Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Why?

"Kalian duluan aja ke kantin, ntar gue nyusul." ujar Fio dipihak tengah.

"Gak mau!" Alexa dan Syafa berteriak bersamaan.

Tepat saat bel istirahat berbunyi, Syafa sudah merengek mengajak ke kantin membeli makanan dikarenakan Fio yang masih menyalin rangkuman soal.

Tak lama Fio menutup catatannya disambut dengan Syafa segera beranjak. "Kuyy!"

Jam istirahat berbunyi dari lima menit yang lalu, namun telah memenuhi seisi kantin. Fio memperhatikan bangku kosong dipadatnya pemgunjung kantin, gadis itu segera mengklaim tempat itu.

"Gue tunggu di sana, ok! Capek."

Alexa dan Syafa mengangguk lalu berjalan ke arah penjual cireng yang tak ramai. Tak perlu repot mengantre.

Fio tersenyum kecil ke arah Daffa cs saat melewati mereka sedari memperhatikannya.

"Tumben Fio gak sama si, Nerd?" Vino membuka obrolan setelah berpaling arah memperhatikan Fio sendiri.

"Dia punya nama?" balas Regal seolah bertanya balik.

Disamping lelaki itu, Alfian memperhatikan sekitar mencari keberadaan Alexa. Gadis itu mengantri di salah satu stand kantin, membuatnya bernafas lega melanjutkan makan siang.

Daffa menjitak Regal, "Ya, iyala punya nama!Alexa!"

Mereka ber'oriah.

Alexa dan Syafa melewati bangku mereka mengarah ke Fio. Alexa tetap menunduk, karena nerdy girls setidaknya seperti itu meski beberapa orang menatap tak suka.

"Daf, itu kan teman elo? Yang dipanggil Bu Rahayu gara-gara hamster? Bener gak?" tanya Riko memulai pembicaraan lagi setelah terputus.

Riko masih ingat Daffa dan gadis nerd itu dipanggil Bu Rahayu karena ulah mereka menakuti Bu Rahayu hamster, bahkan ulahnya membuat seisi kelas tertawa.

Daffa mengangguk. "Dan, lo jadiin partner?" Betul tebakan Regal. Lagi, lagi Daffa mengangguk mantap.

"Dia murid baru. Baru satu minggu di sekolah ini, dan sekarang lo ajakin jadi partner troumblemaker lo? Gue masukin jurang lo lama-lama. Gak tega." celah Regal menatap Daffa malas.

Daffa itu perusuh, sang troumblemaker, apalagi sebagai partner-nya masih bernotabe murid baru. Seketika membuat beberapa dari mereka membenarkan yang dikatakan Regal.

Daffa mala terkekeh memainkan rambutnya, "Terus gue peduli?"

Mereka berenam itu saling berbeda spesies, yang disamakan ialah tempat mereka beradaptasi.

Baru saja Daffa menyapa Alexa dengan cengiran khasnya, itu juga perhatian Syafa tak sengaja memperhatikan keduanya.

"Gue takut lo kena si Tiffany"

Perkataan Syafa membuat Alexa dan Fio menatapnya penuh tanya tanda. "Sapa?"

Fio paham dengan tujuan pembicaran memberikan jawaban dengan jelas. "Tiffany cs itu kayak geng cabe keriting gitu, cuma mereka gak selalu ke pembullyan, kecuali punya urusan sama mereka."

"Salah satu dari mereka, Tiffany sendiri itu suka sama Daffa. Gue gak tau, cowok resek kayak dia banyak yang suka bahkan Tiffany ngusir siapapun cewek yang dekatin Daffa."

Alexa mengangguk paham. Kadang dia heran tampan Daffa belagu banyak yang mendekatinya. Salah satu alasan lelaki itu masih single ialah terlalu pemilih. Katanya di masa single lebih menyenangkan melakukan berbagai macam hoby-nya.

"Apalagi gosip Daffa dekat elo, udah nyebar."

Alexa terkekeh lalu meneguk minuman coklatnya kemudian berkata, "Secepat itu?"  

Tiba-tiba Alfian mendongak lalu menghampiri ketiga cewek, terutama Alexa, si nerd. Tentunya hal itu membuat kaum hawa berusaha mencari perhatiannya. 

"Alexa?"

"Ya."

Ketiganya menoleh ke arah Alfian, lelaki itu masih tertuju kepada Alexa. "Pinjem teman lo, bentar." ucapnya sebelum keduanya pergi.

Syafa dan Fio hanya mengangguk. "What the hell." Syafa menghela nafas dalam sesudah keduanya pergi.

***

"Ntar gue yang ngasih ijin."

Awalnya Alfian tak berniat langsung mengajak adiknya keluar dari kantin. Namun pesan dari Andrea segera mengatakan secepatnya. Urgent

"Ini masih jam sekolah, Bang." Alexa mengecek  jam di ponselnya. "Papa ... -"

"Udah diurus semua." 

Mau tak mau Alexa harus pergi. Jika dia tak menurut, beribu ancaman sang Papa telah dihadapannya.  

Alfian mengajak Alexa ke taman belakang sekolah. Tempat itu jarang dilewati karena letaknya terpencil dam jauh dari jangkauan. 

"See you, my younger sister." Alfian mengacak rambut Alexa masih berdiam diri. "Pak Deon di depan."

***

Rupanya Pak Deon sudah menunggunya di luar Alexa memasuki mobil, menghela nafas lega, sangat karena Pak Deon datang tepat waktu.

Kemudian Alexa melepas kacamata dan kepangan rambutnya, membersihkan bedak hitam disela wajahnya dengan tisu basah. Tak lupa menyisir rambutnya kembali dan melepas kaos kaki panjang yang ia kenakan.

Mobil yang ditumpangi Alexa telah sampai di rumahnya. Alexa segera turun dari mobil, sesudah menutup pakaian dengan sweather lalu membuka pagar.

Sebelum mengetuk pintu, sesorang telah membukakan. Andriana menatap anak bungsungnya sambil berkata, "Oh kamu, Lea. Papa sudah nunggu di dalam."

Alexa tak berkata apapun, segera melepas kaos kakinya dengan santai. Kali ini moodnya sedang menurun.

"Ada apa, Pa? Papa tau sekarang masih jam sekolah. So? Sepenting apakah?"

Andrea tak kunjung menjawab.

"Pa...?"

"Papa mau kamu gantiin Papa di perusahaan sementara selama ke Jerman, hanya beberapa minggi ke depan. maybe?" 

"WHAT?" Alexa menatap Andrea terkejut. Apalagi dirinya tak pernah mengajukan apapun di perusahaan Ayahnya dan ilmu pemgetahuan di bidang bisnis belum cukup. "Why does it have to be me?" 

"Papa rasa kamu mampu." Ujar Andrea yakin. Sebelum Alexa melanjutkan ucapannya, kembali berkata, "Lusa, Arlan ke luar kota. Alfian sudah kelas dua belas. Impossible. Papa harap kamu mau, karena Papa yakin kamu mampu."

Andrea memberikan selembar kertas berupa dokumen. Satu jam lagi ada rapat di Lenald High. Disitu juga ada jadwal rapat yang harus di hadiri.

"Terus aku harus yaapa?"

Konyol.

Alfian sebentar lagi akan menjadi CEO di perusahan Leoal's Company, milik sang Papa --Andrea, begitu juga dengan Arlan terkadang jika libur kuliah, waktu senggang. Lelaki itu bersedia memimpin rapat. Tentunya karena keinginan sendiri, sedikit membanggakan orang tua karena ialah anak sulung. Alexa sungguh berbeda dengan kedua kakaknya. Ini pertama kali Alexa menangani bisnis orangtuanya.

"Jadi kamu mau?" Sekali lagi, Andrea menatap binar anak bungsunya.

"It's oke!" Alexa menatap datar Papanya lalu kembali berkata, "Kalau aku gak mau pasti Papa ngacam nyambut fasilitas aku," lanjutnya menghela nafas.

Tak jauh dari itu, Andrea mengajarkan sdari hal kecil, salah satu nya: tata bicara di depan umum, etika sopan santun, dan apa saja yang harus ia lakukan, selain itu diserahkan kepada perwakilan perusahaan.

Andrea harus kembali ke Jerman, mengurus perusahan disana perlu perhatian untuk saat ini. Kebetulan jadwal pertemuan diadakan kali ini dengan jadwalkeberangkatan sangat tidak seimbang. Jadi ia mewakili kepada anak bungsunya itu. Ah, Alexa itu anak bungsu yang paling sulit diatur melebihi kedua lelaki saudaranya.  Tapi IQ-nya lebih dari tinggi dari pada saudaranya yang lain. Meski ini pertama kalinya, sang Papa sunguh sangat yakin. 

Andrea hampir tertawa. "Dari sini kamu diantar Melly, sekretaris perusahan." 

***

Kebetulan Andriana juga tidak ada acara, Amdriana memilih ikut bersama suaminya. Disana dia akan membeli brand terbaru yang masih limited edision.


Alexa berhenti di ruang tamu diikuti oleh Andriana sehabis memilihkan pakaian untuknya.

Alexa mengenakan pakaian outfit kameja putih dibalut blezer dam dipaduhkan dengan rok span pendek senada.

Perempuan itu memperhatikan Alexa. Oufit santai namum terlihat elegan. "Hai, aku Alexa!" Perempuan itu berusia tak jauh dengannya ikut tersenyum ramah, "Oh, Hai! Melly. Salken."

"Ada yang salah?" Alexa kembali bertanya sekilas memperhatikan pakaiannya. Dikira aneh, membuat gadis itu manyun. Apalagi perempuan bernama Melly memperhatikan terus menerus.

Melly mendongak menatap Alexa sambil mengelengkan kepala. "Cantik sih,"

Andriana dan Andrea saling menggodanya, membuat Alexa malu sendiri. "Yaudah, Lea berangkat keburu mepet." akhirnya Alexa menghentikan kedua oramgtuanya yang sengaja menggodanya.

Alexa mencium pungung tangan kedua orangtua sekalian berpamitan. "Tapi kalo gak sesuai, Papa gak akan hukum aku, kan?"

"Engga, Sayang." Tak lupa Andriana dan Andrea memberi pesan kepada Alexa selama mereka tak bersamanya.

"Haii, Kakak!!" seru Alexa membuka kebeningan kini berada di samping kursi pemudi.

"Jangan panggil Kakak. Berasa tua." Melly fokus menyetir. Mobil yang dikendarainya baru saja keluar dari perumahan. "Masih 17 tahun, padahal."

Alexa sudah merduga. Pantas saja, cara berpakaiannya juga sudah terlihat tak terlalu tua untuk kerja di perusahaan. Karena itu dia tak canggung untuk mengajak mengobrol dengan Melly. 

"Seumuran Bang Alfian?"

Melly sedikit tertawa lalu mengangguk. "Tiga bulan tuaan gue, Le."

"Gue gugup."

"Santuy."

Terbilang cukup lama bekerja di perusahan ini. Setelah lulus jalur akselerasi, dia menjabat lamaran pekerjaan lalu menetap hingga sekarang. Posisi sebagai sekretaris juga tak ia dapatkan cuma-cuma, banyak hal yang dilalui.

"Gue ajarin disini ya, gak rumit kok." 

Melly mulai mengajari Alexa. Tak jarang disela keseriusan keduanya sedikit bergurau mencairkan suasana. Dengan seksama Alexa mendengarkan dan mencoba memahami. Tak jarang keduanya mengulang kata agar mudah dipahami lebih rinci seraya memberikan paduan.

"Pintars banget! Umurnya sih masih muda, kok udah kerja di perusahaan? Bang Alfian aja masih sekolah akhir semester."

"Jalur akselerasi."

Alexa menatap kagum. Lulusan akselerasi, sekarang sudah menjadi sekretaris perusahan Papanya di umur muda. Bagi Alexa itu hebat tidak seperti dirinya masih bersenang-senang.

Tak begitu terasa sudah berada di parkiran Lenald high school. Alexa turun dari mobil dan berjalan masuk masih bersama dengan Melly.

Tak jauh berbeda dari beberapa jam yang lalu hanya saja mobil yang terparkir sudah lebih banyak mungkin karena orang-orang penting yang ikut berpartisipasi di Lenald high sudah mulai berdatangan mengingat rapat kurang tiga puluh menit lagi. 

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro