Bab 7
Akhir pekan berakhir, waktunya para pelajar untuk ke sekolah dan sudah waktunya bagi Taehyung untuk merelakan salah satu milik tubuhnya yang berharga. Pagi ini, tepatnya pukul sembilan, Taehyung dijadwalkan memasuki ruang operasi. Dan kini waktu menunjukkan pukul tujuh pagi.
Kim Namgil berada di rumah sakit sejak semalam untuk sehingga kini Lee Yowon lah yang bersama dengan si bungsu di rumah. Lee Yowon pergi ke ruang tamu setelah menyelesaikan pekerjaannya di dapur.
"Changkyun, kita harus pergi sekarang," teriak Lee Yowon ketika putra bungsunya dan kunjung datang.
Setelah menunggu dan tak ada jawaban, Lee Yowon pada akhirnya mendatangi sang putra di dalam kamar.
"Changkyun, ibu akan masuk sekarang," ucap Lee Yowon sebelum membuka pintu dan menemukan putranya duduk di tepi ranjang.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
Alih-alih menjawab, Changkyun yang sudah berseragam rapi justru menunduk. Sang ibu pun lantas menghampirinya dan berdiri di hadapannya dengan membawa sebuah teguran yang harus ia sahuti kali ini.
"Kenapa tidak turun? Apa yang sedang kau lakukan?"
"Aku tidak ingin pergi ke sekolah," gumam Changkyun.
Lee Yowon sempat terdiam sebelum duduk di samping putranya. Tentu saja ia memahami apa yang diinginkan oleh si bungsu saat ini. Suara wanita itu lantas melembut ketika ia berbicara.
"Kalau begitu apa yang ingin kau lakukan jika kau tidak pergi sekolah?"
"Aku ingin pergi ke tempat kakak."
"Operasinya sangat lama, kau bisa menunggu di sekolah."
"Tapi aku ingin menunggu di rumah sakit." Changkyun pada akhirnya bertatap muka dengan sang ibu. "Aku ingin menunggu di sana bersama ayah dan ibu."
Lee Yowon mengusap kepala Changkyun beberapa kali dan menghentikan pergerakan tangannya pada bahu si bungsu. "Kau tidak bisa pergi karena ayahmu tidak mengizinkannya."
"Kenapa? Aku juga memiliki hak yang sama untuk berada di sana."
"Changkyun ... jangan mengatakan hal seperti itu di hadapan ayahmu. Dengarkan baik-baik ... meskipun terlihat sama, namun orang tua dan anak memiliki hak yang berbeda dalam situasi yang sama. Kau boleh menjadikan apapun sebagai alasannya, akan tetapi jangan sampai kau membicarakan tentang hak di hadapan ayahmu, apa kau mengerti?"
"Maaf, Ibu. Tapi benarkah aku tidak bisa ada di sana? Setidaknya aku harus melihat kakak sebelum dia memasuki ruang operasi."
Lee Yowon menepuk lembut bahu si bungsu, karena suatu alasan ia tidak bisa membiarkan si bungsu pergi ke rumah sakit. "Kau bisa melihat kakakmu setelah operasinya selesai."
"Ibu ..." suara Changkyun sedikit gemetar. Akan tetapi, tak peduli berapa kali pun ia memohon, hari itu ia tetap pergi ke sekolah tanpa bisa melihat sang kakak sebelum memasuki ruang operasi.
Takut, itulah yang dirasakan oleh Changkyun hari ini. Ibunya meyakinkan dirinya untuk melihat sang kakak setelah operasi, namun dirinya bahkan tidak yakin berapa persentase keberhasilan dari operasi yang hendak dijalani oleh sang kakak pagi itu. Tentu saja Changkyun tidak mengharapkan sesuatu yang buruk terjadi pada sang kakak, namun situasi yang mereka hadapi saat ini bukanlah sesuatu yang bisa diprediksi. Terjadi sedikit saja kesalahan, maka ia tidak akan pernah bisa mendapatkan balasan dari sang kakak tak peduli seberapa banyak ia berbicara.
Helaan napas pemuda itu terdengar ketika ia memandang mobil ibunya yang telah menjauh. Sebagai putra bungsu dari kedua orang tua yang sangat disiplin, Changkyun tidak memiliki pilihan lain. Dia bisa saja membolos sekolah jika ia tidak ingin pergi, namun ia juga tidak bisa pergi ke rumah sakit sekalipun ia membolos sekolah hari ini. Alhasil ia pun memutar tubuhnya dan berjalan menuju gerbang sekolah.
Sementara itu di rumah sakit sendiri, Kim Namgil baru saja kembali ke ruang rawat Taehyung setelah mengurus sesuatu yang berkaitan dengan operasi hari ini. Tersenyum hangat, sang ayah kemudian duduk di kursi yang berada di samping ranjang, tepat di samping kaki sang putra.
"Bagaimana perasaanmu hari ini?" tanya Kim Namgil.
Taehyung menjawab sembari mengulas senyum lembut di wajahnya. "Aku baik-baik saja, Ayah."
"Kau yakin akan melakukan ini pada adikmu?"
"Aku tidak akan berubah pikiran."
Sekali lagi Kim Namgil gagal membujuk Putra sulungnya. Dan melarang Changkyun pergi ke rumah sakit hari itu bukanlah keputusannya. Semua itu adalah keputusan Taehyung sendiri. Si sulung menolak untuk bertemu si bungsu sebelum memasuki ruang operasi. Dan setelah penolakan itu, Kim Namgil lebih berhati-hati ketika berbicara.
"Sekarang bolehkah ayah mengetahui alasannya?"
"Aku tidak akan pernah bisa pergi jika melihat wajah anak itu."
Sebuah alasan yang cukup miris bagi beberapa orang yang memahami posisi Taehyung saat ini. Dalam waktu yang bersamaan, si sulung juga merasakan ketakutan yang dirasakan oleh si bungsu. Akankah mereka bisa bertemu lagi setelah hari ini. Bagi Taehyung akan lebih sulit untuk memulai awal yang baru ketika ia harus melihat wajah sedih adiknya.
"Aku akan menemuinya setelah operasinya berhasil. Ayah bisa membawa anak itu kemari pada saat itu," lanjut Taehyung.
"Adikmu mungkin sedang menangis di suatu tempat saat ini."
Taehyung tersenyum lebar. "Dia tidak akan melakukannya karena dia pasti akan malu."
Kim Namgil tersenyum tipis dan setelahnya suasana menjadi canggung ketika ia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Sebagai orang tua, ada kalanya dia merasa belum cukup mampu untuk memenuhi tanggung jawabnya. Dan itu terjadi di saat-saat seperti ini. Jika diizinkan untuk memilih, Kim Namgil tentu saja akan lebih rela jika putra sulungnya menjadi bandit sekolah seperti si bungsu dibandingkan dengan harus menghadapi situasi mengerikan ini. Namun ia tidak harus tidak memilih, dia hanya harus menjalani dan bertanggungjawab atas semua yang dihadapi oleh keluarga kecilnya.
Kim Namgil kemudian berdiri dengan perasaan yang canggung. Ia mendekat ke samping putranya dan meraih salah satu telapak tangan putranya, lalu menggenggamnya dengan lembut.
Kim Namgil berkata, "ayah menjadi pria yang paling beruntung ketika ayah menikahi ibumu, ayah menjadi pria yang diberkati ketika kau lahir ke dunia ini, ayah menjadi pria yang paling bahagia ketika adikmu lahir. Akan tetapi ... ayah telah menjadi seorang ayah yang menyedihkan ketika putra ayah terluka."
"Dan aku menjadi seorang anak yang beruntung," Taehyung menaruh telapak tangannya yang terbebas ke atas punggung tangan sang ayah. Dan dengan begitu tatapan hangat keduanya saling bertemu. Tatapan yang menunjukkan perasaan yang berbeda. Sang ayah yang penuh kesedihan dan sang putra yang berusaha untuk menenangkan.
Taehyung melanjutkan, "aku menjadi seorang anak yang diberkati, aku menjadi seorang anak yang paling bahagia ketika aku memiliki orang tuaku dan adikku saat ini."
Diakhiri oleh seulas senyum yang begitu tulus, hal itu justru semakin menambah kesedihan hati sang ayah.
"Maafkan ayah, putraku yang berharga."
Kim Namgil lantas mendekap putranya dengan lembut. Entah perpisahan atau sebuah dukungan, air mata sang ayah menyatakan bahwa hari itu seorang ayah mungkin saja akan kehilangan salah satu putranya.
Hari itu dengan hanya berpamitan kepada kedua orang tuanya, Taehyung memasuki ruang operasi. Hingga akhir pemuda itu tak menghilangkan segaris senyum di wajahnya. Akan tetapi segaris senyum itu seketika lenyap ketika ia memasuki ruang operasi. Perasaan lain mulai mengambil alih kesadaran Taehyung begitu ia memasuki ruang operasi dan semua orang mulai sibuk untuk mempersiapkan pekerjaan besar yang akan mereka lakukan hari itu.
Seketika dunia Taehyung terasa kosong detik itu juga. Lalu lalang orang-orang di sekitarnya tak lagi berhasil menarik perhatiannya meski ia masih dalam keadaan sadar.
"Aku tidak ingin melakukan hal ini," itulah apa yang hanya bisa dikatakan oleh hati Taehyung. Meski tak pernah ada penolakan yang keluar dari mulutnya selama ini, sebenarnya dia tidak ingin berada di jalan ini sekarang.
"Bagaimana perasaanmu hari ini, Tuan Kim Taehyung?"
Dunia Taehyung kembali ketika salah satu petugas medis, seorang wanita menghampirinya dan mengajaknya berkomunikasi.
"Aku baik-baik saja," jawab Taehyung, dia benar-benar pria yang berpendirian teguh dan tak akan mengubah jawabannya.
"Baiklah, kau berada dalam suasana hati yang seharusnya. Kami akan mulai memberikan anestesi padamu, kau hanya perlu bersikap lebih tenang dan jangan memaksakan diri. Semua akan baik-baik saja, kita akan bertemu lagi setelah ini."
"Tunggu sebentar, Dokter."
"Kau memiliki sesuatu untuk dikatakan?"
"Siapakah dokter yang akan bertanggungjawab atas operasiku?"
"Dia adalah Dokter Shim, dia adalah orang yang ahli di bidang ini. Dia adalah salah satu dokter terbaik yang dimiliki oleh rumah sakit ini. Jadi kau tidak perlu memperbesar kekhawatiranmu, Tuan Kim Taehyung. Kami akan selalu berada di sisimu selama proses yang kau butuhkan."
Petugas medis itu memberikan penjelasan tanpa diminta karena ia berpikir bahwa pasiennya tengah mengkhawatirkan apakah mereka cukup mampu untuk melakukan semuanya tanpa melakukan sedikitpun kesalahan.
"Bukan begitu."
Si petugas medis menatap penuh tanya.
Taehyung kembali berbicara, "bolehkah aku berbicara dengan Dokter Shim sebentar saja?"
Si petugas medis tampak cukup terkejut dengan permintaan sederhana Taehyung. Namun pada akhirnya mereka mengabulkan permintaan pasien mereka. Berselang beberapa menit, seorang dokter senior yang sudah berumur memasuki ruang operasi dan langsung menghampiri Taehyung.
"Kau memiliki sesuatu untuk dikatakan, Nak? Aku dengar kau mencariku," tegur sang dokter yang alih-alih bersikap seperti seorang dokter, dia justru bersikap seperti seseorang yang sudah sangat dekat dengan Taehyung.
"Aku tahu mungkin ini tidak sopan, tapi bisakah dokter mendekat sebentar saja?"
"Tentu saja. Bagaimana mungkin aku bisa menolak permintaan sederhana itu."
Sang dokter tersenyum ramah dan lebih mendekat ke arah Taehyung. "Apakah jarak ini sudah cukup?"
Taehyung mengangguk. Dia kemudian berkata, "aku ingin menitipkan pesan untuk adikku."
Sang dokter yang sempat terdiam lantas tersenyum dengan lembut. "Kapankah waktu yang tepat untuk menyampaikan pesan ini?"
"Ketika aku tidak bisa bertemu dengannya lagi."
Si dokter kembali tersenyum. Dia terlihat biasa saja karena mungkin sudah menghadapi ratusan orang seperti Taehyung, tapi tidak ada yang tahu bahwa permintaan yang diucapkan si pasien menciptakan sedikit luka di sudut hatinya.
"Kalau begitu, izinkan aku mendengarnya, Nak. Tapi aku tidak berjanji bahwa aku akan menyampaikannya."
Taehyung kemudian menyampaikan sesuatu yang ia ingin agar Changkyun mendengarnya dari orang lain. Dan apakah itu, mungkinkah semacam ucapan selamat tinggal yang akan membuat Changkyun mengutuk semua orang di sepanjang hidupnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro