15. Kencan Pertama
Fara dan Dewa sampai di mall terdekat dalam waktu lima menit saja. Dengan cepat mereka memesan dua tiket midnight yang akan tayang 15 menit lagi.
"Beli camilan dulu," kata Fara sambil menunjuk ke tempat camilan bioskop. Dewa mengangguk tanda setuju. Sampai di depan pegawai yang melayani mereka, Fara pun tersenyum dan menyebutkan pesanannya.
"Popcorn medium satu, hotdog satu, sama ice lemon tea reguler dua ya," kata Fara. Dewa mengernyit sementara pegawai bioskop menyiapkan pesanan Fara.
"Kamu beli hotdog, Far? Nggak keberatan buat jadi camilan nonton?" tanya Dewa. Dalam hati ia khawatir bahwa Fara belum makan malam. Tanpa sadar pria itu mengecek jam tangannya. Sudah selarut ini mana mungkin belum makan kan?
Pesanan Fara sudah siap dan sudah dibayar. Ia langsung memberikan hotdog-nya kepada Dewa.
"Buat kamu," kata Fara.
"Aku popcorn aja..." jawab Dewa. Ia malas sekali memakan hotdog sambil menonton. Camilan itu terlalu berat baginya.
Fara malah menatapnya malas. Wajah perempuan itu terlihat cemberut. Dewa suka melihat perempuan itu mengadah sambil memanyunkan bibirnya seperti saat ini. Terlalu menggemaskan.
"Emang kamu udah makan malem?" tanya Fara. Judes seperti biasa, memaksa Dewa untuk lebih kuat menahan diri agar tidak mencubit pipi istrinya itu.
"Kan tadi dibeliin makan malem buat yang rapat..." jawab Dewa singkat.
"Pertanyaanku kan bukan itu, Wa," kata Fara dengan senyum penuh makna.
Dewa diam sejenak. Ujung bibirnya berangsur naik sampai akhirnya tertawa. Pria itu menggelengkan kepalanya, nyaris tak percaya dengan kemampuan menebak perempuan itu.
"Kok kamu tahu aku nggak makan malem?" tanya Dewa dengan wajah penuh ketertarikan.
"Sering bikinin kamu camilan buat nemenin kerja, nggak pernah dimakan..." jawab Fara sambil mengulum senyum. Ia tidak bisa menahan rajukannya saat Dewa sudah tertawa.
Dulu, Dewa sangat sulit tertawa. Laki-laki itu lebih suka menyeringai dan mengerutkan alisnya. Dulu, Fara ingat bahwa ia menghitung 'membuat Dewa tertawa' sebagai prestasi.
"Yuk, filmnya udah mau dimulai," Fara menepuk pelan bahu Dewa sambil tersenyum lebar. Malam ini, ia merasa penuh prestasi.
Fara berjalan duluan. Betapa terkejutnya ia ketika tiba-tiba seseorang merangkul kepalanya. Jantung Fara nyaris berhenti saat sosok yang merangkulnya itu juga mengecup kepanya beberapa kali.
"Lain kali camilan buatan kamu pasti kumakan..." bisik Dewa setelah mencium puncak kepala istrinya. Setelah itu Dewa buru-buru melepaskan rangkulannya. Pria itu sangat puas karena telah berhasil menyalurkan kegemasannya pada satu-satunya perempuan yang mengerti dirinya.
Baik dulu maupun sekarang, hanya Fara yang bisa bersikap seperti pembaca pikiran Dewa.
Fara membatu. Ia merasakan kedutan di bibirnya saat melihat sosok Dewa di depannya. Perempuan itu pun segera mengenyahkan pikiran kotor yang bersarang mendadak di kepalameskipun matanya masih tak bisa lepas dari bibir Dewa.
"Far? Yuk..." ajak Dewa yang bingung dengan Fars yang tiba-tiba melamun. Fara mengangguk dengan tergagap dan menarik senyumnya.
Ini bukan kali pertama Fara menonton midnight dengan seorang laki-laki. Tapi memang sudah bertahun-tahun Fara tidak merasakan sensasi seperti sekarang.
Mereka menonton dan sepanjang film jantung Fara berdebar tanpa bisa ia kontrol. Film yang mereka tonton memang film thriller, membuat ekspresi Fara cocok dengan adegan menegangkan di layar besar.
Tapi bukan karena film itu Fara merasa gugup luar biasa, melainkan karena bahu Dewa yang menempel dengan bahunya sepanjang film berjalan.
Dewa memang sedikit menyenderkan tubuhnya ke arah Fara, sebuah gestur yang tak biasa dari seorang laki-laku penyendiri yang terkadang bisa sangat risih jika disentuh.
Dewa tidak pernah begini sebelumnya, tapi Fara tidak keberatan. Perempuan itu bingung, tapi perubahan Dewa membuatnya merasakan kehangatan di sekujur tubuhnya.
Film akhirnya selesai dan lampu studio bioskop kembali dinyalakan. Fara dapat merasakan gerakan tubuh Dewa yang bergeser. Pria itu sedang menghadapkan tubuhnya kepada Fara dan mendeham menahan tawa.
"Ya ampun... muka kamu serius banget! Seseru itu ya filmnya?" tanya Dewa sambil mencolek cepat hidung mancung Fara. Mata perempuan itu membesar, mencoba menyadarkan diri dari buaian perlakuan Dewa yang membuatnya tak bisa berhenti termangu.
"Emang menurut kamu nggak seru ya, Wa?" tanya Fara balik. Membuat Dewa berpikir adalah satu-satunua cara untuk mengalihkan laki-laki itu dari sikap anehnya.
Jangan sampai Dewa tahu apa yang Fara pikirkan tentang suaminya itu.
"Hmm... lumayan kok," kata Dewa sambil melihat kembali layar besar yang masih menayangkan ending credit.
"Lumayan doang?" tanya Fara lagi, kali ini karena penasaran.
"I've seen better," kata Dewa sambil mengangkat bahunya.
"Padahal menurut aku seru banget..." kata Fara berbohong. Ia hanya ingin merajuk untuk melihat reaksi Dewa. Karena boro-boro merasa film tadi seru, nyatanya Fara yang tak bisa berkonsentrasi menonton sama sekali tidak paham cerita film tersebut.
Fokusnya sudah diambil sepenuhnya oleh sentuhan bahu Dewa selama dua setengah jam barusan.
Dalam hati Fara malu setengah mati. Mengapa sikapnya menjadi seperti anak SMA begini?!
"Ya bagus dong. Jadi nggak sia-sia kan nontonnya?" balas Dewa sambil menghabiskan lemon tea-nya.
"Sia-sia lah! Kamunya nggak begitu terhibur..." keluh Fara.
"Aku terhibur kok, tapi bukan sama filmnya," kata Dewa sambil berdiri. Tubuh tinggi dan gagah pria itu sekali lagi membuat Fara termangu.
"Far? Yuk..." Dewa kembali menyadarkan Fara. Perempuan itu pun segera berdiri.
Dewa menggenggam tangan Fara, lalu berkata, "Kamu di mobil tidur dulu aja ya?"
Ingin sekali rasanya Fara berkata bahwa dirinya tidak lelah. Ia hanya sibuk menahan perasaan menggebu tiap Dewa menyentuhnya seperti sekarang.
***
Waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam saat Fara dan Dewa sampai di rumah. Baik Nara maupun Bu Farida sudah tidur. Mereka naik ke lantai dua secara pelan-pelan karena tidak ingin membangunkan penghuni rumah.
Sampai kamar, Dewa melonggarkan dasi yang ternyata tak ia lepas sejak dari kantor. Karena terburu-buru, simpul dasinya pun malah menguat.
"Yah, nyangkut lagi," keluh Dewa. Fara mendekat dan memeriksa apa yang sebenarnya terjadi.
"Coba sini aku liat," ucap Fara. Ia mencoba mengurai simpul dasi Dewa dan selama itu, suaminya tersebut menahan nafas.
Fara memang bertubuh mungil jika dibandingkan dengan Dewa yang tinggi. Karena itulah ia harus berjinjit untuk melepaskan ikatan kencang dasi suaminya.
Dewa menelan ludahnya perlahan, menahan hasrat untuk meremas tubuh Fara dan mengangkatnya, kemudian ia dekap erat-erat dan ia nikmati bibir yang masih terpulas lipstik warna nude itu.
Gila. Dewa memutuskan mengangkat kepala sambil berusaha menjernihkan isinya.
"Udah," Fara menarik Dasi yang telah terlepas simpulnya itu. Dewa spontan menurunkan kepalanya.
Mata mereka bertatapan. Telapak tangan Fara masih menempel di dada Dewa, membuatnya bisa merasakan debaran jantung laki-laki tersebut.
Kuat, cepat, dan menimbulkan getaran dalam diri Fara.
Wajah Fara memerah. Ia mundur perlahan dengan mata masih menatap Dewa.
"Loh, kenapa kamu? Capek??" tanya Dewa khawatir. Wajah Fara terlihat begitu pucat.
"Ng... nggak, Wa..."
"Aku siapin air anget, terus kamu tidur ya. Aku mandi di kamar mandi bawah terus masih lanjut kerja dikit."
Dewa tersenyum sementara Fara mengernyit bingung. Emosinya naik lagi mendengar bahwa suaminya itu masih harus terjaga lebih lama lagi.
"Kok kerja sih, Wa?! Ini udah jam berapa??" Bisik Fara tajam. Ia masih sadar bahwa malah telah larut sehingga tidak ingin terlalu ribut.
"Sedikit aja, Far. Nggak akan lebih dari sejam, I promise."
"Kalo emang masih ada kerjaan kenapa tadi pake nonton segala??" kata Fara sambil bertolak pinggang. Ia merasa sudah membuang waktu dengan menonton tadi. Kini Dewa harus memangkas waktu istirahatnya karena itu.
"Habis aku mau ngerasain," kata Dewa.
"Ngerasain apa?" Fara pun bertanya kebingungan. Dewa menangkup wajah Fara dan tersenyum.
"Nge-date sama kamu. Belum pernah kan?"
Fara diam. Mati-matian ia menahan apapun yang sedang memberontak di dadanya. Perempuan itu memilih menurut kepada suaminya.
Setelah Fara mandi, ia pun segera memakai kaus tidur dan meletakkan tubuh lelahnya di atas ranjang.
Berbaring sendiri di kamar yang sepi, Fara dapat merasakan detak jantungnya mengantar ingatan tentang malam bersama Dewa yang baru saja ia lalui. Degupan dalam dadanya menggema hebat ke sekujur tubuhnya.
Lalu wajah Rai pun terbayang, terlihat jelas di depan matanya. Rai sedang tersenyum, memandangnya dengan dengan penuh cinta. Seperti biasa.
"Rai... apa boleh jantung aku berdetak kayak gini buat cowok lain?" ucap Fara dalam hati. Air matanya ia biarkan jatuh membasahi bantal, lalu ia memejamkan mata.
***
Hai haiii... nungguin Fara dan Dewa nggak hari ini?? Hehehee...
Karena authornya lagi agak riweuh, hari ini up-nya 1 bab dulu yah.
1 bab tapi gemes koookk... gemes kaaann??? Hihihii...
Sampai jumpa di bab selanjutnya❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro