Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8

Satu minggu berlalu semenjak kejadian di gymnasium tempo hari, tak ada kemajuan berarti dari hubungan keduanya.

Kageyama bukan tipe yang mudah mengutarakan segala rasa melalui untaian kata. Sementara [F/N] kadang kesulitan menafsirkan maksud dari jajaran gestur dan ekspresi saja. 

Keduanya beberapa kali salah paham, namun hal itu malah semakin mendekatkan. [F/N] bilang Kageyama harus lebih sering berbicara ketimbang diam-diam dan sekedar menatap saja.

Seperti kejadian malam itu, mereka tengah berdiam di cafe yang terletak tak jauh dari gedung sekolah. Bukan untuk belajar, hanya sama-sama ingin menghabiskan waktu bersama.

Obrolan berjalan tak terlalu lancar, topik yang dibahas juga itu-itu saja. Anehnya, beberapa perilaku Kageyama mengundak tawa ringan, terlalu canggung dan kaku adalah impresi yang menempel sejak keduanya pertama bertemu.

Sampai seorang teman sekolah, dengan usia sebaya dan jenis kelamin perempuan, menghampiri dan menyapa dengan suka hati.

"Kageyama-kun?!"

Laki-laki itu mengangkat kedua alis, gestur penasaran yang sama juga dilakukan gadis yang duduk dihadapan.

"Iya? Siapa?"

"Ya ampun! Beneran Kageyama-kun!"

Gadis itu dengan sumringah duduk disamping Kageyama, mengundang tatapan tak suka dari [F/N] yang sama sekali tak berkata apa-apa.

"Kenalin, aku Kirei Furiyama," katanya seraya mengulurkan tangan. "Aku fans beratmu!"

Wajah lempeng Kageyama tak berubah, ia membalas uluran tangan seraya bergumam pelan. "Oh, Domo."

Kirei tersenyum lebar, mengundang sepercik pujian tak sengaja keluar dari mulut netra biru.

"Kirei...."

"Iya?"

"Ah, tidak. Maksudku... kau cantik."

Seru. Seru sekali. [F/N] mengutuk sarkas dalam hati, ia tak akan menyangkal gadis yang duduk dihadapannya memang cantik. Terlebih dengan lesung pipi yang menghiasi, mata yang menyipit setiap kali senyum terpatri.

"Aah, terima kasih. Kageyama-kun."

"Aku mengatakan yang sebenarnya." Pemuda itu mengendikan bahu.

Kirei tak menghiraukan eksistensi [F/N], ia hanya fokus mengajak berbicara Kageyama yang terlihat menanggapi dengan biasa. Netra biru laut juga tak sekalipun melihat ke arah perempuan di seberang meja, seakan memang [F/N] tak benar-benar berada disana.

Ada yang bergetar. Oh tunggu, itu ponsel [F/N]. Gadis itu sedikit teralihkan, membaca pesan dari sang Kakak yang menyuruhnya segera pulang. Setelah mengetik jawaban singkat, netra coklat mengadah kembali pada kenyataan.

Keningnya lagi-lagi mengerut tak suka, mendapati pemandangan yang ada depan mata.

Kageyama tengah sibuk memandangi kehidupan-yang terpampang jelas diluar jendela. Sementarai Kirei, gadis yang mengaku fans berat, tengah mendekatkan diri dengan badan si
laki-laki. Andai saja Kageyama berbalik, pasti wajah mereka akan bergesekan kulit-dengan-kulit. Hidung Kirei hanya berjarak beberapa senti dari pipi sang pemain voli, senyum tipis tak meninggalkan wajah manis.

"Tobio."

Lamunan Kageyama pecah, mendapati [F/N] tengah menatapnya dengan air muka sedikit marah.

"K-kenapa?"

Ada dua alasan mengapa Kageyama tergagap. Satu, perempuan yang selama ini ia suka memanggilnya dengan nama depan. Dua, baru kali ini ia mendapati [F/N] memberi tatapan yang tak bisa diartikan.

Marah? Kesal? Nada bicaranya juga sedikit berbeda. Kageyama terus berusaha menerka, meskipun nihil. Otaknya terlalu tumpul setiap kali memikirkan hal lain selain Voli.

"Pulang."

Suara decakan terdengar jelas di telinga [F/N], Kageyama sepertinya tak terlalu mengindahkan. Ia hanya melirik jam yang terpasang pada dinding, bergumam kecil seraya berdiri.

"Eeh? Sudah mau pulang?"

"Pake nanya lagi."

Tatapan tajam kian terpancar, Kageyama memiringkan kepala. [F/N] kenapa?

"Tobio harus mengantarku. Sudah sore."

Kirei menaikan kedua alis, "kau siapa? Sepupunya?"

"Bukan, dia bukan sepupuku."

Kageyama membuka suara, netra biru masih menatap penuh tanya. [F/N] melayangkan tatapan malas, menghela nafas seraya melangkahkan kaki lebih dulu.

"Tunggu-"

"Kageyama-kun?"

"Iya?"

"Boleh aku meminta kontakmu?"

That's it. [F/N] mengumpat dalam hati, bangsat.

"Gak." Gadis itu berbalik menarik lengan Kageyama. Tatapan merendahkan mulai terpasang tanda tak terima. "Kau bukan tipe Tobio. Jauh-jauh."

Suara racauan seorang remaja perempuan kian terdengar tak jelas ketika dua pasang kaki mulai berjalan pergi. Kageyama hampir tak bisa mengikuti, [F/N] melangkahkan kaki disertai emosi.

"H-hei."

Gadis itu akhirnya berhenti, jalan pinggiran kota yang terasa sepi seakan menjadi saksi. Kageyama perlahan melepaskan telapak [F/N] yang mencengkram lengannya, menggenggam pelan dengan telapak yang bergetar.

"Kau k-kenapa?"

[F/N] diam tak bersuara, bingung harus mengutarakan bagaimana.

"A-ku nggak akan ngerti k-kalau kamu nggak bilang apa-apa."

Netra coklat mulai berani menatap, menyadari laki-laki dihadapannya menggunakan perkataan yang ia sering ia ucapkan.

Setelah beberapa lama memikirkan ini-itu, [F/N] akhirnya menghela nafas. Gadis itu punya prinsip tak akan hipokrit, mengatakan a namun perbuatan b. Ia tak mau seperti itu, idealis adalah jalan hidup. Seperti yang diharapkan dari seseorang bermarga Kuroo.

"Aku nggak suka."

Kageyama lagi-lagi memiringkan kepala dengan ekspresi penuh tanya, "nggak suka apa?"

"Kamu."

"Hah?"

Sial. [F/N] lagi-lagi menggerutu dalam hati. Kenapa aku jadi kesulitan mengatakan apa yang aku rasakan?

Tokoh utama kita yang satu ini tak mau mengakui dirinya tengah salah tingkah. Bodoh.

"Kamu nggak suka aku?" Tanya Kageyama dengan raut sedih, genggaman tangan dilepaskan perlahan. Kepala menunduk pertanda kecewa.

[F/N] memijat pelipis, mengasihani diri sendiri yang semakin menghancurkan keadaan.

"Bukan," respon singkat yang mampu menarik atensi Kageyama. "Aku nggak suka kamu-"

Perkataan terhenti ditengah jalan, Kageyama masih menatap harap-harap cemas. Takut yang keluar dari mulut gadis yang disukainya malah membuat semakin kecewa.

[F/N] mendecak, "aku nggak suka kamu deket-deket sama cewek tadi."

Hening. Keduanya sama-sama mencerna keadaan. [F/N] memikirkan apa ia mengatakannya dengan benar? Apa perasaannya tersampaikan? Sementara Kageyama masih mengingat kejadian-kejadian beberapa saat yang lalu. Memangnya ada yang salah? Kenapa [F/N] terlihat marah?

"M-maksud kamu Kir-"

"Aah nggak usah sebut namanya!"

"Maaf."

Gadis itu maju satu langkah, menghambur pelukan yang mengundang kehangatan. Kageyama tak bergerak, pipinya merah padam akibat malu yang tak tertahankan. Kedua lengan kurus membalas pelukan, mendekap [F/N] yang terlihat sangat kesusahan.

"Aku nggak suka. Rasanya dia bakal nyuri kamu dari aku."

Netra coklat menatap dari jarak dekat, pelukan dilonggarkan demi percakapan yang belum usai.

"... nyuri?"

"Iya." [F/N] memejamkan mata, "aku nggak suka. Kageyama kelihatan
baik-baik aja ngobrol sama dia? Kenapa sama aku kelihatan nggak nyaman? Kamu seringnya diem-diem aja pas aku tanya. Kenapa sama dia lancar banget ngobrolnya?"

"I-itu kan...."

"Apa?"

"Aku...."

"Hm?"

"... suka."

"Apa? Kamu suka dia?"

[F/N] melepaskan pelukan sepenuhnya, menatap tajam meminta penjelasan. "Baru ketemu sekali udah suka? Segitu cantiknya ya sampai-"

"Aku suka kamu, bego!"

"...."

"...."

"Oh?" [F/N] memasang cengiran kuda, merasa bodoh karena melupakan hal yang sebenarnya ia tahu sejak dulul. "Bener juga."

"H-hah?!"

Gadis itu mulai tertawa, menutupi muka karena ekspresi yang dikeluarkan berkebalikan dengan kenyataan. [F/N] merasa bodoh, maka ia tertawa lepas selayaknya orang bodoh.

Kageyama tak bisa melepaskan pandangan, ia terpana. Jatuh cinta dengan suara tawa, senyum tipis ikut terpatri saat [F/N] mengeluarkan gestur yang menggemaskan. Laki-laki itu bahkan tak bertanya kenapa [F/N] tertawa seperti orang gila, ia hanya menikmati pemandangan. Lebih terlihat menarik ketimbang pohon-pohon subur yang tertanam sepanjang pinggir jalan.

Saat tawa terhenti, gadis itu menyadari tatapan si laki-laki. [F/N] memasang senyum tulus.

"Aku juga suka Kageyama."

Ingat saat Hinata mengajak Kageyama berjalan-jalan sekitaran Kota, kemudian laki-laki itu menolak keras dengan alasan terlalu banyak kenangan yang memaksa untuk dirasakan?

》《


Kageyama mengulum senyum.

Malam sebelum pertandingan melawan Shiratorizawa, laki-laki itu menatap langit-langit kamar dengan perasaan tak terdefinisikan. Segala hal yang bisa ia pikirkan merangkak merasuki kepala, seakan tak mengizinkan netra biru segera tertutup sempurna.

Ia kemudian mengingat saat pertama kali keduanya mengatakan sama-sama suka. Lalu pikiran terbang pada perkataan Kuroo Tetsurou. Berniat mengejar apa yang belum sepenuhnya lepas. Menyusun rencana sedemikian rupa demi menemui gadis yang ia suka.

Pertandingan pertama, pertandingan kedua, pertandingan-pertandingan setelahnya yang membawa Karasuno bertarung di panggung nasional.

Orange Court.

"Aku akan memenangkan semuanya." Kageyama bergumam.

'Menemui [F/N] setelahnya. Memeluk sekuat tenaga, mencium puncak kepala. Menghirup aroma khas dirinya. Menatap mata yang sangat aku suka. Aku akan. Pasti.'

Lalu netra biru mulai mentup pelan, ujung bibirnya membentuk kecil sebuah senyuman.

Sekali lagi, untuk kesekian kalinya, gadis itu berhasil membuat Kageyama Tobio merasakan perasaan-perasaan yang selama ini ia buang. Mengeluarkan ekspresi-ekspresi yang selama ini ia tinggalkan. 

You and all the regret
I tried and hide
the pain with nothing

I’ll never be alive
with no more you and I 
I can’t forget
the look in your eyes

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro