Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 2

Fajar menyingsing. Pagi itu Kim Namgil, Kepala Keluarga di rumah itu menuruni anak tangga. Pria berbadan ramping dan tinggi itu sudah tampak rapi dengan jas yang menyampir di lengannya dan juga sebuah tas kerja. Ayah dua anak itu adalah seorang dosen di Universitas Sungkyunkwan. Jangan diragukan lagi bagaimana rupanya. Ketampanan kedua putranya tentu saja diturunkan darinya, itulah yang sering ia ucapkan kepada orang-orang di sekitarnya.

Kim Namgil memasuki dapur dan mendapati istrinya yang tengah menyiapkan meja makan.

"Selamat pagi," tegur Kim Namgil yang kemudian mendaratkan kecupan singkat pada pipi sang istri.

"Pagi, anak-anak belum turun?" balas wanita itu sembari melayangkan pertanyaan lain.

Lee Yowon, ibu dari kedua putra Kim Namgil yang tampan. Dia adalah seorang Pengacara HAM. Profesinya itu membuat citra keluarganya sebagai keluarga dari lingkungan yang baik. Seorang dosen dan seorang pengacara, tapi sepertinya putra bungsu mereka bermasalah dengan silsilah keluarga mereka.

Kim Namgil menyahuti pertanyaan istrinya, "aku mendengar sesuatu dari kamar salah satu putra kita."

Lee Yowon sekilas memandang. "Apa yang sedang kau bicarakan?"

Kim Namgil tersenyum lebar, bermaksud menggoda istrinya. "Perlukah aku memanggil mereka?"

"Tidak, mereka akan segera turun. Duduklah."

Kim Namgil kemudian duduk dan memperhatikan istrinya dengan tangan yang bersandar pada meja menyangga kepalanya. Segaris senyum terlihat di wajah Kim Namgil sebelum sebuah komentar muncul dari mulutnya.

"Aigoo ... aku adalah pria yang diberkati."

Lee Yowon langsung memandang suaminya. "Apa yang sedang kau bicarakan?"

Kim Namgil tersenyum simpul dan berkata, "aku berhasil mendapatkan wanita tercantik di dunia yang aku tinggali."

Alih-alih tersipu, Lee Yowon justru memandang Kim Namgil seperti ada yang salah dengan suaminya. Wanita itu merasa bahwa usia mereka sudah tidak mengizinkan mereka untuk melakukan hal yang memalukan seperti itu. Terlebih lagi putra-putra mereka juga sudah beranjak dewasa.

Lee Yowon menegur dengan wajah yang datar. "Hentikan, kau tidak malu jika anak-anak mendengarnya?"

"Kenapa harus malu? Mereka tidak ada di sini."

"Sejujurnya aku merasa sedikit malu," celetuk Taehyung yang memasuki dapur. Putra sulung mereka yang terlihat sangat berwibawa ketika ia tak pernah mengenakan kaos sebagai atasan dan hanya mengenakan kemeja dengan ujung yang dimasukkan ke dalam celana.

"Selamat pagi," Taehyung melanjutkan dengan sebuah teguran yang kemudian mengantarkannya duduk di samping meja, berdekatan dengan sang ayah yang memandangnya dengan tatapan menghakimi.

"Selamat pagi, Taehyung," Lee Yowon menyahut putranya dan justru bersikap ketus pada suaminya. "Kau mendengarnya? Bahkan putramu sendiri malu mendengarnya?"

Kim Namgil memasang wajah kesal. Dia kemudian berbicara dengan malas, "kalau begitu aku akan menanyakannya pada putra kecilku. Di mana Changkyun?"

Kim Namgil menegakkan punggungnya dan memandang ke pintu masuk ruang makan. Dia kemudian mengarahkan pandangannya pada Taehyung. "Kalian tidak turun bersama."

"Sepertinya dia tidak akan turun," ujar Taehyung sembari tersenyum simpul. Dan tentu saja itu menarik perhatian dari kedua orang tuanya.

Lee Yowon bertanya penuh selidik, "kenapa? Ada apa dengan adikmu?"

Taehyung tersenyum lebar dan menjawab, "aku pikir dia tidak akan berani turun sekarang."

Mendengar hal itu, rahang Kim Namgil mengeras seakan ia sudah tahu apa yang dimaksud oleh putra sulungnya.

"Dia melakukannya lagi?" seru Kim Namgil yang langsung beranjak dari duduknya dan berjalan meninggalkan ruang makan sembari menggerutu.

"Anak satu ini benar-benar." Dia kemudian berteriak sembari berjalan ke kamar putra bungsunya, "Changkyun ... Kim Changkyun, turun sekarang! Kau tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh ayahmu? Turun sekarang juga, anak nakal!"

Dan pagi itu pada akhirnya Changkyun baru turun ke ruang makan setelah dijemput langsung oleh sang ayah. Tak tanggung-tanggung, Kim Namgil menaruh tubuh anaknya di atas bahunya. Membawanya seperti tengah membawa karung beras dan terus menggerutu ketika Changkyun sudah berpasrah diri. Dan kedatangan keduanya kembali membuat seulas senyum tercipta di wajah pucat Taehyung.

"Apa yang sedang kalian lakukan?" tegur Lee Yowon yang sudah menempati kursinya yang berseberangan dengan tempat Taehyung.

Kim Namgil kemudian menurunkan putra bungsunya yang justru diam seperti patung dengan tubuh yang menghadap ke arahnya.

"Istriku, kau urus anak nakal ini. Lihatlah apa yang dia lakukan?"

Lee Yowon bangkit dan tak menemukan ada yang salah dari punggung putranya. "Ada apa? Apa yang terjadi?"

Kim Namgil meraih bahu Changkyun dan langsung memutar tubuh putra bungsunya hingga menghadap ke meja makan. Saat itulah Lee Yowon terkejut dan langsung menghampiri putra bungsunya dengan wajah khawatir.

"Kim Changkyun ..." Lee Yowon menarik wajah Changkyun guna melihat luka-luka baru yang berada pada wajah putra bungsunya. "Apa yang kau lakukan pada wajahmu?"

Bukan Changkyun yang memberikan jawaban, tapi Kim Namgil yang mewakilkan dengan kekesalannya. "Apa lagi? Tentu saja dia berkelahi lagi? Kau sudah sering seperti ini, tapi  tidak juga berhenti."

Changkyun memandang sang kakak, bermaksud mencari pertolongan. Tapi kakaknya itu sangat tidak membantu dalam situasi ini ketika hanya ada seulas senyum yang melukis wajahnya.

"Jangan berbicara terlalu kasar padanya," tegur Lee Yowon.

"Kapan aku melakukannya?" ujar Kim Namgil tak terima.

"Kau selalu melakukannya setiap waktu. Putra kita memang bersalah, tapi ada cara yang lebih baik untuk menegurnya."

"Kalau begitu kenapa kau tidak melakukannya?"

Changkyun memandang kedua orang tuanya bergantian. Dia yang membuat masalah tapi lagi-lagi kedua orang tuanya yang berdebat. Melihat perdebatan kecil kedua orang tuanya, Changkyun kemudian diam-diam melarikan diri dan menempati tempat duduknya yang berada tepat di samping Taehyung.

"Selamat pagi," bisik Changkyun.

Taehyung tersenyum tak percaya yang dibalas oleh senyuman lebar sang adik. "Kau harus bertanggungjawab atas keributan ini," ujarnya.

"Dengan segenap hatiku yang aku curahkan, aku benar-benar meminta maaf, Hyeongnim ..." si bungsu justru mengeluarkan sebuah candaan.

Dan pada akhirnya keributan kecil berakhir tanpa meninggalkan rasa sakit hati. Kim Namgil dan Lee Yowon memang sering berdebat, tapi hal itu tidak mereka lakukan dengan sungguh-sungguh karena pada dasarnya keluarga mereka baik-baik saja selama ini.

Pagi itu Changkyun pergi bersama ibunya, sementara Kim Namgil menemani putranya sebelum pergi ke kampus. Menghampiri putra sulungnya di dalam kamar, Kim Namgil mengetuk pintu yang terbuka.

"Taehyung, sudah waktunya untuk pergi."

"Ya ..." sahut Taehyung dari kamar mandi.

"Ayah tunggu di bawah."

Kim Namgil kemudian menunggu Taehyung di depan gerbang rumah mereka. Bersandar pada bagian depan mobilnya, ayah dua anak itu mengeluarkan ponselnya. Sejenak memeriksa sesuatu pada ponselnya. Dan apa yang ia lakukan saat ini membuat garis wajahnya terlihat cukup serius hingga perhatiannya teralihkan oleh putranya yang menutup pintu gerbang rumah mereka.

"Kita pergi sekarang?" tegur Kim Namgil.

Taehyung mengangguk dan keduanya bergegas masuk ke mobil. Kim Namgil menyempatkan diri untuk memandang putranya dan memulai pembicaraan ketika mobilnya mulai melaju.

"Kenapa kau tidak mengatakannya pada ayah?"

Taehyung memandang sang ayah. "Tentang apakah itu? Aku tidak merasa memiliki sesuatu untuk dikatakan pada Ayah."

"Kau sedang kesakitan, kenapa kau justru tersenyum sepanjang hari?"

Ucapan Kim Namgil sontak membungkam Taehyung sekaligus menghilangkan garis senyum di wajah pemuda itu.

Kim Namgil kembali berbicara dengan sikap yang santai seperti sebelumnya, "jika itu sakit, kau harus mengatakan bahwa itu sakit. Kau tidak perlu menahannya seorang diri. Jika kau melakukannya, ibu dan adikmu mungkin akan sangat terluka."

"Aku baik-baik saja," sahut Taehyung kemudian.

"Ayah juga berharap seperti itu," sahut Kim Namgil. Bagaimana mungkin dia mempercayai ucapan putranya di saat wajah itu terlihat semakin memucat. Sebagai seorang ayah, Kim Namgil berharap bahwa putranya bersedia membagikan rasa sakit itu dengannya. Akan tetapi, putranya selalu berdiri sebagai sosok yang berbeda di hadapannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro