Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

第二十四章 Bab 24

Now playing: How Have You Been 你,好不好 by Eric Chou

Setelah libur festival musim semi, kegiatan di kantor BeLook ternyata sibuk sekali. Divisi make-up menyiapkan sepaket rangkaian facial treatment edisi musim panas yang akan diluncurkan pada akhir musim semi nanti, sekitar satu setengah bulan lagi. Semua orang di BeLook bekerja keras.

Departemen produksi dan kreatif adalah bagian yang paling sibuk dalam hal ini. Mereka menyiapkan segala sesuatu mengenai produk, mulai dari material, uji coba, kemasan, dan lain-lain. Tapi itu bukan berarti departemen lain tidak sibuk. Departemen content creator membuat banyak banner dan posting-an pra-launching di website dan media sosial BeLook. Departemen pemasaran merancang sistem promosi sedemikian rupa. Para marketer mencari klien dan membuat konsep pemasaran, sementara tim-tim public relation sibuk mencari mitra dan sponsor. Semua orang mengambil jam lembur dan lupa waktu, bahkan saat akhir pekan.

Hari Jum'at sekitar pukul 07.30 p.m., Chen Ai yang baru saja kembali ke ruangan kerjanya di BeLook mengecek handphone. Ia baru saja menyelesaikan urusannya di kantor perusahaan mitra dan sangat lelah sekarang. Ia ingin segera pulang ke apartemen dan beristirahat, tetapi masih ada teks copy writing yang harus disiapkannya sebelum mengunjungi perusahaan sponsor lagi hari Senin besok. Jadi, Chen Ai merebahkan diri di kursi putarnya, lalu mengaktifkan handphone sambil menunggu komputer menyala.

Suasana di kantor BeLook masih sangat produktif saat itu. Semua lampu masih menyala dan setiap ruang memiliki setidaknya satu orang yang masih berkerja. Jadi, Chen Ai merasa agak sungkan bila membuka handphone terlalu lama. Ia pun membuka WeChat sebentar, melewatkan semua pembahasan grup, dan membaca pesan-pesan privat dan memberi jawaban singkat. Saat layar handphone menampilkan laman chat-nya dengan Zhao Nan, Chen Ai menyunggingkan senyum tipis. Pria itu mengirimkan pesan singkat.

Zhao Nan: Besok Sabtu malam jadi bertemu di Restoran Beef and Liberty?

Chen Ai mengangkat kedua ujung bibirnya lebih tinggi lagi. Zhao Nan mengajakku makan malam lagi, pikirnya senang. Setelah itu, ia mengirimkan pesan singkat "OK" dan berkutat dengan komputer di hadapannya.

***

Pekerjaan di kantor BeLook masih sangat sibuk hari-hari selanjutnya. Hari Sabtu pekan itu, Chen Ai dan teman-teman setimnya mengunjungi perusahaan periklanan besar untuk dijadikan sponsor dalam peluncuran produk BeLook musim panas nanti. Setelah membicarakan hal tersebut panjang lebar, akhirnya tim Chen Ai berhasil mendapatkan tanda tangan kontrak dengan direktur perusahaan itu.

Malam harinya, seluruh anggota tim Chen Ai sudah sangat lelah. Liu Nian langsung izin pulang karena ada kerabat jauhnya yang ingin mengunjunginya Shanghai. Meskipun Imlek sudah berakhir beberapa hari yang lalu, tetapi tetap saja ada orang yang suka memperpanjang libur. Akhirnya, Chen Ai mengizinkan temannya untuk pulang terlebih dahulu. Sementara itu, ia dan Yun Xiang bertahan sebentar di kantor. Chen Ai merapikan file-file di komputer dan kertas-kertas kontrak, sementara Yun Xiang menyerahkan kertas-kertas yang sudah disusun rapi ke ruangan Bos Yao di lantai delapan.

Beberapa saat kemudian, Yun Xiang kembali ke ruangannya dan menghampiri Chen Ai. "Chen Ai, Bos Yao bilang malam ini kita ada rapat dadakan. Ada beberapa perusahaan mitra incaran yang tidak berhasil didapatkan oleh tim lain. Jadi akan ada perubahan konsep pemasaran. Bos Yao ingin membahas hal ini secepatnya. Semua karyawan dari departemen pemasaran yang masih tinggal harus hadir di rapat ini," jelas Yun Xiang cepat.

Chen Ai mengangguk. "Jam berapa?"

"Jam 07.00 p.m. di ruang rapat 604."

"Baiklah. Aku akan selesai sebentar lagi. Kau jalan dulu saja, Yun Xiang." Chen Ai melambaikan tangan pada temannya itu, lalu lanjut membereskan berkas-berkas dalam map. Setelah selesai, jam dinding di ruangannya menunjukkan pukul 06.54. Ia mengambil handphone di laci mejanya, berniat mengecek jadwal lainnya sebentar. Namun, ternyata baterai handphone-nya sudah habis total. Chen Ai pun memasukkan kembali handphone-nya, lalu berjalan menuju ruang rapat 604.

***

Chen Ai bangun pukul 08.00 a.m. hari Minggu itu. Belakangan ini, ia jarang sekali mendapat waktu tidur yang panjang karena banyaknya pekerjaan yang menumpuk. Jadi, hari Minggu adalah waktu yang paling baik untuk beristirahat.

Chen Ai turun dari kasur, lalu menyalakan handphone yang baterainya baru saja penuh. Ia mengecek WeChat dan membuka pesan-pesan yang masuk. Notifikasi dari laman panggilan langsung mencuri perhatiannya.

Zhao Nan, 12 panggilan tak terjawab.

Chen Ai menaikkan kedua alis. Apakah begitu mendesak? Ia pun membuka laman chat dengan Zhao Nan. Pria itu mengirimkan banyak pesan yang semuanya diakhiri dengan tanda tanya, kecuali pesan terakhir. Chen Ai menggulir layar handphone dengan cepat.

Zhao Nan: Chen Ai, aku mau berangkat ke Restoran Beef and Liberty. Kau di mana sekarang? Apa perlu kujemput?

Zhao Nan: Chen Ai, aku sudah sampai di restoran, ya. Aku menunggumu. Di mana kau?

Zhao Nan: Apa kau sedang repot? Tidak masalah. Aku bisa menunggu beberapa menit lagi.

Zhao Nan: Apa kau tidak apa-apa? Aku meninggalkan pekerjaanku demi bertemu denganmu di sini, kuharap kau bisa datang. Kalau kau masih belum siap memberi jawaban atas pertanyaanku beberapa hari lalu, tidak masalah. Aku tidak akan mencecarmu lagi. Yang penting kau datang saja. Aku ingin bertemu denganmu.

Zhao Nan: Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi padamu, tapi kuharap kau baik-baik saja. Sekarang sudah malam sekali, aku harus pulang. Sampai jumpa lain waktu.

Chen Ai menarik napas dalam, lalu mengernyitkan kening. Ia memukul kepalanya beberapa kali. Bagaimana ia bisa melupakan hal sepenting ini? Ia menggigit bibir sambil menyusun kalimat di otaknya untuk membalas pesan-pesan Zhao Nan itu. Akhirnya, ia mengetikkan pesan dengan hati-hati.

Chen Ai: Zhao Nan, maaf. Bisakah kita bertemu di Xuhui Riverside Park sebentar.

Zhao Nan menjawab beberapa saat kemudian dengan sebuah emoji jari yang mengisyaratkan OK. Chen Ai pun segera mandi, bersiap sebentar, lalu berangkat ke Xuhui Riverside Park.

***

Zhao Nan sedang berdiri sambil memasukkan kedua tangan ke saku celana, menghadap arah yang membelakangi kedatangan Chen Ai. Chen Ai menarik napas beberapa kali, lalu berjalan mendekati pria itu dan memanggil pelan, "Zhao Nan."

Zhao Nan membalikkan tubuh, lalu menghadapi Chen Ai dengan muka datar. Chen Ai menelan ludah. Ia mundur selangkah dan menundukkan kepala. "Maaf semalam aku tidak bisa bertemu denganmu di Restoran Beef and Liberty."

"Kupikir terjadi sesuatu denganmu kemarin, tetapi ternyata hari ini kau terlihat sangat baik-baik saja. Rupanya kau hanya agak lupa mengenai janji semalam," ujar Zhao Nan datar.

"Maaf."

"Aku tidak tahu apa yang ada di pikiranmu saat di kereta itu. Kau berkata kau akan bertemu denganku di Restoran Beef and Liberty. Hari Jum'at aku juga sudah menanyakan janji ini padamu lewat WeChat. Kau bilang kau bisa datang. Chen Ai, apa pertemuan ini bagimu tidak ada artinya?"

"Zhao Nan, maaf. Aku ada rapat dadakan di kantor tadi malam." Chen Ai mengigit bibir.

"Jika kau ada masalah, kau bisa menghubungiku. Aku tidak akan menyalahkanmu, tapi bukan tidak ada kabar seperti ini."

Chen Ai memejamkan mata, lalu berkata, "Baterai handphone-ku habis saat itu."

"Kalau begitu, kau bisa menghubungiku lewat handphone atau telepon lain, kan? Pada dasarnya, kau hanya melupakan janji ini."

"Maaf, Zhao Nan. Ini salahku." Chen Ai menundukkan kepala semakin rendah.

Zhao Nan menghela napas berat sambil mengusap wajah. "Maaf, Chen Ai. Mungkin aku terlalu banyak menuntutmu. Aku terlalu berharap banyak padamu. Aku tahu aku seharusnya tidak memaksamu menjawabnya."

"Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku tidak keberatan kau berharap banyak padaku," bantah Chen Ai. Ia mendongak, memberanikan diri untuk menatap Zhao Nan. Pria itu masih menatapnya dengan datar.

Chen Ai mengembuskan napas gelisah. Ia menggulung-gulung ujung kausnya. Beberapa saat kemudian, ia memberanikan diri untuk lanjut berbicara. "Zhao Nan, kejadian semalam memang kesalahanku. Aku minta maaf. Mengingat itu hanya acara makan malam, bisakah ... kita anggap kejadian ini sudah berlalu saja? Aku akan introspeksi diri."

"Begitu saja?"

Chen Ai tidak terlalu yakin Zhao Nan mengucapkan kalimat tanya atau kalimat berita. Nada pria itu tidak terlalu jelas. Namun, yang pasti ia mendengar sindiran tersirat. Kau dulu juga pernah berbuat salah padaku, tapi aku sudah memaafkanmu. Bisakah kita berbaikan saja soal masalah ini? Ini bukan masalah yang terlalu besar. Kau hanya membuang beberapa jam waktumu, kan?

"Kalau begitu, kau mau bagaimana, Zhao Nan?" tanya Chen Ai lirih.

"Kau tahu apa yang harus kulepaskan untuk menepati janji denganmu semalam?"

Salah satu bagian dari diri Zhao Nan yang tidak pernah berubah sejak sembilan tahun lalu adalah pria itu tidak pernah menyembunyikan pengorbanannya dengan naif. Ia akan mengatakan apa yang ia lakukan, apa saja usahanya, dan apa yang dikorbankannya secara terang-terangan. Chen Ai pernah menyukai sikap itu karena hal tersebut membuatnya mengerti bagaimana harus merespons. Namun, pada saat seperti ini, Chen Ai merasa pertanyaan Zhao Nan tadi sangat menakutkan.

"Kau ... mengorbankan apa?"

"Kupikir kau sudah tidak peduli." Zhao Nan menggendong tas kerjanya kembali.

"Aku peduli," tegas Chen Ai. Ia berusaha menatap mata Zhao Nan untuk meyakinkan pria itu, tetapi matanya sendiri malah semakin berkaca-kaca.

"Aku memilih untuk melepaskan proyek pembuatan website untuk perusahaan besar di Korea Selatan dan mengalihkannya ke tim lain, demi bertemu denganmu. Namun, ternyata kau tidak datang. Mungkin bagimu yang sudah lama bekerja di Shanghai, proyek seperti itu bukan hal besar. Tapi itu hal besar bagiku dan timku. Ini proyek yang bisa mengubah jalan karier kami." Zhao Nan menarik napas dalam beberapa kali. Dadanya terlihat kembang kempis.

Chen Ai menggigit bibir sambil memejamkan mata sejenak. Mengapa kau mempertaruhkan hal sebesar ini? Ia menghela napas, lalu berkata dengan lirih, "Aku benar-benar minta maaf. Aku mengerti perasaanmu. Aku benar-benar tidak bertanggungjawab pada janji." Ia tahu apa pun yang diucapkannya sekarang tidak akan bisa mengubah perasaan hati Zhao Nan. Yang bisa terucapkan dari mulutnya hanya kata "maaf", dan kata "maaf" tidak dapat mengubah apa pun. Kata itu tidak dapat mengulang waktu, memperbaiki keadaan, dan sebagainya.

Zhao Nan menatap kosong. "Chen Ai, suasana hatiku sedang buruk sekali. Aku tidak ingin terus marah-marah padamu lagi, tapi aku tidak bisa tidak marah. Aku mau pergi dulu. Sampai jumpa."

Zhao Nan berjalan cepat melewati Chen Ai. Tanpa sengaja, bahunya menyenggol Chen Ai dengan agak kasar. Chen Ai yang hari itu memakai sepatu high heels hitam nyaris kehilangan keseimbangan. Selagi ia berusaha meraih pegangan, tiba-tiba tangan Zhao Nan menahan lengannya. Pria itu membantu Chen Ai berdiri seperti semula.

"Maaf. Hati-hati," ujar Zhao Nan pelan. Setelah itu, ia meninggalkan Chen Ai.

Chen Ai memandang punggung Zhao Nan yang semakin menjauh darinya. Ia menggigit pipi bagian dalamnya sambil mendongakkan kepala, menahan tetesan air mata yang mengumpul di pelupuk matanya. Dadanya terasa sesak. Selama ini, Chen Ai selalu berpikir bahwa hal paling menyedihkan adalah ketika ia ditolak dengan cara tak pantas saat SMA dulu. Ia pernah membenci Zhao Nan karena hal itu. Namun, sekarang Chen Ai merasa dirinya sendiri berperan sebagai pemeran wanita jahat. Ia tidak bisa menyalahkan orang lain dan membenci kesalahannya sendiri. Rupanya, hal seperti ini jauh lebih menyakitkan.

Dalam kehidupan orang kota, hal yang paling bisa membuatmu berterimakasih pada seseorang adalah ketika mereka membantumu dalam pekerjaan. Sedangkan hal yang paling bisa membuatmu membenci seseorang adalah ketika ia menghancurkan masa depan pekerjaanmu.

Zhao Nan sudah pernah membantu Chen Ai beberapa bulan lalu ketika wanita itu melakukan kesalahan selama penginformasian website. Chen Ai mulai bisa memandang Zhao Nan dengan sudut pandang lain sejak saat itu. Namun, sekarang yang dilakukannya malah membuat Zhao Nan kehilangan proyek besar dan tidak memberinya imbalan apa pun.

Chen Ai menghela napas sambil memejamkan mata, menahan air matanya supaya tidak menetes. Zhao Nan, apa kau tahu hal yang ingin kuucapkan padamu tadi? Aku juga menyukaimu. Aku ingin bersama denganmu. Tapi mengapa ternyata jalan kita tidak mudah?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro