Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 6

Hari berganti. Setelah insiden terakhir, Changkyun dan rekan-rekannya sejenak menghindari keributan sehingga Changkyun bisa fokus pada kondisi Taehyung. Jadwal operasi telah ditetapkan. Dan pagi itu Changkyun menuruni anak tangga dengan mengenakan seragam sekolah lengkap.

"Changkyun," tegur Kim Namgil yang pada saat itu menghentikan langkahnya di bawah anak tangga.

Changkyun pun menghentikan langkahnya dan memandang sang ayah dengan tatapan bertanya.

Kim Namgil lantas bertanya, "kau tahu hari apa ini?"

"Hari jum'at," sahut Changkyun.

"Tanggal berapa sekarang?"

"Tujuh belas." Changkyun mulai terlihat bingung dengan pertanyaan sang ayah. "Kenapa? Kenapa Ayah menanyakan hari dan tanggal?"

"Kau sudah melihat kalender?"

Changkyun menggeleng dan melanjutkan langkahnya. "Memangnya kenapa?"

"Kau melakukannya lagi," gumam Kim Namgil ketika sang putra telah berdiri di depannya.

"Apa yang sedang Ayah bicarakan?"

"Ini bukan hari jum'at. Hari ini adalah hari sabtu tanggal delapan belas. Kau ingin pergi ke sekolah di hari libur?"

Changkyun tertegun. "Sungguh?"

Pemuda itu bergegas mengeluarkan ponselnya dan tercengang setelah melihat tanggal yang tertera di layar ponselnya. Namun setelahnya ia justru menyalahkan sang ayah.

"Kenapa Ayah tidak mengatakan sejak awal?"

"Kau begitu lama di dalam kamarmu, bagaimana ayah tahu jika kau lupa hari apa ini? Kau adalah orang yang genius, bagaimana bisa sampai melupakan hari?"

"Jika aku tahu alasannya, aku tidak akan memakai seragam di hari libur," gerutu Changkyun bernada kesal. Dia yang sebenarnya tidak ingin pergi ke sekolah justru hendak pergi ke sekolah di hari libur.

Kim Namgil yang melihat reaksi putranya lantas tertawa ringan. "Ya sudah, ganti bajumu dan kita menyusul kakak serta ibumu."

Dengan langkah yang sedikit malas, Changkyun kembali ke kamarnya dan mengganti pakaiannya. Setelah selesai, ia bergegas keluar menghampiri ayahnya yang sudah menunggu di dalam mobil.

"Tidak ada yang tertinggal?" tegur Kim Namgil begitu putra bungsunya duduk di sampingnya.

"Tidak ada."

"Kalau begitu kita berangkat sekarang."

Kim Namgil mulai mengemudikan mobilnya meninggalkan komplek perumahan mereka. Dan pembicaraan antara keduanya dimulai oleh Changkyun ketika pemuda itu sibuk dengan ponsel di tangannya.

"Ayah."

"Ada apa?"

"Kapan operasi kakak dilakukan?"

"Kau melupakannya?"

Changkyun menggeleng. "Hanya ingin memastikan."

"Dua hari lagi."

"Itu berarti hari senin tanggal dua puluh."

Kim Namgil sempat melirik apa yang tengah dilakukan oleh putranya. Dia sempat melihat Changkyun menandai kalender di ponsel pemuda itu.

"Apa yang sedang kau lakukan, Changkyun?"

"Membuat pengingat jika sewaktu-waktu aku melupakannya."

"Kau harus segera memperbaiki sifat pelupamu itu. Jangan sampai itu berpengaruh pada pelajaranmu di sekolah."

"Ayah tidak perlu khawatir. Sejauh ini aku tidak pernah melupakan tentang pelajaran. Aku hanya sedikit ceroboh."

"Baiklah, mari kita anggap seperti itu."

Keduanya saling melempar senyum dan sesampainya di rumah sakit, keluarga kecil itu kembali berkumpul dan yang dilakukan oleh Changkyun begitu tiba adalah berbaring di ranjang pasien meski sang kakak tengah duduk di sana. Kim Namgil yang baru saja masuk lantas memberikan teguran kepada si bungsu.

"Changkyun ... kau tidak boleh tidur di sana. Kau tidak membacanya? Selain pasien, dilarang menggunakan ranjang."

"Aku keluarga pasien?" sahut Changkyun sembari menyangga kepalanya menggunakan satu tangan.

"Lalu apa masalahnya? Kau bukan pasien."

"Tetap saja aku adalah keluarga pasien. Apa bedanya pasien dengan keluarga pasien? Keduanya tetap memiliki kata 'pasien'." Sebuah pembelaan yang cukup menghibur.

"Kau ini ada-ada saja." Kim Namgil menghampiri Lee Yowon yang kala itu duduk di sofa. Membiarkan kedua putra mereka, mereka berbicara dengan suara yang sengaja dipelankan.

Dan ketika kedua orang dewasa itu tengah berbicara, kedua pemuda itu saling bertukar pandang dalam dia sebelum suara si bungsu terdengar lebih dulu.

"Kenapa Hyeong melihatku seperti itu?"

"Karena aku merindukanmu."

"Pipiku tidak akan memerah meskipun Hyeong mengatakan hal semacam itu."

Taehyung tersenyum lebar mendengar hal itu. "Kau sudah memiliki pacar?"

Changkyun tertegun sebelum memberikan gelengan dengan antuasias. "Tidak, kenapa Hyeong tiba-tiba menanyakan hal semacam itu?"

"Tidak ada alasan. Jika kau memiliki pacar, jangan mengatakannya padaku."

Dahi Changkyun mengernyit. "Kenapa?"

"Aku tidak rela jika adik kecilku ini sudah beranjak dewasa," diakhiri oleh senyuman lebar yang membuatnya mendapatkan tatapan sinis dari sang adik.

"Alasan macam apa itu?" cibir Changkyun. "Hyeong sudah makan?"

Taehyung mengangguk.

Changkyun bangkit dan duduk bersila menghadap sang kakak. "Mau aku belikan sesuatu?"

"Jangan mengada-ada, kakakmu tidak boleh mengkonsumsi makanan dari luar selama tinggal di sini," Kim Namgil yang datang bersama Lee Yowon menyela.

"Aku baru saja ingin meminta sesuatu," Taehyung menimpali dengan seulas senyum.

"Tidak boleh. Jangan seperti adikmu, putra sulung ayah harus menjadi pria sejati."

"Kenapa tiba-tiba membicarakan tentang menjadi pria sejati?" gerutu Changkyun, dia mengetahui letak kesalahannya sehingga tidak berpikir bahwa ia akan menjadi pria sejati hari itu.

"Ibu akan pergi?" Taehyung mengalihkan perhatian.

Lee Yowon mengangguk. "Ibu akan pulang sebentar dan kembali lagi saat siang."

"Ibu tidak perlu melakukannya, beristirahatlah di rumah. Ayah juga."

"Ibumu akan pulang sendirian."

"Tidak apa-apa, Ayah bisa pulang dengan Ibu. Aku akan di sini bersama Changkyun."

"Ayah bahkan baru tiba dan kau sudah mengusir ayah. Benar-benar tidak terduga." Kim Namgil tersenyum tak percaya, ditujukan sebagai sebuah candaan.

"Aku baik-baik saja, kalian beristirahatlah di rumah."

Changkyun tiba-tiba menimpali, "Ayah mendengarnya bukan? Kakakku yang seorang pria sejati ini meminta Ayah dan Ibu untuk beristirahat di rumah."

"Kau senang dengan hal itu?"

"Kenapa aku harus merasa senang?"

"Awas jika sampai kau membawakan makanan yang tidak-tidak pada kakakmu."

"Aku tahu! Kenapa Ayah selalu berpikiran buruk tentangku?" Changkyun terlihat cukup kesal.

Lee Yowon meraih lengan Kim Namgil dan berkata, "biarkan Changkyun yang menemani Taehyung di sini, sekarang giliran Changkyun menjaga kakaknya."

Changkyun mengangguk, memberikan persetujuan pada ucapan ibunya.

"Baiklah ... jika istriku sudah berbicara, aku bisa apa. Ayo."

"Apa ini? Aku tidak mau menjadi seorang kakak," sinis Changkyun tiba-tiba.

Lee Yowon tertawa tanpa suara mendengar celetukan dari si bungsu. Kim Namgil kemudian menyahut, "jika kau tidak mau, ayah akan membuatkan adik untuk kakakmu."

Changkyun langsung memeluk lengan Taehyung. "Hyeong hanya boleh menjadi kakakku."

"Pikiran egois macam apa itu?" Kim Namgil terheran.

"Sudah, kita pergi sekarang." Lee Yowon menengahi dan setelahnya kedua orang dewasa itu pergi.

Changkyun melepaskan lengan Taehyung dan menegur, "Hyeong."

Taehyung menjatuhkan pandangannya pada Changkyun, menaruh seluruh atensinya pada si bungsu.

Changkyun kembali berbicara, "apakah aku orang bodoh?"

Taehyung menatap heran. "Kenapa kau berpikir seperti itu?"

"Hyeong tahu apa yang aku lakukan pagi ini?"

"Memangnya apa yang kau lakukan?"

"Aku ingin pergi ke sekolah di hari libur?"

Dahi Taehyung berkerut. "Kau lupa hari ini hari apa?"

Changkyun mengangguk. "Aku benar-benar tidak mengingatnya, aku bahkan sudah mengenakan seragam dan turun. Jika ayah tidak menegurku, aku pasti sudah mempermalukan diriku sendiri."

Jika biasanya Taehyung akan tersenyum menghadapi kecerobohan adiknya, kali ini garis senyum itu digantikan dengan kebingungan. Pasalnya sifat pelupa adiknya seperti semakin parah, karena biasanya Changkyun hanya lupa tentang di mana ia menaruh sesuatu.

"Apa kau melamun di pagi hari?" tanya Taehyung kemudian.

Changkyun menggeleng. "Tidak, aku bahkan tidak memikirkan apapun."

"Kau harus lebih fokus. Apakah kau sering melupakan tentang pelajaran?"

"Tidak."

Changkyun mengambil ponselnya dan menunjukkan beberapa foto yang menunjukkan nilai dari ulangan yang ia dapat minggu ini. Dia sengaja mengambil foto itu untuk ditunjukkan kepada sang kakak.

"Hyeong lihat, aku mendapatkan nilai di atas rata-rata."

Taehyung melihat beberapa foto yang ditunjukkan oleh adiknya dan dalam hati ia merasa lega. "Itu berarti kau adalah orang genius yang sedikit ceroboh. Apa yang sedang kau khawatirkan?"

Changkyun menurunkan ponselnya dan menyahut, "aku berpikir orang-orang akan menyebutku orang bodoh karena aku pelupa."

"Kau bukan orang bodoh, kau hanya orang yang ceroboh. Sekarang jawab pertanyaan kakak. Di mana kau melepas kaos kakimu saat kau pulang kemarin."

Changkyun tiba-tiba menjadi gugup. "T-tentu saja aku melepasnya di keranjang baju kotor. Ibu selalu menyuruhku untuk melakukannya."

"Bukankah kau melepaskannya di depan pintu masuk?" selidik Taehyung.

Changkyun bungkam, sedetik kemudian ia tersenyum simpul. "Bagaimana Hyeong bisa tahu?"

"Itu adalah kebiasaan yang tidak akan pernah kau tinggalkan."

"Eih ... bukan seperti itu." Changkyun menunduk sembari menggaruk bagian belakang kepalanya, sementara sang kakak tersenyum lebar.

Changkyun kemudian kembali mengangkat wajahnya, bertemu pandang dengan sang kakak tanpa mengatakan apapun hingga teguran sang kakak membuatnya berbicara.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

Changkyun dengan hati-hati menyentuh dada Taehyung sembari bertanya, "ini ... apakah masih sakit?"

Taehyung menggeleng. "Ada penyihir baik yang sudah membawa rasa sakit itu pergi."

"Aku bukan anak kecil lagi, aku tidak akan percaya dengan dongeng semacam itu."

Taehyung tertawa kecil. "Benar, kau bahkan sudah hampir sebesar kakak. Tapi tinggi badanmu tidak akan pernah bisa melebihi tinggi badanku."

Changkyun menatap sinis dan bergumam, "ayah sangat tinggi, Hyeong juga, lalu bagaimana denganku?"

"Bukankah sekarang kau lebih tinggi dari ibu?"

"Eih ... tetap saja." Changkyun kembali menunduk, tapi pada saat itu pandangannya terjatuh pada dada Taehyung yang tertutup oleh baju pasien. Di sana, di bagian itu, Changkyun bisa merasakan, meski begitu lemah jantung sang kakak masih berdetak hingga detik ini.

"Hyeong," tegur Changkyun kemudian dan kembali mempertemukan pandangannya dengan sang kakak.

"Ada apa?"

"Bisakah bagikan sedikit rasa sakit Hyeong padaku?"

Taehyung bungkam dengan wajah yang terlihat begitu damai sebelum sebuah jawaban keluar untuk sang adik yang tengah menunggunya.










"Tidak akan pernah."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro