Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

96 - Strange Room

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini?"

Pembuka obrolan yang ramah, tetapi tidak menyenangkan untuk diteruskan. Paula baru saja membuatku mengingat kembali hal-hal tidak menyenangkan yang terjadi hari ini. Pekerjaanku? Tidak pernah ringan semenjak mantan suaminya membenciku. Dan begitu aku tersadar bahwa dirinya yang sekarang bermula karena tekanan dari orangtua Paula dan Alby, aku tidak tahu harus berdiri di sisi yang mana.

"Semuanya lancar."

Meski Paula adalah saudara Alby, dan suatu saat nanti mungkin akan menjadi seseorang yang memiliki hubungan erat denganku, tetapi aku tidak bisa lebih terbuka padanya. Aku merasa dia akan seperti Alby, jika sesuatu tidak berjalan sesuai harapan, maka tinggalkan. Dan itu jelas bukan solusi yang kuperlukan atas masalah-masalahku.

Ada alasan kenapa aku jarang sekali, bahkan enggan untuk pergi jalan-jalan bersama Paula. Aku harus kerepotan mengimbangi langkah kakinya yang lebar. Orang-orang akan percaya jika dia mengaku sebagai model. Bergelut di bidang fashion membuatnya tidak kalah modis dari model-model yang mengiklankan majalah. Bajunya selalu bermerk, tidak ketinggalan zaman. Dua hal itu saja sudah membuatku keberatan untuk menerima ajakannya untuk berbelanja. Sedangkan hari ini, aku sudah kehabisan alasan untuk menolak ajakannya berkeliling 5th Avenue, apalagi Matthew membiarkanku pulang tepat waktu.

"Kau sering lembur. Pria itu tidak melakukannya karena melampiaskan kebencian pada kami, 'kan?" Paula menarik lenganku karena aku berjalan terlalu dekat dengan jalan besar.

"Tidak. Itu terjadi karena aku adalah pegawai baru. Bukankah selalu seperti itu?" Dia akan memaksaku berhenti jika tahu bagaimana situasi di kantor saat ini.

"Apa kau sungguh tidak ingin menyusul Alby ke Inggris?"

Ah, pertanyaan itu lagi. Tawaran yang menggiurkan memang, aku tidak perlu bekerja lagi dan punya banyak waktu luang untuk melakukan hal-hal yang kusuka sambil menunggu Alby pulang. Menghabiskan lebih banyak waktu bersama orang yang kucintai, katanya itu sesuatu yang menyenangkan.

Mungkin seperti pasangan yang baru keluar dari sebuah toko dari merk terkenal beberapa meter di depan kami sambil bergandengan tangan. Si pria membawakan tas belanjaan tanpa merasa keberatan sedikit pun. Senyum keduanya terkembang lebar, seolah-olah ingin menunjukkan pada dunia bahwa mereka adalah pasangan paling bahagia di dunia. Aku tidak bermaksud membandingkan, tetapi aku tidak pernah tahu seperti apa yang mereka rasakan bahkan ketika aku melakukannya bersama Jeff dulu. Dia membuatku tertawa, tetapi karena dia harus melontarkan guyonan terlebih dahulu. Sedangkan dan Alby juga belum pernah benar-benar melakukan hal-hal yang dilakukan pasangan lain pada umumnya.

Lalu jika aku menyusulnya ke Inggris, meninggalkan semuanya di sini padahal aku belum benar-benar siap melepaskan, apakah hal-hal semanis itu akan terjadi? Mari berpikir sedikit lebih realistis. Kepergian Alby ke Inggris sifatnya hanya sementara, untuk mengurus pekerjaan. Ketika dia kembali, dia tidak akan kehilangan apa pun. Namun, jika aku menyusulnya dan harus berhenti bekerja, semuanya tidak lagi sama begitu aku kembali.

"Ada terlalu banyak yang dikorbankan hanya untuk seorang Alby. Dan aku tidak tahu apakah dia sepadan dengan semua yang kutinggalkan di sini."

Aku tidak peduli Paula akan kecewa atau tersinggung. Memiliki lebih banyak uang bukan berarti aku harus menyegani mereka. Sebagai manusia, baik aku, Alby, atau para pejalan kaki di sepanjang trotoar ini, memiliki harga yang sama. Kebebasan untuk mempertimbangkan sebuah keputusan juga adalah hak semua orang.

"Kau mengejutkanku. Kejujuranmu, aku menyukainya."

Aku tersenyum, menganggap itu adalah reaksi yang baik meski tidak tahu bagaimana ekspresinya sekarang.

"Aku salut pada seseorang yang tahu di mana dia berpijak, tidak mudah digoyahkan. Alby bercerita bagaimana kau sering menolaknya dulu. Dia sedang mengejar sebongkah berlian, aku sudah membuktikan kata-katanya sekarang."

Bagaimana mungkin aku tidak menolak kalau saat itu dia mengajakku untuk membohongi orang-orang. Dan berlian adalah perumpamaan yang terlalu berlebihan untuk sebuah pujian.

"Pada akhirnya kuterima karena aku berutang padanya. Nominalnya tidak sedikit--dan aku tahu di bagian ini kita tidak sependapat. Perlu waktu lama untuk bisa melunasinya dan Alby memberikan penawaran yang bagus agar aku bisa segera terlepas dari tanggung jawab itu, aku tidak punya alasan untuk menolak lagi."

Itu bukan sesuatu yang baik, tetapi aku tetap tersenyum begitu mengingat kembali betapa bersikerasnya Alby. Bahkan sampai meminta Jacob untuk menemuiku.

"Kau tidak merindukannya?"

"Rindu akan membuat waktu kebersamaan kami jadi lebih berkualitas, kurasa."

Mungkin aku hanya berlagak sok kuat ketika mengatakan itu. Nyatanya, aku ingin sekali bertemu Alby. Meski bukan sesuatu yang menyiksa, tetapi gejolak untuk menyentuhnya sangat kuat. Bicara di telepon saja tidak cukup.

Paula memberi isyarat agar aku mengikutinya memasuki gedung Victoria's Secret. Awalnya aku ragu, karena tidak terbiasa mengunjungi tempat yang menjual pakaian dalam dengan harga yang jauh lebih mahal dari baju-bajuku. Kupikir rugi beli yang mahal, karena ketika memakainya masih harus tertutupi baju. Percuna memakai odel yang bagus, dengan hiasan renda, atau bordiran di beberapa bagian, karena tidak akan kupamerkan pada siapa-siapa.

"Ava, ayo." Dia sudah berdiri di teras, sementara aku baru menaiki anak tangga pertama.

Well, kurasa aku juga harus membiasakan diri sekaligus mengimbangi selera fashion Paula jika ingin tetap berhubungan baik dengannya.

Entah kata apa yang cocok untuk mengungkapkan bagaimana tempat ini. Semuanya cantik, terasa sangat feminin. Aku merasa seperti berada di dunia yang berbeda. Selama ini, aku tidak pernah berpikir tentang bagaimana desain yang kumau untuk pakaian dalam. Yang terpenting bagiku adalah ukurannya pas, cenderung polos. Karena tidak pernah membayangkannya, aku yakin bikini-bikini yang cantik itu bukan untukku. Oh, dan untuk apa mereka membuat yang transparan? Tidak ada bedanya selain telanjang, tetapi pemakainya mungkin akan terlihat lebih menggoda.

"Jadi, model seperti apa yang Alby suka?"

Sebagai orang yang mungkin sering berkunjung kemari, Paula tampak santai melihat-lihat, bahkan menyentuh produk yang dipajang di tempat ini. Tidak ada rasa canggung sedikit pun, sangat berkebalikan denganku yang merasa malu meski baru menyentuhnya.

"Aku ... tidak tahu. Kupikir tidak perlu berusaha keras agar terlihat bagus dalam balutan pakaian dalam jika pada akhirnya dia lepaskan." Itu jawaban paling liar yang pernah terpikirkan olehku.

Paula menatapku dan memicing, sampai mengira aku sudah salah bicara, tetapi dia hanya mengangguk setelahnya.

"Ya, itu terdengar seperti Alby benar-benar akan melakukannya. Tapi kau juga harus berusaha terlihat bagus untuknya, Ava. Itu akan membantu menaikkan gairah untuk kebersamaan yang berkualitas." Paula tiba-tiba berdiri di hadapanku dan sudah mengangkat lingerie tipis berwarna hitam dengan banyak tali di depan dadaku. Wajahnya sangat serius, mungkin sedang membayangkan aku dalam balutan itu. "Ini keluaran terbaru, seharusnya cocok denganmu."

"Aku tidak berencana belanja." Ucapanku lantas membuat Paula menarik kembali lingerie tadi dan mengernyit. "Maaf, maksudku aku sedang tidak memerlukan pakaian dalam yang baru, masih ada lusinan di lemari."

Dalam sepersekian detik, wajah seriusnya itu menjadi gelak tawa. "Ini hadiah dariku, Ava. Kau bisa pakai untuk memberi Alby kejutan saat dia pulang nanti." Dan dia mengedipkan sebelah mata. "Tips untukmu, ruang kerja di penthouse adalah favoritnya. Dia pernah beberapa kali tidak terlihat seharian dan ternyata bersembunyi di sana. Kalau kau memakai ini di sana, aku yakin itu akan membuatnya gila."

Itu tidak bagus sama sekali. Walau kain-kain tipis itu akan membuat Alby tidak bisa berpaling dariku, tetapi aku tidak ingin mengambil risiko terjadi sesuatu yang belum siap kuterima. Kenikmatan yang menghilangkan akal sehat itu, tidak akan kulakukan sebelum hubungan kami berlanjut ke jenjang yang lebih serius--lupakan saat-saat di mana itu hampir terjadi, aku hanyut dalam sentuhannya yang memabukkan. Memakai lingerie itu membuatku merasa takada bedanya dengan wanita penggoda, baru kubayangkan dan sudah bergidik jijik.

Terlebih lagi setelah melihat video iklan yang ditayangkan di TV besar toko ini dan menemukan Claudia di dalamnya, aku makin tidak ingin menyentuhnya. Terlihat bagus untuknya, belum tentu untukku.

•••

Claudia - Hai, Ava, bagaimana kabarmu?

Dia mengirim pesan seperti itu karena sungguhan penasaran pada kabarku atau hanya ingin membual? Atau dia sengaja menggangguku karena hari ini dia akan pulang bersama Alby? Akhir-akhir ini, apa pun tentang Claudia terasa menggangguku. Terakhir kuingat, dia mengirim pesan hanya untuk memperingatkanku agar tidak salah paham dengan jadwal yang mempertemukannya dengan Alby. Sudah cukup aku merasa seperti orang bodoh karena mengkhawatirkan kebersamaan mereka.

Aku tidak membalasnya, tetapi melanjutkan memanggang roti di atas wajan. Nate sudah menunggu perutnya diisi dan sekarang sedang membuat susu dengan oat untuk kami. Namun, aku merasa agak sedih karena akhir-akhir ini dia lebih banyak diam. Kudengar pekerjaan cukup menyita pikirannya. Si penanggung jawab yang menggantikan Alby sebagai produser jauh lebih ketat.

"Nate, aku sudah membeli marshmallow ada di lemari nomor tiga."

Diamnya Nate tidak bisa menutupi betapa senang dirinya. Ledakan euforia tanpa suara membuatnya melesat bagai kilat dan mengeluarkan satu bungkus besar camilan kenyal tersebut dari lemari. Suasana hatinya selalu membaik setelah memakan itu.

"Kau juga mau?" Dia menawariku. Tadinya aku ingin berkata 'iya', tetapi tidak jadi setelah melihat berapa banyak Nate mengisi gelasnya dengan marshmallow. Jadi, aku menolaknya.

"Kau jadi menjemput Alby hari ini?"

Aku mengangguk, belum menjawab karena fokus memindahkan roti ke piring. "Tapi sepertinya rencana berubah. Aku tidak ingin melihat Claudia datang bersamanya saat aku menunggu di bandara. Alby sebenarnya ingin menolak, tetapi Paula ingin mengadakan pertemuan dengan para modelnya, jadi ... begitulah."

"Ternyata kau pencemburu."

"Hei!" Pekikanku ternyata terlalu nyaring sampai aku sendiri kaget. Dan setelahnya Mrs. Shelley memukul dinding dengan gagang sapu--seperti biasa--karena merasa itu terlalu berisik. "Aku hanya kesal dengannya, oke?"

Nate yang diam tetap akan menyebalkan. Dia mencibir dan cepat-cepat membawa roti panggang dan susunya ke depan TV. Tentu aku menyusul.

Ponselku berdering sebentar. Benda itu masih berada di meja pantri, aku hampir lupa membawanya ke meja makan.

Claudia - Aku ingin bertemu denganmu sore ini. Bisa?
Claudia - Aku menemukan barang-barang bagus di sini. Dulu kita pernah membicarakannya dan aku membeli beberapa untukmu.

AvaClair - Apa yang membuatmu berpikir kita masih berteman?
AvaClair - Berhenti bersikap seolah-olah hubungan kita masih sebaik dulu, Claudia.
AvaClair - Satu-satunya hal yang tidak kuinginkan adalah terus berhubungan denganmu.

"Seberapa serius isi pesannya sampai alismu menukik begitu?"

Aku meletakkan ponsel ke atas meja dan menghela napas. "Teman yang menghilang ketika aku berada di titik terendah, sedang berusaha memperbaiki hubungan denganku. Padahal dia hanya ingin mendapatkan kembali apa yang dia rasa harus menjadi miliknya."

"Kau hanya perlu memblokir nomornya."

Itu adalah cara paling cepat untuk mengakhiri hubungan dengan seseorang, kecuali jika masih bertemu setiap harinya. Namun, aku tidak ingin melakukannya. Tidak ada alasan, hanya tidak ingin. Aku mungkin perlu tahu bagaimana kabarnya sewaktu-waktu. Atau bisa jadi aku perlu sesuatu darinya. Namun, kalau dia terus menyebalkan... .

"Mungkin nanti." Ya, begitu saja.

"Menunggu apa lagi? Kau tidak menyukainya, lalu merasa risi ketika dia mengirim pesan. Kurasa itu alasan yang lebih dari cukup untuk memblokir kontak seseorang."

Nate bisa lebih pintar dariku, dan akhir-akhir ini sedikit lebih kejam juga. Apa dibesarkan oleh orang yang tidak punya hati membuatnya tumbuh seperti itu juga? Hati nuraninya terkikis oleh usia yang terus bertambah. Well, walau ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan hati nurani.

"Entahlah, aku tidak ingin mengakhiri hubungan dengan cara yang buruk? Itu akan menimbulkan masalah."

Aku tidak jadi menyuap potongan terakhir roti bakar karena Nate memberi tatapan tidak setuju. Itu pertanda kalau dirinya siap untuk berdebat, tetapi ini masih pagi dan aku sedang malas adu mulut. Energiku sudah terbuang sia-sia untuk sebuah rasa kesal.

"Bukannya terus berhubungan malah menambah masalah?"

Kenapa dia selalu bicara hal-hal benar hari ini? Dia terlalu normal untuk pria yang menyebalkan. Namun, dia tumbuh dengan baik, akan sedikit melegakan ketika melepaskannya untuk meneruskan hidup seorang diri. Namun, di sisi lain, aku justru lebih membutuhkannya agar bisa tetap waras.

"Aku tahu, tapi belum saatnya. Ada beberapa hal yang belum benar-benar terselesaikan di antara kami. Lagi pula, aku masih ingin tahu apa motifnya."

"Bukankah sudah jelas? Dia menginginkan priamu. Apa lagi tujuannya selain itu?"

Itu makin menguatkan tekadku untuk tidak menjemput Alby di bandara hari ini.

•••

AvaClair - Maaf, aku tidak bisa menjemputmu. Aku harus menemani Hyunjoo sampai suaminya pulang. Dia sedang hamil dan sedikit sensitif. Kuharap kau bisa mengerti.
AvaClair - Sebagai gantinya, aku akan mampir ke rumahmu untuk makan malam.

Terkirim dan taksi yang mengantarku berhenti tepat di depan gedung kediaman Alby. Setelah memutuskan tidak datang menemuinya di bandara, aku menggantinya dengan menyiapkan makan malam di dapurnya yang berkilau. Pria itu sudah berkali-kali memintaku untuk pindah dan tinggal bersamanya, termasuk memanjakan diri dengan menikmati fasilitas bangunan ini selama dia pergi, tetapi baru hari ini aku benar-benar datang.

Pesawat yang membawa Alby baru mendarat di New York pukul lima sore, lalu setengah jam perjalanan ke sini, itu pun jika dia tidak mampir ke mana-mana. Namun, aku datang setengah jam lebih awal dari waktu pesawatnya mendarat. Aku merasa akan memasak lebih lambat dari biasanya jika memakai perabotannya yang berkilau, sampai-sampai untuk mengaduk bumbu saja aku harus melakukannya dengan hati-hati.

Sayangnya, begitu aku mengeluarkan keperluan untuk memasak yang kubeli saat di jalan tadi dari taksi, aku baru mempertanyakan apakah aku melakukan sesuatu yang berarti. Memberi kejutan seperti ini, bahkan seumur hidup aku harus dipaksa dulu jika teman-temanku ingin membuat kejutan. Apa jatuh cinta memang akan membuat seseorang melakukan hal yang konyol?

TIdak. Ini tidak sepenuhnya tindakan yang konyol. Dulu Mom pernah mengajakku membuat kejutan untuk Dad yang baru pergi seminggu penuh untuk dinas. Dia berhasil membuat Dad sangat senang, bahkan menggendongku yang sedang membawa satu kue kecil dan berputar bersamanya. Hal-hal menyenangkan seperti itu sebenarnya terlalu berharga untuk dilupakan. Namun, semenjak kejadian itu, aku tidak lagi bisa mengingat hal-hal baik jika memikirkan Dad. Aku sungguh merindukan saat-saat di mana Mom, Dad, dan aku dalam satu rumah yang hangat.

"Ada yang tertinggal lagi, Nona?"

Aku tidak sadar masih berada di depan pintu mobil yang terbuka ketika memikirkan semua itu. Sopir yang mengantarku bahkan masih memegang satu kantong belanjaanku.

"Sudah semua, terima kasih, Pak." Ini kantong belanjaan yang berat, bisa-bisanya kubiarkan dia membawa ini terlalu lama.

Setibanya di penthouse Alby,  aku duduk sebentar di sofa dan meregangkan kaki serta tanganku yang otot-ototnya agak kaku. Belanjaan sudah kuletakkan di atas meja pantri. Tas dan jaketku sudah digantung di kamar Alby. Awalnya aku sempat berpikir akan membersihkan tempat ini dulu sebelum mulai memasak, tetapi aku lupa kalau Alby membayar seseorang untuk bersih-bersih setiap pagi. Tempat ini sangat berkilau seperti pemiliknya tidak pergi ke mana-mana.

Aku memeriksa kembali resep-resep yang sempat kusimpan untuk makan malam bersama Alby hari ini. Yang tidak boleh ketinggalan adalah Crocchè. Aku ingat Alby pernah berkata dia sangat menyukai itu. Sajian kentang tumbuk itu mungkin akan lebih enak jika dibeli di luar, tetapi kupikir buatan rumah akan lebih berkesan. Aku sudah memilih resep Crocchè terbaik, kuharap rasanya akan sama enaknya dengan yang kubayangkan.

Satu lagi, aku tidak suka mengaduk adonan sambil memegang ponsel. Biasanya aku akan menulis dulu bahan dan langkah-langkahnya di kertas. Itu akan meningkatkan sedikit rasa percaya diri sekaligus konsentrasi. Siapa tahu seseorang akan menghubungiku ketika aku sedang memasak. Oh, dan Alby bahkan belum membalas pesanku karena kemungkinan besar dia masih berada di awan.

Aku berjalan menuju ruang kerjanya yang gelap sebelum lampunya kunyalakan. Alby benar-benar orang yang rapi, dalam hal ini kami akan sangat cocok, aku bisa mengerti kenapa dia sangat suka berada di sini. Di atas mejanya hanya ada satu buah komputer, telepon, dan buku-buku tentang bisnis yang disangga menggunakan besi. Di sekeliling ruangan terdapat rak dengan laci dan lemari kaca. Isinya buku dan tentu saja map dokumen yang disusun berdiri. Ruangan ini benar-benar menggambarkan sosoknya yang elegan dan seksi. Dekorasi yang kutemukan di ruangan ini hanya lukisan abstrak di dinding dan satu vas bunga di bawahnya--bunga itu baru diganti hari ini, kurasa.

Namun, di tempat yang bersih dan rapi ini aku tidak menemukan apa yang kucari. Aku tidak ingin menggeledah tempat yang sudah rapi ini, tetapi aku harus menemukan kertas atau pena. Terpaksa aku membuka satu per satu laci di ruangan ini. Tidak hanya bagian luar saja yang diperhatikan, tetapi di dalam laci pun diberi sekat untuk memisahkan barang-barang sesuai kategorinya. Aku sudah menemukan kertas, tinggal mencari pena yang sudah dibuka segel tintanya.

Aku menyentuh satu benda yang dingin, ketika tidak sengaja mengangkatnya, benda itu menempel ke sesuatu di langit-langit laci. Kupikir itu benda yang penting, tetapi aku kesulitan menariknya kembali. Benda tidak jelas itu mungkin menempel pada papan magnet. Dan yang membuatku kebingungan adalah, untuk apa Alby meletakkan magnet di sana.

Pertanyaanku lantas terjawab ketika salah satu rak di belakang kursi Alby bergerak mundur dan lenyap di balik rak sebelah kanannya. Aku tidak mengira ruang kerja ini akan memiliki ruangan rahasia. Seberapa luas tempat tinggal ini sebenarnya?

Ini membuang-buang waktuku sebenarnya, dan aku tidak bermaksud ingin mengusik privasi Alby, tetapi aku perlu menemukan sesuatu untuk membuat raknya kembali seperti semula. Alby mungkin tidak akan senang jika tahu aku menerobos masuk. Ruangan itu jauh lebih gelap dari ruang kerja sebelum aku menyalakan lampu. Aku mencari-cari tombolnya di dinding dan segera menemukannya.

Aku hanya ingin menemukan sesuatu untuk membuat rak ini tertutup kembali, tetapi apa yang kutemukan? Ini lebih dari yang kuharapkan, bahkan sesuatu yang tidak pernah ingin aku tahu. Tubuhku lemas seketika. Aku tidak ingin melihat lebih banyak, tetapi tidak mampu mengalihkan pandangan. Bahkan kakiku, seharusnya aku lari keluar dari sini,  tetapi suhu udara yang tiba-tiba menjadi lebih dingin ini membuatku membeku.

Tempat ini menjawab semua pertanyaan yang bersarang di kepalaku selama ini.

•••

See you on the next chapter
Lots of love, Tuteyoo
25 Desember 2022
Happy birthday, Ava :))

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro