Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

95 - Troye's Plan

Jadi, itu sebuah kesalahpahaman. Aku tidak pernah merasa sangat malu setelah melayangkan tuduhan pada seseorang hanya dengan berdasarkan cerita. Well, sikapnya selama ini dan hubungannya dengan Matthew menimbulkan kecurigaan, hingga membuat apa yang Alby katakan itu benar. Dane murni hanya seorang penggemar Claudia, dia bahkan menunjukkan padaku bukti bahwa apa yang dia lakukan tidak berbahaya--aku juga meminta agar dia tidak memublikasikan fotoku bersama Claudia dan dia menurutinya.

Dia membuktikan bahwa dirinya bersih dan apa yang dia posting dulu justru didapatnya dari seseorang yang menjadi anggota komunitasnya. Yah, setidaknya aku tahu tidak sedang bekerja dengan seseorang yang berbahaya.

Pekerjaanku baru selesai pukul lima sore, tetapi belum bisa pulang karena harus melakukan apa yang diminta Matthew tadi siang. Dia juga sudah mengirimkan daftar dokumen yang harus kucari satu jam yang lalu. Aku hanya bisa berpasrah diri karena agaknya mustahil pulang cepat. Penyimpanan berkas di gudang di lantai ini tidak terurut sesuai nomor atau abjad judul dokumen, tetapi hanya per tahun. Aku tidak tahu apakah selama ini memang selalu seperti itu, atau karena seseorang pernah mencari dokumen, tetapi tidak dirapikan kembali. Yang jelas, aku tidak akan berbaik hati untuk merapikannya.

Komputer sudah mati. Aku memastikan sekali lagi bahwa tidak ada barang-barang yang tertinggal sebelum meninggalkan meja, tidak lupa memakai tasku juga, agar aku bisa langsung pulang setelah dari gudang.

"Oh, Ava? Apa yang kau lakukan di sini?" Troy menyambutku di ujung rak begitu aku masuk dan menutup pintu gudang. Di tangannya terdapat satu bundel dokumen yang kertasnya masih sangat rapi. Aku tidak tahu kalau dia ada di sini juga, bahkan aku tidak melihatnya datang, padahal posisi elevator beberapa meter di depan mejaku.

"Matthew memintaku mencari dokumen." Aku tersenyum agar tidak terlihat merasa terpaksa melakukannya meski kenyataannya begitu.

Troy berdecak dan menghela napas setelahnya. "Maaf, Ava. Aku tidak bisa menahannya agar berhenti melakukan itu."

"Tidak apa-apa. Lagi pula, dia bos, dia punya hak untuk memintaku melakukan apa saja--untuk pekerjaan, tentunya."

"Tapi kau bisa menolak kalau perintahnya sudah tidak masuk akal." Troy masih memandangku dengan wajah menyesal meski sudah kukatakan kalau ini bukan sesuatu untuk dipermasalahkan.

"Tidak apa-apa, Troy. Tidak apa-apa. Aku mendapat uang dari tempat ini, sudah seharusnya aku memiliki kesadaran diri."

Aku tidak suka situasi ini, ketika seseorang terus menunjukkan rasa tidak enaknya meski aku sudah mengatakan bahwa baik-baik saja. Akhirnya aku berjalan agak menjauhinya, menuju rak di mana dokumen yang diminta Matthew berada dan mulai menyibukkan diri di sana. Satu hal yang kusyukuri di tempat ini adalah, tidak ada debu tebal yang akan berhamburan meski hanya tertiup oleh embusan napas. Itu pernah terjadi sebelumnya di perusahaan Jeff.

Aku ingin ini cepat selesai, tetapi Troy menyusul dan berdiri di sebelah kiriku bersama satu bundel dokumen yang sejak tadi dibawa-bawanya.

"Apa yang kau cari di sini?" Aku bertanya sembari menatap ponsel, sekadar memastikan dokumen yang kulihat di rak memiliki judul yang sama dengan yang Matthew perlukan.

"Dokumen lamaran kerja para karyawan dulu." Bisa-bisanya Troy tersenyum seolah-olah itu bukan sesuatu yang berat untuk dilakukan. Sedangkan aku sudah melongo memikirkan sebanyak apa jumlah karyawan Ander-Ads. Itu tidak akan selesai dalam waktu seminggu.

"Ada seseorang yang mau kau periksa?" Aku mengambil satu bundel dokumen dari rak sebelum menatap Troy. Dari kerlingan matanya, aku tahu dia tidak akan menjawab pertanyaanku dengan serius.

"Kalaupun ada, seharusnya itu kau, 'kan?"

"Eh?" Entah semasam apa wajahku sekarang. Aku sampai membuang muka karena merasa malu padanya. "Ya, kau benar, dan sudah seharusnya begitu." Tidak mungkin dia tidak tahu tentang tuduhan yang dilayangkan Matthew padaku.

"Aku tidak percaya kalau kau yang melakukannya."

"Kenapa kau begitu yakin? Aku adalah satu-satunya yang masuk akal dianggap sebagai si pelapor. Semua orang setuju kalau aku harus disingkirkan." Aku meletakkan dokumen yang kuambil sebelumnya ke atas meja panjang di samping pintu dan kembali mencari. Tidak mungkin aku akan membawa semua dokumen di tanganku sementara satu saja sudah lumayan tebal.

"Oh, ya? Matt orang yang sulit ditentang, itu sebabnya aku lepas tangan dan membiarkan dia mengurus semuanya sendirian tanpa mau peduli. Tapi ayah kami tetap memintaku untuk memiliki jabatan, itu sebabnya aku masih di sini." Troy memandang berkas di tangannya sebentar sebelum diletakkan di atas meja juga. "Aku mengira semuanya akan baik-baik saja, tapi situasinya akhir-akhir ini agak mengkhawatirkan. Aku tidak tahu kalau Matt selalu memakai jalan pintas dan sekarang aku khawatir izin bisnisnya akan dicabut. Dokumen apa lagi yang kau perlukan?"

"Ah, tidak perlu, bukankah kau sedang mencari lebih banyak dokumen daripada aku?" Aku berusaha terlihat tidak menyukai bahwa dia bersikap terlalu baik padaku, meski pada kenyataannya aku memang perlu bantuannya. Meminta tolong pada atasan agaknya juga bukan ide yang bagus, dengan dia menjadi teman mengobrol saja sudah sangat cukup untukku.

"Aku masih punya banyak waktu, tapi kau harus menemukan semuanya sampai besok." Dia sudah mulai tenggelam dalam proses pencarian. Aku bahkan belum memberi tahu apa yang harus dicarinya. "Tunggu, dokumen apa yang dicari? Matt benar-benar menyiksamu, ya. Padahal semua dokumen sudah didigitalkan. Lucunya, dia justru memakai cara kuno seperti ini."

Pria ini, aku tidak tahu akan memiliki sisi yang penuh semangat, terutama untuk membantu seseorang yang tidak dikenalnya begitu dekat. Aku tentu tidak akan menolak seseorang yang memaksa untuk membantu. Pulang cepat sudah memenuhi kepalaku sejak tadi. Dan bersama Troy di sini tidak benar-benar buruk juga.

"Ini. Aku bahkan tidak mengerti apa isinya." Kuperlihatkan daftar dokumen yang diperlukan Matthew pada Troy, tentu setelah sebelumnya kupindahkan ke aplikasi catatan, bukan lagi di dalam kolom pesan.

Aku membiarkan dia membaca dan aku kembali mencari dokumen dengan nama yang sempat kuingat.

"Eh? Ini laporan proyek yang pernah digagalkan pacarmu."

Itu mengejutkan, aku nyaris menjatuhkan satu berkas seandainya Troy tidak buru-buru menangkapnya. Dia yang mengembalikan itu ke rak selagi aku masih berusaha memproses informasi darinya.

"Kurasa dia benar-benar yakin kau yang melaporkannya dan serius ingin melakukan sesuatu untuk Mate Inc."

Aku menggaruk kepala seketika. Pertama, karena permainan bisnis ini sama sekali tidak kumengerti dan aku justru tercebur ke dalamnya. Kedua, karena jika sesuatu terjadi, jelas akan mengganggu fokus Alby pada pekerjaannya di sana. Ketiga, aku ingin kembali ke hari di mana aku bertemu Troy untuk pertama kalinya. Ugh, bahkan ketika minumannya tumpah saat itu sudah pertanda yang tidak baik. Bukan, seharusnya aku menuruti kata-kata Alby untuk tidak menerima pekerjaan dari Troy.

Claudia dan Jeff sudah membatalkan perjodohan mereka--sesuai harapan meski Claudia belum mengakui perasaannya pada Alby. Dan kami menganggap itu sudah selesai, tetapi kenapa harus ada masalah ini lagi? Parahnya hanya aku yang menanggung ini sendirian.

Melihat reaksiku, Troy menggeleng ringan dan tertawa kecil. "Kalau dia sampai nekat menyentil pacarmu, sama saja dengan bunuh diri. Ander Group tidak ada apa-apanya dengan Mate Inc. atau Aleo Group."

"Aku tahu itu bukan sesuatu untuk dikhawatirkan. Aku hanya memikirkan bagaimana memberitahu Matthew kalau aku tidak terlibat sedikit pun, mantan pacarku yang melakukannya. Egonya terlalu tinggi, tidak terima memiliki lawan yang berbuat curang--dan dia tidak mau melupakan itu meski sudah memenangkan proyek."

"Pacarmu? Jeffrey Austine?" Aku mengangguk sebagai jawaban, meski sebenarnya enggan mengakui. "Tipe idamanmu pebisnis, ya?" Dia mengembalikan ponselku dengan reaksi takjub.

Itu terdengar seperti sesuatu yang kurang menyenangkan, dan aku hanya mengangkat bahu untuk merespons. Ada banyak persepsi tentang seorang wanita yang mengencani pria-pria kaya, dan didominasi oleh hal-hal yang tidak baik. Terserah Troy akan berpendapat seperti apa, tetapi akan lebih baik kalau sedikit bicara.

"Apa ada bukti yang menunjukkan kalau pria itu yang melaporkan Ander-Ads?"

"Selain apa yang kudengar langsung darinya, aku tidak punya bukti lain."

Kami sudah tidak mencari di rak yang sama. Troy berpindah ke balik rak yang sedang kuperiksa berkas-berkasnya saat ini. Dia beberapa kali mengambil berkas dari sana hingga terdapat celah untuk kami saling melihat. Kurasa menerima bantuannya adalah solusi terbaik untuk mencari berkas di penyimpanan yang sama sekali tidak terurut.

"Untuk seseorang yang tidak melibatkan diri dalam urusan perusahaan, kau cukup hafal posisi dokumen." Aku bermaksud memuji, tetapi begitu dilontarkan justru seperti sindiran. "Kau bahkan menemukan lebih banyak dariku." Aku melanjutkan ketika dia datang untuk meletakkan setumpuk berkas di tangannya ke atas meja.

"Sudah tiga hari aku di sini, mencari berkas pelamar. Aku ingat sedikit-sedikit," balasnya dengan tenang, sama sekali tidak merasa tersinggung.

"Kalau belum menjawab pertanyaanku. Apa ada seseorang yang ingin kau ketahui latar belakangnya?"

Aku menyusul meletakkan berkas yang kudapat ke atas meja dan berhenti melakukan pencarian untuk memeriksa apa saja yang sudah ditemukan. Setidaknya untuk meminimalisir kerja dua kali.

"Sebenarnya ada banyak. Kau tahu, aku sedang menyusun strategi untuk membangun rumah penerbitan. Karena audit itu, aku tidak yakin Ander-Ads akan bertahan lebih lama. Kalau Matt masih tidak setuju, aku yakin Dad akan memberi izin, untuk mempertahankan Ander Group tentunya. Tanpa Ander-Ads, Ander-Ent juga akan runtuh. Artis-artis di bawah naungan kami selalu memulai debut dengan menjadi bintang iklan. Hanya Ander-Ads jalan pemula mereka, belum ada kerja sama dengan yang lain."

"Aku mengerti. Jadi, kau mulai mencari orang-orang yang berpotensi untuk bekerja di penerbitan, begitu?"

"Benar. Aku hanya memikirkan nasib karyawan. Bahkan kalau bisa, aku ingin melibatkan semuanya, termasuk kau."

Lihat, apa yang kulakukan? Aku nyaris membuat seorang bos kehilangan perusahaannya, membuat ratusan orang kehilangan pekerjaan, dan membuat seorang teman harus kebingungan memikirkan masa depan perusahaan. Apa lagi hal lain yang lebih buruk dari itu?

Aku mulai memahami beban yang dipikul Matthew, apa lagi aku tahu apa alasannya mengambil jalan yang salah untuk kesuksesan perusahaannya. Dia harus membuktikan diri sekaligus membayar orang-orang yang sudah memutuskan untuk mengabdikan diri pada Ander-Ads. Dengan segala fasilitas dan kesejahteraan yang dia berikan pada karyawan, itu berarti dia sangat peduli.

Matthew melakukan kesalahan yang tidak bisa disalahkan sepenuhnya, kurasa.

"Hei, Ava." Troy menjentikkan jari di depan wajahku. "Apa sudah selesai? Kenapa tiba-tiba melamun?"

Aku jadi lupa sudah sampai mana memeriksanya.

"Sebentar." Aku melakukan pindai cepat setelah dokumen-dokumen itu tidak lagi berada dalam satu tumpukan. "Sudah semua. Terima kasih sudah membantuku, Troy."

"Bukan apa-apa."

Dia membantuku lagi menumpuk dokumen-dokumen tersebut untuk diletakkan ke atas mejaku. Besok pagi baru aku akan meletakkannya di atas meja CEO, tentu setelah orangnya datang. Aku tidak ingin CCTV memberinya alasan untuk menuduhku karena lancang masuk ke ruangannya.

"Aku sudah selesai, kau mau kubantu mencari dokumen? Tidak adil kalau aku tidak membantumu." Aku bahkan menarik lengan kemeja sebagai gestur untuk membuktikan bahwa aku sangat siap membantu. Berkat dia aku selesai sebelum matahari benar-benar tenggelam.

"Kau yakin? Apa Alby tidak mengamuk kalau pacarnya pulang larut malam? Lihat, baru disebut namanya saja, dia sudah menelepon."

Ditelepon pacar sebenarnya sesuatu yang biasa, apalagi akhir-akhir ini terjadi lumayan sering. Namun, aku tidak bisa menahan darahku tidak berdesir. Saat Troy menyebutkannya, aku langsung berdebar. Aku pasti terlihat seperti remaja yang sedang kasmaran. Memalukan sekali.

"Boleh aku menerima ini dulu? Setelah ini aku akan menyusul membantumu mencari."

"Tidak. Langsung pulang saja, Ava. Lagi pula, aku tidak berencana untuk terus mencari. Aku akan melanjutkannya besok."

Aku mengangguk meski ada rasa tidak enak yang mulai menggerogot. Orang seperti Troy, alih-alih ikut pulang seperti yang dia katakan, aku lebih percaya dia akan tetap tinggal di sini dan mencarinya sendirian. Aku ingin mengatakan sesuatu padanya, tetapi dering ponselku tidak kunjung berhenti.

"Alby, sebentar. Aku akan bicara padamu nanti." Aku menekan tombol mute pada layar ponsel agar apa pun yang akan kubicarakan dengan Troy, tidak terdengar Alby. "Kalau begitu, ayo turun bersama. Aku akan menunggumu mengunci gudang." Aku berucap sangat yakin, seolah-olah tidak menerima bantahan.

Troy mencebik, dengan gontai berjalan menuju gudang. "Baiklah kalau kau bersikeras."

Selagi menunggu Troy, aku duduk di kursi sebentar sambil berbicara dengan Alby melalui telepon.

"Kita bisa bicara," kataku, sama sekali tidak terdengar seperti pasangan yang lemah lembut. Tidak ada alasan untuk bersikap lebih manis padanya.

"Apa yang kau lakukan sekarang? Sudah pulang? Setidaknya kau memanggilku 'sayang'."

Aku tertawa hambar. "Ketika kau mendengar itu dariku, kau juga harus membersihkan luapan isi perutku."

"Menarik. Itu semakin membuatku merindukanmu."

"Kau membawa kabar baik? Aku berharap kau mau memberitahuku kalau jadwal pulangnya dimajukan." Abaikan sikapku yang tidak lembut, ketika membayangkan itu terjadi, aku justru tidak bisa berhenti tersenyum. Ini tidak seperti diriku, tetapi aku cukup menikmati sensasinya yang mendebarkan.

"Tadinya kuharap begitu, tapi masih ada bug yang mengganggu sistem dan aku masih harus berada di sini. Kuharap ini tidak menunda jadwal pulangku."

Alby diam sebentar karena ada seseorang yang bicara padanya. Awalnya aku tidak tertarik, tetapi aku merasa sedikit familier dengan suaranya. Terakhir, Alby berterima kasih pada orang itu. Well, aku sempat mendengar sesuatu tentang dokumen, mungkin dia masih berada di kantor meski sudah malam di sana. Aku tidak perlu khawatir berlebih dengan memikirkan sesuatu yang buruk.

"Kau sudah pulang? Tadi belum dijawab."

"Aku baru mau pulang. Kau sudah makan?" Aku memelankan suara ketika Troy kembali setelah mengunci pintu gudang. Dia menunjuk dengan dagu elevator di depan kami, bermaksud mengajakku untuk ke sana bersamanya.

Sebenarnya aku merasa tidak enak kalau Troy mendengar pembicaraan kami, dan mungkin itu tergambar jelas di wajahku, sebab Troy hanya tersenyum dan mengangguk kecil seolah-olah memberiku izin untuk terus bicara. Dan, ya, salahku juga menunggunya atau tidak mematikan sambungan telepon sementara kami akan turun bersama.

"Ya. Aku makan di luar bersama seorang kolega. Dia terus menceritakan tentang putrinya seolah-olah aku adalah seorang pelanggan."

Kami masih di depan elevator ketika aku menertawakan kisah Alby. "Kau harus coba menemuinya. Mungkin dia jauh lebih menarik dariku." Tepat setelah aku mengatakan itu, pintunya terbuka dan Troy mempersilakan aku masuk lebih dulu.

"Tidak ada yang jauh lebih menarik darimu."

"Kau pasti membual."

"Kau selalu mengelak. Ngomong-ngomong, aku tidak ingin kau terkejut, atau kecewa, tapi aku akan kembali bersama Claudia nanti."

"Oh?"

Bibirku terasa seperti ditarik paksa oleh sesuatu yang tidak kasat mata, hingga tidak lagi bisa tersenyum. Aku mungkin terlalu khawatir karena Claudia adalah mantan kekasih Alby, yang bahkan masih memiliki perasaan padanya. Kekhawatiran ini mencengkeram dadaku sangat kuat, suara detak jantungku memenuhi telingaku. Ini berlebihan, tapi bagaimana mungkin aku bisa tenang setelah banyak menemukan postingan dari komunitas penggemar Claudia tentang mereka selama di sana?

Alby sudah menentang beberapa, dan memberitahuku kalau itu foto yang sudah diutak-atik hingga menjadi sedemikian rupa. Namun, bagaimana jika harapan orang-orang sebanyak itu dikabulkan Tuhan? Alby sudah cukup terbuka tentang kegiatannya di sana, termasuk jika pergi bersama Claudia--walau untuk saat ini aku tidak tahu apakah mereka sedang bersama atau tidak, suara yang kudengar tadi mirip dengan Claudia. Namun, setelah kupikir-pikir, akan lebih baik jika tidak tahu, aku tidak harus menduga-duga.

"Oke. Aku akan menunggu kau pulang."

"Telepon lagi kalau kau sudah di rumah, Sayang."

"Iya." Dan sambungan telepon berakhir.

Aku menatap layar ponsel seolah-olah itu benda yang mengerikan. Ada yang berbeda dengan cara Alby mengakhiri sambungan telepon hari ini dan aku justru terus memikirkannya. Aku jadi orang yang banyak berpikir semenjak menjalani hubungan bersama Alby. Terlalu banyak hal tidak berjalan sesuai dugaanku, mungkin itu yang membuatku tidak bisa berhenti memikirkan alasan bagaimana itu bisa terjadi.

"Kau baik-baik saja?"

Ah, aku nyaris lupa Troy masih berada di sebelahku.

Aku tersenyum padanya. "Ya. Aku baik."

"Tidak terlihat seperti itu, kurasa." Troy memicing ke arahku sebelum akhirnya bergumam panjang. "Aku ingat pernah berjanji akan mengajakmu makan malam. Hari ini kau luang, 'kan?"

***

See you on the next chapter
Lots of love, Tuteyoo
16 Desember 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro