Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13. Oh, Arsen !

Setelah mengisi absensi kehadiran, Alexa memilih buku berjejer di rak. Dia berulang kali memutari rak novel maupun komik.

'Si Juki'. Novel itu bersanding di atas rak. Karena tinggi Alexa kurang tinggi ataukah rak terlalu tinggi. Bantuan kursi didekatnya pun nyaris tak ada. Gadis itu berusaha mencapai dengan hati-hati namun tak kunjung berhasil.

Tiba-tiba tangan lain terlebih dahulu mengambil novel incarannya, Alexa menoleh ke orang itu. "Si Juki trip?"

Alexa mengangguk.

"Kurang tinggi!"

Lelaki itu jauh lebih tinggi dari Alexa. Alexa menerima buku itu sambil berkata, "Raknya ketingian, kalii!"

"Lo ...? Bolos apa kabur nii?" Arsen, lelaki itu mengajak Alexa di salah satu meja. Kebetulan juga Arsen sedang mencari beberapa buku.

"Males."

"Kamu sendiri ngapain? Alasan cari buku atau habisin waktu di perpustakaan?"

"Tidur."

"Bego."

"Siapa bego?"

Alexa menutup mulutnya rapat-rapat. Kembali fokus pada buku bacaan.

Hening.

Arsen sibuk membaca beberapa buku untuk dijadikan refensi makalah sedangkan Alexa membaca buku sekilas sambil memainkan ponsel sambil menyender di dekat tembok.

"Alexa, lo gak takut sama gue? Lo banyak dilihatin mereka loh? Sinis yaapa gitu," Arsen sedikit berbisik.

Alexa menatap sekitar lalu menatap Arsen, "Kamu kayak setan." balasnya ceplos. Benar saja perhatian itu mengarah ke dirinya. Beberapa tatapan menjadi satu.

"Menarik. Lo aneh."

"Ha?"

Arsen mengelengkan kepala sekilas lalu tertawa memperhatikan raut wajah Alexa menatapnya serius.

Alexa menganyunkan bibirnya. "Dasar gak waras." umpatnya berceloteh. Arsen mendengar itu menatap gadis didepannnya dengan tatapan expresi tak biasa.

"Gue denger!"

"Bodo amat." Alexa menyengir sekilas tak peduli.

"Kok rese!" Jeda Arsen, "Berani katain gue sekarang ha?"

Membuat Alexa malas. "Dari dulu berani."

Arsen tak merespon.

Alexa kembali melanjutkan perkataannya. "Berawal dari awal pertemuan, kamu dulu yang ngajakin aku berantem. Ayoo!"

Alexa berdiri dari tempat duduknya menatap Arsen malas. Pikir Arsen, dia telah mentetui kalimatnya itu. Sedangkan Arsen menarik tangan Alexa kembali bertanya, "Mau kemana?"

"Lo mau mau... -- "

Alexa tertawa mengerutkan kening. "Yah tapi dibuat serius."

"Gak beneran jadi rival gue?"

Gadis itu menatap Arsen datar lalu beralih ke penjaga perpustakaan mengisi daftar buku pinjaman lalu pergi begitu saja.

"ALEXA!"

Alexa memutar badan kembali menatap siapa yang berteriak memangil namanya. "Apa lagi?"

Gadis itu menghampiri Arsen penuh tanda tanya. Lelaki itu masih bersandar di depan pintu perpustakaan. "Kamu luka lagi?" tanya Alexa lagi selagi menjinjit memperhatikan luka baru di pelipis lelaki itu.

"Aww!" Arsen mengembalikan tangan mungil Alexa.

Alexa mengingit bibir bawahnya merasa bersalah. "It's oke!" Arsen mengatakan seolah tidak bermasalah. "Tapi lo harus bersihin ini luka." titah Arsen.

"Tapi ...--"

Belum sempat Alexa berkata, lelaki itu memotong ucapannya, "Gue anggap lo setuju."

Alexa menatap Arsen kesal, dari awal pertemuan mereka tak membaik.

***

Kebetulan kelas XI-F sedang jam kosong. Jadwal guru yang sebenarnya mengajar berhalangan hadir. Sorak para murid beradu mengalahkan ramainya pasar malam.

Dua jam pembelajaran dinyatakan kosong. Tentunya surga dunia tersendiri. Meskipun beberapa guru mengecek keadaan dan memberi tugas, tapi mereka tetaplah mereka kelas kompak. Semua murid memilih mengambaikan tugas, jika dihukum toh dihukum bersama.

Arsen menatap binggung teman satu bangkunya, dia malah asyik membuat origami. Kertas origami berwarna, gunting dan tali kini sudah berjejer. Lelaki itu masih memperhatikan apa yang dibuat lelaki berkacamata itu.

"Kipas?"

Arsen menjerit binggung. "Lo kurang kerjaan?"

"Udah tau pakek tanyaa." Pras menunjukan beberapa hasil buatannya di kolong meja, "Iya. Kipas."

Saat itu juga Arsen ingin tertawa lalu mengomentari, "Kreatif sih kreatif. Kurang kerjaan banget, lo! Buat apa sih?"

Pras memutar bola matas masih fokus pada kertas origaminya tinggal beberapa ukiran.

Awalnya Arsen satu bangku dengan Titan. Karena keduanya sering ribut sendiri, wali kelas memisahkan mereka berdua. Arsen dengan Pras, cowok berkacamata namun tak sesuai cover, lelaki itu sangat malas dalam pembelajaran.

"Biar gak pada panas, kan?" Arsen bertanya balik. "Lebih panas omongan netizen."

Seolah bertanya dan menjawab pertanyaannya sendiri lalu lelaki itu mengambil salah satu bentuk origami, tentunya bukanlah kipas.

"Itu bintang shuriken."

Arsen sudah tau bentuknya. Sering dilihatnya dalam film kartun sebagai senjata. "Ohya, ini kan maenan Ninja Hatori."

"Shuriken, bintang ninja itu senjata mematikan dan hanya untuk menghindar. Benar gak sih?" Pras mengaruk kepalanya yang tak gatal hampir berfikir.

"Gak tanya."

Pras membulatkan mata beralih kearah Arsen kesal. "Gue gak kasih pertanyaan!"

Kringg...

Sepuluh menit. Arsen mengecek jam di pergelangan tangannya. Hanya sepuluh menit ia menghabiskan waktunya di kelas usai membolos di luar.

Lelaki itu langsung meninggalkan kelas setelah mendengar bel mengakhiri pelajaran berbunyi. Dari jauh, Arsen sudah menemukan objek dicarinya. Kini lelaki itu menghibas rambut yang sengaja ia panjangkan.

Arsen menarik Alexa dari desakan. Tubuh kecil gadis itu membuatnya tak bisa menerobos cepat.

"Arsen? Makasih." tutur Alexa. Kini Alexa dapat bernafas teratur. Desakan membuatnya sulit mengharum udara segar. Tak jarang setiap kelas menjadi sebuah gerombolan antrian karena berdesakan ingin segera keluar.

"Ada apa?"

Alexa menghela nafas panjang satu langkah sebelum dia mundur. Seruan temannya menghentikan langkahnya.

"Alexaaaa! Buku lo ketinggalan!" Itu suara Syafa. Syafa dan Fio menghampirinya.

Fio mendelik bahu menatap keduanya temannya seraya ingin penjelasan. Setaunya Alexa dan Arsen tidak begitu kenal. "Kok ada Arsen?" tanya Fio.

Arsen mengambil buku milik Alexa, lalu menarik Alexa pergi.

Fio mengamati keduanya. Heran. Di dalam hatinya Alexa meminta tagihan cerita kepada sahabatnya, Alexa sendiri.

***

"Xa? Emang bener lo lagi dekat sama Daffa? Gue dengarnya gitu."

Alexa menghentikan memakan eskrim, menyipitkan mata ke arah Arsen. Alexa mengelengkan kepala, nyatanya memang tidak.

Dua kali gadis itu menjawab. Pertama dari teman satu kelasnya. Beberapa dari mereka memberi pertanyaan sama namun berbagai macam varian. Dengan tegas Alexa dan Daffa, kedua orang yang telah menjadi bahan rumor itu mau tak mau sedikit menjelaskan. Dan kali ini pertanyaan dari Arsen, entah dari mana Arsen selalu menampakan dirinya seperti jailangkung --datang tak diundang, pergi tak diantar.

"Aku klarifikasi lagi ya! Daffa itu sahabat aku. Jangan mudah percaya sama gosip. Soalnya yang kamu dengar belum tentu juga sesuai dengan apa yang kamu lihat dan yang kamu lihat belum tentu benar."

Baru pertama kalinya Alexa berbicara panjang dengan Arsen. Alexa memang tak menyukai gosip, jika ia sendiri mengosip tentunya ia menilai dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Arsen memperhatikan jam di pergelangan tangannya pukul 01.45pm. Gadis itu mulai bosan. Sedari tadi Arsen mengajak ke perpustakan terlebih dahulu kebetulan tak jauh dari kelas mereka.

Arsen itu pentolan sekolah, salah satu kharismanya di bidang seni musik. Ganteng? Arsen itu manis. Bermain gitar, salah satu hobynya. Membuat para cewek tak perpaling dari suaranya yang lembut ketika bernyanyi. Disisi lain, hobynya bertengkar. Bertengkar dan bertengkar.

Alexa juga mengulur waktu sejenak. Ia juga tak mau berurusan dengan netizen lambeh turah, mengingat insiden beberapa jam yang lalu masih membekas. Langkah keduanya beriringan hingga memasuki parkiran sekolah, Arsen mengambil motor maticnya lalu mengarah ke arah Alexa, gadis itu masih terdiam ditempat.

"Pakek dulu!" Arsen berseru memberikan helm. Kemudian menduduki jok motor matic Arsen.

Tiada obrolan diantara mereka.

***

"Biar lo tau nikmatnya makanan dari pendagangnya langsung."

Arsen memakirkan mobilnya, lalu berjalan memasuki rumah makan pinggiran. Alexa menyusulnya masih tak banyak bicara.

"Nasi goreng, mau?" tanya Arsen.

Alexa mengangguk, "Samain aja. Aku gak pedas."

Kemudian Arsen memesan makanan. Ini adalah warung langganan Arsen, hingga Ibu penjual yang sudah tua itu masih bisa mengingat pesanan konsumernya.

Biasanya, Alexa lebih sering memakan makanan siap saji, delivery atau memesan dengan online seperti Go-Food.

"Gimana? Gak kalah enak dari makanan seafood kan?" tanya Arsen tiba-tiba mencelah hingga gadis itu tersedak.

Uhuk!!!

"Minum!"

Alexa meneguknya lalu kembali membulatkan mata ke arah Arsen. Lelaki itu tertawa sumringah, "Gak kalah enak dari makanan seafood kan?" tanyanya ulang.

"Ee.. enakk kokk.."

"Makanan dari pendagangnya langsung itu lebih enak daripada pesan online. Gue tebak lo pasti sering pesan G-Food kan?"

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro