12. Issue
BYUR!!!
"Sial!"
Gadis berkepang itu menelan ludah kasar menatap keempat orang dihadapannya yang sengaja menuangkan minuman di wajahnya.
"Itu pembalasan karena lo udah berani berurusan sama kita!" Raxel tersenyum miring. Cewek itu barusaja membuat tubuh Alexa basah.
Beberapa tatapan mengarah ke mereka melihat apa yang sebenarnya terjadi.
"Adanya keadaan kalian disini nganggu, tau nggak?" Syafa mendorong kursi detik itu pun juga dia berdiri.
Disisi lain kedatangan kantin menjadi absurd, Daffa cs masih berbisik pelan memasuki kantin. Lalu apa yang membuat suasa menjadi hening?
Teriakan dari salah satu meja belakang tentu membuat mereka ingin tau. Pertengkaran? Siapa dan dengan siapa.
"Kalian siapaa?" Kini targetnya membuka suara siapa lagi kalau bukan Alexa?
Tiffany datang kemari karena merasa berurusan dengan Alexa, nerd baru itu.
"Oh, jadi lo yang namanya ALEXA!" tekan Tiffany menekan namanya. Gadis yang disebut namanya masih dengan santai menatap keempatnya dengan expresi datar seolah tak terjadi apapun.
"Terus kalian kesini mau ngapain? Bukannya kalian yang salah cari mungsuh?" Alexa bertanya balik.
Dibangku lain, mendengar adiknya disebut dan menjadi target membuatnya ingin melerai dan mencabik siapapun namun uluran tangan dari beberapa temannya untuk tidak menghampiri terlebih dahulu. "Kita masih pingin tau apa masalah mereka." Gelisah. Alfian mencoba tenang.
Vino memperhatikan raut Alfian lalu berkata, "Kalau geng cabe itu membuat kekerasan kita kesana."
"Emang lo gak lihat? Nerd itu basah, pasti udah disiram cabe-cabean itu."
BRAK!!!
"Seharusnya lo nyadar! Karna lo udah deketin Daffa! Lo tau..?"
Berasa namanya disebut, lelaki itu berlahan menuju keramaian.
"Gue, Tiffany! Gue gak suka siapapun yang berani dekatin dia! Jauhin Daffa!! Or...? --"
Alexa memincingkan mata, memotong ucapan Tiffany, "Atau apa?"
"GUE BAKAL BUAT SURAT PERMOHONAN KELUAR DARI SEKOLAH INI UNTUK ELO, ALEXA!"
Alexa dan Fio mendekat ke arah Tiffany. Bukankah mereka tau kedudukan Fio disini? Seenaknya berbicara seolah mereka adalah orang tertinggi. "Ralat! Lo siapa? Ngeluarin anak orang seenaknya!" ujar Fio singkat.
Didekatnya, Alexa memohon untuk sedikit tenang. Kini gadis itu beralih, "Ohya? Ya,sih! Kalau bisaaa. Hm kalau gak ya, kalian sendiri yang kena. Who knows?" Alexa masih berkata dengan tatapan datar.
BRAK!!!
Tiffany mengeram kesal. Rasanya ingin menjabak gadis itu, namun sebelum mengenai Alexa seseorang memutar tangan Tiffany kasar hingga dia mendesis.
"Gak punya kaca? Lihat aja posisi lo bakal terancam." sirmik Alfian tentunya membuat geng bernama Bymond itu waswas.
Kedatangan Alfian sudah membuat mereka terkejut. Tiffany tak sebodoh itu, awalnya mereka menganggap aman karena tidak kedatangan Daffa dan temannnya, apalagi Alfian satu bagaian dari mereka.
Daffa berada di kerumunan itu angkat bicara, "Emang lo siapanya gue?" Dia berdiri di depan Alexa, kini posisinya berhadapan tepat dengan Tiffany.
"Aku kan pacar kamu, Daf!"
Tiffany mencari perhatian. Sebelum memengang tangan Daffa, lelaki itu menghimbasnya jauh-jauh. "Halu?"
"Jangan nganggu Alexa lagi!" Daffa tak segan-segan menatap Tiffany tajam mebuat adis itu mendadak diam dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan.
Kali ini notasi Daffa berkurang, "Urusan lo kali ini bukan hanya ke Alexa. Maybe? Peringatan terakhir?"
Satu alasan dibalik itu Daffa tak akan pernah membentak perempuan selagi perempuan itu membuatnya naik pintam hingga emosi tak terkontrol.
"Kan udah gue bilang siapin naruh tuh muka, kan malu Daffa sendiri aja belain orang lain, bukan elo kan?" Fio tertawa sumbang mengingat perkataannya sebelumnya.
"Kamu belain dia? It's oke!"
Geng Baymod melangkah pergi dengan dayang-dayang dan kerumunan itu terpecah sendiri.
"Yaelah kemarin Shinta, sekarang elo targetnya sama. Dasar! Mereka itu gak punya otak kali, ya!" Gumam Seo kesal sendiri.
"Yaudah, kita pergi dulu ya," pamit Fio.
Alexa, Fio dan Syafa menuju kamar mandi perempuan. Karena saat ini tak membawa seragam ganti, Fio meminta tolong ke Syafa ditengah perjalanan sebelum belokan.
Syafa belok kiri karena letak koperasi tidak jauh sedangkan Fio dan Alexa berbelok kanan menuju kamar mandi. Ditengah, seseorang menepuk bahunya, keduanya menoleh lalu berdehem.
"Maafin abang. Telat yaa? Biar gue yang urus, biar geng Bymod jera."
"Ohya tadi gue udah telpon Bu Vera buat ngasih seragam." Fio bernafas lega, jadi tak perlu menghubungi Bu Vera, cerewet itu lagi.
Tak lama, dari kejauhan terlihat Syafa kearahnya, sebisa mungkin supaya bersikap biasa. Alexa menutup mulut Alfian dengan jari telunjuknya.
"Gue baik, so thanks."
Tepat itu, Syafa memberikan seragam kepada Alexa sedikit monoleh ke seseorang yang berada diantara mereka. "Fin?"
Alfian hanya mendelik bahu.
Lalu beralih menoleh ke Fio berseru. "Fin! Balikin tupperware gue!" seru Fio mengalihkan topik.
Alfian mengaruk kepalanya yang tak gatal, "Kalo sekarang ya gak bawa lah,"
Alfian sedikit memancingkan mata menatap Alexa terdiam. Alih-alih seruan Fio membubarkan. "Ya, ntar lah di rumah." Fio kembali berseru.
"Cieee. Satu rumah, satu atap yayaya.." goda Alexa nimbrung berlagak polos.
Jika boleh Alfian ingin mencubit adiknya gemas. Perkataan mereka selalu membuat mereka berdebat.
"AMIT-AMIT!" Alfian dan Fio bersamaan.
Syafa dan Alexa tertawa dan menggodanya, "Cie samaan." kekeh Syafa.
Ketiganya memasuki kamar mandi, Alexa berganti seragam, Fio dan Syafa menunggu sambil berkaca di wastafel.
"Fi, emang lo dekat sama Alfian?" tanya Syafa sambil menunggu.
Usai kepergian Alfian, Syafa ingin berkata namun terurungkan. Fio hanya mengeleng.
"By the way, Alfian itu sombong gak sih, apa cuek? Menurut gue, iya." tanyanya lagi.
Karena di kamar mandi lagi sepi hanya ada Alexa dan mereka berdua. Fio bersandar di balik pintu. Dia tertawa kemudian berkata, "Terserah apa kata lo sih. Tapi kalau lo tau itu semua berbalik."
Hening.
"Kalian ngebahas apa sih, kok rame."
Sekarang jiwa gosip dari mereka berkobar.
"Lo tau Alfian?" Syafa terlebih dahulu bertanya.
Padahal Fio tak ingin membahas.
Expresi Alexa seolah befikir lalu mengangguk pelan, "Yang nyamperin Fio tadi kan?" Mau tak mau Alexa berbohong, padahal Alfian mencarinya. "Kenapa?"
Sekilas Alexa melirik Fio, gadis itu hanya diam entah apa yang dipikirkannya. Kali ini, Alexa mencoba menjawab pertanyaan apapun dari Syafa, dia ingin tau gosip apa yang mau dikatakan oleh Syafa.
"Dia itu sombong tauk, Lexaa. Lo tau tadi gue pangggil, noleh aja engga!"
Alexa ber'oriah. "Tapi sama Fio juga engga, karena udah lama kenal."
Kakaknya itu juga jauh berbeda dengan apa sering dibilang dengan mereka-mereka, atau hanya sisi luar sebagai perlindungan?
Alexa mencuci tangannya di wastafel sambil menata penampilannya. Dia sudah menganti seragamnya.
"Geng para cabe biar cepet dikeluarin." sela Syafa sedikit tertawa.
Dulu dia juga sering kena bully dari mereka. Karena Fio-lah mereka berhenti membully Syafa. Kebetulan mereka satu bangku.
"Udah. Jangan gosip mulu!"
Daffa diluar kamar mandi melambaikan tangan kepada tiga cewek itu baru saja keluar dari kamar mandi.
"Inget jauhin Daffa."
Gadis itu sengaja menghalangi Alexa dan Daffa seolah emak tak merestui hubungan anaknya.
"Iya, gue mau minta maaf." tutur Daffa halus. Lelaki menundukan kepala, bersalah. "Gara-gara gue. Gue bersalah."
"Ya, nyadar juga."
Fio menyengol bahu Syafa mengedipkan mata. "Pacar lo ntar marah. Sana! Bujuk pacar lo aja, ya kan." tutur Syafa sedikit meninggikan.
Fio mengangguk membenarkan. Alexa dilindungi Fio dibalik badannya.
"Dih. Gak sudi, pacaran sama tuh cabe." cengir Daffa. "Mingir! Gue mau minta maaf sama Alexaa!"
Fio masih tegap menghalagi langkah Daffa. "Terus kalau mereka tau lo sama Alexa masih dekat, gue gak mau Alexa jadi korban penyiksaan pacar lo yang cabe rawit itu!"
Ketiganya tertawa, kecuali Daffa kesal. "Diih tuh biji cabe!"
"Sudah lah. Eeh Daffa! Gue ngantuk lho," Alexa menguap telah keluar dari balik badan Fio.
Fio masih tak kunjung selesai menertawakan raut Daffa kusut, "Bercanda kok, Daf. Kita balik ke kelas dulu, jangan bolos!"
Daffa mengacungkan jempol tangganya kembali menatap Alexa. "Le, lo masih marah? Maaf ya,"
"Salah lo apa? Gak salah juga sih."
"Tapi.. --"
"Engga." Alexa mengelengkan kepala lalu berbisik, "Lo tau gue kan Daff?"
***
"ARSEN!!!"
Arsen mengaduk kopi susu miliknya kini menyelidik bahu menatap teman-temannya.
Usai hendak roftop, jemari Kenzo mencoba memainkan instrumen gitar. Lelaki itu paling pendiam diantara mereka.
"Sen, ntar ada perang tetangga." Arsen mengangguk paham. "Gue harap lo ikut. Kan lo jagonya masa gak ikut, gak seru."
Arsen itu hoby berkelahi, luka di pelipis wajah dan hidungnya membuat kepercayaan diri lelaki itu semakin meningkat.
Danish mengambil satu buah rokok mengesek dengan korek lalu menghisup asap putih itu di bibirnya. Arsen terbatuk karena tercium asap itu. "Gue gak suka bau asap rokok, shit!" umpat Arsen menjauh dari Danish.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro