第一章 Bab 1
Now playing: Side 身边 by 孙泽源 Sun Zeyuan
🌷
Wuhan, September 2009
Tahun kedua di masa SMA adalah waktu untuk pemilihan jurusan. Chen Ai sudah tahu pasti ia akan memilih jurusan apa. Ia tahu apa yang disukainya dan sudah memiliki cita-cita yang pasti. Orang tua Chen Ai juga mendukung keinginannya. Jadi, ketika He Lao Shi, wali kelasnya membagikan formulir untuk pemilihan jurusan, Chen Ai sudah sangat siap.
"Hari ini saya akan membagikan formulir untuk pemilihan jurusan. Kalian bisa memilih jurusan Sains atau Humaniora. Jika kalian memilih jurusan Sains, kalian akan tetap tinggal di kelas ini bersama saya. Jika kalian memilih jurusan Humaniora, kalian akan dipindahkan ke kelas lain. Formulir ini paling lambat dikembalikan besok lusa dan sudah ditandatangani orang tua," tutur He Lao Shi.
He Lao Shi membagikan formulir sementara para murid mulai sibuk berdiskusi mengenai pemilihan jurusan. Chen Ai sudah memilih jurusannya dalam hati, tetapi ia juga ikut berdiskusi bersama teman-teman lainnya.
"Xiao Qing, kau nanti mau masuk jurusan apa?" tanya Chen Ai pada teman sebangkunya.
"Sepertinya aku akan masuk jurusan Humaniora. Dengan kemampuan otakku ini, sepertinya masuk kelas Sains akan sangat menyiksa," jawab Xiao Qing sambil mengerucutkan bibir.
"Hmm ...." Chen Ai mengangguk. "Benar juga. Harus menyesuaikan dengan kemampuan diri."
"Chen Ai, kau sendiri masuk jurusan apa?" tanya Ru Mian, teman yang duduk di belakang Chen Ai. Namun, Chen Ai tidak langsung menjawab. "Ah ... aku tahu. Kau pasti masuk jurusan Sains, kan? Nilaimu sangat bagus. Tidak mungkin masuk kelas Humaniora."
"Aku ...." Chen Ai memendangi formulirnya sejenak. "Kupikir jurusan Humaniora juga tidak buruk."
Setelah itu, diskusi mereka berhenti karena He Lao Shi mulai berbicara. "Formulir di depan kalian adalah portal untuk memasuki langkah awal merancang masa depan, karena jurusan yang kalian pilih akan berpengaruh saat tes universitas. Sesuaikan minat dan kemampuan. Saya harap kalian memilih jurusan yang tepat dan berkembang dengan baik di sana."
"Baik, Lao Shi," jawab seluruh murid serempak.
Setelah itu, He Lao Shi meninggalkan ruang kelas dan para murid kembali berdiskusi ramai-ramai.
Keesokan harinya, setelah meletakkan sepeda di tempat parkir sekolah, Chen Ai berjalan menuju ruang guru sambil membawa formulir jurusan yang sudah ditandatangani orang tuanya.
Chen Ai mengetuk pintu ruang guru, lalu masuk dan menghampiri meja He Lao Shi. "Selamat pagi, Lao Shi. Aku ingin mengumpulkan formulir jurusan."
"Selamat pagi, Chen Ai. Sudah memikirkan dengan matang, kan?" tanya He Lao Shi ramah sambil menerima formulir yang disodorkan Chen Ai. Pria itu membaca formulir Chen Ai sekilas.
"Sudah, Lao Shi."
"Chen Ai, kau yakin ingin masuk jurusan Humaniora?" He Lao Shi mengangkat alis sambil memandang skeptis.
Chen Ai mengangguk mantap.
"Orang tuamu setuju?"
Chen Ai mengangguk lagi. "Tentu."
"Tapi, kenapa? Nilaimu sangat bagus. Seharusnya bisa masuk jurusan Sains. Jika kau berusaha lebih keras lagi, kau mungkin bisa diterima di jurusan unggulan di Beida," cecar He Lao Shi.
Chen Ai mengembuskan napas ringan. Wajar saja, semua guru di seluruh daratan China pasti menginginkan muridnya masuk jurusan unggulan di Beida. Namun, itu bukan hal yang Chen Ai inginkan. Jadi, dengan sabar ia menjawab, "Aku menyukai Humaniora. Ke depannya, aku juga ingin bekerja di bidang itu."
He Lao Shi menghela napas, lalu mengangguk pasrah. "Baiklah. Yang penting kau punya minat dan menyukai bidang ini. Ditambahi kerja keras, kau pasti tidak akan kalah dari siswa-siswa Sains. Prestasimu pada dasarnya sangat bagus."
"Terima kasih, Lao Shi." Chen Ai menunduk, lalu melangkah mundur meninggalkan ruang guru.
Sejatinya, setiap orang memiliki masa di mana ia harus mengambil satu keputusan yang memengaruhi seluruh kelanjutan hidupnya. Chen Ai sudah sangat yakin dengan pilihannya saat ini. Ia percaya semuanya akan berjalan dengan baik, sesuai dengan skenario kehidupan yang sudah direncanakannya. Ya, seharusnya seperti itu.
***
Pagi hari di bulan September yang panas tahun itu, seluruh siswa tahun pertama dan kedua berkerumun di depan papan pengumuman untuk melihat pembagian kelas tahun ajaran baru. Murid tahun pertama dari berbagai penjuru kota akan masuk ke kelas baru. Murid tahun kedua akan berpisah dengan teman-teman di tahun pertama mereka dan masuk ke kelas jurusan. Sementara itu, murid tahun ketiga akan tetap bersama dengan teman-teman di tahun keduanya untuk berjuang bersama mendaftar ke universitas. Atmosfer tahun ajaran baru memang selalu seperti ini.
Chen Ai dan Xiao Qing berdesak-desakan di area papan pengumuman untuk melihat ruang kelas baru mereka. Setelah melihat deretan kertas-kertas yang ditempel di papan, Chen Ai akhirnya menemukan namanya.
"Aku di kelas dua Humaiora ruang tiga!" seru Chen Ai antusias. Perjalanannya sebagai siswa jurusan Humaniora akan dimulai sejak saat itu. Memikirkan hal tersebut, Chen Ai pun menyunggingkan senyum lebar. Tiba-tiba, ia teringat sesuatu, lalu mengguncang lengan Xiao Qing yang berdiri di sebelahnya. "Xiao Qing, kau sudah menemukan namamu?"
Xiao Qing memicingkan mata sejenak, lalu membelalak antusias. "Sudah! Aku juga di kelas dua Humaniora ruang tiga, sekelas denganmu!"
Chen Ai menarik tangan Xiao Qing untuk keluar dari kumpulan murid-murid yang berkerumun di depan papan pengumuman. "Bagus sekali! Ini tahun keberuntunganku!" seru Chen Ai sambil melompat gembira dan memeluk Xiao Qing begitu erat sampai sahabatnya itu kesulitan bernapas.
"I ... iya. Kau singkirkan tanganmu dulu," ujar Xiao Qing sambil menyingkirkan tangan Chen Ai.
Chen Ai melepaskan pelukannya sesuai permintaan Xiao Qing. Wajahnya masih berseri-seri. "Ayo, kita masuk kelas dulu. Kita cari bangku yang nyaman," ajak Chen Ai.
Sesampainya di ruang kelas, Chen Ai segera duduk di salah satu bangku di baris ketiga yang dekat dengan jendela. Jendela itu menghadap ke lapangan basket sekolah. Chen Ai rasa itu adalah bangku paling strategis yang akan membuatnya nyaman sepanjang tahun. Ia pun mengajak Xiao Qing duduk di sebelahnya.
Waktu terasa berjalan begitu cepat hingga hampir seluruh bangku di ruang kelas itu terisi penuh. Ketika kondisi kelas sudah kondusif, seorang ketua kelas yang sudah dipilih oleh guru tempo sebelumnya mengelilingi kelas sambil membagikan selembar formulir untuk masing-masing murid.
"Astaga, ini formulir apa lagi?" celetuk laki-laki yang duduk di bangku belakang Chen Ai.
Chen Ai yang mendengar ucapan itu spontan menoleh ke belakang. Ia melirik ekspresi ketua kelas yang suram sekilas, lalu memperhatikan laki-laki itu. Wajahnya familiar, sepertinya anggota tim basket sekolah.
"Tong Xue, kau tidak bisa membaca, ya? Di kop formulirnya sudah tertulis: Pendaftaran Pelatihan Militer tahun 2009. Apa masih tidak bisa mengerti?" gerutu ketua kelas yang ketus itu.
Laki-laki yang disahuti itu mencibir sebal. "Iya, iya. Tidak usah terlalu galak juga. Seperti nenek tua saja."
Ketua kelas memutar bola mata, lalu berjalan melewati laki-laki itu.
Menyaksikan kejadian menggelikan itu, Chen Ai tertawa sambil menggeleng pelan.
"Tong Xue, kau menertawakan apa?" tanya lelaki itu sambil memicingkan mata sebal.
"Perdebatanmu menggelikan," jawab Chen Ai jujur.
Laki-laki itu mendengus sambil tertawa kecil. "Oh, ya. Omong-omong, apa kau akan mengambil pelatihan militer tahun ini?"
"Sepertinya tidak. Aku ingin fokus pada studiku dulu. Aku akan mengambil pelatihan militer di universitas saja."
"Kalau begitu aku juga sama denganmu. Aku akan ikut pelatihan militer di universitas saja."
"Kau kenapa ikut-ikutan? Kau bahkan belum mengenal aku." Chen Ai mengernyitkan kening, tak paham dengan cara laki-laki itu mengambil keputusan.
"Temanku ada yang pernah membicarakanmu sebagai anak pintar dari kelas He Lao Shi. Tidak ada ruginya mengikuti jejak anak pintar."
Chen Ai membelalakkan mata ketika mendengar penjelasan itu. Ia heran dengan orang yang membicarakannya, lebih heran lagi dengan laki-laki di hadapannya. Chen Ai pun memutuskan untuk kembali menghadap depan.
"Omong-omong, siapa namamu?" sambung laki-laki itu tiba-tiba.
Chen Ai mengurungkan niatnya untuk kembali menghadap ke depan. Ia pun menjawab, "Chen Ai. Marga Chen, Ai-nya ai qing."
"Namamu manis sekali. Aku Zhao Nan. Marga Zhao, Nan-nya nan hai."
"Namamu juga bagus, maskulin," sahut Chen Ai spontan.
"Kalian berdua jangan mengobrol terus. Lao Shi datang," sela Xiao Qing sembari menyenggol lengan Chen Ai.
ChenAi menyunggingkan senyum ke arah laki-laki itu sekilas, lalu berbalik menghadapdepan kelas. Di penghujung musim panas tahun 2009, Chen Ai pertama kalinya bertemu dengan Zhao Nan.
🌷
Footnote:
Lǎo Shī 老师= [Bahasa Mandarin] Guru.
Beida= bentuk pengucapan singkat dari Beijing Daxue (Peking University), universitas nomor satu di China.
Tóng Xué 同学= [Bahasa Mandarin] Teman Sekelas.
Dalam bahasa Mandarin, ada beberapa suku kata yang terdengar mirip dengan suku kata lain. Maka, orang China biasa menggunakan contoh kata yang mengandung suku kata yang dimaksud. pada nama Chen Ai, suku kata 'ai' sama dengan 'ài' pada kata 'àiqíng' (Hanzi: 爱情, arti: percintaan).
Pada nama Zhao Nan, suku kata 'nan' sama dengan 'nán' pada kata 'Nánhái' (Hanzi 男孩, arti: anak laki-laki)
🌷
Halo, semuanya. Terima kasih sudah membaca bab 1 cerita ini. 😍
Hope you enjoy it, ya.
Btw, aku mau kasih bonus foto Chen Ai yang lagi belajar di kelas, wkwk.
😂😂
Semangat, buat yang lagi belajar online atau work from home.
Have a nice day. See you in next chapter. 💞
Regards,
Jessie YiCha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro