Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

60 - Bad News

Aku terbangun ketika ponselku berdering keras. Kupikir itu alarm yang kuatur untuk membangunkanku satu jam setelah film yang kutonton bersama Alby berakhir. Aku terlalu mengantuk sampai meminta waktu untuk tidur sebentar. Sekarang, aku juga masih mengantuk dan bermaksud ingin membuat alarmku kembali berbunyi sepuluh menit lagi. Sayangnya, rasa kantukku seketika sirna dan mataku terbelalak saat tahu apa yang membuat ponselku berdering.

Troy menelepon sebelum alarmku berbunyi.

"Halo, Troy? Ada apa menelepon tengah malam?"

"Tengah malam? Kau sedang berada di negara bagian mana, Ava? Ini sudah jam sembilan pagi."

Dahiku berkerut. Aku melihat sekeliling untuk menemukan jam, tetapi berakhir menatap angka di sudut layar ponselku. Dan benar, ini sudah jam sembilan pagi. Aku menutup mulut demi menahan jeritan lolos. Akan sangat memalukan kalau Troy mendengarku berteriak panik di sini.

Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa alarmku tidak berbunyi semalam? Yang lebih parah lagi, kenapa aku mau menuruti Alby untuk menonton satu film lagi sebelum pulang?

Aku menyugar rambut yang menutupi wajah ketika menunduk. Suara Troy kembali terdengar, dia menunggu jawabanku, sementara aku tidak tahu harus mengatakan apa. Belum ada sebulan bekerja, aku sudah membolos.

"Troy, maaf, aku--"

Alby merampas ponselku, bahkan membawanya menjauh sebelum aku sempat mengambilnya kembali. Sekarang dia berdiri dekat jendela dan membuka tirainya. Saat itu, aku sadar matahari memang sudah terbit. Cahayanya menyerbu kamar ini hingga mataku harus menyipit karena silau.

"Ava sedang tidak enak badan. Aku menyesal memberi tahu kalau dia harus libur hari ini. Tapi aku menjaganya dengan baik agar besok dia sudah bisa masuk kerja."

Sekarang dia membuat alasan agar keabsenanku dimaklumi. Beruntungnya, dia mengatakan sesuatu yang normal. Troy tidak akan menuntut aku tetap masuk kerja karena itu.

Aku beranjak dari kasur untuk menyusul Alby dan berhenti di belakangnya. Obrolan di telepon sudah berakhir, tetapi dia belum mengembalikan ponselku. Dia tenggelam dengan apa yang ada di sana.

"Untuk ukuran sahabat, interaksi kalian sangat kaku."

Aku merampas ponselku darinya dan mencari tahu apa yang dia maksud. Dalam waktu singkat, dia menemukan chat antara aku dengan Claudia.

"Nyaris sepuluh tahun kami tidak bertemu. Tidak ada komunikasi juga, wajar kalau berakhir seperti itu." Sebenarnya tidak ada gunanya juga membahas hal itu sekarang. Dan, ya, dia lancang membuka pesan orang lain, tetapi aku malas menegurnya karena ada hal lain yang sudah membuatku menyesal sejak menerima telepon dari Troy.

"Kenapa tidak membangunkanku?" Aku bersedekap, menatapnya penuh rasa tidak suka. "Aku yakin alarmku berbunyi semalam."

"Dan itu sangat mengganggu, jadi aku mematikannya." Dia membalas dengan tenang. Aku benci melihatnya tidak memahami kepanikanku.

"Aku harus bekerja!"

"Aku juga."

"Kau atasan, sedangkan aku hanya karyawan." Aku berjalan cepat menuju sofa tempat mantelku diletakkan dan segera memakainya. "Aku tidak bisa libur sesuka hati sepertimu yang bisa melimpahkan pekerjaan kepada siapa saja. Menjadi kekasihku bukan berarti kau bisa berbuat apa saja padaku."

"Kau mau ke mana?" Dia bertanya ketika aku mulai berjalan mendekati pintu.

"Pulang." Aku membalas ketus sebelum tanganku mendarat pada gagang pintu. Satu-satunya yang kuinginkan sekarang adalah pergi. Aku bisa pulang sendiri tanpa harus duduk di Lamborghini-nya.

"Tunggu, Ava." Seperti biasa, dia selalu berhasil meraih tanganku. "Maaf, kau tidur sangat nyenyak semalam, aku jadi tidak tega membangunkanmu. Aku tahu aku sudah melanggar janji, tapi kembali lagi, aku tidak bisa membangunkanmu. Kupikir kau kelelahan."

Aku menahan diri untuk tidak terbuai oleh ketulusannya. "Akan kumaafkan kalau kau mengantarku pulang sekarang."

🎶

Satu perjalanan pulang yang lumayan singkat dan memacu adrenalin sudah terlewati. Alby membuat aktivitas kota yang kami lalui menjadi buram saking lajunya mengemudikan mobil. Pennsylvania ke New York biasanya kutempuh tiga jam lebih, tetapi dia hanya menghabiskan waktu dua setengah jam. Aku protes, tetapi dia tidak peduli, apalagi setelah menerima telepon dari seseorang dan kedengarannya serius. Namun, aku tidak benar-benar mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

Sekarang aku sudah di apartemen. Sudah menyelesaikan satu mandi yang menyegarkan dan mengenakan pakaian ternyaman yang kumiliki. Tinggal menikmati makan siang sembari menonton TV.

Aku baru menyalakan TV dan sudah diperlihatkan oleh tayangan gosip selebriti. Entah kenapa aku jadi ingin menontonnya mengingat akhir-akhir ini tidak terlalu update dengan kabar hiburan. Tadinya aku ingin menyuap pasta, tetapi urung ketika mendengar satu nama yang disebutkan oleh si penyiar.

"Model yang sedang naik daun ini belum memberikan klarifikasi apa pun, tetapi dari foto yang berhasil ditangkap oleh pemilik akun Twitter ini berhasil menjadi bukti yang kuat."

"Sejauh ini diketahui kalau mereka pernah bersama dan setelah berakhir, masing-masing sudah memiliki pasangan."

Baris tulisan yang di bagian bawah layar TV tidak luput dari mataku. Claudia Avery, diduga pergi berlibur  bersama seorang pria. Aku tentu tidak akan peduli dengan apa yang Claudia lakukan, seperti media yang haus tentang kehidupan orang-orang terkenal. Maksudku, itu privasi mereka, untuk apa diurusi? Namun, dari satu foto yang sedang ditayangkan, membuatku tidak bisa mengalihkan pandangan dari TV.

Di foto itu, Alby dan Claudia baru saja memasuki hotel tempat Jacob membawaku saat pingsan. Seseorang sudah salah menduga tentang kebersamaan mereka. Padahal hanya untuk menemuiku.

Aku mulai gelisah, sampai akhirnya menyadari kalau aku sangat peduli dengan Alby. Pantas saja dia tampak frustrasi setelah menerima telepon itu dan saat tiba di apartemenku pun dia tidak mengatakan hal-hal menyebalkan seperti biasanya. Dia sedang dalam masalah. Albert akan marah kalau tahu Alby lagi-lagi berurusan dengan model.

Aku meletakkan piring makan siangku ke atas meja dan bergegas ke kamar untuk mengambil ponsel yang sedang diisi dayanya. Kemudian kembali lagi ke depan TV sekadar untuk menyaksikan dugaan lanjutan dari si pembawa acara yang menyampaikan berita tentang Alby dan Claudia. Sambil mendengarkan penuturan dua wanita yang saling berargumen, aku mencoba menghubungi Alby. Sayangnya, tiga kali menelepon, semuanya berakhir dengan dibalas oleh operator provider.

Tubuhku terempas ke sofa, bertepatan dengan berakhirnya acara gosip tadi. Aku ingat nama akun Twitter yang disebut-sebut sebagai sumber berita, atau yang pertama kali mengepos kebersamaan mereka. Tanganku bergetar ketika melakukan pencarian di aplikasi berlogo burung itu.

Postingannya baru dikirim kemarin, ketika aku dan Alby jalan-jalan. Ada beberapa foto di sana. Mulai dari mereka masuk ke mobil dari lokasi acara amal, foto dari belakang Claudia yang membuat mereka seakan-akan sedang berciuman, dan yang paling membuatku kaget adalah foto saat mereka tiba di hotel di Hartford. Maksudku, apa si penguntit ini benar-benar mengikuti sampai ke sana?

Aku mendadak lemas, dan aku yakin ini bukan karena tidak menghabiskan makan siang, tetapi karena aku kepikiran bagaimana Alby sekarang. Mungkin Albert sedang memarahinya habis-habisan. Aku tahu, Alby sudah dewasa dan bisa menangani dirinya sendiri, tetapi aku tidak bisa menepisnya dari pikiranku. Terlebih lagi aku tahu kalau ini semua hanya kesalahpahaman.

Aku baru berniat untuk menghubungi Paula, sekadar untuk memastikan bagaimana Alby sekarang. Tidak mungkin kalau dia belum tahu berita ini. Namun, kontak Jeffrey lebih dulu mencuat, meneleponku. Pria ini, bisa-bisanya menghubungi di saat-saat seperti ini.

"Ya, Jeff?" Dan aku masih menghargainya dengan menerima panggilan ini.

"Ava, kita harus bertemu sekarang. Aku sedang menuju apartemenmu, aku jemput."

Aku menghela napas kasar. "Apa maksudmu bertemu? Pasangan kita sedang dalam masalah dan dengan orang-orang melihat kita pergi berdua akan membuat apinya makin besar."

"Itulah yang ingin kubicarakan denganmu. Kita harus menemukan si penyebar foto."

🎶

Aku tidak percaya akan melakukan ini, mengeratkan mantel yang kukenakan dan memastikan tudungnya terpasang di kepala, kemudian masuk ke mobil Jeff begitu dia berhenti di depan gedung apartemenku. Takada mampir barang sedetik. Jeff bahkan tidak keluar dari mobilnya. Aku juga tidak ingin orang lain melihat kami bersama. Dia cukup terkenal untuk dicari-cari keberadaannya oleh wartawan.

Dan sekarang aku tidak tahu, seterkenal apa Claudia sebagai model sampai kehidupannya sampai diberitakan oleh media?

"Kau mengatakan soal menemukan si pengirim foto seperti mencari barang hilang saja." Aku baru mengomentari ucapan terakhirnya saat di telepon tadi karena dia langsung mematikannya.

Jeff berdeham. Telunjuknya bermain di bawah hidung, kebiasaannya ketika sedang merasa gelisah. "Kita perlu seorang peretas dan akun Twitter si pengirim. Itu sudah cukup."

"Dan kau tahu di mana menemukannya?"

Jeff tidak langsung menjawab. Dia membuatku berpikir sesuatu sedang mengganggunya dan mau tidak mau, aku harus turut memikirkan apa yang terjadi padanya. Bahkan saat aku mendapatinya hari itu, makan siang bersama Claudia setelah membatalkannya denganku, dia tidak sepanik ini.

"Tidak."

"Jadi, kita ke mana?"

"Ini cara paling aman untuk kita mengobrol berdua saja." Jeff menatapku dengan mata lelahnya sebentar.

Sepertinya dia sudah lebih dulu mengetahui masalah ini sebelum media memberitakannya. Bagaimana tidak? Dia CEO dari perusahaan majalah, ada juga situs khusus untuk membahas tentang update dari selebritas. Bagian media sosial mungkin menemukan utas dari tweet akun yang menyebarkan foto-foto tersebut.

"Apa sesuatu sedang mengganggumu? Kau tahu, aku memikirkan satu hal saat ini, dan itu sama sekali tidak menggambarkan situasimu sekarang."

"Apa?"

Aku tidak tahu apakah pantas membahasnya di saat Jeff sedang seperti ini. Namun, aku juga penasaran, kenapa sampai melibatkanku juga untuk urusan ini. Maksudku, Jeff bisa membayar jasa apa saja demi menyelesaikan masalah ini.

"Ava," panggilnya. Mungkin dia sudah telanjur penasaran.

"Harusnya kalian merasa lega atas kejadian ini, 'kan? Apalagi kau berencana ingin mengakhiri rencana perjodohan itu. Ini bisa jadi jalan pintas. Claudia dan Alby yang namanya akan kotor, namamu bersih."

Jeff menyugar rambutnya bersama erangan frustrasi. "Tidak begitu rencananya. Aku dan Claudia mungkin bisa berakhir, tapi bagaimana denganmu?"

Aku mengernyit tidak mengerti. Di mana posisiku pada berakhirnya hubungan mereka? Apa peranku?

"Mereka mungkin akan kembali bersama, tetapi aku tahu itu akan melukaimu. Kau jatuh cinta padanya, Ava."

Bagaimana bisa Jeff menyimpulkan sesuatu lebih cepat dari aku yang merasakannya sendiri? Bagaimana mungkin dia dengan mudah mengatakannya ketika aku harus selalu menahan lidahku untuk tidak mengaku kalau tertarik pada Alby? Dan bagaimana bisa dia menyadari semua itu padahal kami jarang sekali bertemu?

Apa yang membuat Jeff seyakin ini saat mengatakannya?

Dan kenapa jantungku berdebar kencang, lidahku mendadak kelu, dan, ya, aku membeku, seolah-olah sedang membenarkan ucapan Jeff.

"Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu meski semua itu belum terjadi. Bagaimana dengan Alby? Apa dia sudah menunjukkan ketertarikan padamu?" Pertanyaan Jeff mulai di luar konteks dari alasan kami bertemu sekarang.

Aku membuang muka, memandang ruko-ruko mewah yang berbaris di sepanjang jalan Manhattan. "Sama sekali bukan urusanmu, Jeff. Fokus saja pada rencanamu saat ini."

Jeff tidak tahu, dengan bertanya seperti itu akan membuatku menebak-nebak apa yang Alby rasakan kepadaku. Di satu saat, pria itu penuh perhatian, membuatku serasa diterbangkan ke langit, membelah gumpalan awan yang terlihat selembut permen kapas. Namun, di saat yang lain, dia tidak berhenti membuatku sadar akan posisiku, yang hanya dijadikan senjata untuk mencapai misinya.

Aku benci berdebar untuknya meski juga menikmatinya. Aku suka ketika dia menyentuhku meski di sisi lain juga ingin mendorongnya menjauh. Semua aksi tarik-ulur itu membuatku terkadang merasa jenuh, lelah, ingin sekali mengakhirinya karena tentu saja selalu menyisakan rasa sesak.

Namun, aku belum bisa membayangkan bagaimana hidupku tanpa kehadiran Alby.

"Sebenarnya itu hanya kesalahpahaman."

Jeff hampir mengerem mendadak mobilnya ketika aku kembali bicara. Dia sudah memelankan laju mobil, tetapi sebentar saja dan sudah kembali ke kecepatan awal.

"Bagian yang mana?"

"Alby dan Claudia, mereka ke Hartford untuk menyusulku. Sebelumnya mereka menghadiri acara amal. Hari itu, aku menemani Hyunjoo melepaskan ketegangan sebelum menikah, melakukan hal-hal yang ingin dia lakukan termasuk pergi ke bar. Kau tahu aku tidak kuat minum, 'kan?"

"Aku sangat ingat yang satu itu."

Aku tersenyum kecil. "Dan aku melakukannya. Asisten Alby menemukanku pingsan di bar dan menghubungi Alby. Saat itu juga Alby segera berangkat ke Hartford dan Claudia mengikuti. Hotel itu adalah tempat aku menginap saat asisten Alby menolongku. Alby dan Claudia juga tidak menempati kamar yang sama. Alby bersamaku semalaman."

Jeff memainkan rahangnya yang mengeras dengan telunjuk. Dia terlihat kesal, kecewa, tetapi juga tampak sedang berusaha memprosesnya. Aku tidak tahu apakah informasi itu akan membantu atau tidak. Namun, dia sama sekali tidak merasa lega setelah mendengarnya.

"Menurutmu media akan percaya kalau kau memposting klarifikasi atas foto-foto itu? Sebagai kekasih Alby, tentunya." Jeff memandangku dengan matanya yang berbinar, seolah-olah baru saja mendapat jalan keluar dari permasalahan itu.

Sayangnya, aku tidak sepemikiran dengannya, tidak juga bisa diterapkan untuk orang sepertiku. "Aku sempat memikirkan itu, tetapi aku bukan orang yang aktif di media sosial. Kalau aku tiba-tiba memposting klarifikasi tentang insiden mereka, atau memposting foto Alby dengan caption kalau kami bersama, akan menimbulkan banyak persepsi. Salah satunya adalah untuk membersihkan nama mereka. Dan lagi, aku akan menjadi umpan bagus untuk media."

Gumaman yang panjang Jeff keluarkan. Anggukan kecilnya membuktikan kalau kali ini dia sependapat denganku. "Aku tidak bisa membuatmu terlibat terlalu banyak dalam masalah ini, meski tujuannya adalah menyelamatkan kekasihmu juga."

"Kekasihku?"

"Kenapa? Apa kalian masih berpura-pura?"

Aku tidak sedang bicara dengannya saat menggumamkan status Alby, tetapi spontan terucap karena tidak menyangka Jeff mengakuinya. Padahal sejak awal dia sangat menentang hubungan palsu kami. Apa dia benar-benar peduli apa yang kurasakan pada Alby?

"Kau sudah tahu apa tujuan kami bersama, Jeff. Tanpa perlu kujawab, sudah jelas, 'kan?"

Namun, reaksi yang kuterima hanya tawa renyah Jeff. "Aku tidak melihat itu seperti berpura-pura. Akhir-akhir ini kalian melakukannya dengan sangat natural. Jujur saja, itu membuatku iri. Aku ingin sekali melakukan hal-hal manis untukmu, tapi selalu khawatir kau akan tidak merasa nyaman." Jeff mengakhiri penuturannya dengan senyum miris. Dia terlalu jujur kali ini, bahkan aku tidak tahu kenapa harus mendengar semua itu darinya.

"Sekali lagi, Jeff, kita harus ke mana?"

Jeff hanya diam selama beberapa waktu. Dia mungkin sedang memikirkan sesuatu, tujuan kami, dan apa yang harus kami lakukan. Aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa meski tidak berhenti memikirkan Alby. Semua ini terlalu mendadak, kepalaku sudah berdenyut sejak tadi dan aku menahannya.

"Kau ingat nama hotel yang kalian kunjungi saat di Hartford?" Akhirnya dia bicara setelah bermenit-menit terlewati.

"Kau tidak bermaksud ingin pergi ke sana, 'kan?"

"Tidak, tapi aku harus ke sana."

Sebelum aku sempat memproses keputusan Jeff yang terlalu cepat ini, aku sudah dibuat pusing ketika Paula juga meneleponku. Ternyata sebelum menelepon, wanita itu sudah mengirimkan tautan artikel tentang gosip yang menjadi topik hangat hari ini dan aku tidak menyadarinya. Foto yang muncul di pratinjau menunjukkan Claudia sedang berdiri di depan kamar hotel hanya dengan memakai jubah mandi, dan di pintu yang terbuka, Alby berdiri seolah-olah sedang menunggu kedatangannya. Jelas itu lorong hotel yang berbeda dengan yang kami datangi.

Apa menjadi pasangan palsu harus membuatku serepot ini?

***

Alohaa~
Selamat Idulfitri bagi yang merayakan ^,^
Aku gak pandai bikin konflik, sih, tapi semoga bisa memicu emosi, ya. Hahaha.

Baiklah, terima kasih sudah membaca sampai di sini.
See you on the next chapter
Lots of love, Tuteyoo
2 Mei 2022



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro