93 - Audit
"Aku masih merindukanmu, tapi harus kembali ke ruangan sekarang. akan kutelepon lagi nanti. I love you. Bye."
Sambungan telepon sudah berakhir sebelum aku sempat merespons.
Sudah sebulan sejak Alby pergi ke Inggris. Dan dari banyak kemungkinan yang bisa saja terjadi, aku baik-baik saja. Bahkan lebih baik ketika gips di kakiku sudah boleh dilepas minggu lalu. Selamat tinggal kruk, selamat datang sepatu sebelah kanan. Meski begitu, terkadang aku lupa dan kaki kananku akan berjinjit sesekali saat berjalan. Aku lebih cepat terbiasa dengan ketiadaan Alby daripada gips yang lebih setia menemaniku.
Setelah satu cangkir kopi tersaji, aku menukarnya dengan selembar uang pas seharga kopi tersebut. Rencananya aku akan kembali ke kantor setelah tidak ada lagi yang bisa kulakukan lagi di sini; makan siang dan menelepon Alby, sudah kulakukan. Matthew tidak akan terima kalau aku terlambat kembali ke ruangan. Apalagi sejak awal tahun, ruanganku sudah dipindahkan di depan ruangannya. Berkat dinding kaca, dia bisa melihat kapan aku pergi dan kembali.
Namun, lambaian tangan seseorang yang sedang bersandar di samping pintu kafe tidak bisa kuabaikan. Apalagi dengan posisi yang santai seperti itu, aku menduga dia memang sengaja menungguku. Ada segelas kopi dalam genggamannya.
"Hot Americano. Kau sering membeli itu akhir-akhir ini." Troy memang tukang memperhatikan. Dengan isyarat mata kami bersama-sama keluar dari kafe dan berjalan beriringan. Meski musim dingin mulai menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, tetapi udara yang dingin membuatku menyembunyikan tangan yang tidak sibuk di dalam saku mantel.
"Perlu sesuatu untuk membuatku tetap terjaga. Matthew membuatku lembur beberapa hari ke belakang. Dia kehilangan rasa simpati semenjak aku tidak membawa kruk lagi ke kantor." Aku membenarkan ucapanku sendiri dengan anggukan ringan. Aku bahkan baru menyadari itu saat mengatakannya.
"Dia juga membuatmu makin tertekan setelah memindahkan meja kerjamu. Matthew memang segila itu." Troy menyesap kopinya sebentar, tetapi kerutan yang muncul di dahinya berarti dia masih punya sesuatu untuk dikatakan. "Lihat itu."
Kami berdua berhenti melangkah tepat saat akan menyeberang jalan. Aku mencari apa yang berbeda dari bangunan Ander-Ads ketika Troy menunjuk ke sana. Tidak ada yang berbeda dari biasanya, bangunan itu masih berdiri kokoh dan dilapisi salju di beberapa bagian tentu saja. Atau sekumpulan orang yang memadati teras itu yang menarik perhatian Troy? Ander-Ads memang tidak pernah terlihat sepi, tetapi aku tidak tahu kalau pemandangan itu adalah sesuatu yang tidak biasa terjadi. Atau mungkin aku hanya tidak mengenali siapa mereka seperti Troy yang saat ini menganggap bahwa itu adalah sesuatu yang buruk.
Kami masih memperhatikan orang-orang itu, bahkan ketika mereka memasuki mobil mewah dan pergi meninggalkan Ander-Ads.
"Ada masalah dengan itu?"
Troy menyesap kopinya lagi sebelum memberi jawaban berupa gelengan kecil. "Tidak. Mungkin Matthew memang sengaja mengundang mereka untuk meminta nasihat bisnis."
"Terdengar seperti sesuatu yang jarang terjadi." Aku baru merespons setelah kami tiba di seberang jalan, tepatnya setelah menerjemahkan ekspresi yang diperlihatkan Troy sejak tadi.
Dengan tersenyum saja, Troy sudah cukup menjawab tanya yang berseliweran di kepalaku. "Saudaraku itu, agak eksentrik. Dia tidak suka aturan dan cenderung melanggarnya. Sama halnya dengan bisnis. Matt lebih suka memakai caranya sendiri daripada menjadi orang yang saklek. Aku kewalahan mengikuti caranya dan berakhir tidak melakukan apa-apa."
Tunggu. Apa itu artinya Troy tahu bahwa Matthew sering berbuat curang?
"Apa itu akan baik-baik saja?"
Aku tidak tahu bagaimana hubungan persaudaraan mereka, tetapi kurasa tidak wajar kalau tidak saling mengingatkan. Seburuk-buruknya hubungan mereka, mungkin masih ada sedikit rasa peduli pada satu sama lain. Apalagi kalau terjadi sesuatu pada Ander-Ads, nama Troy akan ikut terseret karena posisinya di perusahaan. Namun, aku yang hanya orang luar ini tidak akan pernah mengerti bagaimana interaksi mereka terjalin. Kalau itu terjadi pada Nate, aku akan menjadi orang pertama yang akan menghalangi rencananya.
Troy menatapku penuh tanya. Alisnya yang tebal nyaris bertemu. "Apa yang kaubicarakan?"
"Kau serius tidak mengerti?"
Troy mengalihkan pandangan dan kami berhenti di depan elevator selagi menunggu pintunya terbuka. Ada kegelisahan yang tersorot di matanya. Mungkin dia juga memikirkan hal yang sama denganku, tetapi enggan membicarakannya. Atau bisa saja aku mengungkitnya di waktu yang tidak tepat. Jelas-jelas aku melihatnya tampak semringah saat di kafe, mungkin saat itu dia ingin menceritakan sesuatu, tetapi aku justru menggagalkan rencananya.
"Seperti yang kubilang, Ava, aku mendukungmu. Kurasa itu sudah cukup menjelaskan kalau aku juga khawatir terjadi sesuatu yang buruk?"
Elevator di hadapan kami akhirnya terbuka, tepat setelah Troy selesai bicara. Dia memasuki elevator lebih dulu setelah membuatku terpaku. Aku sudah sangat yakin kalau mustahil Troy tidak tahu-menahu tentang bagaimana Matthew menjalankan perusahaannya.
"Ava?"
Aku baru menyusul memasuki elevator setelah Troy kembali menegur. Di saat seperti ini, aku berharap waktu istirahat masih panjang. Namun, aku tidak bisa menahan helaan napas kecewa begitu memeriksa jam di arloji. Walau Troy bisa dijadikan alasan agar Matthew tidak mengamuk karena aku terlambat kembali, tetapi aku tidak ingin memanfaatkannya. Lagi pula, tidak ada lagi yang perlu kucari tahu. Proyek itu sudah dimenangkan oleh perusahaan Jeff. CG mungkin tidak ingin bekerja sama dengan perusahaan yang memakai cara curang, padahal aku yakin hasil milik Ander-Ads jauh lebih baik daripada lawannya.
Sekarang aku hanya perlu bertanggung jawab atas perbuatanku dan bekerja sebaik mungkin untuk membuktikan pada Matthew bahwa aku tidak seburuk yang dia pikirkan. Aku tidak terima dia terus menganggapku pion dari rencana Alby, padahal jelas-jelas sejak awal hubungan kami, dia sama sekali tidak menyinggung Ander-Ads.
"Aku tahu kau penasaran. Tapi tahu sedikit lebih baik. meski aku tidak yakin itu bukan lagi nasihat yang tepat. Kau sudah tahu terlalu banyak."
Aku tidak akan merasakan sesuatu dengan kata-kata itu seandainya Troy tidak mengatakannya sambil tersenyum. Saat dia menemuiku dengan wajah penuh lebam, aku tidak sepenuhnya percaya kalau itu hanya karena keinginannya untuk menjalankan sebuah publishing house. Aku lebih percaya pada dugaanku sendiri, bahwa Troy bertanggung jawab karena sudah memasukkanku ke perusahaan ini. Sejak saat itu aku sudah merasa sangat bersalah, dan sekarang aku lebih tertampar lagi karena ikut campur terlalu jauh. Menjadi terlalu baik terkadang bisa menjadi sebuah ajang pembodohan diri, apalagi aku melakukannya untuk mantan kekasih.
Ya, bodoh sekali.
"Aku merasa benar dan salah di saat yang sama. Maaf, Troy. Sepertinya aku sudah mengacaukan banyak hal."
"Kekacauan yang baik." Dia tersenyum lagi. Dan aku tidak mengerti apakah elevator ini terintegrasi dengan kata-kata yang keluar dari mulut Troy, karena pintunya terus terbuka setelah dia bicara. Karena itu, aku tidak punya waktu untuk terus melanjutkan pembicaraan. Aku harus keluar dari elevator dan membiarkan orang lain memakainya.
"Kuharap begitu, sampai jumpa, Troy." Setidaknya sebuah salam masih sempat kuucapkan.
"Ava." Aku yang baru tiga langkah keluar dari elevator lantas berbalik. Troy sedang mengulurkan tangannya untuk menekan tombol yang menahan pintu elevator agar tetap terbuka. "Sebenarnya aku ingin memberitahumu kalau bukuku akan segera diterbitkan."
Hal baik yang terjadi siang ini adalah, Troy tersenyum begitu lebar. Benar dugaanku kalau dia ingin menceritakan sesuatu padaku. Tentu saja, aku juga turut merasakan kebahagiaannya dan ikut tersenyum. "Itu hebat. Selamat, Troy. Aku sudah yakin kau bisa melakukannya."
"Aku tidak akan tahu kalau tidak mencobanya. Terima kasih, Ava. Lain kali, aku akan mengundangmu makan malam dan kita akan bercerita banyak."
Aku tidak bisa menolak itu dan langsung setuju tanpa pikir panjang. "Aku menantikannya."
Satu hal yang pegawai butuhkan agar kinerjanya tetap stabil adalah memiliki ruangan yang nyaman dan meja yang tertata rapi—setidaknya itu yang berlaku padaku. Aku tidak suka memiliki banyak benda di atas meja tidak peduli meski itu adalah jam meja untuk dekorasi, atau tempat meletakkan pena yang bergambar animasi. Memiliki meja tanpa barang yang banyak akan sangat memudahkan ketika suatu saat ruanganku akan dipindahkan, dan itu sudah terjadi. Namun, aku tidak ingat punya setumpuk kertas di atas meja dan sekarang itu berserakan di sana. Tidak hanya di atas meja, tetapi di lantai juga. Aku memungut satu yang dipenuhi oleh tulisan-tulisan tentang bisnis yang aku tidak benar-benar mengerti.
Dari mana asalnya kekacauan ini?
"Sehari saja aku membiarkanmu bekerja di sini, sepertinya aku akan kehilangan perusahaan."
Tidak ada sedikit pun keramahan di suaranya. Di dekat jendela, Matthew berdiri membelakangiku. Sebelah tangannya menggenggam selembar kertas dan aku yakin ini tidak akan berakhir baik. Ada sesuatu yang membuatnya marah.
"Aku tidak mengerti." Dan lebih tidak mengerti lagi kenapa dia harus menghamburkan kertas-kertas itu di tempatku. Bagian terburuknya aku harus memungut itu semua sekarang. Lalu kenapa kertas-kertas ini sangat banyak? Aku sudah memegangi cukup banyak kertas di sebelah tangan, tetapi ini tidak kunjung selesai.
Satu lembar kertas di dekat roda kursi menarik perhatianku. Aku tidak bermaksud membacanya, tetapi ada satu kata yang dicetak tebal yang mampu menghentikan aktivitasku. Sekarang aku tahu apa yang membuatnya marah, tetapi aku tidak terima kalau dia mengira aku terlibat di dalamnya.
Setumpuk kertas di tanganku tadi, aku tidak bermaksud membantingnya ke atas meja, tetapi setelah memikirkan alasan terbaik keberadaan Matthew di sini serta kekacauan yang menyertai, aku tidak bisa tidak merasa marah. "Kau mengira aku yang melakukannya?"
"Benar." Wajah angkuhnya yang dikuasai amarah itu, ingin sekali kulempari dengan kertas-kertas tadi. "Satu, hanya kau yang menentang caraku mengusahakan agar proyek berhasil. Dua, ini adalah cara yang sama dengan yang kekasihmu lakukan pada perusahaanku—melaporkanku pada auditor untuk mengaudit perusahaanku. Tidak mungkin kau kebetulan melakukan hal yang sama dengannya, bukan? Kalau ini yang kalian inginkan, tunggu saja apa yang akan kulakukan untuk membalas."
"Apa kau akan pergi begitu tanpa saja tanpa mendengar penjelasanku?"
Aku tahu itu percuma, tetapi kobaran api yang sedang membakar emosi membuatku nekat menarik tangannya. Dia baru saja melewatiku karena ingin ke ruangannya. Dan aku tidak pernah merasa diriku begitu menjijikkan sebelum dia menepis tanganku sambil berdecih keras.
"Aku akan mengikuti intuisiku kali ini. Kau bebas berusaha untuk meyakinkanku, tapi telinga ini akan tertutup rapat untukmu."
Gila sekali. Dia pikir aku akan mengemis agar berhenti disalahkan terus? Aku ingin membersihkan namaku, tetapi bukan seperti itu caranya. Seperti kertas-kertas yang berantakan ini, aku juga perlu mengumpulkan bukti untuk menemukan siapa yang bersalah. Namun, aku harus mulai dari mana? Aku tidak terpikirkan satu orang pun yang berpeluang untuk melakukan laporan seperti ini.
'Laporan Kecurangan Ander-Ads'. Tidak hanya satu kecurangan, tetapi orang itu juga mempunyai bukti kecurangan yang lain. Ini benar-benar gila. Semua karyawan Ander-Ads akan kerepotan lagi untuk mempersiapkan audit, dan aku akan menjadi orang yang disalahkan.
•••
Jeff – Aku dan Claudia sudah berakhir.
Aku tidak tahu peranku sepenting apa sampai harus menerima kabar darinya. Memenangkan proyek itu sepertinya adalah sebuah keuntungan besar bagi Jeff. Aku tidak tahu apakah itu kabar baik atau buruk, tetapi dengan tidak lagi menjadi calon istri Jeff akan memberi Claudia kebebasan lebih untuk mendekati Alby lagi. Ini kekhawatiran yang wajar, apalagi mereka pernah saling mencintai sebelumnya. Namun, bukan berarti aku meragukan kesetiaan Alby.
Jeff – Apa kita bisa bertemu? Aku ingin mengobrol.
Jeff – Sebagai teman.
Jeff – Ada pameran seni di Central Park besok, kalau kau bersedia, aku akan menjemputmu jam 10.
Mendatangi pameran seni adalah sesuatu menggiurkan, apalagi sudah lama aku tidak mengunjungi salah satunya, tetapi pergi berdua saja dengan Jeff bukan ide yang bagus.
AvaClair - Kau yakin tidak ada hal lain yang perlu diurus?
AvaClair - Semenjak perjodohan kalian diumumkan, orang-orang juga menyorot kehidupanmu, Jeff. Pergi dengan mantan pacar hanya akan menimbulkan persepsi buruk.
AvaClair - Mereka bisa saja menganggapku adalah perusak hubungan kalian.
Selagi aku memikirkan itu, makin kuat tekadku untuk menolak ajakan bertemu dengannya. Aku sudah cukup bermasalah dengan pekerjaan--tuduhan tidak berdasar dan tatapan mematikan yang tersorot padaku semenjak mereka gagal mendapat kerja sama dengan CG, sudah cukup mengguncangku. Bagaimana mungkin aku menambah satu masalah lagi di hidupku?
Terkadang aku berpikir ada magnet dalam diriku yang berhasil menarik masalah-masalah. Aku tidak berusaha mengelak kalau hidup memang penuh dengan masalah--justru itu yang membuat seseorang bisa belajar satu atau dua hal, dan sering kali menjadikan sesuatu terasa begitu berharga. Aku mengambil contoh dari kehadiran Nate setelah kasus perselingkuhan Dad dan kematian Mom. Itu sudah terasa sangat berat, aku tidak ingin mengambil risiko dengan menambah beban hidup lagi.
Setumpuk kertas di sisi kiri meja tidak akan menjawab dari mana asalnya dan aku sudah muak terus melihatnya sejak kemarin. Sayangnya, aku tidak bisa menyingkirkan itu kalau ingin mencari tahu dari siapa pengirimnya. Aku tahu setiap perusahaan memiliki saingan, dan tentunya bukan ranahku untuk ikut campur. Well, andai saja Matthew tidak melayangkan tuduhan padaku atau Alby yang sudah memakai cara serupa, aku tentu tidak akan peduli, bahkan tidak akan menyentuhnya meski hanya seujung kuku.
Selain itu, aku bisa bertanya pada siapa untuk urusan ini? Albyorang yang tepat sebenarnya, tetapi dia tidak akan setuju kalau aku terlibat dalam masalah Matthew. Bagian terburuknya, dia akan memaksaku untuk berhenti bekerja di sini. Itu solusi paling mudah dari semua permasalahan yang kuhadapi di sini, tetapi aku tidak bisa mengemban status sebagai pengangguran lagi meski menjadi seorang freelancer sama menguntungkannya dengan bekerja di perusahaan.
Ini benar-benar menyebalkan, dan lebih-lebih lagi ketika pesan dari Jeff mencuat di ponselku.
Jeff - Kalau begitu, mau datang ke makan malam perusahaan? Kami sedang merayakan proyek baru. Hyunjoo dan David juga ada di sana. Aku yakin, kau tidak mau terjebak denganku saja, bukan?
Gila. Apa bedanya dengan ajakan pertama? Perusahaan Jeff dipenuhi oleh orang-orang yang suka bergosip--kecuali Hyunjoo dan Dave. Setelah mereka meyakini bahwa aku berhenti bekerja karena putus dari Jeff--setidaknya begitu yang Jeff sebarkan, apa lagi yang akan mereka bicarakan setelah melihatku makan bersama mereka? Andai aku masih bekerja di sana, akan jauh lebih baik. Namun, aku bahkan tidak memiliki hubungan apa-apa lagi, baik secara pribadi dengan Jeff atau dengan perusahaannya.
AvaClair - Bisakah pikirkan solusi yang lebih baik?
Seharusnya aku menolak, tetapi setelah dipikir-pikir aku bisa bertanya sedikit tentang audit perusahaan. Tidak mungkin dia tidak tahu harus menghubungi ke mana untuk urusan itu.
Jeff - Kalau begitu, makan malam saja.
Jeff - Kau perlu tempat yang sedikit lebih privat? Aku akan mencarikan untukmu.
Itu jauh lebih buruk. Bayangkan sebuah ruangan di mana hanya ada aku dan Jeff dengan hidangan lezat. Mengingat bagaimana seleranya, aku tentu akan mendengarkan alunan musik Jazz juga.
AvaClair - Tidak. Baiklah, aku akan datang ke makan malam perusahaan, tapi pastikan aku menempati meja yang tidak akan menarik perhatian.
Jeff - Apa pun untukmu. Sampai jumpa, Ava. Akan kukirimkan alamatnya nanti.
Beberapa jam berikutnya, aku berusaha untuk tetap fokus dengan pekerjaan karena terusik oleh rasa tidak sabar ingin tahu tentang audit perusahaan. Mungkin aku perlu memindahkan setumpuk kertas itu ke tempat lain, daripada harus melihatnya terus setiap akan melihat catatan di kalender. Lemari rendah yang tingginya tidak sampai pinggangku di belakang kursi masih memiliki banyak ruang kosong. Alasanku jarang menyimpan barang di sana adalah karena ruangan Matthew. Dinding kaca seperti yang kubilang, karena dia saja bisa melihat ke arahku, tentu juga sebaliknya. Pernah satu kali aku mendapati dia sedang melotot ke arah sini, gara-gara itu aku jera menyimpan barang di sana. Oh, sekarang saja aku menemukan dia dengan Dane sedang mengobrol serius.
Aku ingin mengabaikan mereka, tetapi sulit ketika aku tahu apa yang dipegang Dane di balik punggungnya. Posisinya yang berdiri membelakangi memberiku akses untuk melihat gambar yang tercetak di kertas tersebut. Well, kuharap bukan sesuatu yang kupikirkan karena itu mulai membuatku khawatir. Andai setelah ini muncul rumor lagi, setidaknya aku tahu siapa yang harus bertanggung jawab. Baiklah, kembali bekerja sebelum Matthew melihat ke sini.
Aku baru keluar dari ruangan setelah mendapat pesan Jeff yang berisikan alamat rumah makan yang harus kutuju. Sambil menghentikan taksi yang baru saja akan lewat, aku terus berusaha untuk percaya apa yang kulakukan. Bertemu mantan pacar setelah berkali-kali meyakinkan diri kalau tidak ingin berurusan dengannya lagi. Kabar perjodohannya dengan Claudia baru saja terpublikasi oleh media, bahkan portal berita seleb milik Ander-Ads juga memublikasikannya. Itu membuatku harus bersikap ekstra hati-hati agar tidak ada yang menganggap aku dan Jeff kembali memiliki sesuatu.
Jeff bilang ke lantai tiga, dan bodohnya aku menaiki tangga hanya demi menghindari kerumunan karyawannya yang sedang mengantre di depan elevator. Aku tidak ingin beramah-tamah pada orang-orang yang pernah membicarakanku tentang sesuatu yang tidak benar, tidak peduli itu permainan Jeff atau bukan. Seandainya mereka tidak peduli atau masih menganggapku sebagai teman, mereka tidak akan melakukannya.
Kupikir aku akan langsung bertemu Jeff, tetapi aku harus menunggunya sementara dia mengurus karyawannya di lantai yang berbeda--setidaknya begitu jawaban yang kuterima saat bertanya pada seorang pelayan yang menyambutku di depan tadi. Aku tidak sebaik itu menunggunya sampai selesai di sini. Belum lagi dengan tatapan seorang pelayan dari ujung konter yang tidak berhenti menatap ke sini, mungkin sedang menungguku memanggilnya untuk memberitahukan pesanan.
"Hai, Ava, sudah lama menunggu?"
Aku tidak percaya akan tersenyum lebar padanya. Jeff seperti biasa selalu tampak rapi, meski aku tidak yakin dia baik-baik saja dengan kantung mata yang agak menghitam itu.
"Ya, cukup untuk membuat wanita di sana tampak gelisah karena pelanggannya hanya menumpang duduk."
Dia tertawa karena mengira itu adalah lelucon. Namun, sebagai seseorang yang mengenalnya cukup lama, aku merasa itu adalah sesuatu yang dia perlukan akhir-akhir ini.
"Kejujuranmu membuat orang lain tidak bisa tidak menyukaimu, Ava."
"Oh?"
Jeff berdeham seolah-olah baru saja salah bicara. "Apa kau sudah memesan?" Dia buru-buru meraih buku menu dan membacanya.
"Belum. Aku akan pesan minum saja. Alby tidak akan senang kalau aku pergi denganmu terlalu lama."
Jeff sedang membalik halaman saat aku bicara. Dan ketika nama Alby kusebutkan, gerakan tangannya berhenti. Aku tidak tahu apa yang salah dari ucapanku sampai dia bersikap begitu. Wajar kalau sebagai seseorang yang punya kekasih untuk membatasi waktu yang dihabiskan bersama pria lain, bukan?
"Hubungan kalian terus mengalami kemajuan. Itu membuatku sedikit iri." Dia menutup buku menu itu sebelum memberikannya padaku, kemudian melambai pada pelayan yang sejak tadi memelototiku.
"Kau sudah tahu kalau kami menjalaninya dengan serius."
"Ya, aku ingat. Aku dan Claudia tidak berhasil. Tapi seperti ini jauh lebih baik."
"Kau akan menemukan satu nanti, orang yang tepat dan di waktu yang tepat pula."
Aku melirik si pelayan yang sudah tiba di meja kami dan menyebutkan pesananku. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa ketika yang kami pesan hanya minuman. Dia mungkin berharap lebih setelah menunggu cukup lama.
"Kuharap begitu."
Kami melempar senyum yang canggung kepada satu sama lain. Hening yang tiba-tiba menyelimuti membuatku merasa tidak nyaman. Aku ingat tujuanku setuju menemuinya, tetapi rasanya terlalu tiba-tiba kalau aku bertanya soal audit perusahaan.
"Kaubilang Hyunjoo dan Dave ada di sini? Apa mereka di lantai yang berbeda?" Benar. Aku tidak melihatnya di mana pun sejak tiba di sini.
"Iya. Mereka seharusnya menempati meja di sebelah--sengaja kutempatkan di sini agar bisa bertemu denganmu, tapi mereka harus pulang karena Hyunjoo merasa mual."
"Dia sakit?" Karena lama tidak bertemu, tentu aku tidak bisa tidak merasa panik akan kondisinya. Hyunjoo bukan orang yang gampang mual, bahkan tidak masalah baginya makan sambil menonton film beradegan sadis.
"Kau tidak tahu? Dia sedang hamil. Sempat izin untuk memeriksakan kandungannya."
Tidak ada yang lebih menyenangkan dari kabar ini selama beberapa hari terakhir. Aku menyesal sempat menolak bertemu dengannya karena lembur, padahal mungkin saja dia ingin memberi tahu kabar membahagiakan ini. Aku tidak bisa tidak tertawa lebar di depan Jeff sekarang.
"Tapi bukan itu yang akan kita bicarakan, Ava."
"Ya, ya, aku tahu. Tapi biarkan aku merasa bahagia sebentar. Aku terlalu sibuk di kantor sampai tidak sempat menemuinya."
Lirikan mata yang Jeff tujukan padaku tampak berarti sesuatu.
"Apa?" tanyaku tanpa bisa menahan rasa penasaran.
"Sibuk untuk persiapan audit perusahaan?"
Tunggu. Kuharap ini tidak seperti yang kupikirkan. Dugaan itu cukup mengganggu sampai membuatku waswas. Rasa panik kembali menerjangku seperti yang kurasakan ketika Matthew hampir memberhentikanku setelah apa yang kulakukan pada brand CG.
"Bagaimana kau tahu soal audit?"
Jeff tersenyum, tetapi itu bukanlah sesuatu yang baik untukku. "Pesanmu waktu itu, aku mencoba menelusurinya. Keberhasilannya pada proyek-proyek sebelumnya perlu dicurigai, apalagi Ander-Ads terbilang cukup baru di industri periklanan, tetapi berkembang terlalu pesat. Terima kasih karena sudah memberitahuku tentang kecurangan mereka. Ini cukup membantu untuk menyingkirkan pesaing. Kau tahu, aku sangat jujur dalam bisnis. Tenang saja, aku tidak akan melibatkan namamu."
Hah? Mati aku.
Mungkin memang sebaiknya aku ikut Alby saja ke Inggris dan meninggalkan semua masalah ini agar ditangani oleh yang lebih berwenang.
Namun, aku ingat ada satu hal lagi yang harus kuselesaikan sampai tuntas. Dan itu sebabnya ponselku menerima pesan dari Pete sekarang.
Pete - [tautan] Kau harus menjaga kekasihmu.
Pete - Mantan sahabatmu benar-benar tidak menyerah. Dia menyusul pacarmu ke Inggris dan menghadiri beberapa fashion show di sana, padahal sebelumnya dia tidak masuk line up models.
Pete - Artikel terakhir, yang kau minta aku untuk menelusurinya, kau akan terkejut di mana alamat IP-nya berada.
Pete - Di Mate Inc.
Ya, Tuhan, jemput saja aku agar bisa bertemu Mom. Terlalu banyak informasi untuk dicerna selama satu menit.
•••
Cerita ini mulai memasuki babak penyelesaian segera, I wish 🤞🏻 sorry to keep you all waiting for too long :")
Aku pun gak bermaksud menulis ini jadi terlalu panjang, tapi ini yang terjadi ketika kubiarkan imajinasi yang bermain tanpa dikasih batasan ahaha.
See you on the next chapter
Lots of love, Tuteyoo
26 November 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro