Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6 : Blood

Author's PoV

Aya memandang datar cairan merah yang mengotori pinggir lapangan basket. Darah dari seekor kucing hitam telah dibunuh oleh seorang vampir bernama Deola Terhezyana. Darah hewan yang bisa membuatnya juga terpikat dengan hanya mencium bau semerbak darah yang dapat menambah nafsu darahnya.

Tapi, dia tidak mau meminum darah sekarang. Alasan terkuatnya adalah adanya manusia di dekatnya. Seorang manusia yang bisa-bisanya membuatnya tertarik. Dia tertarik untuk mendekat pada manusia itu. Entah dari kekuatan apa dia mau mendekati seorang manusia. Yang jelas, dia tidak mau menghapus ingatan manusia itu tentang rahasia gelapnya bersama teman-teman kelas Hitam. Dia percaya manusia itu bisa menjaga rahasia mereka.

"Aya Angelica. Itu nama gue. Salam kenal, Angelo Arshyomarthara."

Suaranya yang tadi terdengar dingin, melembut dan menghangat karena adanya manusia itu. Dia tidak mau dirinya bingung ada apa sebenarnya pada dirinya sehingga dia tidak bosan menyebutkan nama lengkap manusia itu. Dia menangkap punggung dan kepala manusia itu dengan hati yang resah. Hatinya bertanya tentang kondisi cowok bernama Angelo itu.

Dia meletakkan kepala Angelo dalam pangkuannya. Dia memasangkan kancing kemeja yang tadinya dilepas oleh Deola. Lalu, dia ingin memasangkan jas almamaternya Angelo. Tapi, dia urungkan itu karena sebaiknya Angelo tidak menggunakan jas dulu. Dengan kekuatannya, jas Angelo yang tadinya berada jauh dari tempatnya, melayang cepat sampai di tangannya.

"Ketua." Deola menunduk.

Deola tahu dirinya sulit untuk mengendalikan hasratnya meminum darah. Tapi, tenggorokannya benar-benar kering. Dia tidak dapat menahan dirinya lagi. Apalagi saat dia dekat dengan Angelo. Tidak ada luka pada Angelo, tapi dia bisa mencium betapa harumnya darah milik Angelo.

Dia memanggil Aya ketua karena Aya sebagai ketua kelas di kelas Hitam. Dan alasan lainnya, Aya adalah seorang vampir dari keluarga vampir yang mulia. Dalam artian, jika Aya menggigit seorang manusia, maka manusia itu akan menjadi seorang vampir mulia. Vampir mulia memiliki nafsu darah yang tidak terlalu berlebihan. Dalam seminggu, vampir mulia meminum dua gelas darah.

Sedangkan Deola adalah seorang vampir murni. Vampir murni memiliki nafsu darah yang tidak terbatas. Kebanyakan, vampir murni berhasil mengontrolkan nafsu darah mereka. Tapi untuk Deola, dia masih sedang tahap belajar menahan nafsu darah di sekolah. Masih banyak yang harus dia pahami untuk menjadi seorang vampir murni yang berkualitas. Satu informasi lagi. Vampir murni jika menggigit manusia, maka manusia itu tidak akan menjadi vampir.

Dengan mudahnya, Aya mengangkat Angelo dalam gendongan bridal style-nya. Dia berjalan menghampiri Deola yang menunduk takut. Namun di dalam hati, Deola menyumpah-nyumpah. Makanannya telah direbut begitu saja.

"Deola Terhezyana, kalo elo mau tetap bertahan di sekolah ini demi bokap dan nyokap lo, sebaiknya jangan sampe gue melihat taring lo itu lagi. Lo itu vampir murni. Jangan merusak bangsa vampir murni dengan hasrat darah lo yang berlebihan. Lo harus menahan hasrat itu. Bersihkan semua kekacauan ini. Kalau ada satu titik darah pun yang masih terlihat di mata gue, lo pasti tau apa yang akan gue lakuin."

Dingin. Seperti es yang membekukan seluruh tubuh dan jiwanya yang kehausan, Deola hanya bisa mengangguk dalam diam dan ketakutan. Walaupun sebenarnya, hatinya terbakar ingin melenyapkan Aya Angelica yang sok memerintah.

Aya berjalan tenang meninggalkan lapangan basket beserta Deola dan mayat kucing. Seraya memandang sendu wajah Angelo yang terpejam dengan ekspresi seseorang yang tengah tidur, sedikit kekuatan dia menghilang dalam lorong yang gelap.

Deola berjalan menghampiri tiang ring basket. Dia mengepalkan tangan. Mengarahkan kepalannya itu ke arah tiang ring basket tersebut.

TRENG!!

Tiang ring basket itu jatuh mengenaskan dengan sisa bekas tonjokan Deola. Mendadak api membakar ring basket tersebut, seakan menjadi saksi bisu kemarahan dan kemurkaan Deola.

"BANGSAT!"

Kata itu juga pertanda kemarahannya saat ini. Dia ingin memporak-porandakan sekolah ini dengan kekuatannya. Tapi, ada vampir mulia di sekolah ini. Vampir yang lebih tangguh dibandingkan dirinya.

"Awas saja kau, Angelo. Seluruh darahmu akan menjadi milikku saat vampir yang melindungimu itu lengah. Pelan-pelan saja. Pada akhirnya, aku pasti akan memiliki bocah berdarah langka itu."

Selesai berintonasi, dia menggapai pel lantai dan seember air bercampur sabun lantai dengan kekuatan vampirnya. Dia pun mulai membersihkan kekacauan yang ada, termasuk mengembalikan tiang ring basket berdiri tegak. Kalau dia tidak membereskan kekacauan yang dia buat, dia tidak mau mendengar nada dingin itu lagi di indra pendengarannya. Sudah cukup.

***

Kesadaran Angelo perlahan-lahan terkumpul penuh. Dia membuka mata dengan perlahan. Melihat ada cahaya lampu di atas atap itu, mata Angelo mengerjap-ngerjap. Berusaha menerima cahaya itu, dia bertanya ada di mana dia sekarang.

Setelah berhasil menyesuaikan penglihatan menjadi jernih, dia mendudukkan dirinya di atas sofa panjang yang tadi menjadi tempatnya berbaring. Sofa merah empuk dan nyaman. Merah.

Darah. Sofa merah itu persis mirip dengan warna darah yang pernah dia lihat beberapa waktu yang lalu. Dan darah yang dia lihat itu dari seekor kucing tanpa dosa.

Angelo lantas menjauhkan dirinya dari sofa itu dengan napas terengah-engah. Jantungnya berdetak tidak teratur. Pikirannya tidak tenang. Memorinya mengingat darah berbau anyir dari kucing hitam itu.

Dia membungkam mulut. Menahan rasa mual menyebalkannya yang tidak kunjung mereda. Dia ingin melupakan itu. Tapi memori yang tidak menyenangkan malah selalu melekat permanen.

Sekarang yang harus dia tahu, di mana dia berada? Ini bukan kelasnya. Bukan juga UKS. Siapa yang membawanya ke sini?

"Dan, di mana jas gue?" Oh iya, dia sadar kalau sekarang dia tidak memakai jas sekolah hitamnya. "Gue harus cari jas gue dan segera pergi dari sini. Astaga, tas gue juga gak ada!"

Pikirannya semakin kacau. Kehilangan barang-barangnya adalah masalah ketiganya.

Masalah pertama, dia tahu kalau kelas Hitam itu berisikan makhluk penghisap darah.

Masalah kedua, dia tidak mengetahui berada di mana dia sekarang.

Dan masalah ketiga, barang-barangnya hilang ketika dia sibuk pingsan yang entah apa penyebabnya.

Dia mengakui dirinya lemah sebagai laki-laki. Tapi, mendengar kalau dunia ini ada vampir, dia pun syok.

Asal melangkah, dia hampir saja menabrak tiang lampu ruangan. Lalu hampir saja menginjak sebuah boneka beruang.

Tunggu. Boneka? Kenapa ada boneka di tempat seperti ini? Ini masih di sekolah, kan?

Dia menggapai boneka itu ke genggamannya. Menatap boneka lucu itu sambil mengelus bagian boneka yang terkena debu lantai. Boneka itu lucu, tapi sayangnya boneka itu hanya memiliki satu buah mata di sebelah kanan.

"Teddy!"

Suara seorang cewek terdengar kanak-kanak di pendengaran Angelo. Angelo menolehkan kepalanya ke sumber suara. Dia terkejut melihat seorang cewek bertinggi sepinggangnya telah ada di hadapannya. Padahal tidak ada suara langkah kaki yang menuju padanya. Cewek itu seakan muncul begitu saja.

Angelo mengira suara cewek itu dari seorang anak kecil. Ternyata, cewek bertubuh mungil itu adalah kakak kelasnya. Jas putih. Cewek itu memakai jas putih.

"Ini boneka Kakak?" tanya Angelo sopan kepada cewek itu.

Cewek berambut pendek bergelombang itu tidak menjawab pertanyaan Angelo. Dia langsung maju merampas boneka beruang itu dari tangan Angelo. Ekspresi cewek itu menandakan kemarahan. Tapi, ketika dia mengarah ke boneka itu, ekspresinya berubah cerah.

"Hai, Teddy! Kamu tidak mau ikut acara minum darah bersamaku? Kenapa kamu malah dengan adik kelas seperti dia? Kamu tidak boleh dekat-dekat dengan laki-laki, Teddy! Kamu itu sudah punya Kolera! Aku!"

DEG!

Angelo tahu semua pecinta boneka pasti pernah mengadakan acara minum teh untuk boneka-boneka tercinta. Tapi, mendengar darah, hatinya kembali syok. Pikirannya bingung apa dia harus melarikan diri atau tetap berhadapan dengan gadis bernama Kolera itu.

Cewek itu menoleh cepat, membuat Angelo merasa horor akan keberadaan cewek itu di dekatnya. Angelo melangkah mundur. Sedangkan Kolera yang menyadari ketakutan Angelo, tersenyum manis.

"Teddy, sepertinya kita mendapatkan makan malam dari ketua. Bagaimana, Teddy? Kamu mau mencobanya?"

Sekali lagi Angelo mundur teratur. Tapi, dia kaget ketika punggungnya menyentuh seseorang di belakangnya. Lantas Angelo membalikkan badan.

"Ah! Hai, sayang! Kita ketemu lagi!" Cewek berkucir dua itu tersenyum ramah ke arah Angelo. Di mulutnya tersumpal sebuah donat berukuran kecil rasa krim stroberi. Dan ditangannya ada sebuah susu kotak rasa vanilla.

Angelo masih ingat cewek itu. Cewek maniak donat yang pernah dia lihat di kantin dan pernah memberinya sebuah donat rasa vanilla di dekat air mancur. Dia berpikir, apa cewek ini juga seorang vampir?

Susu kotak itu. Apa itu punyanya? Tidak, mungkin cewek itu baru membelinya. Lagi pula susu kotaknya sudah hilang sejak kemarin.

"Iya, gue vampir. Mau bukti?" Cewek itu baru saja membaca pikiran Angelo.

Angelo takut dan melangkah mundur teratur dari cewek itu. Tapi, sialnya sekali lagi dia menabrak seseorang dari belakang.

"Woah! Hati-hati, nanti kalau tersandung bisa terluka," kata seorang cewek berambut perak sambil menikmati permen berlidi miliknya menyentuh lidahnya yang merah karena pewarna dari permennya.

Berkat darah, Angelo jadi takut berhadapan dengan warna merah. Mendadak Angelo menjauh dari cewek itu. Dia tertabrak sebuah sofa untuk satu orang. Tapi, sofa itu diduduki oleh seorang cewek yang di lehernya dikelilingi headset. Cewek itu tengah memejamkan mata.

"Tch! Kalian berisik banget, sih! Biasanya kelas ini diam-diam saja!" keluh cewek berambut acak-acakan itu tanpa mau membuka mata.

"Dan lo tidak biasanya mengeluh seperti orang yang sudah bosan akan hidupnya yang begitu-begitu saja," kata seorang cewek berkacamata sambil memegang sebuah buku tipis yang selalu dia baca seharian.

Angelo semakin ketakutan dan panik. Kelima cewek ini mendadak ada di dalam satu ruangan ini. Dia yakin tidak ada langkah kaki sama sekali menuju ke ruangan ini selain kakinya yang beradu dengan lantai.

Informasi yang Angelo pahami, vampir itu dapat pergi ke mana pun tanpa lelah repot-repot melangkahkan kaki jauh-jauh. Kalau dia punya kekuatan seperti itu, sekarang juga dia ingin menggunakan kekuatan itu untuk pergi dari sini sejauh-jauhnya.

Dengan perasaan teramat panik, Angelo melangkah cepat menjauhi kelima cewek itu yang tengah memerhatikannya. Dia tidak mau mati dengan alasan digigit vampir. Dia tidak menginginkan mati dalam keadaan sudah digigit vampir. Dia ingin mati dengan wajar. Bukan karena vampir.

"Ck! Apa dia yang sudah membuat kelas ini riuh? Siapa sih yang membawanya ke kelas kita?" keluh cewek yang tengah duduk di sofa itu melihat Angelo dengan mata birunya.

Angelo benar-benar tidak tahu bagaimana dia bisa menemukan jalan keluar dari kelima vampir itu.

"Tapi, dia manis!" seru cewek maniak donat.

"Darahnya? Mustahil. Dia terlihat tidak punya banyak vitamin untuk membuat darahnya manis! Benar kan, Teddy?" balas Kolera menatap boneka beruangnya penuh sayang.

"Mungkin lebih manis dibandingkan dengan permen yang gue jilat ini," kata cewek maniak permen. "Gue bisa menghirup aromanya yang menambah dahaga."

"Kalian semua benar-benar tidak tahu diri." Cewek berkacamata tampak tak acuh dan beralih kebacaannya.

Angelo melangkah mundur teratur dan lagi-lagi untuk kesekian kalinya dia menabrak orang dari belakang.

"Gue yang bawa Angelo Arshyomarthara ke kelas Hitam."

Suara dingin dari cewek berambut panjang lurus, Aya Angelica, terdengar di belakangnya. Angelo ingin membalikkan badannya. Tapi, keinginannya terjeda saat merasakan sebuah kain tebal hitam mendarat di kedua pundaknya juga melindungi punggungnya.

"Ini jas lo. Terus, tas lo ada di tangan Deola. Gue, Deola, dan yang lainnya gak akan nyakitin lo. Tolong, tenangkan diri lo," kata Aya di sebelah telinga Angelo sambil memegang kedua pundak Angelo.

Angelo lantas membalikkan badan menghadap Aya dengan air mata yang tiba-tiba turun menyentuh pipi. Aya terkejut melihat air mata itu ada di mata Angelo. Juga dari kata-kata Angelo, dia terkesiap. Deola yang tidak jauh dari Aya hanya diam dalam ekspresinya yang biasa.

"Lo nyuruh gue tenang semudah itu? Lo nyuruh gue jaga rahasia lo dan teman-teman sekelas lo? Kita gak akan tau kalo misalnya gue nekat menyebarkan tentang kalian, apa kata dunia? Gue bisa jadi penjahat karena VAMPIR telah mengacaukan pikiran gue! Gue takut, Kak! Karena GUE MANUSIA! GUE TAKUT BERHADAPAN MASALAH KAYAK GINI! KAKAK BOLEH AJA SEBUT GUE BANCI KARENA GUE LAKI-LAKI YANG TAKUT SAMA KAYAK BEGINIAN SEBANYAK-BANYAKNYA! GUE GAK BISA SANGGUP BERHADAPAN DENGAN PENGOSUMSI DARAH KAYAK KALIAN SEMUA! SEHARUSNYA KALIAN GAK PERNAH ADA! GAK PERNAH AD--LEPASIN GUE! LO PASTI MAU BUNUH GUE DENGAN TARING LO YANG PANJANG ITU! GUE GAK SUDI MATI DI TANGAN VAMPIR SEPERTI LO DAN TEMAN-TEMAN LO! LEPASSSSS!!!"

Aya tidak sanggup melihat air mata itu. Juga kata-kata yang Angelo tumpahkan padanya salut membuat hatinya merasakan kesedihan yang perih, seakan dia juga bisa merasakan apa yang tengah dirasakan Angelo, sehingga dia memilih menenangkan Angelo dengan cara merengkuh Angelo penuh kehangatan dan eratnya melihat Angelo tidak menerima perlakuannya.

Angelo menangis tanpa adanya isakan. Dia ingin memukul Aya yang tengah merengkuhnya secara paksa dengan kepalannya. Tapi, Angelo ingat Aya itu cewek. Dia tidak mau menyakiti seorang cewek meski vampir sekali pun.

"Gue senang bisa bicara langsung dengan lo. Tapi, gue gak suka liat lo nangis. Lo menderita karena lo tau rahasia tergelap kami. Gue berpikir gak akan menghapus ingatan lo, karena gue gak mau lo ngelupain gue juga. Gue mau berteman lebih lama lagi sama lo. Tapi, kayaknya keinginan gue bakal susah terkabul cepat, karena lo gak suka vampir, termasuknya pasti gue juga tidak disukai oleh lo. Seandainya gue manusia, lo pasti seneng kenal sama gue. Gue gak akan maksa lo deketin gue. Lo punya pilihan sendiri. Kalo elo milih mencoba melupakan tentang rahasia kami termasuk gue, selamanya gue gak akan melupakan nama lo, Angelo Arshyomarthara."

Tidak seperti cewek vampir yang lain, nada bicara Aya yang lembut dan hangat dapat membuatnya sedikit mencairkan rasa kacaunya. Setiap kata yang mengandung arti itu mengalir jernih seperti air. Ketenangan telah kembali masuk ke dalam jiwanya. Ketika dia memfokuskan kehangatan berbentuk pelukan yang diberikan Aya, jantungnya masih tidak tenang. Ada apa sebenarnya, Angelo mengerti atau dia salah memprediksikan tentang jantungnya berdetak kencang tidak biasanya. Perasaan terancam tidak lagi merasuki diri Angelo. Aya berhasil menenangkan Angelo. Air mata yang berhenti digantikan dengan senyum tipis. Tapi, Angelo tidak membalas pelukan Aya. Dia masih risih, sebab keenam cewek vampir pasti memerhatikannya dan Aya.

"Maafkan aku, Angelo Arshyomarthara. Maafkan aku. Maaf. Benar-benar maaf. Sangat maaf. Sungguh maaf."

Aku. Barusan Aya menggunakan 'aku' sebagai mengatakan dirinya.

Sementara keenam vampir lainnya, mereka memandang Angelo dan Aya penuh kedataran. Selera darah mereka semakin meningkat begitu melihat Aya dekat dengan Angelo.

Aya menyadari tatapan teman-teman sekelasnya. Dia membalas datar namun tajam kepada mereka berenam.

Aya membenamkan kepala Angelo ke dalam rengkuhannya. Angelo benar-benar kaget dengan apa yang Aya lakukan. Dia sampai bisa mendengar detak jantung milik Aya.

"DIA MILIKKU."

Hanya dua kata, keenam vampir itu langsung mengeluarkan aura kegelapan vampir mereka. Mata merah dan tajam juga haus akan darah manis langka milik Angelo keluar sudah.

Namun, Aya tidak akan menyerahkan Angelo kepada mereka. Dia tidak suka berbagi. Hanya untuknya. Angelo hanya untuk dirinya. Miliknya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro