Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

45 - F the Chats

Bodoh.

Aku tidak berhenti merutuki diri sendiri, karena tidak bisa jatuh cinta pada orang yang jelas-jelas tulus padaku. Lagi pula, aku tidak percaya kalau perasaan itu ada--sebelum aku mengenal Alby. Semuanya tentu akan sangat mudah, aku akan bahagia-kata mereka.

Aku tiba di apartemen pukul sepuluh lewat, nyaris setengah sebelas. Sudah tidak terdengar lagi aktivitas dari para penghuninya. Tentu, orang-orang akan memilih menikmati tidur nyenyak mereka daripada menunggu seseorang yang bahkan lebih peduli pada orang lain--itu sindiran keras untukku.

Sambil menyeret koper, aku membiarkan sepatu hak yang kukenakan menggema di lorong lantai sembilan. Aku bahkan rela memakai yang setinggi sepuluh senti demi menyempurnakan penampilanku di acara Hyunjoo. Sayangnya, aku tidak bisa berada di sana sampai acara berakhir karena harus mengikuti Alby. Di depan banyak orang, aku masih berusaha berperan sebagai kekasih untuknya, tetapi apa yang kudapat?

Akhirnya kuputuskan untuk mengambil semua barang-barangku di penthouse Alby dan pulang. Aku rindu apartemenku yang sempit dan berantakan. Walau tidak mewah dan penuh dengan furnitur lama, tetapi tidak ada tempat ternyaman selain rumah sendiri. Aku baru sadar sangat merindukan pulang ketika mengemas barang-barangku ke koper.

Aku sudah mengangkat tangan, ingin mengetuk pintu, tetapi pintu di hadapanku sudah terbuka lebar lebih dulu sampai Nate muncul dari baliknya.

"Oh, kau pulang?"

Aku memperhatikan penampilan Nate yang lumayan rapi. "Mau ke mana?" Aku balas bertanya dan sengaja tidak menjawab pertanyaannya dulu. Sengaja menghindar untuk menjawabnya. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk menceritakan tentang Alby dan aku lebih membutuhkan istirahat daripada pelukan rasa kasihan.

"Karena kukira kau masih di tempat Alby, aku berencana akan menginap di rumah temanku dan bermain game. Lihat." Dia menunjukkan ransel berisi penuh yang menggantung di sebelah bahunya.

"Oh, baiklah. Hati-hati dan jangan repotkan orang lain di sana." Dan aku tidak punya alasan untuk melarangnya pergi meski aku perlu teman malam ini.

"Sepertinya aku batal pergi." Nate masuk lagi dan melemparkan tasnya ke sofa lumayan keras dan suaranya bisa kudengar di sini. Aku sampai meringis membayangkan nasib laptopnya andai itu ada di sana. Namun, jelas bukan itu yang penting saat ini.

"Kenapa?" Aku mengikutinya masuk dan tidak lupa menutup pintu. Bedanya, aku melempar diriku sendiri ke sofa, tepat di sebelah tas Nate. Kakiku sudah cukup tersiksa dan rasanya sudah tidak sanggup lagi untuk dipakai menopang tubuhku.

Tentang Nate, dia tidak pernah membatalkan rencananya jika sudah siap untuk pergi. Pengalaman yang pernah terjadi, dia bahkan tetap pergi meski saat itu aku sedang demam dan terlalu lemas melakukan apa-apa.

"Kau pulang selarut ini, dengan pakaian yang bagus, jelas terjadi sesuatu di sana."

Ah, dia terlalu memperhatikan.

"Semuanya baik-baik saja, acara pertunangan Hyunjoo dan Dave berlangsung tanpa kendala. Tapi tamunya yang berulah." Percayalah, aku tidak bisa menahan rasa kesalku saat ini. Bahkan, sepatu hak yang kubeli di pasar murah pun kulempar begitu terlepas.

"Hanya Alby yang bisa membuatmu sekesal itu. Atau Jeff? Tunggu, apa dia juga di sana?" Alis Nate nyaris bertaut, menunjukkan betapa penasarannya dia pada cerita lengkap dari kejadian malam ini.

"Sulit dipercaya, tapi Jeff tidak membuatku kesal malam ini." Aku akan terus mengingat tragedi pemecatan tidak berdasar itu ketika rasa bersalah mulai menghampiriku. "Alby tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya pada Claudia. Aku terjebak bersama Jeff dan aku tahu kalau dia masih mencintaiku."

"Wow. Pria majalah itu? Pasti ada yang salah dengan matanya." Nate menggeleng seolah-olah itu adalah hal yang buruk.

Aku mendengkus. "Bukan salahku kalau dia jatuh cinta, 'kan?"

"Ya, dan dia bodoh karena melepaskanmu. Alby juga tidak cukup beruntung karena tidak bisa melupakan Claudia padahal sudah ada kau di sisinya."

Aku berdecak keras, tidak suka pada ucapan Nate. "Jangan membuatku seolah-olah sangat berharga untuk dimiliki."

Nate terkekeh dan menggeser tasnya sebelum membanting tubuh di sebelahku. "Kukira itu akan membuatmu senang."

Ugh. Makin buruk setelah tahu dia mengatakan itu hanya untuk menghiburku. "I don't need that." Jangan salahkan aku kalau membalas dengan ketus.

"Lihat apa yang kutemukan." Nate kemudian membungkuk agar dapat meraih sesuatu yang ada di bawah meja. Cukup lama tangannya meraba-raba tempat itu sebelum akhirnya kembali dengan mengangkat sebuah kotak berisi setumpuk CD yang berantakan. "Dua hari lalu aku membantu seorang rekan kerjaku membereskan rumah orangtuanya. Dia ingin membuang ini semua, tetapi aku memintanya sebagai upah."

Oke, aku tidak mengerti kenapa Nate membawa semua sampah itu ke rumah, padahal dia tahu aku benci ketika melihat barang-barang lama yang tidak berguna. Entah Nate sudah memeriksa apakah semua CD itu masih bagus atau tidak.

"Oke, lalu?" Baiklah, pertama mari kita apresiasi wajahnya yang berbinar saat ini.

"Tom & Jerry dan Scooby Doo. Koleksinya hampir lengkap, aku sudah mencoba semuanya dan CD ini masih bagus. Kau tahu artinya, 'kan?"

Alis Nate yang bergerak naik turun berhasil mengundang senyum tersungging di bibirku. Tentu saja aku mengerti maksudnya. "Oke, tapi biarkan aku ganti baju dulu."

Aku beranjak dari sofa tanpa menunggu reaksi Nate. Kuseret koper sampai ke kamarku dan tanpa membuang-buang waktu segera mengganti pakaian. Bahkan aku tidak peduli pada ponsel yang terselip di antara pakaianku di dalam koper. Ketika berurusan dengan dua kartun favorit kami itu, aku tidak bisa memikirkan hal lain lagi. Dan, ya, menonton salah satu dari dua kartun tersebut adalah pengalih terbaik untuk saat ini.

Dulu, ketika suasana hatiku sedang tidak baik karena Dad atau, ya, aku memang tidak pernah merasa senang ketika ibu Nate ada di rumah. Bahkan aku sangat marah ketika tahu dia memakai baju Mom. Aku tahu Mom pun mungkin tidak akan mempermasalahkan itu, tetapi aku hanya ... tidak rela. Kuharap seseorang bisa memaklumi sikapku itu. Dan satu-satunya cara terbaik untuk memperbaiki itu semua adalah menonton kartun Tom & Jerry atau Scooby Doo bersama Nate.

Seharusnya aku membenci semua yang berkaitan dengan wanita itu, termasuk Nate. Namun, Nate cukup beruntung karena aku bertemu dengannya saat masih menggemaskan. Mana tega aku mengabaikannya.

Aku kembali ke ruang tengah setelah sebelumnya mampir ke dapur untuk mengambil camilan dan minuman kaleng. Nate bahkan jauh lebih excited daripada aku yang sedang berusaha mengalihkan pikiran.

"Biskuit ini dari mana?" tanyaku sembari mengangkat stoples yang tampak asing ini dan menggoyangnya.

"Biasa, Bibi Shelley selalu memberikan makanan lebih pada kita. Kali ini dia minta stoplesnya dikembalikan, soalnya yang itu bagus." Nate membalas sembari mempersiapkan kartun yang akan kami tonton. CD player kami yang sudah tua ternyata belum rusak.

"Aku tidak tahu masalah apa yang sedang kaualami, tapi kuharap ini bisa sedikit membantu melupakannya." Setelah mengatakan itu, dia menekan satu tombol di remote dan tayangan TV berubah menjadi tayangan Tom & Jerry.

Aku tahu ini sesuatu yang receh, tetapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bersemangat.

🎶

Jeff - Claudia baik-baik saja. Hanya anemia dan asam lambung.
Jeff - Kau istirahat dengan baik?

Aku tidak tahu Jeff akan serius menanggapi kata-kataku kemarin--bahkan berbasa-basi, seperti aku mau membalasnya saja. Dia mengirim pesan itu pukul tiga dini hari dan aku baru membacanya pukul sepuluh pagi. Walau aku belum tidur saat itu, tetapi aku tidak memegang ponselku sama sekali sampai aku tidur dan sudah bangun seperti sekarang.

Oh, lihat, dugaanku tidak salah, bukan? Kondisi Claudia tidak seburuk itu. Alby hanya terlalu berlebihan seolah-olah Claudia sedang mendapat tindakan serius dan sedang dalam masa kritis. Ugh. Mengingat itu membuatku kesal lagi. Pria itu bahkan sama sekali tidak mengirim pesan padaku, entah itu sekadar bertanya keberadaanku atau kenapa aku pergi dari penthouse-nya. Pertanyaan sesimpel itu akan membuatku percaya kalau dia benar-benar peduli.

Aku membiarkan Jeff melihat tanda bahwa pesannya sudah kubaca, tetapi aku tidak membalasnya. Satu-satunya yang tidak kuinginkan adalah berurusan lagi dengan apa pun yang berkaitan dengan Claudia. Sayangnya, aku belum bisa mengakhiri itu sekarang.

Ponselku berdenting singkat. Aku tidak tahu kenapa aku begitu bersemangat memeriksanya dan akhirnya mendesah kecewa karena yang kuterima hanya sebuah email pesanan masuk dari situs freelancer. Apa aku baru saja mengharapkan pesan dari Alby? Gila saja!

Aku memeriksa jam dan teringat kalau harus menemui Hyunjoo siang ini. Daripada tidak melakukan apa-apa di apartemen, aku beranjak dari kasur dan bersiap. Aku berencana untuk pergi lebih awal sekalian mencari makan untuk sarapan. Takada bahan makanan di kulkas karena seminggu kutinggalkan. Entah apa yang dimakan Nate selama aku tidak ada.

Karena memikirkan isi kulkas, aku juga akan mampir ke supermarket untuk belanja sore nanti.

New York tidak pernah sunyi. Jalan besar selalu dipenuhi oleh kendaraan, kota tidak berhenti beraktivitas, meski di tengah malam. Seperti saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas dan bukan jamnya para penduduk harus berangkat bekerja, tetapi suara klakson masih saling bersahutan--terlebih ketika seseorang tiba-tiba berhenti di pinggir jalan untuk menurunkan seseorang.

Aku menyaksikan semuanya selama menyusuri trotoar. Mulai dari petugas yang menilang seorang pengendara, seorang petugas kebersihan yang menegur remaja nakal karena sudah mengotori kerja kerasnya, sampai pertengkaran kecil sepasang kekasih yang kebetulan berselisih denganku. Terlalu banyak hal kecil terjadi di sepanjang jalan ketika aku mencoba untuk mengalihkan pikiranku dari pria yang tidak pantas untuk dipikirkan. Namun, kuputuskan untuk melupakan kejadian-kejadian menarik itu di balik pintu kafe begitu aku memasukinya.

Sebuah buku menu mendarat di atas meja di depanku tepat ketika pantatku mendarat di salah satu kursinya. Aku tidak tahu apakah pelayan kafe yang tersenyum sangat lebar ini sedang sangat bersemangat atau memang sangat antusias menyambutku. Kafe ini lumayan sering kudatangi dan membuatku berpikir mungkin dia mengingatku, tetapi wajahnya terlalu asing untuk menerima keramahanku.

"Panekuk combo, croissant isi keju, satu banana smoothies, dan itu saja dulu, aku akan memesan lagi setelah temanku datang." Aku hanya membuka buku menu sebentar, membalik beberapa halaman dengan enggan, dan berakhir memesan menu yang biasa kupesan di sini.

Si pelayan yang masih sangat muda ini menyebut pesananku lagi sebelum pergi meninggalkanku bersama buku menu. Aku segera mengeluarkan senjata untuk mencari uang; iPad dan stylus, beserta ponselku yang kurasa menerima banyak pemberitahuan sejak di jalan tadi. Satu pesan Alby yang mencuat di antara pratinjau pesan yang lain berhasil menarik perhatianku.

Termometer - Ke mana? Kenapa barang-barangmu tidak ada?

Kukira dia tidak sebodoh itu untuk langsung mengerti bahwa perempuan yang dipaksa untuk tinggal bersamanya ini memutuskan pulang. Caranya bertanya seperti aku tidak punya tempat tinggal lain, makin malas saja aku membalasnya. Kusimpan kembali ponselku dan mulai mencari inspirasi untuk mengerjakan pesanan dari seseorang yang pernah membayarku sepuluh kali lipat. Aku penasaran seperti apa orang itu dan apakah dia benar-benar merasa puas pada hasil pekerjaanku sampai rela membayar sebanyak itu. Dan ya, kuharap hasil kerjaku memang pantas untuk diapresiasi sebesar itu.

Aktivitasku harus terinterupsi ketika sebuah pemberitahuan email masuk mencuat di layar iPad-ku. Tadinya aku hanya ingin melihat sekilas, tetapi saat menemukan namanya tidak asing dan dengan subjek yang ditulis dengan huruf kapital. Bagaimana mungkin aku tidak tertarik untuk membaca isinya jika itu bukan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang sangat kuinginkan.

===

From : Troye Anderson <[email protected]>
To : [email protected]
Subject : THIS JOB MIGHT SUITS YOU WELL
Dear, Ava
Seperti yang pernah kukatakan padamu di hari pertama kita bertemu, aku punya tawaran menarik untukmu. Kemampuanmu akan sangat disayangkan kalau hanya menjadi freelancer. Aku tidak tahu apa kau memerlukannya, tetapi besar harapanku kau mau bergabung bersama kami. Kutunggu kapan pun kau siap bergabung bersama kami, Ava.
P.s. Aku juga melampirkan fail terkait tentang pekerjaan ini beserta formulir yang perlu diisi kalau kau berminat.
Yours sincerely,
Troy

===

Wow. Aku bahkan menganga sampai lupa cara kembali mengatupkan mulutku. Aku tahu Tuhan tidak benar-benar menuliskan cerita yang buruk untukku. Setelah menyebar selusin lamaran ke berbagai perusahaan dan tidak mendapat jawaban, lalu aku pasrah dan tawaran itu datang sendiri padaku.

Aku sudah mengunduh fail yang dilampirkan Troy, tetapi kedatangan Hyunjoo membuatku menahan dulu euforia dan antusiasku untuk segera memeriksa isi fail tersebut.

"Aku sudah meminta izin pada Jeff untuk tidak kembali lagi ke kantor dan dia kabulkan. Hari ini dia tampak jauh lebih bersemangat dari kemarin, mungkin itu sebabnya dia tidak mempermasalahkan aku yang pulang sebelum waktunya."

Dia bahkan baru datang dan sudah berceloteh cukup panjang. Mendengarnya saja sudah membuatku haus hingga kusesap minumanku yang aku tidak sadar sudah tersaji di meja--bisa jadi si pelayan meletakkannya saat aku sibuk membaca isi email Troy.

"Jadi, aku harus menemanimu di sisa hari ini?"

Hyunjoo mendengkus dan merotasikan kedua matanya seolah-olah aku adalah musuh yang tidak ingin ditemuinya. "Tentu saja, kau tidak berada di acaraku sampai selesai kemarin, jadi kau harus menggantinya hari ini."

Aku menggaruk pelipis dengan telunjuk dan tersenyum bersalah. "Maaf, situasi itu tidak bisa kuhindari."

"Aku tidak bisa benar-benar marah padamu." Setelah mengatakan itu dia melambai pada seorang pelayan.

Selagi Hyunjoo memesan dan memainkan ponselnya, aku memanfaatkannya untuk mengerjakan desainku. Si pemesan memintaku untuk membuat ilustrasi dua orang sedang berdiri saling membelakangi dengan wajah sedih dan situasinya melankolis. Ini jenis pesanan yang pertama kali kuterima sebenarnya. Setelah merasa cukup mempelajari cara membuat ilustrasi digital, aku menambahkan kategori itu pada halamanku dua hari lalu. Tentu saja aku harus mengerjakannya dengan baik agar menarik perhatian orang lain saat kulampirkan pada portofolioku.

"Aku masih tidak mengerti kenapa kau dan Alby juga harus ikut ke rumah sakit mengantar Claudia." Hyunjoo memandangku dengan polosnya, tampak tidak mencurigai apa pun. Mungkin karena aku memang jarang menunjukkan kebersamaan kami padanya. "Padahal Jeffrey saja cukup, 'kan? Aku jadi terpaksa membiarkan Pete memakan kue yang seharusnya kuberikan padamu."

"Kau ingat, Alby mantan Claudia, 'kan? Dan aku berteman baik dengannya sejak SMA." Kuharap jawaban itu cukup masuk akal untuk diterima Hyunjoo.

"Aku bisa pahami kalau Claudia temanmu, tapi Alby? Karena kau berkata seperti itu, aku jadi mengira dia masih peduli pada mantannya."

Oh, apa aku terlalu jelas mengatakannya? Aku hanya berkata jujur, tetapi mungkin terlalu jujur untuk memberi kode bahwa kami tidak baik-baik saja. Parahnya lagi, aku tidak bisa menutupinya saat ini. Gestur ingin menghindari pertanyaan itu terlalu kuperlihatkan.

"Tidak, Joo. Kami baik-baik saja."

Hyunjoo mengernyit sebentar, mungkin belum bisa memercayai senyum yang saat ini kupamerkan padanya. "Kalau ada apa-apa, kau tahu ke mana mencariku."

Senyumku mengembang begitu saja karena ketulusannya. Sepertinya aku banyak bersyukur hari ini. Sayangnya, aku tidak bisa terlalu lama berlarut dalam rasa syukur itu ketika mataku tidak sengaja menangkap sosoknya baru saja memasuki kafe.

"Shit, kenapa dia tahu aku ada di sini?" Aku bahkan tidak bisa menahan diri untuk tidak mengumpat. Namun, suaraku pelan dan kuharap Hyunjoo tidak mendengarnya dengan jelas.

"Siapa? Oh, dia bertanya padaku tadi, jadi aku memberi tahunya."

Sialan, Hyunjoo. Di saat aku berusaha untuk mengabaikannya, dia justru menghampiri kami dengan senyum menyebalkan yang sialnya sangat menawan.

***

Ending-nya nggak bagus banget. Huft.
Maafkan aku, semoga kalian nggak bosan sama kisah mereka, ya. Hehe.

See you on the next chapter
Lots of love,
Tuteyoo
25 Januari 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro