Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

87 - Too Much to Handle

CEO's room.

Pada akhirnya aku melakukannya lagi; membiarkan diriku terjebak demi kepentingan orang lain. Hal serupa pernah terjadi, ketika dulu aku dengan bodohnya menjadikan diri sebagai tameng untuk Claudia. Dia perempuan cantik yang lemah––aku mulai menyebutnya begitu setelahnya. Seorang anak laki-laki terus mengganggu karena tidak pernyataan cintanya ditolak. Dia berhasil membuat Claudia bergetar ketakutan dan atas dasar rasa kasihan, aku meninju anak laki-laki itu sampai gigi depannya patah. Gadis itu bahkan tidak memintaku untuk melakukannya. Besoknya aku dipanggil oleh bagian konseling dan mendapat skorsing seminggu penuh. Lihat, tidak jauh berbeda dengan yang kulakukan saat ini, bukan?

Satu hal yang akan kuingat di sisa hidupku adalah, jangan pernah terburu-buru memutuskan sesuatu. Sah-sah saja mengambil kesempatan yang ada di depan mata, tetapi jangan sampai menggebu-gebu seperti yang kulakukan tadi. Satu masalah teratasi––kuharap begitu, tetapi masalah baru muncul. Jelas aku akan terancam dikeluarkan dan menjadi pengangguran lagi. Meski begitu, kupikir menganggur lebih baik daripada bertahan di perusahaan yang dipimpin oleh orang culas.

Meski begitu, aku sudah menyukai pekerjaanku sekarang, terlepas dari fakta bahwa Matthew tidak bermain secara sehat. Sistem yang berjalan di perusahaan ini benar-benar menyejahterakan pegawai. Sejauh ini, aku belum pernah berpapasan dengan pegawai yang tampak tertekan. Bahkan rekan satu timku, yang akhir-akhir ini sedang banyak pekerjaannya karena proyek, sama sekali tidak pernah kudengar mengeluh. Ander-Ads memang membebaskan pegawainya untuk bekerja sambil menikmati camilan atau minuman, dengan begitu suasana hati mereka akan selalu bagus.

Namun, siapa yang menduga kalau pada akhirnya aku akan berada di ruangan ini, menunggu kehadiran penghuninya dengan rasa waspada. Debar jantungku terdengar keras di telinga. Tidak peduli seberapa kuat aku meyakinkan diri bahwa aku melakukan hal benar, tetapi tidak berhasil menghentikanku dari memikirkan dugaan terburuk yang bisa saja terjadi begitu Matthew tiba. Meski begitu, aku tetap berharap dia segera muncul, karena tanganku sudah penat terus-terusan menopang separuh tubuh pada tongkat jalan. Pria itu mungkin akan lebih murka kalau melihatku duduk di kursi tanpa dipersilakan.

Ya, Tuhan, tanpa kehadirannya saja aku sudah merasa sedang menjalani hukuman berat. Belum lagi perutku masih terasa lapar karena makananku belum habis saat kutinggalkan. Kapan dia datang? Jujur saja, ini agak mencoreng reputasiku sebagai karyawan yang tidak pernah menerima hukuman dalam bentuk apa pun sebelumnya.

Suara bantingan pintu sukses membuatku berjengit di tempat. Setelahnya disusul dengan suara langkah terburu-buru yang membuatku tidak berani menoleh sedikit pun. Sudah pasti itu adalah Matthew.Well, akhirnya dia datang juga.

"Kau sukses membuat keributan dan mempermalukan Ander-Ads. Tapi entah kenapa aku tidak terkejut hal ini akan terjadi."

Dia tidak membentak, juga sama sekali tidak terdengar nada tinggi di suaranya, tetapi aku justru tidak sanggup menatap matanya lebih dari tiga detik. Namun, dia sama sekali tidak menyembunyikan kemarahannya dengan wajahnya yang sudah merah padam itu.

"Tapi aku tentu tidak akan diam saja dan membiarkan kau terus mengacaukan apa yang sudah berjalan di perusahaan ini. Kau, kalau ingin menghancurkan perusahaanku seperti yang dilakukan pacarmu dulu, sebaiknya hentikan sekarang atau aku akan memecatmu dan akan kupastikan kau tidak diterima di perusahaan mana pun."

Lagi, Matthew mengait-ngaitkan keberadaanku dengan masa lalunya. Dia memandangku dengan tatapan yang merendahkan. Aku tidak bisa tidak merasa tersinggung karenanya. Meski begitu, ancamannya berhasil membuatku tidak berani berkutik. Aku tidak bisa melihatnya sebagai pria yang kubenci sekarang. Dia atasanku--dan aku lebih membenci kenyataan ini.

Tiba-tiba dia memukul meja dengan keras. "Lihat apa yang kaulakukan? Perusahaan ini mendapat kecaman dan hampir dimasukkan ke daftar hitam untuk semua proyek. Bisa kau bayangkan apa jadinya perusahaan ini?"

"Tapi kalian curang." Aku menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya, berusaha menekan emosi agar tidak melontarkan seluruh kebencianku padanya sekarang dengan cara terburuk. "Kau ... aku tahu apa rencanamu. Memenangkan proyek dan menghancurkan perusahaan lawan. Apa menang saja kurang untukmu?"

Rahangnya mengeras. Giginya yang saling mendorong ke arah yang berlawanan itu mungkin mampu memecahkan kacang almond tanpa alat. "Sama sekali bukan urusanmu. Oh, tunggu, apa ini karena lawan kita adalah mantan kekasihmu?"

Sial. Bagaimana dia bisa tahu sebanyak itu?

"Tenang saja, ini bukan hanya tentangmu dan kekasihmu yang playboy itu." Matthew menduduki singgasananya dengan dagu terangkat--walau bertujuan agar dapat melihatku, tetapi dia melakukannya dengan cara yang angkuh. "Ini adalah permainan bisnis, Ava. Identifikasi pesaingmu, dan lihat, yang kutemukan melebihi apa yang kubutuhkan."

"Kau gila."

"Tidak. Siapa yang lebih gila di sini? Aku, atau kau yang rela kariernya terancam hanya untuk menyelamatkan perusahaan mantan kekasih? Sekarang aku baru benar-benar percaya kalau kau memang tidak merencanakan apa pun dengan Alby."

"Aku sudah bilang padamu kalau aku menerima tawaran kerja ini dari Troy sebelum aku tahu kalau kalian punya masa lalu yang buruk!" Ah, aku harus memijat tengkukku yang urat-uratnya mendadak kencang. Aku paling tidak senang dianggap tidak profesional padahal sudah mengerahkan kinerja terbaikku.

"Kuakui kinerjamu sangat bagus, Ava. Sayangnya, aku harus melepasmu. Aku sangat marah padamu sekarang, tapi aku masih segan membentakmu karena kekasihmu--kau harusnya merasa bersyukur untuk itu. Kau mengacaukan semuanya dan kaupikir akan kubiarkan tetap berkeliaran di sini?"

Aku sungguh ingin menertawakan diriku sendiri sekarang. Secepat inikah aku harus kehilangan pekerjaan?

"Kau menginginkan keadilan, persaingan yang sehat, tapi apa kau tidak memikirkan bagaimana perasaan mereka yang sudah mengorbankan waktu dan tenaga demi proyek ini, huh? Mereka bahkan tidak mengambil libur Natal dan akhir tahun demi mengerjakannya. Sedangkan kau?"

Lagi-lagi dia mengeluarkan dengkusan remeh.

"Mengacaukan hasil kerja keras mereka setelah mendapat cuti seminggu penuh. Bagus kalau hasil dari liburan itu adalah kau tidak bisa berjalan dengan baik. Kuharap kakimu akan seperti itu selamanya. Kau hanya akan menjadi preseden buruk bagi pegawai lain jika tetap berada di sini."

Matthew benar-benar menekanku dengan sisi terlemahku sekarang--tanpa dia sadari pastinya. Dia ada benarnya, meski dengan cara yang salah, tetapi semua orang sudah bekerja keras. Pada titik di mana aku harus memikirkan mereka, aku jadi goyah dan berpikir bahwa tindakan yang dilakukan tanpa pikir panjang tadi adalah sesuatu yang egois. Memangnya apa yang akan kudapat setelah membantu Jeff?

Mungkin aku bisa meminta maaf pada Matthew dan memohon agar diberikan kesempatan kedua. Namun, aku tidak bisa melakukannya. Bukan tentang gengsi, tetapi aku tidak benar-benar merasa melakukan kesalahan. Aku tidak tahan membiarkan orang-orang baik di perusahaan ini mengikuti permainan kotor atasannya. Kecurangan di depan mata, mana mungkin aku bisa diam saja.

Sayangnya, aku ikut campur terlalu jauh.

"Kenapa kau masih berada di sini?" Wow. Pertanyaan itu sukses melukaiku. Dia membanting setumpuk kertas dan membuat dirinya tampak sibuk meski hanya membolak-balik halamannya. "Aku akan membuat surat pemecatan dirimu segera, setidaknya agar besok kami tidak harus melihat wajahmu lagi."

Sepertinya apa pun yang akan kukatakan, tidak akan mengubah pikiran Matthew sedikit pun. Lagi pula, kalau aku jadi dia, mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku bisa terima kalau dia memberhentikanku sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa yang akan dirasakan pegawai lain setelah tahu usaha mereka berujung sia-sia, tetapi tidak dengan alasan untuk menyingkirkanku menghalangi niat buruknya. Aku bahkan belum sampai membongkar perbuatannya yang sudah membuat Dane menulis berita-berita palsu.

Aku menunggu lama untuk bisa bekerja lagi, tetapi aku sudah dipecat padahal belum sampai tiga bulan bekerja. Itu sungguh penantian yang sia-sia. Rasanya baru kemarin aku membubuhkan tanda tangan pada satu bundel kontrak kerja, tetapi sekarang aku sudah harus mengosongkan meja dan mengatakan selamat tinggal pada komputer yang sudah kukenal dengan baik segala macam jenis masalahnya. Tidak bisakah nasib karierku sedikit lebih baik dari apa yang kualami selama ini?

Tanganku yang tremor sudah menyentuh gagang pintu, dingin yang membungkus kulitku memberi sengatan tersendiri yang menyadarkanku akan satu hal. Benar, kontraknya.

Aku kembali ke depan mejanya dengan langkah yang susah payah, tetapi kali ini diselimuti oleh rasa percaya diri yang tinggi. Dia akan tahu kalau tidak semudah itu menyingkirkanku.

"Tertulis di kontrak bahwa pegawai tidak bisa diberhentikan di tahun pertama dia bekerja, kecuali dia sendiri ingin mengundurkan diri. Perusahaan memberikan perlindungan penuh, bahkan akan bertanggung jawab atas kesalahan yang dia perbuat. Satu tahun pertama pegawai adalah masa percobaannya. Sekarang aku tahu kenapa kau tidak kunjung menyerahkan salinan kontrak kepadaku, Bos." Aku sengaja menekankan kata 'bos' untuk menyindirnya. Lihat bagaimana wajah yang penuh kesombongan itu berubah masam sekarang. Aku tidak pernah merasa sepuas ini. "Kau sudah berantisipasi untuk menyingkirkanku, tapi Troy adalah pria yang baik, dia mengirimkan salinan failnya padaku.

"Kau ...." Kedua tangannya terkepal di atas meja. Dibandingkan tadi, Matthew yang sekarang tampak lebih menakutkan, kemurkaan tercetak jelas di wajahnya yang agak kotak.

"Kontrak kerjanya memiliki kekuatan hukum. Aku bisa menuntutmu seandainya kau masih berusaha mengakhiri masa kerjaku."

Dia tiba-tiba berdiri, memaksaku mendongak untuk melihat wajahnya karena perbedaan tinggi badan yang cukup jauh. "Aku sudah lengah soal kontrak itu. Oke, kau boleh meneruskan pekerjaanmu di sini, tapi jika kau mengulanginya lagi, akan kulakukan alternatif lain untuk menyingkirkanmu dari sini. Beruntung kau selamat, Ava. Ke depannya aku tidak akan peduli apa pun statusmu, bahkan kalau perlu, priamu itu juga mendapat akibatnya karena tidak bisa menjagamu dengan benar."

Matthew mengatakannya sembari berjalan menghampiriku. Bahkan meski sudah berjarak selangkah di depanku, dia masih bergerak maju. Melangkah ke depan saja aku sudah kesulitan, apalagi mundur untuk menjauhinya. Yang bisa kulakukan hanya membuang muka ketika embusan napasnya terasa di wajahku, sengaja tidak ingin melihat wajahnya yang memuakkan itu dalam waktu dekat.

"Aku sama sekali tidak bermaksud menghancurkan kalian, Matt, bahkan aku sangat mencintai pekerjaan ini. Kau tidak perlu khawatir soal itu."

"Oh, ya? Kalau begitu jauhi hal-hal yang tidak seharusnya tidak untuk kau sentuh. Sejak hari ini, kau berada dalam pengawasanku, Ava. Aku tidak akan memecatmu, tapi akan kupastikan kau tidak akan tahan berada di sini lebih lama lagi, sampai akhirnya kau sendiri yang memutuskan pergi." Matthew mundur dan mengeluarkan decakan keras. "Pergilah. Aku tidak mau melihat wajahmu di sisa hari ini."

•••

Aku tidak bisa melupakan bagaimana orang-orang di kantor menatapku dengan cara yang tidak bersahabat setelah insiden itu. Well, mereka memang tidak pernah terlalu ramah padaku, tetapi setidaknya tidak sampai membuatku merinding seperti tadi. Bahkan Lauren yang biasanya menyapa atau bertanya apakah aku punya permen, lebih memilih fokus dengan pekerjaan dan terlihat jadi lebih sibuk dari biasanya.

Aku tidak menduga kalau rumor akan tersebar dengan cepat di gedung berlantai puluhan itu. Memangnya apa yang kuharapkan di era di mana internet sudah menjadi kebutuhan pokok orang-orang? Seseorang akan menempel selebaran bertuliskan 'seorang pegawai membongkar kecurangan perusahaan' di papan pengumuman dan menunggu orang-orang membacanya? Dengan satu ketikan saja informasi sudah tersebar luas dan bisa diakses oleh siapa pun yang memiliki ponsel.

Sekarang seisi perusahaan akan tahu tentangku. Bukan tidak mungkin kabar ini juga akan sampai diketahui Troy. Ah, bertambah satu lagi beban rasa bersalah ini. Dia pasti menyesal sudah menawarkan pekerjaan itu padaku. Aku tidak menyesal sudah lancang membongkar rencana buruk Matthew, tetapi aku menyesal sudah melakukannya tanpa pemikiran yang matang.

Well, kupikir mereka akan dinyatakan gagal, sampai aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Namun, sebelum pulang tadi, aku sempat mendengar CG memberi kesempatan kedua pada Ander-Ads untuk mengulang kembali sampel mereka dengan kriteria yang berbeda dari sebelumnya. Di satu sisi, itu membuatku merasa kalau yang kulakukan sia-sia, tetapi sisi lainnya merasa bersalah kalau seandainya perusahaan Jeff juga harus mengulang.

Memikirkan itu semua membuatku pusing. Pulang lebih awal--seperti yang Matthew bilang, dia tidak ingin menemuiku--adalah keputusan yang bagus. Namun, aku tidak langsung pulang, melainkan mampir ke salah satu gerai Starbucks yang tidak jauh dari kantor. Nate berjanji ingin pulang bersamaku, jadi aku menunggunya datang dengan taksi. Tentu aku tidak akan bertemu Alby hari ini.

Ah, pria itu ... aku merindukannya. Meski tidak bisa bertemu, setidaknya kami akan saling berkirim pesan. Sayangnya, aku hanya bisa melihat gambarnya di layar kunci ponselku. Aku tentu bukan seseorang yang akan memasang wajah manusia sebagai wallpaper atau semacamnya. Alby melakukannya--lagi--ketika aku masih tertidur. Aku sendiri tahu dia agak lancang, tetapi juga tidak memasang kunci atau semacamnya. Mungkin aku tidak benar-benar membenci ketika dia menyentuh ponselku.

Namun, sekali lagi, apa kata-kataku waktu itu terlalu berlebihan sampai dia enggan menghubungiku?

"Permisi, ini Eggnog Latte Anda."

Lamunanku dibuyarkan oleh barista yang baru saja meletakkan pesananku. Well, itu yang kedua sebenarnya, mengingat aku sudah cukup lama berada di sini. Seharusnya aku mengambil sendiri ke konter, tetapi aku meminta tolong padanya untuk mengantarkan ke mejaku karena kerepotan berjalan dan dia bersedia. Akan kupastikan memberinya tips lebih.

"Terima kasih," kataku dengan memaksakan seulas senyum untuk hadir. Dia baru pergi setelah membawa gelas bekas Eggnog-ku sebelumnya yang sudah habis.

Aku memandang ke luar jendela lagi--aku menempati meja yang menempel pada jendela, di mana salju-salju halus sedang berguguran. Jalanan agak sepi, kupikir itu karena sekarang sedang masa-masa liburan akhir tahun, jadi orang-orang mungkin sudah berkumpul bersama keluarga mereka atau mengunjungi tempat-tempat liburan. Kuharap suatu saat nanti aku juga bisa pergi berlibur bersama Nate, setidaknya untuk memberi waktu pada diri sendiri untuk tidak terus disadarkan oleh kenyataan bahwa hidup kami tidak semudah orang lain.

Pikiranku benar-benar kacau.

Aroma dua Butter Croissant hangat yang diletakkan seseorang tidak jauh dari gelas Eggnog-ku berhasil mengalihkan perhatianku. Namun, aku tidak ingin repot-repot memberi senyum pada siapa pun yang menempati kursi kosong di sebelahku. Maksudku, kalau kami sudah bertemu tatap, mana mungkin aku akan merengut? Itu akan membuatnya kabur karena merasa tidak nyaman. Namun, aroma parfum ini tidak asing. Seseorang yang kukenal pernah memakainya. Apa dia berdiri terlalu dekat dariku sampai parfumnya tercium kuat seperti ini?

"Rupanya kau ada di sini."

Oh. Aku sudah berharap ponselku menerima pemberitahuan darinya, tetapi yang kudapatkan justru lebih dari itu.

"Bagaimana kau tahu aku ada di sini?"

Dia menduduki kursi di sebelahku dan mengembuskan napas yang juga disertai uap. Suhu tubuhnya pasti lumayan hangat. "Dengan kau duduk dekat jendela seperti ini, aku mengira kau sedang berharap seseorang akan melihatmu."

Aku menunduk, memainkan bibir gelas Eggnog Latte yang ingin kuminum, tetapi masih terlalu panas. "Ya, kau benar."

"Apakah orang itu aku?"

Aku menyunggingkan senyum yang lemah, sementara tanganku mencengkeram gelas lebih erat, berusaha merenggut seluruh rasa hangat di sana. Rasa percaya dirinya membuatku tidak tahu harus merasa senang atau kesal.

"Entahlah. Aku bahkan tidak berharap akan bertemu denganmu sekarang."

•••

Endingnya nanggung banget yak? Heheh.
Setelah dipikir-pikir lagi, kayaknya emang enakan rutin update tapi pendek-pendek ya 😁
Tapi masalahku ada di narasi, kebanyakan dan kalau cuma seribuan kata tuh kayak jadi scene tanggung :")
Itu aja dulu.

See you on the next chapter
Lots of Love, Tuteyoo
29 September 2022

*Seriously, ini kalau masuk tahap revisi bakalan banyak banget bab yang harus dihapus >,<*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro