Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

第二十二章 Bab 22

Now playing: You Dian Tian 有点甜 by Silence Wang

Selama festival musim semi berlangsung, Zhao Nan masih sering datang ke rumah keluarga Chen dan mengobrol bersama. Ia semakin akrab dengan orang tua Chen Ai, tetapi kelihatannya mereka belum memiliki kesan spesial pada Zhao Nan. Mencuri hati calon mertua memang bukan perkara mudah.

Beberapa hari sebelum Cap Go Meh, Chen Ai bersama keluarga kecilnya makan bersama sambil berbincang.

"Ai Ai, kau masih belum punya pacar, ya? Dulu kau sudah pernah pacaran dengan pria mapan, tapi kau malah putus dengannya. Mama benar-benar tidak mengerti jalan pikirmu," omel ibu Chen Ai sambil menambahkan daging ke mangkuk putrinya.

"Hmm ... Luo Wang itu orangnya baik, tapi entah mengapa aku merasa tidak terlalu cocok dengannya," sahut Chen Ai santai.

"Ya, Tuhan. Sudah tahu ia orang baik, tapi kau tetap putus dengannya. Sekarang ini zamannya bukan mencari yang cocok atau tidak, tapi mencari yang pria yang tepat. Masalah cocok itu akan muncul dengan sendirinya," cecar ibu Chen Ai.

"Iya, iya. Aku sudah mencoba, Ma. Aku sudah mencoba pacaran dengannya, tapi perasaan tak cocok itu belum muncul juga." Chen Ai melahap makanannya, lalu berkata lagi, "Mama dan Papa tidak perlu terlalu buru-buru, aku masih punya banyak waktu, kok."

"Apanya yang masih punya banyak waktu? Kau sudah memasuki umur dua puluh enam tahun ini," tegas ibunya. "Andaikan kau masih punya banyak waktu, aku dan papamu tidak punya banyak waktu."

"Benar, benar. Kalau Langit memberi kesempatan, kami ingin mengantarmu ke altar pernikahan," tambah ayahnya.

Chen Ai menghela napas sambil menunduk begitu mendengar hal itu. Perkataan ibunya memang benar. Kondisi kesehatan ayahnya sudah tidak begitu stabil. Ibunya juga memiliki hipertensi yang dapat kambuh sewaktu-waktu. Sebenarnya, Chen Ai tentu saja juga ingin diantarkan orang tuanya memasuki altar pernikahan. Namun, ia bahkan tak bisa berjanji pada diri sendiri kapan ia akan menikah.

"Tahun kemarin kau masih datang ke sini bersama Luo Wang. Tahun ini yang datang hanya hadiahnya saja. Dan juga, kau malah membawa pria lain lagi datang ke sini. Ai Ai, kapan kau akan dewasa?"

"Ma, sebenarnya aku sedang dalam tahap—"

"Mama tidak mau tahu! Kau sudah putus dari Luo Wang, tidak kunjung balikan dengannya, dan tidak lekas mendapat pacar baru. Maka mau tak mau kau harus menghadiri kencan buta!"

Chen Ai membelalak begitu mendengar hal itu. Kencan buta .... Itu biasanya tidak akan berjalan seperti skenario.

***

Sehari sebelum Cap Go Meh, Chen Ai dijadwalkan ibunya untuk menghadiri kencan buta. Ia naik taksi dari rumah ke Restoran Qingshi pada pukul 06.00 p.m. Sejujurnya, ia tidak habis pikir dengan ide ibunya. Ia bekerja di Shanghai, menetap di Shanghai, dan pulang ke Wuhan hanya saat Imlek. Mengapa ia harus repot-repot menghadiri kencan buta di Wuhan? Ini sangat membuang waktu. Namun, Chen Ai memutuskan untuk menuruti ibunya dulu daripada wanita paruh baya itu semakin cerewet. Dalam hati, ia tahu bahwa kencan buta ini tidak akan membuahkan hasil apa pun.

Chen Ai berjalan memasuki Restoran Qingshi dan mencari sesosok pria yang mirip dengan foto yang ditunjukkan ibunya. Ia sama sekali belum mengenal pria bernama Jiang Yaoqing ini, bahkan relasi yang menghubungkan ibunya dengan pria ini. Katanya, ibu pria ini adalah teman baik ibu Chen Ai dan pernah ikut menggendong Chen Ai saat ia masih bayi. Namun, Chen Ai tentu saja tidak mengingat apa pun. Akhirnya, dengan pasrah ia menurut dan datang ke kencan buta hari ini dengan mengenakan dress putih selutut yang dipilihkan ibunya. Setelah melihat ke sekeliling ruangan restoran, Chen Ai pun menghampiri seorang pria berjas hitam yang sedang membuka laptop.

"Permisi, apakah Anda Tuan Jiang?" tanyanya sopan.

"Iya. Apakah Anda Nona Chen?" sahut pria itu sambil menutup laptop.

"Benar." Chen Ai tersenyum formal, lalu duduk. Pria di hadapannya itu kelihatannya cukup mapan. Ia mengenakan jas abu-abu rapi, berpotongan rambut pompadour, dan gerakannya terlihat gesit seperti orang sibuk. Pria itu sepertinya tidak beda jauh dengan pria-pria pekerja kantoran beretos keras di tempat lain. Mengingat soal pekerjaan, Chen Ai jadi teringat sesuatu.

"Tuan Jiang, kalau boleh tahu, di mana Anda bekerja?"

Menanyakan hal semacam itu di kencan buta adalah hal biasa, jadi Chen Ai sama sekali tidak merasa sungkan.

"Dengar-dengar Nona Chen bekerja di Shanghai, ya?" Jiang Yaoqing bertanya balik.

Itu adalah tanggapan yang sangat tidak menjawab, batin Chen Ai. Atau jangan-jangan ia tersinggung dengan pertanyaan tadi? Ah, kalau tidak mau ditanyai seperti itu, lebih baik tidak ikut kencan buta. Chen Ai tersenyum tipis, lalu mengangguk sopan. "Iya." Ia tidak peduli mengenai soal lokasi kerja Jiang Yaoqing lagi, karena pria itu sepertinya tipe orang berbelit dan diplomatis berlebihan.

Setelah itu, mereka memesan makanan dan membicarakan hal lain. Chen Ai mengikuti arah pembicaraan Jiang Yaoqing begitu saja. Sebenarnya, pria itu tidak terlalu buruk juga sebagai teman bicara. Pria itu membicarakan banyak hal mengenai hobi mereka masing-masing, kebiasaan masa kecil, cara didik orang tua, lingkup pergaulang, dan banyak hal lain, kecuali gaji dan pekerjaan. Chen Ai tidak terlalu mengerti mengapa pria itu menghindari masalah pekerjaan, padahal itu juga merupakan hal berbobot yang dapat dibicarakan panjang lebar.

Beberapa saat kemudian, makanan datang. Mereka saling mengucapkan selamat makan pada satu sama lain sebelum mulai makan. Setelah itu, pembicaraan beralih ke menu makanan favorit dan jajanan khas Wuhan yang menemani pertumbuhan mereka.

Beberapa saat kemudian, terdengar pintu depan Restoran Qingshi terbuka dan seorang pelayan melontarkan ucapan selamat datang. Chen Ai yang duduk menghadap ke arah pintu pun spontan mendongak sekilas. Namun, pandangannya menangkap sesuatu yang benar-benar janggal. Tidak mungkin. Bagaimana bisa terjadi?

Zhao Nan. Ia mengapa datang ke sini?

Zhao Nan berjalan ke arah meja konter pemesanan makanan dan berdiri di barisan Take Away. Sambil mengantre, Zhao Nan melihat-lihat ke sekeliling ruangan restoran. Chen Ai buru-buru memalingkan wajah ke arah lain dan berkutat tak jelas ke tas tangannya.

"Kau mencari apa, Nona Chen?" tanya Jiang Yaoqing.

Chen Ai menggigit bibir. "Ehm ... aku mencari tissue," jawabnya asal.

"Ini tissue." Jiang Yaoqing menyodorkan kotak tissue yang ada di samping meja.

Chen Ai menerima benda itu sambil tersenyum canggung dan mengutuk dalam hati. Jawaban yang bodoh. Ia menoleh ke arah Zhao Nan sebelum menarik selembar tissue. Baguslah, pria itu kelihatannya sedang fokus mengantre. Chen Ai mengambil tissue dan mengelap mulutnya yang tidak kotor. Setelah menggulung tissue sampah, Chen Ai menoleh sekali lagi ke arah Zhao Nan. Pandangan mereka bertemu.

Chen Ai tersedak sekali. Oh, tidak. Bagaimana ini? Mengapa bisa ada orang dikenal yang ikut melihat? Ia buru-buru mengalihkan pandangan dari Zhao Nan. Jiang Yaoqing di hadapannya sudah mengulurkan gelas minuman begitu ia tersedak tadi. Ia pun menerima gelas itu dan meminum seteguk.

Beberapa saat kemudian, Zhao Nan selesai mengantre di barisan Take Away. Setelah itu, ia menghampiri Chen Ai. "Hai, Chen Ai. Kebetulan sekali bisa bertemu di sini," sapanya ringan.

Chen Ai yang sedang menunduk menghadapi makanan tiba-tiba terperanjat. Ia menggeser posisi duduknya, tak nyaman. "Hahaha ... iya." Chen Ai tertawa kering.

"Nona Chen, ini temanmu?" tanya Jiang Yaoqing tenang.

"Iya." Chen Ai memandang dua pria di hadapannya saling menatap.

"Oh ... hai. Aku Jiang Yaoqing, baru pertama kali ini bertemu dengan Chen Ai." Jiang Yaoqing mengulurkan tangan, lalu Zhao Nan menjabat tangannya.

Setelah itu, Zhao Nan kembali menatap Chen Ai. "Kencan buta, ya?"

"Kurang lebih seperti itu." Chen Ai mengambil tas tangannya, lalu menarik pergelangan tangan Zhao Nan menjauhi meja. "Zhao Nan, kita bicara di luar saja. Tuan Jiang, aku permisi sebentar."

Jiang Yaoqing mengangguk santai, lalu menghabiskan makanannya sendiri dan mengurus transaksi pembayaran. Setelah itu, ia memandang ke arah Chen Ai dan Zhao Nan dari balik dinding kaca. Dua orang itu kelihatannya membicarakan banyak hal, tetapi Jiang Yaoqing tidak dapat menebak topik pembicaraan mereka, karena ekspresi keduanya terus berubah-ubah tak menentu.

***

"Zhao Nan, aku menghadiri acara ini hanya karena mamaku menyuruh—"

"Mau kencan buta saja berdandan begitu cantik." Pria itu berusaha berbicara dengan santai, tetapi tetap terdengar nada menyindir dalam suaranya.

"Bukan begitu. Ibuku yang memilihkan baju ini. Aku bukannya bermaksud berdandan sangat cantik untuk menemui orang yang tidak kukenal," bantah Wang Yi.

"Begitu, ya?" Zhao Nan bersedekap sambil tersenyum masam.

"Zhao Nan, apa kau ... marah?" Chen Ai benar-benar tidak ingin Zhao Nan marah padanya. Hubungan mereka baru saja membaik beberapa bulan terakhir ini. Ia juga sangat nyaman bersama dengan Zhao Nan. Apakah hubungan mereka memang hanya dapat bertahan seumur biji jagung?

"Tidak. Sama sekali tidak. Untuk apa aku marah?" Zhao Nan memutar bola mata sambil mengetuk-ngetukkan kaki ke aspal.

Chen Ai mendadak menjadi kesal karena melihat gestur itu. "Zhao Nan, kau bisa tidak jangan kekanak-kanakan begitu? Langsung katakan saja intinya. Kau mau bilang apa?"

"Tidak masalah. Tapi kalau aku bicara intinya, jawabanmu harus 'iya', ya."

Chen Ai mengangkat kedua alis. "Hmm? Baiklah."

"Bolehkah aku memelukmu?"

Chen Ai membelalak lebar sampai matanya sebulat bola. "A–apa?"

"Kau tadi sudah bilang pasti akan menjawab 'iya'." Zhao Nan maju selangkah, lalu mengusap belakang kepala Chen Ai dengan lembut. Setelah itu, ia menarik kepala Chen Ai mendekat ke bahunya. Kemudian, tangannya turun ke punggung Chen Ai, dan mendekatkan tubuh wanita itu ke arahnya.

Chen Ai mendadak kaku. Ia tidak bisa bernapas dan berpikir dengan baik. Ketika Zhao Nan mengusap punggungnya dengan lembut, ada aliran kehangatan yang menjalar di tubuh Chen Ai. Meskipun Chen Ai tidak tahu maksud Zhao Nan, tetapi ia sangat nyaman berada dalam pelukan pria itu. Sejujurnya, berpelukan di pinggir jalan di bawah langit malam diterangi lampu-lampu jalanan di kota Wuhan adalah momen paling romantis yang pernah Chen Ai alami.

"Chen Ai."

"Hmm?"

"Kencan butamu gagal, tuh."

Chen Ai melirik Jiang Yaoqing yang sedang berjalan dengan kesal ke luar restoran. Ia buru-buru mundur dan melepaskan diri dari pelukan Zhao Nan, lalu menginjak kaki Zhao Nan dengan ujung high heels-nya. "Menyebalkan!" Zhao Nan pun mengaduh kesakitan.

"Hei, kau jelas-jelas sudah dapat pacar! Untuk apa kau menghadiri kencan buta lagi! Dasar penipu! Wanita gila!" Jiang Yaoqing mengata-ngatai Chen Ai, lalu melenggang meninggalkan wanita itu.

"Tuan Jiang, bukan begitu." Chen Ai hendak melangkah menyusul Jiang Yaoqing, tetapi Zhao Nan menahan pergelangan tangannya.

"Mau apa kau menyusulnya?" Zhao Nan menginterogasi.

"Zhao Nan, lepaskan tanganku dulu. Ada sesuatu yang harus kuurus."

"Urusan apa? Kau takut padanya? Aku tidak takut."

"Zhao Nan, ini bukan masalah aku takut padanya atau tidak."

"Lalu apa?"

"Beberapa hal sederhana terkadang menjadi rumit ketika sudah melibatkan orang tua. Aku tidak mau reputasi orang tuaku, terutama mamaku berantakan karena persoalan ini." Chen Ai memandang Zhao Nan dengan tatapan memohon.

Zhao Nan akhirnya melepaskan tangan Chen Ai. "Baiklah."

Chen Ai tersenyum penuh terima kasih. Setelah itu, ia menyusul Jiang Yaoqing menuju tempat parkir mobil. "Tuan Jiang, aku mengakui kejadian hari ini adalah kesalahanku. Tapi aku punya satu permintaan kecil. Tolong jangan melibatkan masalah ini dengan orang tua."

Jiang Yaoqing berbalik menghadap Chen Ai. "Tenang saja. Aku bukan orang seperti itu." Ia menjawab datar dan masuk ke mobilnya.

"Terima kasih banyak." Chen Ai menunduk singkat, lalu membiarkan mobil Jiang Yaoqing melesat pergi.

Beberapa saat kemudian, Zhao Nan datang mendekati Chen Ai, lalu berhenti tepat di belakang wanita itu hingga dadanya menempel ke bahu Chen Ai.

"Sekarang kencan butaku benar-benar gagal," ujar Chen Ai sambil mengerucutkan bibir, tetapi sebenarnya ia tidak menyesal sama sekali. Lagi pula ia tidak tertarik dengan pria itu. Ia hendak berbalik menghadap Zhao Nan, tetapi pria itu menahan bahunya supaya tidak bergerak.

"Chen Ai, apa kau tahu?" tanya Zhao Nan dengan suara yang dalam dan lembut. Kelembutan itu langsung masuk ke telinga Chen Ai dan membuat otaknya sekali lagi berhenti bekerja.

"Tidak," jawabnya.

"Kalau begitu kuberitahu sekarang, ya. Selanjutnya kau tidak perlu menghadiri kencan buta apa pun lagi, karena aku menyukaimu." Zhao Nan merasa sangat yakin ketika mengatakan hal itu. Ia sudah hampir mengatakannya saat beberapa waktu lalu mereka berjalan pagi bersama. Sayangnya, waktu tidak mendukung. Sekarang waktu sudah sangat baik. Zhao Nan tidak ingin telat menyampaikan perasaannya.

Chen Ai nyaris tidak bisa bernapas begitu mendengar hal itu, sehingga ia butuh waktu beberapa menit hingga akhirnya bisa membuka mulut dan menjawab. "Zhao Nan, a–aku ... aku baru saja gagal di kencan buta. Apa sopan jika kau menanyakan hal itu sekarang?"

"Menurutmu? Baiklah, itu tidak penting. Aku berkata, aku menyukaimu. Apa jawabanmu?"

"A–aku ... aku mau pulang ke rumah. Aku harus mempertimbangkan beberapa hal dulu." Chen Ai segera berjalan meninggalkan Zhao Nan, lalu memasuki taksi penunggu yang diparkir di samping Restoran Qingshi.

Setelah duduk di dalam taksi, Chen Ai mengembuskan napas lega. Astaga! Apa itu tadi? Apa itu sungguhan? Aku tidak salah dengar, kan?

Footnote:

Cap Go Meh= lima belas hari setelah Imlek, sekaligus akhir dari festival musim semi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro