Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPter 5: Seowoo & Yoongi

.

.

.

"GEWD MORHNEEEEENNNGGG!!!"

Tujuh kurang lima belas, pintu ruangan SMF Umum terbuka lebar, bersama kemunculan Hwang Gongju dan ransel hijau tosca ngejreng di kedua bahu. Apa pun percakapan Seowoo dan Yoongi sebelum ini terputus, teralih pada teman mereka yang datangnya cukup mepet dengan permulaan shift pagi ini.

"HP jaga semalem siapa?" Gongju bertanya saat mulai mendekati lokernya, memasukkan kunci konvensional ke dalam lubang dan mulai bersiap-siap untuk jaga pagi hari ini.

"Taehyung," jawab Yoongi, matanya mengikuti ke mana pergerakan teman mereka yang agak pecicilan itu, menunggu reaksi Gongju yang sempat dibahas Seowoo sebelum subyek pembicaraan mereka berteriak keras-keras di depan pintu SMF.

"Hah?" adalah respons Gongju yang tengah menyelipkan penjepit nametag ke kerah jas putihnya. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari-cari orang yang namanya barusan disebut Yoongi, bersiap-siap kabur seandainya Kim Taehyung memang ada di sana.

Yoongi mendorong punggungnya ke belakang hingga mendesak sandaran kursi melengkung, kemudian berputar-putar di atas kursi beroda itu. Kursi bos, khusus untuk ketua SMF Umum. Seowoo mengulurkan tangannya untuk menahan kursi Yoongi menabrak pinggiran meja. Aksi itu tentunya disengaja agar Gongju kebingungan.

"HP malam, kan," ulang Yoongi, penuh kesabaran—sekaligus raut terang-terangan ingin tahu pendapat Gongju soal ini, "Taehyung. Kim Taehyung. Barusan gue lihat dia dipanggil ke bangsal anak lantai enam."

Omongan itu membuat Gongju kembali membanting pintu lokernya hingga menutup. Di pintu lokernya tertempel jadwal jaga ruangan di bagian atas. Table kecil itu dipandangi Gongju sampai kedua matanya terasa juling. Di sana tertulis, HP jaga semalam dikuasai dr Min Yoongi, sedangkan HP jaga pagi adalah jatah Gongju dan Seowoo—

"Gue sama Seowoo sengaja tukeran sama Taehyung." Blak-blakan, Yoongi menyampaikan itu.

Tarik napas dalam, hitung sampai sepuluh, hembuskan. "Oh."

"Oh-nya datar amat, Buuu," goda Seowoo. Gongju menoleh, dengan uap didenguskan keras-keras dari lubang hidungnya, untuk menemukan sahabatnya sedang memainkan kelopak bunga warna kuning cerah dari vas berisi bunga mawar merah dan kuning yang masih segar.

"Ya udah, gue cari Taehyung." Mau bagaimana lagi, shift pagi ini ia terjebak bersama Taehyung yang tengah dihindarinya pasca obrolan malam hari di atas motor itu. Setidaknya, saat jaga ruangan ia bisa mobile ke mana pun yang diinginkannya. Tidak perlu bersama-sama Taehyung terus.

Manik mata Gongju berhenti pada vas bunga di atas meja SMF.

"Aww, sweet. Siapa yang beli bunga pagi-pagi?" tanyanya, mengalihkan pembicaraan dari topik yang tanpa disadari membuat tengkuknya tidak nyaman. Tangannya meraup rambut yang mulai melewati batas bahu, membentuk cepolan kecil di belakang kepala.

"Dari pagi udah ada di sini," Seowoo yang menjawab.

"Bukan dari Yoongi buat lo?"

"Gue nggak pernah beli bunga buat Seowoo."

Bibir Gongju mencebik. "Yeu, pacaran nggak pernah kasih bunga."

Seowoo menarik kartu yang diselipkan di vas bunga, melambai-lambaikan tangannya santai di udara. "Ini bunganya buat lo, Ju."

Krik.

Krik.

Krik.

"HAH???" Drama macam apa lagi ini, sudah harus bertemu Taehyung seharian di shift yang sama, sekarang ada pembeberan fakta bahwa bunga di meja SMF Umum itu ditujukan padanya. Hampir saja Gongju menghampiri Seowoo untuk merebut baca kartu itu, namun Yoongi mengingatkan waktu telah mencapai permulaan shift pagi. Mau tak mau, Gongju segera mengambil ponsel jaga yang satunya lagi, yang belum aktif, dan menghubungi nomor HP jaga yang dipegang Taehyung. Cewek itu segera pergi secepat angin, meninggalkan Yoongi berdua Seowoo di ruangan SMF Umum.

Jemari Seowoo berhenti memainkan kelopak bunga.

"Iya juga, ya, lo nggak pernah beliin gue bunga." Choi Seowoo seolah menyadari sesuatu.

Yoongi melirik Seowoo. "Namanya juga waktu itu persiapan koas. Mana sempet."

Berhubung hari ini jadwal mereka sama-sama santai—klinik umum dan MCU—keduanya baru akan dipanggil kalau sudah ada tiga antrian.

Dan, berhubung sudah membahas ini, percakapan berikutnya bertajuk nostalgia. Masa lalu yang menyebabkan keduanya bersama hingga hari ini.

.

.

.

.

HEART IN HEARTBEAT

Special Chapter: Seowoo & Yoongi

.

.

.

.

"Mabok gue," cetus Seowoo, menghentikan coretan-coretan spidol di kertas raksasa berwarna kelabu. Kepalanya rebah ke atas kertas, berharap semua tulisannya dapat menyerap langsung ke otak tanpa perlu ia bolak-balik membuka teksbuk raksasa di tengah selasar gedung fakultas kedokteran. "Kenapa, ya, di blok terakhir yang ada anatominya gue malah dapat bagian anatomi kepala-leher...."

"Anatomi telinga doang." Temannya yang sama-sama mengerjakan tugas menceletuk. "Telinga mah gampang."

"Gampang karena lo ngegambar," jawab Seowoo kesal, kepalanya digeser sedikit agar dapat melihat sosok Min Yoongi yang tekun menggambar anatomi telinga di kertas flip chart. Mereka memutuskan mengerjakan tugas tutorial bersama-sama karena mendapatkan topik yang serupa. Anatomi telinga. Lengkap dengan penjelasan per bagian, dan salah satu mahasiswi ambisius di kelas sebelah sekalian menambahkan fisiologi telinga di topik itu.

Cari muka di depan dosen. Menyebalkan.

Yoongi menggigit bagian belakang spidolnya, mengamati progres menggambarnya sejauh ini.

"Jangan digigitin, ih. Jorok." Seowoo menggapai tangan Yoongi dari posisinya, berusaha menjauhkan spidol dari mulut teman seperjuangannya. Nggak sampai. "Pose mikir yang nggak keren," komentarnya. Merasa istirahatnya cukup, Choi Seowoo kembali pada posisi duduk bersila. Selama satu menit, ia membanding-bandingkan kertas flip chart-nya yang penuh tulisan dengan kertas Yoongi yang baru terisi sedikit—akibat gambar anatomi telinga yang tengah digeluti semenjak sejam ke belakang.

"Lebih nggak keren lo rebahan di tengah jalan." Ketika Seowoo hampir mencubitnya, Yoongi keburu melanjutkan, "Lo capek, kan? Makan dulu yuk."

"Indomie Pak Bima?" Tukang mie instan legendaris di kampus mereka ini selalu siap jam berapa pun, termasuk sekarang, jam tiga siang, ketika kebanyakan orang sudah menyelesaikan kegiatan perkuliahan dan memenuhi kantin kampus.

"Micin mulu kapan pinternya," timpal Yoongi. "Warteg seberang aja, gimana?"

Hmmm. Warteg kedengaran lebih bergizi dan bertenaga. Itu yang Seowoo perlukan sekarang. Ia sudah membayangkan telur balado dan tumis kangkung kesukaannya, juga nasi putih yang bisa diambil sebanyak-banyaknya. Ada keringan tempe nggak ya....

"Oke, gue coba kontak Jieun, siapa tahu mau ikut kita." Seowoo mengangkat BB-nya dari lantai.

.

.

.

.

"Jieun mau belajar buat pretes praktikum patologi klinik."

Sepuluh menit berikutnya, mereka baru saja selesai memilih-milih lauk makanan. Seowoo kehabisan telur balado, namun berhasil mendapatkan cumi dimasak bumbu kuning. Lumayan, lah. Diliriknya isi piring Yoongi yang sedari tadi anteng-anteng saja. Ayam bakar bumbu kecap. Widih. Mewah bener.

Teman Seowoo, Jieun alias Lee Jieun, tidak bergabung bersama mereka. Seowoo memaklumi kegigihan Jieun dalam mempertahankan beasiswanya, juga salut akan ketekunan teman sekelompok belajarnya itu. Jieun belajar sehari enam jam seusai kuliah, makan dan aktivitas lainnya sebelum tidur selama tiga jam, lalu melanjutkan belajar jam tiga pagi bila ada ujian. Haih. Betapa inginnya Seowoo punya semangat belajar dan manajemen waktu sebaik itu.

"Asyik," jawab Yoongi, baru kembali dari wastafel usai cuci tangan. "Gue bisa pinjam ringkasan patklinnya besok."

"Tulis sendiri, pemalesan lu."

"Nanti juga gue pinjemin ke lu."

Seowoo menancapkan sendoknya ke dalam cumi. "Oh, harus dong! Nggak ada kata 'pelit' di antara kita!" Setelah bilang begitu, ia lanjut makan lagi tanpa memedulikan kedua mata Yoongi menyipit menatapnya.

"Bilang aja lo nggak mau keluar duit buat fotokopi catatan Jieun."

"He he..., tau aja."

Mereka mahasiswa akhir tingkat tiga saat itu, selangkah lagi menuju masa-masa yang disebut koasisten. Disingkat koas, punya nama lain berguru silat demi mencari kitab suci ke selatan. Di tengah-tengah kesibukan sebagai mahasiswa yang sudah sepatutnya mulai menyicil bahan ujian komprehensif di akhir tingkat empat nanti, pertemanan Seowoo dan Yoongi yang telah terjalin semenjak masa ospek (karena satu kelompok—iya, Yoongi ketuanya. Manusia cablak ini diam-diam punya kharisma sebagai ketua) semakin akrab.

Terlebih, saat tingkat akhir, Seowoo dan Yoongi satu kelas untuk segala hal: kuliah, tutorial, skill's lab, dan praktikum-praktikum terakhir mereka.

.

.

.

.

Seowoo baru menemukan Yoongi hari itu setelah temannya menghilang sepanjang jam kosong di antara kelas sebelumnya dan tutorial. Bersama mangkuk beling berisi indomie kuah Pak Bima si legendaris, Seowoo mendekati Yoongi yang sedang melepas jaketnya.

"Dari mana lo? Tadi gue chat nanya mau nitip pesen apa, lo nggak jawab," ujar Seowoo, mulutnya penuh telur rebus.

"Ada urusan dikit," Yoongi kelihatan enggan membahas ke mana tadi ia pergi. Dipesannya indomie cabe hijau dan telur dadar, kemudian pemuda itu duduk di sebelah Seowoo. "Lo makannya dilama-lamain? Mie lo sampe bengkak begitu."

Seowoo menunduk menatap makanannya. "Habis lo lama. Males banget gue makan cepet-cepet, nanti pas liat indomie lo datang, gue ngiler lagi." Ucapan masuk akal. Indomie punya teman selalu kelihatan menarik, no?

"Pesen lagi aja, kayak orang susah." Omongan itu terkesan jahat, padahal Yoongi mengucapkannya santuy. Memang Min Yoongi tidak bisa manis sedikit.

"Emang susah," jawab Seowoo jujur.

"Anak rumahan kan enak."

"Anak rumahan juga duitnya bulanan."

Ini, debat kusir calon-calon perang dunia kedelapan, sebenarnya tidak berarti apa pun. Seowoo dan Yoongi senang membahas satu topik ke topik lainnya tanpa membawa emosi. Kalau Seowoo sedang emosional menghadapi kerasnya kehidupan, Yoongi memilih diam dan mendengar. Kalau Yoongi sedang terlalu jengkel hingga menarik diri, Seowoo berusaha memancing menggunakan makanan enak dan diskon.

"Weh, pantes Sowon ditolak. Lo udah pacaran sama Seowoo."

Salah satu teman seangkatan mereka, Kihyun, muncul untuk mencomot sepotong telur dadar Yoongi yang baru digiring keluar dari dapur Pak Bima. Yoongi memukul bahu kawannya. "Miskin nggak segininya kali," protesnya ketika menemukan telurnya tercabik.

Kihyun tertawa dan buru-buru kabur sebelum dimaki lagi.

"Sowon?" Seowoo menyebut nama gadis paling jangkung seangkatan mereka. "Nembak lo?" Pertanyaannya biasa saja, namun pikirannya menebak-nebak sendiri. Pantas Yoongi tadi 'hilang'....

"Yap," Yoongi mulai melahap mie-nya tanpa menatap Seowoo. Kelihatannya lapar banget.

"Kenapa lo tolak?" Seowoo jelas penasaran. Soalnya kan..., "Sowon cakep banget."

Bahu Yoongi terangkat sedikit. Mulutnya tidak menjawab, terlalu penuh mie dan telur goreng. Bikin penasaran saja. Mumpung Yoongi belum ada tanda-tanda selesai makan, Choi Seowoo segera menyelesaikan makanannya. Supaya ketika dia tanya nanti, Yoongi nggak berkilah, habisin mie lo yang mekar. Emang bunga, mekar segala.

"Yoongi."

"Nggak minat." Jawaban Yoongi sangat singkat. "Satu, pacaran itu ribet kalau nggak berimbang. Dua, nggak minat aja, sama Sowon-nya."

Ih. Sadis.

"Kok?!" Gemas, deh. Yoongi ini maunya apa. Sowon, bagi Seowoo, punya segala hal yang diinginkan teman-teman seangkatannya. Bisa aja emang Yoongi masih betah menjomblo, pikir Seowoo optimis. Jujur, kalau seandainya Yoongi betulan menerima Sowon sebagai pacarnya, dia sendiri agak sedih. Tentu saja, nanti yang membagi fotokopian kuliah cuma-cuma padanya siapa?!

Seowoo memang oportunis. Menjurus tamak. Fufufu.

"Gue nggak mau pacaran sama orang yang belum gue kenal-kenal banget," jawab Yoongi santai. Piring indomie-nya sudah kosong. Lapar apa maruk, tuh. "Kok lo jadi ngurusin soal Sowon dan gue? Indomie lo—"

"Udah abis, sori ye." Seowoo menjulurkan lidah. Yoongi mudah ditebak, pasti ujung-ujungnya akan mengalihkan ke topik yang remeh karena tidak nyaman disudutkan semacam ini. Gadis itu kemudian berdiri, berniat mengembalikan mangkuk ke dalam dapur Pak Bima. "Sekalian nggak?" Piring Yoongi maksudnya.

Piring yang disodorkan pada Seowoo adalah jawaban. Sekembalinya Seowoo dari dapur Pak Bima, Yoongi terlihat sedang mengetik sesuatu di Blackberry-nya yang tombol kuncinya sudah bolong.

"Ke ruang tutor, yuk. Baca-baca bahan," ajak Yoongi, melepas pandangannya dari BB ke tas Seowoo yang sedang digeratak sang empunya karena mencari bungkusan tisu.

"Gue belom beres nanya sama lo," ujar Seowoo sewot.

"Nanya apa lagi? Dari tadi lo banyak nanya."

"Gue penasaran soal omongan lo yang barusan!" telunjuk Seowoo teracung ke udara, seolah-olah ada balon dialog Yoongi di atas sana. "Yang 'gue nggak mau pacaran sama orang yang belum kenal-kenal banget'."

"Oh." Wajah Yoongi mendatar. "Ada yang aneh?"

"Berarti," sengaja diberinya jeda, supaya Yoongi merasakan rasa penasaran yang sama dengan Seowoo, "kalau sama yang kenal banget mau pacaran?"

Uhuk!

Yoongi tahu-tahu batuk-batuk. Pertanyaan Seowoo, menurutnya, aneh banget. Choi Seowoo yang dikenalnya sejak ospek memang seseorang yang super random, tapi Yoongi nggak pernah menyangka bahwa Seowoo bisa melewati batas random yang bisa ditolerir oleh orang-orang lainnya.

Atau ...—Yoongi jadi curiga akan sesuatu—Seowoo sedang bermanuver?

TAPI BUAT APA???

Kilat di mata Seowoo menggoyahkan pikiran yang sempat terlintas barusan. Yoongi buru-buru menghapus kecurigaannya. Anak ini memang iseng, suka banget menanyakan hal-hal remeh yang setelah mulai dibahas dapat menyingkap teori konspirasi semesta.

"Lo mau pacaran sama gue?"

Ganti Seowoo yang batuk-batuk. KOK JADI GUE SIH?! Ditoyornya kepala Yoongi kuat-kuat, berharap tenaganya cukup membuat cowok ini mental lima meter ke belakang.

"Gue nanya lo, kenapa lo balik nanya gue!"

Yoongi menahan tangan Seowoo yang hampir menoyornya lagi. Setengah karena takut isi kepalanya kabur semua karena ditoyor Seowoo, setengah lagi karena ingin tahu tanggapan Seowoo kalau mereka sesekali membahas hal-hal di luar lingkaran pertemanan mereka.

"Karena cuma ada lo di sini selain gue," jawab Yoongi diplomatis dan tidak menjawab sama sekali menurut Seowoo.

Yoongi menurunkan tangan mereka dari udara, namun tidak melepaskan tangan Seowoo dari genggamannya. Seowoo terdiam, menyadari bahwa setelah bertahun-tahun berteman, baru kali ini tangannya benar-benar berpegangan dengan tangan Yoongi. Seowoo dapat melihat kulit-kulit kecil yang mengelupas di sekitar kuku ibu jari Yoongi. Seowoo dapat merasakan kehangatan tangan Yoongi.

"Kalau gue jawab berarti kita udahan temenannya?"

"Tergantung jawabannya apa."

Seowoo menghela napas. Dari tadi ia mencoba menggerakkan tangannya supaya lolos dari tangan Yoongi, tetapi tangan Yoongi tetap lengket di sana.

"Ya udah, ayo...."

Alis Yoongi terangkat, dua-duanya. "Ayo apa?"

Cengiran Seowoo terlihat masam di wajahnya. "Ayo udahan temenannya."

.

.

.

.

"Oooooooo, gitu awal mulanya, Dok?"

Beomgyu yang sedari tadi menyimak bersama Ryujin memutuskan berkomentar di akhir cerita. Pipi Beomgyu ditopang kedua tangannya, menandakan ia serius mendengar kisah Seowoo dan Yoongi di akhir masa kuliah. Di sebelahnya, Ryujin melongo karena tidak percaya.

"Ayo udahan temenannya, Dok? Mana romantisnya," komentar anak itu, lupa kalau bicara dengan dua orang senior yang banyak membimbingnya selama di stase bedah.

"Apaan romantis-romantis, Bocah!" Tawa Seowoo dan Yoongi meledak karena pendapat Ryujin yang menurut mereka polos sekali itu. "Definisi romantis emangnya apa, Ryujin? Klasifikasinya? Gejala kliniknya?"

Ryujin cemberut mendengar pertanyaan Seowoo. "Dok, jangan diingetin lagi soal ujian. Kasusnya nefrolithiasis, pertanyaannya soal cholelithiasis."

"Daripada aku, kasus bener sih appendicitis, tapi pertanyaan pertama dr Jin itu, 'saya sambil makan nggak apa-apa, ya?' sambil buka Hoki Hoki Bento," kata Beomgyu sedih, mengenang ujiannya bersama konsulen unik satu itu. "Sewaktu aku kedistrak makanannya, dr Seokjin tanya apa klasifikasi appendicitis berdasarkan gambaran histopatologinya. Aku refleks jawab shrimp roll."

Seowoo otomatis menepuk-nepuk kepala Beomgyu, memberikan penghiburan dan simpati. Seolah bilang, gue juga dulu sial pas ujian bedah, Dek. "Yang penting beres ujiannya!" ujarnya menyemangati.

"Habis ini kalian stase apa?" tanya Yoongi yang sedari tadi diam saja.

"Neuro, Dok!" jawab kedua koas itu lantang.

"Nanti kangen lho, sama dr Jin dan dr Namjoon," goda Seowoo.

"Kangen liat mereka berantem di journal reading, sih, Dok," Ryujin mengacungkan jempolnya. Beomgyu ikut manggut-manggut menyetujui.

"Kalau kangen sama saya, nanti saya buat kalian her, deh!"

Tiba-tiba, dr Seokjin nongol di pintu ruangan SMF Umum. Keempat orang yang sedang berbincang di dalam terkejut. Nggak ada angin, nggak ada pizza gratis, konsulen yang satu itu muncul tanpa diundang.

"Ih, jangan Dok! Kasihan kalau dibuat her!" protes Seowoo, membela adik-adik koasnya yang mendadak pucat.

Dr Seokjin menyandarkan tubuh di pintu. "Bercanda, kali. Mereka tuh pinter. Saya aja baru tahu ada klasifikasi histopatologi baru dari appendicitis," ia mengerling ke Beomgyu yang tampak panik. Tiga orang lainnya tertawa, mengingat kronologis dari Beomgyu beberapa saat sebelum tokoh utama ujian bedah mereka muncul.

"Gongju nggak di sini?" tanya dr Jin random.

"Jaga ruangan pagi, dok." Yoongi sempat lirik-lirikan dengan Seowoo. "Nanti saya kasih tahu Gongju kalau Dokter ke sini cari Gongju, Dok."

"Oke. Bilangin chat saya nggak dibales-bales. Saya butuh kopinya sekarang." Kim Seokjin berbalik, pergi dari sana tanpa basa-basi, sama seperti kemunculannya barusan.

Kali ini, Yoongi dan Seowoo benar-benar bertatapan.

Taehyung harus tahu ini!

.

.

.

.

BUTUH GP BARU (4)

Choi Seowoo 07.39
Hoi hwang gongju dicariin dr jin chayank
Ju
JU

Min Yoongi 07.41
Kopinya ditunggu dr jin chayank

Min Yoongi 07.42
Geli amat ada chayank nya

Choi Seowoo 07.44
Wah diem dia
Jangan jangan lagi emergency

Min Yoongi 07.45
Lagi intubasi kali

Kim Taehyung 07.47
Iya, beneran lagi masukin ett

Choi Seowoo 07.48
HAHAHAHAHAHAHAHAAHHAHAHAHAHAH
Bocah kualat!!!!!

.

.

.

.

tbc.

.

.

.

.

Keterangan:

1. Cholelithiasis: batu empedu

2. Histopatologi: gambaran jaringan secara mikroskopis (dilihat dari keadaan sel-selnya di bawah lapang pandang mikroskop)

3. ETT/endotracheal tube/pipa endotrakeal: alat untuk membantu pernapasan yang dimasukkan lewat mulut/hidung, kemudian disambungkan ke mesin ventilator

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro