03. Queen Bullying
Tentunya ada beberapa seragam dan alat tulis yang belum ia dapatkan. Alexa mencoba berjalan sendiri menuju ruang tata usaha. Tak terlalu jauh hanya melewati satu tangga.
"Permisi saya murid baru, apakah ada yang harus saya ambil hari ini?" Tanya Alexa kepada salah satu petugas dengan tertunduk.
Setelah beberapa data terselesaikan. Alexa diperbolehkan meninggalkan tempat sambil dibebaskan untuk lebih mengenali lingkungan sekolah.
"Arrrkgh!"
Seorang murid barusaja menepis lengan Alexa dengan kasar, membuat gadis itu sontak meringis kesakitan.
Alexa mempercepat langkahnya. Dia juga tak akan terus merepotkan Fio dengan insiden ini. Apalagi bersamanya saat ini akan membuat popularitas gadis itu menurun. Tapi tidak bagi Fio sendiri, ia justru senang merasa berguna oleh orang terdekatnya.
"Kalau jalan pa.. --" Gadis itu, Alexa menutup mulutnya rapat-rapat. Ia juga tau kini berhadapan dengan quuen bullying.
"Tuh mulut di jaga! Apa? Nyolot amat sih!" Abel mendorong tubuh gadis nerd dihadapannya dengan kencang. Jika Alexa tak siap mungkin tubuhnya telah terjatuh.
"Yeah diam! Bisu?"
Alexa mengelengkan kepala mendongak ke tiga cewek dihadapannya ini.
Rata-rata mereka bertiga berambut pirang. Bedak setembal dempol dengan lipstik merah menyala disetiap sudut bibir, ditambah ala rias make up mencolok.
Mau ke sekolah atau mau ke kembang kuning?
Gadis paling depan dengan seragam mengetat, begitu pula rok terlalu pendek tak lupa dengan hiasan wajahnya dipenuhi dengan tambahan maskara dan blush on mencolok.
Yang Alexa tau perempuan dihadapannya ini bernama Abel ketua dua budak dibelakangnya. Mereka merupakan murid XI-A satu kelas dengannya.
Dibelakang, lainnya bisa disebut dengan Budak or dayang-dayang.
Bahkan Abel lah, yang selalu saja menghina murid Lenald High School dibawah standart.
Tak lupa memberikan sebuah pernyataan di selembar sobekan kertas bergulung. Melemparkan tepat di hadapan Alexa.
Blackrose.drm
say goodbye.
if you still want to be happy.
Bodoh.
"Oh, blackrose." ujarnya keras melempar kertas itu sembarang arah sehingga tak sengaja mengenai salah satu dari mereka kebetulan jarak mereka cukup dekat.
Setelah membaca surat itu, Alexa mendongak sekali lagi memutar bola mata menatap ketiga perempuan dengan seksama.
Tepat dideret belakang, Rossa lah paling bertubuh besar --tidak terlalu gendut. Rambut panjang pirang bergelombang dengan bedak satu kilogram tebal. Ya, dempul. Ditambah lipstik setebal ulekan cabe.
Jika Erlina, mungkin paling ngeh dari mereka sekalian. Alexa memperhatikan gadis paling terbelakang ini. Tatapannya datar, hanya saja bola mata memiliki sorot mata tajam. Riasan make up dengan blush on terlihat seimbang. Ditambah lip balm dan lipstik merah muda memberikan kesan menarik.
"Ini peringatan pertama!" Erlina membalik arah menangkap sorot mata Alexa.
Sadis.
"Lo dengar sendiri, kan?" Rossa berdehem mengibaskan selembar kertas santai. "Nerd kayak lo, kutu buku. Gak pantes deh sekolah di sekolahan kita!"
"Bukan urusan kalian!"
'"Atau, sebelum hari H tiba," lanjut Rossa menekan perkataannya.
Bahkan tantangan baru untuk Alexa.
"Terserah. Terserah aku dong. Bukan hak kalian ngelarang aku buat sekolah disini. Kalian buka siapa-siapa. Aku gak pernah takut peringatan atau ancaman dari kalian." jeda Alexa gusar menahan puncak amarahnya.
Tubuh Alexa sontak mundur beberapa langkah tiba-tiba tindakan Abel seolah memberikan peringatan waspada.
"Sakit!"
Perempuan itu menarik rambut Alexa keras. Alexa berteriak histeris berusaha melindungi serangan. Tak banyak histeris, ulah Alexa menunduk sambil mengambil sisi samping lawan, ia juga menarik rambut pirang miik Abel dengan dua gengaman tangannya.
"Lepasin, Arkkgh!"
Sekuat tenaga Alexa mengacak rambut kasar Abel dan meremasnya sekuat mungkin. Sedangkan Abel menarik tubuh Alexa mendekat, mengegam dan menarik rambut Alexa sekuat mungkin.
Disisi lain, Erlina dan Rossa menghentikan dua perempuan berteriak histeris itu dengan susah payah.
"Dasar cewek.. --"
Rossa menengahi pertengkaran mereka. "Abel! Alexa! Selesai!!!" teriak Rossa menarik nafas dalam.
"Abel! Sudah! Anggap aja dia virus." Erlina memperingati meledek Alexa dengan sebutan virus.
Alexa masih berdiam diri. Dia juga masih mempunyai batas kesabaran. Tenaganya berkurang saat ini.
"Let's go!" Salah satu dari mereka memberi aba-aba pergi.
"Dasar cabe!"umpat Alexa menyaksikan kepergian cabe semakin menjauh tak terlihat.
***
Melody lagu 'Jungle Beat berasal dari ruangan musik.
Lelaki bertubuh degan penampilan seperti preman pasar. Baju terlihat kusut, dengan kancing baju terbuka, sehingga menampakan baju berwarna yang ia pakai. Matanya melotot tajam seketika ketika ada seseorang yang berani mengutiknya.
Lelaki itu kini sedang memainkan alat musik dengan sepucuk surat. Jari tangan lelaki itu menari diatas piano. Mengisi kekosongan di antara panasnya sinar matahari siang ini. Rasanya sudah lama sekali tak memainkan musik ini.
Nada gitar yang dipetiknya tetap sama. Hanya saja, lelaki ini kembali pasrah yang yang ia lakukan. Setidaknya, waktunya tak terbuang sia-sia di ruang musik kali ini.
Jam dinding terus berputar memutari waktu. Hari ini langit tak berpihak kepadanya. Cuaca semakin gelap dan matahari tertutup oleh embun awan.
Lelaki itu segera membereskan barang-barangnya lebih cepat dan segera kembali ke parkiran sekolah untuk bergegas pulang, beristirahat. Hari ini sangat melelahkan.
***
"Lo kira apaan?"
"Kan gue udah minta maaf? Apa lagi?"
"Lo kira cukup?"
Kepalanya masih terasa berat. Kelopak matanya berlahan terbuka, sinar matahari begitu mengusik pandangannya. Sedangkan Aroma obat-obatan begitu menyengat di ruangan bertembok putih ini.
Suara kegaduhan memenuhi ruangan dapat terdengar jelas.
"Di.. Mana..?" Satu ucapannya, menyadarkan bahwa gadis itu telah terbangun.
"Udah enak an belum?"
Suara itu milik Syafa dan Fio berbarengan. Alexa belum paham dengan maksud mereka. Ia kira kondisinya baik-baik saja. Lalu, mengapa berada di ruangan ini?
"Teman lo, udah sadar kan? Udah bangun kan? Kok jadi kalian yang memperpanjang masalah?" Seseorang bersandar di depan pintu untuk memajukan langkahnya masuk.
"Kalian gak tau apa? Itu, anak orang sudah sadar!" belah Alfian tepat membelah perdebatan itu. Sedari tadi telah berada di dekat ranjang adiknya itu.
"Di minum ya, biar cepat out," geli tawa Fio menyodorkan teh hangat sambil membantu Alexa bersender di atas ranjang.
"Aku kenapa?" Alexa bertanya polos.
Fio dengan berani menjelaskan secara runtut. "Hiii, Lexa. Maafin gue."
Ditengah, Syafa mengajaknya. Tiba-tiba tubuh Alexa terjatuh mengenai sasaran bola basket. Syafa pun segera membawanya ke UKS, dan segera melaporkan insiden itu.
Fio, mengetahui pelaku tersebut, masih saja beradu mulut, menyalahkannya. Bukan kesengajaan, hanya karena melempar bola terlalu jauh. Tetap saja, Fio akan membrontak meskipun dengan alasan ketidak sengajaan.
"Minta maaf, buruan!" gertak Fio kepada kedua pelaku tersebut.
Kedua pria itu masih mengenakan kaos olahraga.
Adanya, paksaan. Mereka berdua menuruti dengan pasrah.
"Sorry, and maaf," Alexa hanya mengangguk. Pria ini berambut gondrong acak-acakan. Ini orang pertama yang memberanikan diri.
"Lo! Buruan!" gertak Fio kepada yang lainnya.
"So, i'm sorry. Okay!"
Sebelum mengangguk, Alexa mengerutkan kening. Sebelum mengingat, kepalanya masih terasa berat.
"Hai, cantik."
"Get well soon, ya!" Daffa berkata sambil bersiul riang tentuya menggoda gadis yang berbaring di ranjang uks ini.
"Yeah! Kebiasaan deh, kalah start." Pria lain mengacak rambut sekilas menyengir.
Alexa memutar bola malas. Eh, tunggu. Ini teman seangkatan Alfian semua. Ia juga saling mengenal mereka. Sial. Kalau ketahuan bisa gagal tuh rencana.
Bodohnya Alfian, lelaki itu masih duduk santai di dekat ranjang. Tentunya lebih baik untuk seorang adik dan kakak adalah menjaga. Alfian juga merasa bersalah karena beberapa kali menghiraukan Alexa hari ini.
"Btw lo murid baru kan? Salam kenal. Gue Riko, anak paling ganteng diantara mereka." Riko melirik temannya satu per satu dirambah sebuah cengiran.
Alexa hanya mengangguk menutup wajahnya dengan kain selimut sambil menyengol bahu Alfian berlahan memberikan aba-aba.
"Hikss muka lo kayak mayat hidup gitu."
Alexa sontak melotot seketika. Arkgh! Rasanya Alexa ingin mengaca seberapa pucatnya.
"Banyakin istirahat. Kita keluar aja deh. Pangil gue cogan ya," Alexa hanya berdehem menangapi itu.
Satu per satu mereka meninggalkan ruangan. Tiba-tiba tubuhnya menjadi lemas sekilas bola mata itu tertutup.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro