Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

08. Tomorrow's Happines

"Gimana? Lo belum ada rencana?"

Arsen memutar bola mata ke arah lain, "Gue bakal minta penjelasan lagi ke Bu Lidya. Banyak hal yang harus gue pertimbangin."

"Kalau aku sih, kaget aja. Lagi pula aku disini murid baru. Gak banyak hal yang mereka tau."

"Bahasa lo baku, aku-kamu? alright? Kalau udah terbiasa pakai gue-lo, it's ok!" ujar Arsen datar dan santai.

Alexa menganguk paham. Kini bel pulang terlebih dahulu berkumandang terlebih dahulu. "See you!" 

Kebetulan kelas mereka berlawananan. Aldi memperhatikan punggung gadis itu hingga tak terlihat.

***

"Pasti lo mau nonton Reysa main basket kan? Ngaku lo!"

Fio terlebih dahulu menyalin buku catatan milik Syafa. Sehingga tak mendengarkan celotehan gadis itu.

"Mendingan gue pulang. Cuci muka, terus tidur." Seolah Alexa berdialog sendiri kembali membereskan mejanya. 

Bahasanya terbilang lebih santai dengan Fio maupun Syafa. Keduanya lebih memaksa saling memakai gue-lo daripada bahasa formal. Terlihat lebih akrab.

"Enak aja! Kalian harus temanin gue," 

Kebetulan ia ingin menonton latihan basket kebanggaan sekolah di lapangan indoor. Bukan latihan wajib, namun bagi anak basket sendiri terlebih sering dilakukan.

Alexa terlebih dahulu mencari udara segar. Beberapa siswa basket berlalu-lalang menuju indoor. Tak sedikit pula siswi telah berada di tepi lapangan. 

"Lealeale!"

Dari jarak cukup jauh pun, Alexa dapat mendeteksi suara itu. Kini ia hanya memutar badan dan tak jauh dari pemilik suara itu tertawa kecil.

Alexa memutar bola mata malas, "Apaan?"

"Buruan pulang! Ditunggu Bang Arlan di depan. Gue maen dulu, biasa." Alfian memberi aba-aba. 

Tak jarang jika kakaknya, Alfian selalu pulang terlambat. Alfian lebih suka menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Bahkan di hari libur sekalian, sahabat para pengikut setianya hampir setiap minggu berkunjung ke rumah. Ralat, bukan berkunjung melainkan mengacauhkan.

"Terserah lo deh," balas Alexa malas segera meninggalkan Alfian sebelum ada yang mengetahui keduanya. Ya, meskipun tak sopan.

"Awas aja lo minta coklat ke gue!" Alfian berdecak membuat Alexa menghentikan langkahnya.

"LEXA! WAIT ME PLEASE!"

***

Kini Alexa terjebak di kursi tribun. Ketiganya memilih barisan paling depan. Siapa lagi kalau bukan Fio? Gadis berambut hitam itu terlihat lebih antusias daripada dua teman lainnya, Syafa dan Alexa.

Akibat dari meninggalkan Alfian, suara toa Fio terlebih dahulu menghalangi langkahnya. Bagi Alexa lebih baik ke mall, shoping, dan hang-out daripada harus meneriaki pemain membuat pita suara lepas ditengah lapangan di siang bolong seperti ini. 

"Semangat, Rasyaa!" 

Lelaki bernama Rasya itu kini memegang bola, mendribing lalu memasukan bola ke dalam ring sehingga suara-suara berteriak heboh.

Konser Awkarin aja kalah. Batin Alexa lalu menyumpal telinganya memutar musik di multiplayer ponselnya.

 "C'mon, Lexaa!" teriak Fio.

Hingga latihan berakhir, satu per satu meninggalkan area pertandingan. Alexa melepas handset ditelinganya kembali bertemu dengan suara toak Fio. 

"Terus ngapain gue ajak kesini kalau lo pada gak nonton latihan basket hari ini," Fio berulang kali mengomel. 

Syafa dan Alexa saling berpandangan. "Masih latihan biasa. Gak wajib." balas Alexa lebih efektif.

Sebenarnya wajib tak wajib, menurut Syafa dan Alexa tidaklah wajib. "Kalau wajib. Kita lebih serius deh! Berisik amat, gak capek apa tuh pita suara," 

"Beneran?" Fio tertawa puas.

Fio memperhatikan satu per satu pemain, namun seseorang yang dicari tak menunjukkan keberadaannya di area.

"Rasya udah pulang deh, dia buru-buru gitu." Fio memanyunkan bibir mendengar ucapan Syafa. Syafa sendiri tak sengaja melihat Rasya keluar dari area tak lama latihan usai. 

"Yaudah kali."

"Hei, cupu! Ngapain juga lo disini."

Fio, Alexa maupun Syafa reflek menoleh ke arah sumber suara. Tatapan mereka kini beradu dengan pemilik suara, si geng julukan 'blackrose'. "Oh, blackrose? Bunga hitam?" Alexa kembali bersuara menata letak kacamatanya.

Syafa memperhatikan ketiganya dengan malas. "Ngapain si lo pada? Gak boleh? Kita yang ngajak Alexa kesini!"

"Sans bae, gak cocok aja si nerd disini." Erlina sedikit tertawa kembali mengarah Alexa, tepat di samping Fio.

Memancing tatapan Erlina, Fio mengangkat suara. "Emang ini tempat punya nyokap lo pada? Hak semua siswa. Emang harus pakai warning larangan?" 

"Seharusnya lo... --"

Erlina belum sempat melanjutkan ucapannya, Fio segera memotongnya tanpa permisi. "STOP! Kita gak punya waktu."

Fio segera menarik lengan Alexa diikuti Syafa. Saat ini posisi Alexa masih terbilang aman. Abel memperhatikan ketiganya dengan kesal.

*** .

"Assalamualaikum, Ma!"

Alexa menemui Andriana sedang sibuk menghias bunga kesayangannya. Andriana sangat menyukai motif bunga, di halaman maupun di taman belakang rumah menjadi berasa sejuk. Aneka bunga beraneka ragam menghias setiap desain rumah.

"Walaikumsalam, Sayang. Kamu barusan pulang?" Andriana bertanya balik sambil menyiram tanaman di depan rumah. 

"Bagaimana dengan sekolah kamu, Sayang?"

Alexa memutar langkahnya, tertuju kepada Andriana yang sedang menghias bunga di halaman belakang.

"Lebih baik, di sekolah dulu, Ma." Alexa menelan saliva susah payah.

Adakah kesenangan di hari esok?

"Kamu harus terbiasa di sekolah baru," tegur Andriana membangkitkan semangat Alexa mengelus rambut anak gadis satu-satunya dengan hangat.

Gadis itu hanya mengangguk, berusaha mengukir senyuman dihadapan Andriana. Sejujurnya, Alexa lebih memilih kenyamanan di sekolah lama.

Usai meminta izin untuk kembali ke kamar, Alexa kembali melangkah ke lantai atas. Pantulan cermin menunjukan seberapa drastis. Alexa terlebih dahulu melepas kacamata lalu membersihkan olesan bedak tabur kecoklatan yang masih menempel. Tentunya untuk menutup kulit blesterannya. 

Kepangan dua telah ia lepas membiarkan rambut pirang gelombang kesayangannya kembali tertata rapi.

"Lea! Buruan makan siang!" teriak Arlan mengetuk pintu kamar. 

"Iya-iya, bentar gue baru pulang ni!"

"Jangan lama-lama gue tunggu di bawah! Cepetan!" 

"Bawel amat sih!" Alexa segera menganti seragam sekolah dengan kaos santai.  

Alexa masih tertuju pada cermin. Merias dengan pantulan cermin. Serasa penampilannya terlihat normal, ia memberikan aksesoris jepit di bagaian depan.

Clek!

Suara pintu terbuka, si pelaku langsung tertuju ke arah bad cover menempelkan tubuhya dengan santai.

"Keluar lo! Yaampun! Jadi berantakan kan!" Alexa merasa kesal bantal dan guling awalnya tertata rapi kini tak berada di tempat semestinya.

Gadis itu melempar beberapa bantal telah berada di lantai. Sang pelaku, Alfian menahan bantal dengan tangannya sambil menunjukkan deretan giginya, "Pelit amat sama Abang sendiri."

"Lo kira itu pintu doraemon? Ketuk dulu, woi!" Alexa pergi meninggalkan Alfian yang masih merebahkan tubuhnya semarang di kamarnya. 

Alexa melangkah ke lantai bawah menuju ruang makan disana para asisten menyiapkan makan malam. Alexa mengeser kursi kosong tepat disamping Andriana.

Perempuan berusia berkepala empat itu menyapanya dengan lembut sambil membaca majalah.

"Lho, Alfian mana? Bukannya tadi dia nyusul kamu ke atas, Le?" Andriana menutup buku majalahnya menatap ke anak bungsunya. 

Alexa menaikan alis, "Gatau ma. Bang Alfian main PS di kamarnya, mungkin."

"Ya lo tuh. Lea malah ninggalin aku, Ma!" elak Alfian telah berada di tangga usai mendengarkan pembicaraan tentang dirinya.  Sedangkan Alexa sedikit tertawa memperhatikan raut wajah Alfian berdecak kesal. 

"Malam, Tante!"

"Eh ada dede Lea."

Daffa, Riko, Vino, Regal dan Seo. Kelima lelaki itu telah di meja makan setelah Andriana memperbolehkan. Arlan menutup laptopnya lalu berkumpul bersama. Sedangkan Alfian, lelaki itu memilih kursi dekat dengan kelima temannya.

"Kok ada mereka, Ma?"

Gadis berambut gelombang itu seakan sontak terkejut membulatkan mata menatap tamu tak diundang itu.

Tentu jawaban pasti tak berbeda jauh dari sebelumnya. Kini Andriana tersenyum sekilas menjawab, "Kenapa? Gak boleh? Mereka kan sahabat Kak Alfian, Le. Anggap aja saudara saudara sendiri."

Didepan Alexa terdapat Daffa telah memainkan gaya rambut barunya. Didepan Andriana, ada Arlan, kakak sulung Alexa dan Alfian. Umur Arlan tentunya lebih tua dari Alfian maupun Alexa. Dia sekarang menempuh kuliah jurusan bahasa asing. Arlan terbilang lebih dewasa sehingga tak mengurusi perdebatan kecil kedua saudaranya.

Selanjutnya Vino, Regal dan Seo berurutan sesuai urutan kursi pola meja makan.

"Hii. Pengikut setia, iya." Alexa melirik ke lima lelaki itu, "Terus teman Lea kok gak diajak juga?" tanyanya polos.

Reflek Alfian menyahut, "Lo kira undangan syukuran?"

Perkataan itu tentunya membuat Andriana menatap ke arahnya. "Alfian. Bahasa kamu ya, bukan bahasa ke temanmu!' 

"Hehe. Maaf, Ma!" ujarnya mengangkat dua jari.

"Iya, Ma! Bang Alfian sering ngomong gitu ke Alea." tuduh Alexa asal. Alfian menatapnya dengan cepat gadis membalasnya dengan liuran lidah.

***

Tepat usia tujuh belas tahun, semua undangan telah menantikan acara pembukaan. Kedua orangtua dan kedua kakaknya telah menyiapkan lebih awal.

Kedatangan Alea baru saja menampakan diri di hari ulang tahun saat ini. Semua orang memberikan pujian kekaguman.

Roti tar dengan lilin bertuliskan angka 17. This moment seventeen. Balon berwarna-warni menghiasi ruangan.

"Happy Briday, Alea! Wish you all the best." Lelaki itu pun tersenyum hangat, mengelus rambut Alea dengan halus. Keduanya saling bertatapan. Tak lama, terlebih dahulu, Alea mengalihkan arah salah tingkah.

Lelaki ini sungguh begitu rapi, bola matanya memperhatikan Alea dengan intens.

Siapa lelaki ini?

"Kadonya gak menarik, jangan dibuka. But, i hope you like it." Lelaki itu memberikan hadiah ulangtahun Alexa ke-17 kali ini.

Kedatangannya telah ditunggu dari awal acara oleh Alexa, namun lelaki ini agak datang terlambat. Mungkin, macet --fikirnya.

"Tambah baik kedepannya. I always for you, Alea!"

"Thank's for my reason to keep smiling. Thank you for everything."

Lelaki itu kembali menatap tulus Alexa dengan intens. Bahkan kali ini, mereka tak ingin terpisahkan di saat seperti ini.

Kejadian berikutnya membuat Alea menahan air mata. Disaat kebahagian itu datang, kenapa harus diimbangi dengan kesedihan?

Tiba-tiba menjadi gelap, tak ada lampu bersinar terang. Alea menjerit sekeras mungkin. Usahanya nihil, tak ada yang mendengarkannya. Sepi. Tak ada keramaian seperti beberapa detik yang lalu.

Dengan sekuat tenaga, Alea mencoba bangkit. Namun kenapa? Langkahnya seperti ruangan kosong? Tak ada benda mati yang ia gunakan untuk melampiaskannya?

Langkahnya terhenti saat ada seseorang menepuk bahunya. Alea masih terdiam. Tak berfikir ke film psychopath.

"They are waiting for future surprises. Apa lo bakal jadi salah satu orang yang patah semangat disaat lo jatuh di titik lemah?"

Rasa takut itu menyelimutinya. Takut! Dia siapa? Dia membentak? Atsmosfer sekitar berubah menjadi menakutkan.

"Tolong!"

"Siapa pun tolong aku!"

"Tolong!"

Jerit Alea sekeras mungkin. Harapannya hanya satu, ada yang orang yang akan menyelamatkannya.

Alexa terbangun dari mimpi buruknya dengan nafas berderu, keringat di sekujur tubuh memberi respon luar biasa, air matanya tak sedari mengalir dengan sendirinya. Alexa mengusap air matanya, mencoba memahami antara mimpi buruknya ini? Lalu mengapa raut wajah lelaki di mimpinya tak begitu jelas. Sinar cahaya mengelabuhi sang lelaki itu.

Kemudian, ia membuka jendela kamar sambil bersandar di blankon kamar sedikit meneguk air mineral.

Sejenak ia terdiam, memikirkan hal-hal yang ia temui sebelah beberapa hari lalu. Semoga saja tak terjadi apa-apa.

Lantas apa arti bunga tidur ini? Begitu buruk baginya. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro