Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPter 4


.

.

.

BUTUH GP BARU (4)

Choi Seowoo changed the group's name to TEMANNYA MRS SEOKJIN


TEMANNYA MRS SEOKJIN (4)

Choi Seowoo 13.50
Finally hidup gue tenang

Min Yoongi 13.51
Anjay~
Gw kira sibuk apaan ternyata ganti nama grup

Choi Seowoo 13.55
WKWKWKWKWKWKWKWKWK
Bagus kan nama grupnyaaa
Pengen deh gw invite dr jin ke sini

Min Yoongi 13.55
=_=

Kim Taehyung 13.55
Emang td lamaran?
Berisik banget kafet, gue ga denger apa-apa

Kim Taehyung 13.57
Gongju ke mana ya?

Kim Taehyung 14.09
Udah jaga igd aja ni berdua...

Hwang Gongju 14.22
APA APAAN BUSET

Hwang Gongju changed the group's name to BUTUH GP BARU

BUTUH GP BARU (4)

Hwang Gongju 14.23
Sialan seowoo
Gak temen 5 menit

Hwang Gongju 14.28
Udah 5 menit
Temenan lagi

Kim Taehyung 14.30
Anda ngapain sih.........

.

.

.

.

Beberapa hari setelah itu, semua berjalan seperti biasa.

Rumah Sakit Big Hit berada di fase lamban, ibarat raksasa yang beristirahat di permulaan musim semi. Cuaca masih tidak menentu, terkadang hujan tanpa henti, kadang-kadang panas terik hingga pendingin ruangan terkesan disfungsional. Di saat-saat seperti inilah, ruang staff MCU menjadi markas besar para dokter umum yang sedang tidak ingin diekori koas-koas minggu ujian.

Choi Seowoo mengipas-ngipas wajahnya memakai lembar ceklis medcheck. "Geraaaahhhh!"

"Kalem, kalem," kata Yoongi, menutup pintu ruang staf agar tidak ada orang tambahan selain mereka berempat. "Baru juga masuk, AC-nya baru nyala."

Gongju mengambil tempat di salah satu sofa, menyandarkan kepalanya di lengan sofa. "Suhu enam belas, dong. Asli panas banget. AC di kamar jaga rusak pula...."

Ketika Taehyung ikut duduk di sofa yang sama dengan Gongju, Seowoo si usil menghentikan kipas-kipasnya, "Mendingan lo nyender ke sebelah sana, Ju. Bahunya Taetae lebih empuk."

Dari lengan sofa, Gongju merengut. "Apaan sih."

"Gue nggak keberatan, kok." Jawaban Taehyung yang santai menimbulkan reaksi spontan dari Seowoo dan Yoongi—("CIYAAAAAA!")—sementara Gongju memutuskan pura-pura tidur saja di sana. Agak susah, ya, di sini mau hidup tentram. Kombinasi Seowoo yang usil, Yoongi yang ngomongnya sedikit-sedikit nancep, dan Taehyung yang sulit ditebak sedang tidak sinkron dengan kepala Gongju yang minta istirahat.

"Beomgyu dapat kasus apa, ya...." Tidak menemukan reaksi yang diharapkannya dari Gongju, Seowoo melemparkan topik lain, pembicaraan yang lebih netral ketimbang mengurusi kedua orang 'menggemaskan' ini. Ketika Yoongi mendaratkan tatapan Beomgyu-lagi-Beomgyu-lagi padanya, gadis itu menambahkan, "Ryujin barusan chat gue bilang dikasih kasus nefrolithiasis sama dr Jin kesayangannya Gongju. Ada foto BNO-IVP-nya juga. Staghorn, lho."

"Serem," komentar Yoongi, manggut-manggut membayangkan kekagetan koas yang ketiban sial dapat kasus aneh-aneh. Bedah urologi merupakan percabangan ilmu bedah yang baginya lumayan rumit. Apes benar nasib Shin Ryujin karena harus mempelajari topik serumit itu. "Lagi nggak ada pasien pneumothorax atau appendicitis apa...."

"Udah di-discharge sama Taetae semua hari Minggu kemaren," timpal Gongju, ingin menimbrung membahas koas-koas malang yang kelabakan membaca referat internal—sebutan keren untuk 'catatan koas senior'—untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para konsulen. Stase bedah tuh ugh, stase mayor yang merepotkan. Kayaknya, yang agak mendekati keajaiban stase bedah adalah stase obsgin. Dramanya sudah di level lain.

"Disuruh dr Namjoon, bukan mau gue," Taehyung membela diri. "Kagok amat hari Minggu kemaren dr Namjoon nggak visite. Nggak nitip ke dr Jin, pula."

"Mana mau dr Namjoon nitip visite ke dr Jin." Argumen Yoongi sangat masuk akal, dan ... secara implisit menandakan kurang baiknya hubungan kedua konsulen tersebut. Agak harus berpikir. Itulah gunanya menjadikan Min Yoongi ketua SMF. Selain keberuntungan suitnya payah, Yoongi juga amat sangat sangat sangat sangat diplomatis.

Diplomatis tapi tepat sasaran ... kalau agak berpikir.

Memecah keheningan, Seowoo mendadak berdiri dari kursinya, "Ojol udah di depan! Gue ambil Richeese kita dulu, yak."

"Titidijey." Yoongi, matanya terpaku pada layar HP, menjawab seadanya. Mengingat seperti itulah biasanya mereka berdua, bukan pasangan yang tempel teroooossss seperti muda-mudi zaman sekarang, Seowoo yang pergi keluar mengambil pesanan makanan mereka tanpa ditemani Yoongi bukanlah pertanda keduanya sedang bertengkar.

Berada di posisi miring bersandar di lengan sofa membuat Gongju mau tidak mau mempertimbangkan ulang usulan Seowoo barusan, ke bahunya Taehyung saja, tapi gengsi keles. Akhirnya dia memilih duduk tegak, meringis karena lehernya salah urat. Baru saja ia mau bertanya sesuatu ke Taehyung, HP jaga berbunyi. Astaga. Ringtone HP jaga terdengar seperti musik horror untuknya. Gara-gara Yoongi pernah iseng menyamakan ringtone empat nada itu dengan in-tu-ba-si-in-tu-ba-si, sampai detik ini Gongju selalu berpikir berbunyinya HP jaga berarti doa untuknya mendapatkan pasien terancam gagal napas.

Atas kekesalan yang menggumpal di ubun-ubunnya, Yoongi yang sedang duduk anteng di balik meja kerja MCU mendapatkan tatapan sengit dari Gongju di sofa.

"Aman?" Gongju menebus rasa penasarannya dengan bertanya ketika Taehyung selesai menerima telepon.

"Sejauh ini, sih." HP jaga kembali ke dalam saku jas putih Taehyung. Pemuda itu menoleh menatap Gongju, tersenyum seolah menyadari setelah ini beban kerjanya akan dialihkan ke pundak Hwang Gongju. "Ada pasien baru rencana masuk HCU, syok hipovolemik karena diare akut."

"Mantul," komentar Gongju, memberikan jempolnya sebagai penegasan bahwa penyakitnya memang mantap betul. "Udah, lo operan ke gue sekarang aja. Nanti plus-plusnya deket-deket jam dua."

Taehyung kelihata berpikir-pikir selama sedetik, kemudian, "... itu aja, sih...? Dari pagi kerjaan gue cuma ngerujuk pasien ke rumah sakit tetangga karena permintaan keluarga. Habis itu, gue bareng kalian-kalian."

"Lo jaga ruangan siang, Ju?" Yoongi bertanya tanpa menoleh dari layar ponselnya. Taruhan, anak ini pasti sedang main PUBG.

"Iyeeehh."

"Ngapain datang jam segini?"

Jam di dinding menunjukkan waktu yang terlalu awal untuk datang menggantikan Taehyung bertanggungjawab atas pasien-pasien di bangsal, jam satu kurang. Pertanyaan Yoongi dijawab senyuman masam.

"Kelakuan konsulen kesayangan lo, tuh," omel Gongju. "Gue diteleponin dari pagi, disuruh ngambil jurnal di ruangannya, disuruh terjemahin dan bikin presentasi buat ngajar koas bedah minggu awal. Yang ngajar siapa, yang dapet uang siapa, yang harus bikin siapa." Taehyung terlihat mengangkat alisnya mendengar semua itu. "Heran, gue. Secara legal gue terdaftar di SMF Umum, kenapa kerjaan gue nyangkut di SMF bedah semua, ya?"

"Tepatnya, lo nyangkut di dr Jin," sindir Yoongi tepat sasaran. "Gue sama Seowoo nggak gitu-gitu amat, kok."

Benar juga. Satu-satunya korban dr Jin, baik dalam urusan beli makanan atau mengerjakan jurnal, hanya dirinya seorang. Konsulen capcay itu maunya apa, sih? Ide melintas di pikiran Gongju untuk mengambil salah satu atribut keseharian dr Jin, misalnya nametag, untuk dijadikan bahan san—

"Mau bikin lo mikirin dia terus." Seowoo tiba-tiba sudah nongol di pintu MCU, mengagetkan Gongju yang sedang menginjak-injak nametag dr Jin dalam imajinasinya. "Mana transferan duitnya? Makanan ini nggak gratis!"

Pemikiran soal dr Jin, apa pun itu, juga kebingungan Gongju karena Taehyung berulangkali melemparkan tatapan tak terbaca padanya, segera lenyap. Harum sayap ayam Richeese begitu kotak dibuka segera memusatkan perhatian empat orang itu pada meja di tengah-tengah. Cara terbaik melupakan kekesalan di tempat kerja memang, tak lain dan tak bukan, hanyalah makan makanan enak.

"Bagi kentang, dong." Tangan Taehyung terulur ke arah kotak kentang goreng milik Yoongi, dan di saat itu Gongju melihat setitik saus di sudut bibir Taehyung. Duh, Taehyung makannya jorok banget kayak anak kecil. Saat hampir terkumpul inisiatif untuk menghapuskan noda saus itu, Gongju teringat ucapannya sendiri mengenai betapa kampungannya tindakan itu.

Maka, ia memutuskan bertindak seolah-olah tidak melihat apa-apa.

.

.

.

.

Dok, pasiennya gelisah dan desaturasi.

Laporan dari perawat menjadi awal kenapa Hwang Gongju mau repot-repot keluar dari kamar jaga tempatnya menerjemahkan jurnal kebangsaan dr Seokjin dan melangkahkan kaki terburu-buru ke ruang semi intensif yang disebut HCU. Penasaran pasien apa yang mendadak mengalami perburukan ketika Taehyung tidak mengoperkan pasien observasi mana pun di rumah sakit ini.

Diulangi, tidak ada operan observasi pasien ruangan dari shift sebelumnya.

"Mana pasien desaturasinya?!"

Gongju mendorong pintu HCU dengan tenaga babon. Adrenalin mengucur deras di pembuluh darahnya, sementara kepalanya menjerit, GUE DARI TADI NGGAK SOMPRAL. NGGAK ADA YANG NGUTUK GUE JUGA HARI INI. APA DR SEOKJIN DIAM-DIAM NGEDOAIN GUE YANG NGGAK-NGGAK?! Cari kambing hitam atas kebauan yang mendadak mengganggunya hari ini.

Biasanya kalau lagi sibuk dengan 'pe-er' dari konsulen capcay itu, ruangan ikutan aman damai tentram sejahtera.

"Dok, saya sudah pesan ICU." Perawat HCU yang menyambutnya tersenyum lebar, mengacungkan jempol, seolah bilang, oke kan kesigapan gue?

Kedua bola mata Gongju hampir melompat keluar dari tempatnya.

"Kenapa udah pesan ICU aja?! Saya bahkan belum lihat pasiennya." Kalem, kalem. Katanya perkataan adalah doa. Jangan ngomong macam-macam sebelum lihat pasien!—Gongju mengutuk dirinya sendiri.

"Nggak apa-apa, Dok. Jaga-jaga aja."

Astagaaaa. Radar emergency di kepalanya dimatikan paksa. Berusaha berpikir positif bahwa pasiennya yang gelisah ini kebelet pipis seperti pasiennya yang DSS beberapa minggu lalu, lalu bergerak-gerak terus karena tidak boleh turun dari tempat tidur dan tidak mau dipasang kateter. Saturasi oksigen di monitor terlihat turun, saat itu, karena sensornya tidak pas menempel di jarinya.

Siapa tahu keadaannya semacam itu, kan? Tinggal pasang kateter (sambil berusaha tidak kena tendangan pasien) lalu beres. Nggak usah ke ICU. Amin.

Sesampainya di pasien yang dimaksudkan di telepon barusan, Gongju mengucek kedua matanya sampai tiga kali. Berkacak pinggang. Tulisan angka 98 berwarna biru di tengah monitor jangan-jangan hanya mimpi...?

"Saturasinya cakep, tuh," gumamnya heran. Desaturasi itu definisinya apaaaa? Ia jadi bingung. Ditambah, pasiennya sedang tenang-tenang saja dan mengantuk. "Balans berapa? Kok tensinya agak mengkhawatirkan...."

Terbiasa menghadapi kondisi yang agak-agak di luar nalar menyebabkan Gongju tidak dapat langsung pergi begitu saja. Ia mempercayai insting perawat-perawat HCU; mereka terlatih untuk menghadapi kegawatdaruratan ringan, EWS mereka sangat jalan sehingga dokter jaga menjadi lebih tenang bila pasiennya sudah teramankan di zona semi intensif itu.

Setelah menganalisis catatan terintegrasi dari IGD, (yaelah ini pasien yang tadi dilaporkan ke Taehyung mau masuk HCU) Gongju mengambil kesimpulan bahwa kondisi yang sekarang disebabkan karena kurangnya cairan intravaskular. Diketiknya beberapa baris instruksi untuk penatalaksanaan sementara dan ia pamit ke ruangan perinatologi karena diminta mengecek keadaan seorang bayi.

"Nanti lapor ya, Kak, post loading keadaannya gimana, sekalian cek BGA," itu pesan Gongju sebelum pergi ke ruangan perinatologi.

.

.

.

.

"Dok, pasiennya 'gitu' lagi."

"Haah? 'Gitu' gimana maksudnya?"

Baru juga melepas plug stetoskop dari telinganya, HP jaga sudah berbunyi lagi, (Gongju terngiang-ngiang in-tu-ba-si-in-tu-ba-si, dasar Yoongi titisan belut!) dan ia cepat-cepat menuliskan SOAP di komputer sebelum berlari ke HCU. Jarak antara ruangan perinatologi dan HCU tidak terlalu jauh, namun entah mengapa kedua kakinya memutuskan untuk berlari tanpa perintah dari otaknya.

Mendorong pintu HCU, Gongju menemukan perawat yang sudah percaya diri memesan ICU sedang berada di ruangan pasien lain, memberikan sonde makanan cair dengan anteng. Di ruangan pasien yang dilaporkan 'gitu', terdapat tiga perawat HCU—satu tengah mengatur laju infusan, dua lagi terlihat sibuk memperbaiki restrain di bagian kaki.

Langkahnya berhenti. Dari posisinya di dekat flowchart pasien, Gongju memperhatikan monitor, mencari-cari parameter tekanan darah dan...,

"Pasiennya bradikardi, Kak? Tadi kayaknya heart rate di atas seratus terus—" Di luar, ia terlihat tenang, sementara di dalam kepalanya, Gongju mengacak-acak ingatannya mengenai bagan-bagan ACLS. "Atropin Kak, sekarang masu—"

"Dok." Suara perawat yang baru selesai mengatur infus menyela, "Nadi nggak keraba."

Tik, tik, tik.

"KOMPRESI!" Suara yang keluar dari tenggorokan Gongju terdengar asing di telinganya sendiri. Ia sendiri langsung berlari menuju troli emergency yang entah sejak kapan berada di dekat tempat tidur pasien, menyambar ambu bag, memakai sarung tangan lateks sebanyak dua lapis, dan mulai memberikan pernapasan buatan.

"Satu, dua, tiga, empat—"

"Papan CPR dulu!"

"Miring kiri; satu, dua—"

Koordinasi yang baik. Tanpa banyak interupsi, mereka berhasil menyelipkan papan untuk resusitasi di bawah punggung pasien, dan melanjutkan kompresi dada sesuai protokol.

"Epi, epi!" ujarnya ketika melihat perawat yang sudah memesan ICU sebelumnya mendatangi mereka. HCU bukanlah ruangan abal-abal di mana mahasiswa baru lulus sarjana keperawatan bertugas. Orang-orang yang ditempatkan di sana sudah memiliki jam terbang tinggi. Ibaratnya, ketika mereka sedang terlena Indomie goreng dan micin, mereka tetap bisa melakukan CPR berkualitas tinggi seandainya salah satu teman mereka mendadak tumbang tanpa nadi teraba di leher.

"Epinefrin satu, Dok."

Perawat lainnya mempersiapkan pipa endotrakeal sesuai ukuran yang diminta Gongju. Tidak sampai dua menit, pasien terintubasi. Setelah memastikan suara paru kanan dan kiri sama, Gongju memfiksasi pipa itu di sudut bibir kanan pasien. Hitungan kompresi kemudian berubah.

Kenapa sih, jam segini harus megacode? pikirnya bete.

Dua menit kompresi berlangsung, dua jari digunakan Gongju mengecek nadi di leher pasien.

"Ada nadi! ROSC!"

Ketegangan yang membubung tinggi di ruangan HCU sedikit menurun. Kucuran adrenalin mulai menyurut, Gongju bisa merasakan telapak kakinya kembali ketika lambat berjalan ke arah komputer untuk merekam semua tindakan medis tersebut dalam jejak digital di aplikasi rumah sakit. Ia membereskan berkas-berkas persetujuan tindakan, kemudian iseng mengecek hasil pemeriksaan laboratorium yang dimintanya satu jam yang lalu.

Matanya membulat melihat nominal kalium di sana.

Ya elah, hiperkalemi! Mencak-mencaklah ia karena sepanjang ia membaca catatan terintegrasi, tidak ada sesuatu hal pun mengenai koreksi kalium. Terjawablah kebingungannya mengapa pasien dengan syok hipovolemik mendadak henti jantung padahal ia sudah mengganti volume cairan sesuai perhitungan.

Sekilas, Gongju memandang iba pada pasien laki-laki berwajah pucat dengan alat bantu napas di mulutnya.

Betapa sulitnya mempertahankan nyawa seseorang agar tidak pergi ketika mungkin kehidupan nyaris terlepas dari genggaman tangan.

.

.

.

.

BUTUH GP BARU (4)


Hwang Gongju 20.44
Heh makhluk makhluk kurang kerjaan
Kalian ngobrol APA aja sih ini chat jebol 500

Min Yoongi 20.44
Dibaca makanya dari awal

Choi Seowoo 20.45
Mau gue rekapin ga

Hwang Gongju 20.46
REKAPIN
Dasar gibahers

Min Yoongi 20.47
Ruangan sibuk banget?
Operan taetae kayaknya b aja tadi

Choi Seowoo 20.47
Kayak nggak inget aja gongju tuh bau
Pasien batuk pilek sehari aja bisa tbtb aspirasi pneumonia

Min Yoongi 20.48
Pasien dhf aja aja bisa tbtb stroke pis iya ngga

Choi Seowoo 20.48
HAHAHAHAH

Hwang Gongju 20.49
Pasien syok hipovolemik aja barusan arrest

Choi Seowoo 20.49
HAH????????

Min Yoongi 20.49
omg
ROSC?

Hwang Gongju 20.50
ROSC
Huhuhu kenapa gw megacode hari ini
Gw lagi translate jurnal dr jin
Tumben tumbenan

Min Yoongi 20.52
Daebak
Gw akan usul penambahan bed icu di rapat ksm berikutnya

Hwang Gongju 20.52
B
ajingan

Choi Seowoo 20.53
Jempolnya tolong dididik sopan santun

Min Yoongi 20.54
Daripada didik jempol mending lo mandi kembang

Choi Seowoo 20.55
Mandi kembang bank
Gw mau bunga deposito lo ju

Hwang Gongju 20.55
Nyesel gw nongol di sini
Dah ah mo mandi dulu
Rekomen sabun mandi yang wangiiiii banget dong?

Min Yoongi 20.56
Karbol

Choi Seowoo 20.58
Bayclin campur rinso campur rapika

Hwang Gongju 20.59:)

.

.

.

.

Gongju mendengus saat keluar dari kamar mandi. Berbanding terbalik dengan tubuhnya yang lembap habis mandi, kepalanya kering sama sekali. Rambutnya kering menjurus lepek, dengan poni yang bentuknya menyaingi lap pel. Gagal keramas dia, karena, "Siapa yang ngilangin shampo gue di kamar mandi, ih!"

Kamar mandi untuk para GP memang hanya ada satu. Mereka berbagi kamar mandi di sebelah kamar jaga ruangan karena kamar mandi ICU selalu didominasi perawat. Sedangkan, kamar mandi milik SMF Bedah yang kabarnya menghabiskan biaya seratus juta untuk renovasi dilarang mentah-mentah untuk dipakai orang lain selain Yang Maha Benar dan Besar Kepala dr Kim Seokjin.

Ya Tuhan, belagu sekali konsulen kere itu.

Mau pinjam kamar mandi di SMF Obsgin, Gongju malas melewati area kamar bersalin. Suasana di sana itu agak ... kau tahulah, punya aroma yang jauh dari kriteria aromaterapi.

Dan, tentunya, kamar mandi bersama berarti gue-boleh-pakai-punya-siapa-pun. Semua dianggap milik bersama. Seseorang membeli sabun mandi cair berukuran satu liter, dengan merk yang uniseks hingga tidak perlu risih 'kok gue bau Gatsby' atau 'LUX itu sabun cewek'. Gongju menyumbang shampo untuk jatah bulan ini, hampir tidak pernah memakainya sama sekali setelah membeli,

di saat butuh malah nggak ada betulan.

Ia heran. Hari ini kesialan bertubi-tubi menimpanya. Seharusnya durasi sebelum jaga dihabiskannya di kamar bersama novel tersayang, atau minimal Netflix. Jam sepuluh pagi, telepon dari konsulen capcay memburu-burunya datang mengambil jurnal yang perlu diterjemahkan. Lalu, operan HP jaga dari Taehyung yang aman-aman saja berbuah pasien henti jantung yang sedang dipertahankan lewat back up ventilator di dalam ICU.

Bahkan, ia belum makan malam.

Sepatu jaganya yang berwarna merah marun ditendang masuk ke dalam loker. Gantinya, Gongju mengenakan sandal jepit untuk perjalanan pulang. Sandal jepit itu dibelikan Seowoo waktu sahabatnya liburan ke Bali. Katanya, sandal jepit merk Joger enak dipakai, kelihatan sedikit lebih elit daripada sandal jepit lainnya.

Rumah Sakit Big Hit terlihat megang karena lampu-lampu kekuningan di lis langit-langit perlantai. Sebagian besar gedung terlihat gelap; area paling terang benderang adalah instalasi gawat darurat. Tempat gue kerja keren juga, ya, batin Gongju dalam hati. Keren dan banyak emergency, kayak main film aja. Hadeh. Sekarang makan apa, ya, masa beli Mc—

"Gongju."

Panggilan itu menghentikan baik langkah maupun pikirannya. Mencari sumber suara, Gongju menoleh ke kiri dan ke kanan, hanya untuk menemukan Taehyung dan motornya di parkiran rumah sakit. Taehyung mengenakan kaus dibungkus jaket dan celana panjang. Gongju tidak dapat mengenali warnanya karena penerangan yang minim, namun dapat dipastikan Taehyung terlihat kasual, bukannya datang karena mau jaga malam.

"Taetae, ngapain lo jam segini mejeng di parkiran RS?" tanya Gongju, setengah tertawa karena tebakannya, "lo disuruh jadi petugas parkir kalo malem-malem?"

Pemuda itu menjauhi motornya, mendekati Gongju yang masih diam di tempat.

"Mau ngajak lo makan malam," ia melepas jaketnya—dari jarak segini Gongju dapat melihat warna navy dari jaket itu—dan menyampirkannya di bahu Gongju, "terus anter lo pulang."

"Sweet," komentar Gongju sambil menarik risleting jaket Taehyung. "Lo begini juga ke Yoongi? Agak geli bayanginnya."

"Seowoo bisa musuhin gue."

"Bener juga." Walau tidak kentara, Gongju cukup yakin Seowoo tidak bakal membiarkan Yoongi dijemput orang lain—bukannya Yoongi akan mengizinkan dirinya dijemput oleh Taehyung juga. "Eh, pasien baru lo itu, Tae, hiperkaleminya emang nggak dikoreksi sama DPJP? Yah, RJP deh gue tadi. Sampai nggak sempat makan.... Ini buat nebus dosa, ya? Hahaha. Makan di mana, nih? Bukan di Mang Ade kan? Jangan lah, bosen gue."

"Ya udah," Taehyung diam sejenak, "Nasi padang?"

"Traktir ya, tapi."

"Iyaaaaa."

.

.

.

.

Tinggal di kota besar begitu berbeda dengan kota-kota non metropolitan lainnya. Kim Taehyung menemukan ribuan hal baru yang tidak pernah ditemukannya di kota asal, semisal rumah makan masakan Padang 24 jam seperti yang didatanginya sekarang bersama Gongju. Kota kecil tempatnya dilahirkan agak mirip kota hantu setelah jam tujuh petang. Sementara di sini, menuju jam sepuluh malam, jalanan tidak ada bedanya dengan siang hari.

Hwang Gongju sudah berjalan lebih dulu ke arah bufet yang diatur ala prasmanan, memastikan mendapat dua tangkup nasi hangat, kemudian mem-PHP mas-mas yang meladeninya. Gadis itu berjalan dari ujung ke ujung meja, melihat-lihat makanan apa saja yang tersisa. Tingkah Gongju tanpa disadari menerbitkan senyum kecil di wajah Taehyung, terlebih ketika tatapan mas-mas itu tanpa sengaja bersirobok dengannya, memelas seolah bilang, gan, pacarnya disuruh cepetan milih, dong. Taehyung menempelkan sisi luar tangan kanannya di dada, minta maaf karena Gongju lama memilih makanan, sekaligus gestikulasi dari 'sori dia bukan pacar saya'.

Bersama dua potong ayam pop, sambal hijau, sayur nangka, dan nasi hangat porsi kuli, Taehyung menduduki kursi di sebelah Gongju. Mendengarkan repetan mengenai habisnya sayur daun singkong yang sangat disukai Gongju.

"Kenapa namanya rumah makan 24 jam kalau daun singkongnya habis dari sore."

"Karena namanya rumah makan Padang, bukan rumah makan daun singkong," jawab Taehyung kalem. Tangannya sibuk meraih peralatan makan dari wadah plastik di ujung meja, mengelapnya dengan tisu kasar berwarna merah muda, kemudian sendok dan garpu itu ditaruh di sisi piring Gongju.

Seseorang mengantarkan dua gelas besar berisi teh tawar hangat, sesuai standar prosedur operasional ala rumah makan Padang. Lagi-lagi, jatah Gongju ia geser ke arah gadis itu—yang sekarang sedang berdoa, barangkali memanjatkan doa supaya tidak tersedak potongan daging rendang usai mengomel-ngomel soal daun singkong.

"Lo masih tim #NasiPadangPakeTangan," komentar Gongju ketika menyadari area makan Taehyung bebas dari sendok dan garpu. "Udah cuci tangan, belum?"

"Tadi, pake ini." Maksudnya, pakai mangkuk besi berisi air dan potongan jeruk limau. Cuci tangan yang tradisional sendiri, hanya dikobok-kobok di air yang tidak mengalir. Gongju menghela napas putus asa. WHO bisa menangis kalau melihat kejorokan Taehyung hari ini.

"Lo habis nyetir motor dan bayar makanan tadi!" pekiknya. Gadis ini kemudian sibuk mencari botol hand sanitizer andalannya di risleting depan tas merahnya. "Nih, pake!" Kedua tangan Taehyung direnggut paksa supaya membuka, lalu beberapa tetes gel berbintik biru dijatuhkan ke telapak tangan Taehyung yang kering.

Yang diomeli hanya iya-iya saja dan mulai menggosokkan cairan berbasis alkohol sesuai langkah-langkah standar WHO.

"Rendangnya juaraaa." Berganti dari menghujat soal ketiadaan daun singkong di rumah makan ini, Gongju mulai memuji-muji daging rendang kesukaannya. "Lo nggak mau pesan rendang? Enak, lho. Ini masuk review di Instagram kuliner minggu lalu."

"Gue #TimAyamPop." Antara memang lapar dan doyan, tahu-tahu ayam pop Taehyung sisa setengah dari potongan pertama. "Rendang sebesar itu harganya hampir dua kali ayam pop."

"Yang penting enak."

"Ayam pop juga enak."

"Hilih," Gongju mencebil. "Musuhan lima menit, ah."

"Karena rendang versus ayam pop?" Taehyung menganga tidak percaya.

"Karena lo menjatuhkan pasaran rendang! Enak aja ngatain rendang mahal."

Bersama Gongju, topik pembicaraan mengalir lancar tanpa perlu banyak berpikir. Kebanyakan, mereka hanya membahas topik-topik remeh yang tidak berpengaruh pada kedamaian dunia, tingginya tingkat kelaparan anak di dunia, angka kriminalitas yang tidak terendus media, dan semacamnya. Setelah beberapa waktu ke belakang timbul suasana canggung di antara keduanya, Taehyung bisa mengembuskan napas lega bahwasannya mereka bisa bersenda gurau tanpa Gongju menghindari tatapannya atau dibumbui cie-cie nggak penting dari Seowoo.

Diam-diam ia penasaran, saat bersama dr Jin, Gongju secerewet ini juga, nggak?

"Eh, kamu bukannya saya kasih tugas nerjemahin jurnal? Kenapa malah kabur ke sini?"

Panjang umur. Baru saja secara nggak sengaja Taehyung menyebut nama dr Jin di kepalanya, konsulen bedah mereka itu muncul bersama piring berisi nasi yang menjulang tinggi dan mengepulkan uap panas. Taehyung bisa mendengar desisan 'konsulen capcay' dari gadis di sebelahnya, sendok Gongju sampai jatuh segala karena kaget, dan ketika Taehyung membungkuk mengambil sendok itu, ia bisa mendengar Gongju berkata, "Dokter nggak makan di Mang Ade?"

Tubuh Taehyung terdiam sedetik.

Oh, itu alasannya tadi nggak mau makan di warung tenda Mang Ade....

Dr Jin di luar jas putihnya terlihat seperti orang kebanyakan; sweater warna monokrom, celana panjang, dan kalung rantai. Aneh menemukan konsulennya berkeliaran bukan di lingkungan rumah sakit.

"Nggak, lah. Saya sekalian pulang ke rumah, pas mau pesan ojol, eh di seberang rumah sakit ada rumah makan Padang masih buka." Tepatnya, nggak di seberang-seberang amat. Rumah Sakit Big Hit nyaris memakan tempat sepanjang setengah ruas jalan protokol, sementara rumah makan Padang ini ... di sisi yang jauh dari pintu masuk utama. Taehyung malas berkomentar soal satu ini.

"Dokter naik ojol?" Gongju salah fokus.

"Membantu bisnis rakyat," dr Jin meralat, jumawa sekali.

Sendok Gongju yang sudah kotor disimpan Taehyung di dekat mangkuk besi. Sebagai gantinya, ia membersihkan satu lagi sendok logam, yang ketika diulurkan pada Gongju malah diambil dr Jin dengan wajah tak berdosa. "Thank you, Taehyung. Padahal saya nggak minta. Saya makan nasi padang pakai tangan."

Taehyung tersenyum, tidak mencapai mata. "Sama-sama."

Sendok berikutnya dia selipkan langsung di tangan Gongju, supaya konsulennya tidak seenak jidat merampas hak orang lain. Gongju bahkan sepertinya tidak menyadari sendok sebelumnya lenyap di bawah meja.

"Kamu pulang naik apa?" tanya dr Jin, mulai menyuap nasinya.

"Ojol juga," jawab Gongju ringan. "Ojol pribadi."

Jawaban itu berhasil menutup kerongkongan Taehyung, hingga ia tersedak teh panas.

"Ojol pribadi?" Percayalah, untuk ukuran orang slengean seperti konsulen bedah mukiber (musuh kita bersama) bernama Kim Seokjin, orang ini pintar sekali menarik kesimpulan. "Maksudnya...," matanya melirik ke arah Taehyung yang sedang batuk-batuk, "... kamu? Kalian pacaran?"

Menarik kesimpulan yang salah, maksudnya.

Gongju menepuk-nepuk punggung Taehyung, teknik emak-emak meredakan tersedak yang tidak pernah tercantum di teksbuk kedokteran mana pun. Agak mendekati teknik back blow, tapi yang ini agak brutal dan tidak ada perhitungan tenaga atau lokasi mana yang menjadi titik sasaran tepuk.

"Kami nggak pacaran," kata Gongju mewakili Taehyung yang baru berhasil menghentikan batuknya.

Kedua alis dr Jin terangkat. "Oh...?"

"Saya dan Taehyung cuma teman," sekali lagi Gongju menegaskan itu pada dr Jin. "Seperti Dokter dan dr Namjoon, lah."

"Namjoon bukan teman saya," koreksi dr Jin, konsentrasinya kembali pada makanannya. Takut ikutan tersedak seperti Taehyung barusan, kali. Saat itulah Taehyung menyadari bahwa menu makanan dr Jin semacam copy-paste menu makanan Gongju.

Itu, dan jawaban Gongju barusan, entah bagaimana melunturkan sisa senyuman Kim Taehyung malam ini.

.

.

.

.

tbc.

.

.

.

.

Keterangan:

1. Nefrolithiasis: batu ginjal

2. BNO-IVP: pemeriksaan radiologi dengan pewarnaan yang disuntikkan untuk melihat keadaan ginjal secara fungsi dan anatomi

3. Staghorn: batu ginjal yang terlihat 'bercabang' mirip tanduk rusa

4. Pneumothorax: keadaan di mana terdapat udara di dalam selaput paru, sebuah kondisi abnormal yang disebabkan oleh berbagai hal

5. Appendicitis: radang pada umbai cacing/usus buntu

6. Syok hipovolemik: menurunnya perfusi (distribusi darah) ke jaringan akibat kekurangan cairan

7. Desaturasi (oksigen): penurunan kadar oksigen dalam darah

8. Balans: keseimbangan cairan masuk (intake) dan cairan keluar (output), biasanya dihitung dari penjumlahan cairan infus dan cairan peroral dibandingkan dengan jumlah urin dan kehilangan cairan tubuh lainnya

9. EWS/early warning system: penilaian untuk menentukan kondisi pasien yang sedang dirawat inap untuk dilaporkan kepada dokter yang bertanggung jawab agar menilai ulang kondisi pasien tersebut

10. BGA/blood gas analysis: pemeriksaan penunjang untuk mengetahui kondisi tubuh seseorang dengan sampel yang diambil dari darah arteri, meliputi kadar asam/basa tubuh, kadar oksigen, karbon dioksida, dan bikarbonat dalam tubuh, juga beberapa panel elektrolit

11. DSS/Dengue Shock Syndrome: derajat penyakit demam berdarah yang disertai renjatan/syok

12. Ruangan perinatologi: ruangan rawat inap untuk bayi berusia 0-28 hari

13. Bradikardi: denyut jantung yang di bawah normal/sangat lambat

14. Atropin: salah satu obat untuk kegawatdaruratan

15. ACLS/advanced cardiac life support: suatu ilmu tambahan mengenai pertolongan hidup lanjut mengenai jantung agar Sp.JP masih bisa tidur tenang di malam hari

16. Ambu bag: alat untuk memompa napas pasien

17. Epinefrin: salah satu obat untuk kegawatdaruratan

18. Hiperkalemi: keadaan di mana kadar kalium di darah berada di atas ambang normal

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro