kamu jangan ikut tawuran lagi! Apalagi di kompleks sebelah." ujar Arlan. Lagi dan lagi.
Dulu, sering mendapatkan surat panggilan, diundang oleh guru BK hanya karena kelakuannya sering melanggar aturan.
Dia tau disebrang sana ada perkelahian sempat diajak beberapa temannya, namun nyatanya Arsen mengajak mengerjakan tugas. Jadi dua tak tau apapun soal itu hari ini. "Awas aja, kamu!" ancam Alfian tegas. Belum apa-apa sudah menjadi sasaran Arlan.
Tak lama Alexa mengalihkan arah sambil menghela nafas panjang. "Iya, Bang."
"Mimpi apa dapat adik, cewek jadi-jadian," gumam Alfian mendekik. Alexa langsung melemparkan bantal ke arah Alfian.
"Kamu ini gak ada bosennya berantem mulu," timpa Arlan berdehem sambil mengelengkan kepala.
"Enaaa, asyik seraya menantang, tantangan. Biar kuat mental fisik. Ada manfaatnya juga lah." ujar Alexa tersenyum bahagia, malah memberi penjelasan.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro