Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 18 : Dangerous

Author's PoV

Ting.. tong..

Suara khas bel rumah seseorang dibunyikan oleh Alvina. Tidak lama menunggu, seseorang yang menghuni rumah itu membukakan pintu.

"Selamat sore, Mrs. Fiska. Apa Aya ada di rumah?" tanya Alvina dengan sopan dan santun.

"Eh! Kamu Alvina, kan? Temannya Aya? Apa Aya enggak beritahu kamu kalau dia mau nginap di rumah temannya? Kirain Aya mau nginap di rumah kamu," jawab Fiska.

Alvina bingung.

"O-oh... begitu. Kalau begitu saya permisi dulu."

"Eh! Gak masuk dulu?"

"Enggak usah. Maaf ngerepotin Mrs. Fiska. Saya permisi."

"Hati-hati di jalan, ya!"

Pintu ditutup kembali. Alvina membalikkan badan dan melangkah jauh dari rumah itu. Dia memandang datar jalan raya di depannya.

"Ditabrak kereta pun gue enggak bakal bisa mati, karena gue adalah vampir mulia."

Dia berjalan tenang ke tengah jalan raya. Begitu alat transportasi melalui di depannya, sosoknya dalam sekejap menghilang tertelan waktu.

***

Deola sangat membenci Aya. Baginya, Aya selalu mengusik apa saja yang dia inginkan.

"Mentang-mentang vampir mulia, dia memandangku rendah! Seenaknya melarang, seenaknya juga mengambil makananku!" Deola menggerutu panjang lebar begitu dia sampai di kamarnya dan menghempaskan diri ke kasur. Dia baru saja pulang dari sekolah. "Dan lagipula, untuk apa Aya masuk ke dalam mobil Angelo?? Sebal!"

Deola sempat melihat gadis berambut hitam legam panjang itu. Aya Angelica masuk ke dalam mobil Angelo. Melihat Angelo tidak tampak keberatan, membuatnya penasaran ingin tahu.

"Apa jangan-jangan Aya mau menghisap darah Angelo tanpa membaginya? Keterlaluan! Itulah kenapa aku benci sekali dengan vampir mulia!"

Deola bangkit dari rebahannya. Dia beranjak dan berjalan mondar-mandir memikirkan sesuatu. Tangannya mengacak-acak rambut sebahu keritingnya itu.

"Ck! Gak! Enggak! Gue gak terima! Angelo itu milik gue! MILIK GUE!"

Kata ganti orang dan kata-kata Deola pun dengan pesat berubah non baku.

***

Sampainya di depan rumah Angelo, Aya membuka matanya.

Sebenarnya, dia tidak tidur. Dia hanya memejamkan mata untuk istirahat. Dia tetap terjaga. Tidak sampai ketiduran karena dia tidak pernah bisa mengantuk berkat dirinya adalah vampir, kecuali kalau dia menginginkan dirinya tidur.

Angelo menengok ke belakang. Dia terkejut melihat Aya telah bangun. Senyumannya menggurat manis membuat Aya yang melihatnya terkesima dalam tampang datarnya.

Menurut Aya, Angelo itu menarik. Dia senang melihat Angelo apalagi melihatnya tersenyum.

Padahal, Angelo sudah mengetahui kalau dia adalah vampir. Apalagi dia adalah vampir mulia yang jika menggigit manusia, akan membuat manusia itu menjadi vampir. Tapi, Angelo tidak terlihat takut berhadapan dengannya. Sekarang, Angelo malah tersenyum padanya.

Darah langka memang berbeda, batin Aya.

"Kak Aya udah bangun? Kita udah sampai di rumahku. Yuk!" Angelo segera keluar dari mobil.

Kevin, supir pribadi Angelo membukakan pintu mobil untuk Aya. Ketika pintu mobil telah terbuka, Aya keluar dari mobil. Dia memandang rumah Angelo yang...

Sederhana. Aya tersenyum. Dia pikir rumah Angelo sama megah dan mewahnya seperti sekolah? Atau... semegah rumah Cho dan Kolera. Ternyata, rumah Angelo sama sederhananya dengan rumah milik Fiska.

"Masuk, Kak!" ajak Angelo mempersilakan Aya masuk ke dalam rumah. "Mama sama Papaku lagi gak ada di rumah. Mereka sibuk sama pekerjaan. Biasanya mereka bakal datang larut malam."

Sesuai rencana. Aya mengangguk.

Mereka masuk ke dalam rumah. Aya duduk manis di ruang tamu sambil celingak-celinguk sekitar yang terasa asing. Awal yang terasa baginya mustahil bisa datang ke rumah Angelo, akhirnya dia sudah sejauh ini. Dia senang sekali.

Angelo datang membawa secangkir teh untuk Aya. Dia menyodorkan teh itu di meja. Agak gugup, dia mempersilakan Aya minum.

Aya mengangguk. Bibirnya menyungging senyum untuk Angelo yang terasa dilihat Angelo manis mengalahkan rasa teh buatannya.

Angelo tersipu. Buru-buru dia berbalik badan kembali ke dapur untuk meletakkan nampan yang dibawanya untuk membawa teh tadi.

Kok gue malu? Gue kenapa sih?? Angelo mengamuk di dalam hati.

Setelah rasa malunya agak reda, dia kembali ke ruang tamu. Dilihatnya Aya sedang menyeruput teh buatannya dengan lentik dan anggun.

Aya mendadak mengarahkan mata abu-abunya ke arah Angelo sedang berdiri mematung. Angelo terkejut. Dua kali dia salah tingkah.

"Angelo Arsyhomarthara."

Angelo tersentak. Nama lengkapnya seperti biasa disebut oleh Aya tanpa ada kesalahan. Dan itu membuatnya terharu dan senang.

"Y-ya, Kak?"

Aduuuhh! Bego! Jangan gugup napa sih! Untuk kedua kalinya Angelo mengamuk di dalam hati.

Aya menatap antusias. Dia meletakkan teh ke atas piring kecil yang menjadi alas cangkir teh tersebut. "Ada yang mau gue omongin sama lo. Duduk."

"B-baik!" Angelo langsung melesat duduk di salah satu sofa yang terpisah dari Aya.

"Begini." Aya memulai obrolan. "Mengenai gue nginap di rumah lo karena Tante gue lagi ada urusan sama kepsek di luar kota, itu sebenarnya bohong."

Angelo terdiam sebentar.

"Apa?"

Hanya satu kata yang bisa keluar dari mulut Angelo setelah Aya memberitahukan yang sebenarnya.

Jadi, gue dikibulin, nih? Tapi kenapa? Pasti ada alasannya, batin Angelo tetap berpikir positif.

"Tante gue ada kok di rumah. Lagi nyantai nonton sinetron. Gue udah minta izin sama dia kalau gue bakal nginap di rumah teman. Gue juga udah bawa baju salinan buat tinggal di sini selama dua hari," jelas Aya lebih lanjut.

Angelo bersuara. "Tapi, kenapa mau nginap di rumahku? Gak di rumah teman dekat Kakak aja?"

Ekspresi Aya hampir tak berekspresi.

"Teman gue itu cuma Angelo Arsyhomarthara. Selain itu, gak ada."

DEG!

Angelo tidak mengerti. Kenapa Aya tidak menganggap teman-teman di kelas Hitam itu sebagai teman? Apa vampir itu selalu bermusuhan? Atau, apa ini karena salahnya?

Dia menunduk.

"Kenapa?"

Aya berdiri. Tanpa memakan waktu, dia berdiri di depan Angelo sedang duduk. Dia memegang dagu Angelo dan mengangkatnya, membuat kedua pasang mata itu bertemu dengan jarak yang sangat dekat. Mengejutkan bagi Angelo. Tidak pernah sedekat ini dia menatap orang lain.

"Mau tau jawabannya?"

Angelo mengangguk kaku. Ini terlalu dekat. Dia ingin sekali membuang pandangan, tapi dia tidak berani. Takut Aya akan marah padanya.

Aya berhenti memegang dagu Angelo. Dia menjauhkan jarak dan kembali berdiri tegak. Angelo menghembuskan napas lega. Ternyata jarak sedekat itu tidak berlangsung lama.

Kedua tangan Aya memegang lehernya sendiri. Matanya memejam fokus. Seperti akan mencekik, namun bukan ingin mencekik. Di rumah ini, dia bisa merasakan sesuatu yang tidak bisa dirasakan oleh manusia.

"Angelo Arsyhomarthara, lo harus sering ada di dekat gue. Harus."

***

Kolera Teenfix menyuruh sopir pribadinya untuk menyetopkan mobil di depan sebuah taman yang sudah sepi.

Setiap sore, Kolera selalu mengunjungi taman kota. Baginya, taman adalah surga sunyi yang sangat menenangkan. Hanya untuk sore. Dia tidak suka taman ini dihuni oleh banyak anak-anak. Dia hanya ingin taman ini menjadi tempat bermain miliknya sendiri.

Tapi, Kolera bukan untuk bermain-main. Dia bermain dengan 'permainan' yang lebih seru dibandingkan permainan yang tersedia di taman.

Dia meletakkan bonekanya di ayunan. Di tengah-tengah taman, dia membuka jas putihnya. Membuang asal jas putihnya itu ke tangkapan sopir pribadinya yang mengikutinya ke mana-mana. Kemudian menyingsing kedua lengan bajunya. Dia meregangkan otot-otot lengannya.

Beberapa sosok hitam menghampiri dengan mata menyala merah dan taring vampir yang tajam.

Kolera menjilat sekilas atas bibirnya. Dia sungguh telah menunggu lama waktu bersenang-senangnya.

Ada tiga vampir berlevel berbahaya melesat ingin meminum darah Kolera. Mereka sudah siap dengan taring dan kuku-kuku mereka yang tidak kalah tajamnya dengan pedang.

Berselang detik kemudian mereka baru beraksi, ketiga vampir itu berdarah. Mereka terjatuh kesakitan dan mati menjadi debu yang tak berarti.

Kolera menyeringai.

"Kuku milikku tidak seperti monster, tetapi lebih tajam dan cepat dibandingkan kalian, vampir rendahan." Kolera tertawa. Dia menoleh ke arah bonekanya. "Hahahaha!! Teddy, bagaimana menurutmu? Kolera jauh lebih kuat, kan? Sampah kotor menjijikkan tidak berguna seperti mereka tidak akan bisa mengalahkan Kolera! Karena Kolera jauh lebih kuat."

Darah baru akibat serangan kilatnya melumuri tangannya. Dia menyicip sedikit darah di tangannya itu dengan lidahnya.

Mendadak, ekspresinya beralih jelek.

"Ini darah apa air got?? Huek!!"

Kolera sibuk meludah-ludah karena merasa pahit setelah menyicip sedikit darah di tangannya. Kesibukannya itu mungkin bisa menjadi peluang sang musuh untuk menyerang. Tapi, Kolera belajar berkelahi sejak umurnya 6 tahun.

Ada yang ingin menyerang Kolera dari belakang. Ketika orang tersebut mulai menyerang, Kolera dengan sigap berbalik dan menangkap pergelangan tangan orang yang akan menyerangnya.

"Kamu." Kolera menatap tak berminat pada seorang cowok yang sialnya dia kenal. Sudah lama cowok itu tidak seperti ini padanya.

"Udah waktunya kamu balik ke rumah. Meski kamu itu vampir, tetap aja kamu itu cewek. Gak boleh keluyuran di luar melulu. Ikut aku," Cowok itu menarik tangan Kolera, namun Kolera melepaskan pegangan cowok itu dengan kasar.

"Enggak usah pegang-pegang bisa, gak??" Kolera meludah hampir mengenai sepatu cowok itu. Dia berjalan ke ayunan di mana boneka kesayangannya berada. "Teddy, maaf karena tidak menunjukkan kehebatan Kolera lebih lama. Kita pulang, ya? Oke!"

Kolera berjalan tak acuh melewati cowok itu dan masuk ke dalam mobil. Dia menyuruh sopir pribadinya untuk segera menjalankan mobil. Tapi, tiba-tiba cowok beralis tebal itu sudah duduk di belakang, tepat di samping Kolera duduk, membuat Kolera merasa kekurangan oksigen.

"Rex! Keluar dari mobil!" pekik Kolera tidak terima.

Cowok bernama Rex Adelois itu meraih tangan kanan Kolera. Mata berwarna hijau tuanya berubah merah menyala melihat darah yang ada di tangan Kolera. Dia menjilat darah di tangan Kolera, membuat kedua taringnya sedikit terlihat.

"Darah ini manis, kok. Masa kamu anggap rasanya kayak air got? Emang kamu pernah nyicip air got?"

PLAK!

Kolera merasa jijik tangannya dijilat. Penuh rasa jijik, dia menampar vampir murni yang ada di depannya.

"DASAR PENJILAT!"

Rex memegang pipi kirinya yang terkena tamparan. Terasa sakit, tapi ekspresinya tetap sama, biasa saja. Matanya kembali berwarna hijau tua.

"Kelasku diadain lagi di sekolah."

Kolera kaget. Semakin kesal dengan Rex, dia melesatkan tamparan lagi.

PLAK!

"Enggak usah bohong."

Rex memegang pipi kanannya yang terkena tamparan. Sukseslah, dia memegang kedua pipinya.

"Aku gak bohong. Kelas aku bakal ada lagi. Teman-temanku yang lain bakal ngisi kelasku lagi sama aku karena kami udah selesai sama urusan kami yang nyebelin itu."

Kolera tidak terima itu. Dia menginjak kaki kanan Rex dengan penekanan yang kencang, membuat Rex mengaduh dengan merdunya.

"Mati aja kalian semua!!"

____

Hai! Lama gak update HIM karena sibuk kayaknya ya wkwk!😂

Aku datang karena aku lagi mulai ngadain....

Q&A : Mari Kepo Bersama!!! 🎉🎉

Siapa yang mau nanya-nanya ke pemain tokoh HIM, monggo komentar! Jawabannya bakal nongol di chapter 19, ya!

Terima kasih atas dukungan pembaca HIM yang nunggu-nunggu lanjutannya~ Btw, ini cerita gaje amat, ya! :'v

Mari kepo bersama!!!

Pertanyaan yang terpilih bakal dijawab :v kalau gak kepilih, gak papa. Bakal ada sesi kedua, kok^^

Saya undur diri :v

Selamat bertanya~

(Sudah tidak berlaku buat nanya)
____

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro