Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 14 : Curious

Angelo's PoV

Membaca buku adalah kegiatan satu-satunya yang sangat tidak kusukai, karena ini adalah pelajaran Bahasa dan gurunya terlihat tegas dan galak, ya sudahlah lebih baik aku membaca teks 1, 2, dan 3 di dalam buku paket Bahasa kelas X yang disuruh oleh beliau kepada kami semua. Kami diberikan waktu 15 menit untuk membaca teks yang terdiri dari 20 paragraf. Kurang apa lagi, ya? Ah, beliau akan menunjuk ke salah satu dari kami dan membacakan apa gagasan utama dan kesimpulan dari salah satu teks. Keren, kan?

"Sudah 15 menit," sambar guru galak itu. Ya ampun. "Berhenti membaca buku. Sekarang, akan saya tunjuk siapa di antara kalian yang saya suruh maju ke depan."

Kulihat Zezen yang duduk di sampingku. Dia terlihat tenang saja. Tapi, mulutnya selalu berkomat-kamit tanpa suara. Memangnya sedang menglafalkan apa dia? Entahlah, yang penting sekarang adalah aku harus selamat dari rintangan ini.

"Yang gak bisa jawab nanti, gak boleh istirahat."

Mampus!

Hening. Kelas X-D telah dikuasai sepenuhnya oleh si guru galak. Mau tahu namanya? Namanya Mrs. Sahaba. Entah apa nama lengkapnya, aku ingin sekali segera bebas dari Mrs. Sahaba, soalnya bikin suasana menegangkan terus.

Saliva yang tadi mengumpul, kutenggak dengan susah payah. Lama sekali guru itu akan menunjukkan siapa yang akan menjadi korban di depan kelas. Katanya sekarang. PHP nih.

"Kamu!"

E buset! Siapa yang ditunjuk??

Rupanya Zezen yang ditunjuk. Langsung saja Zezen maju ke depan dan Mrs. Sahaba menyuruhnya membacakan gagasan utama dan kesimpulan dari teks ketiga. Zezen mengangguk dan segera membacakan. Dan ajaibnya, dia bisa menjawabnya semudah itu. Aku sampai mangap melihatnya sambil mengangguk-angguk paham.

"Nah, Zezen, kamu boleh istirahat. Tinggal dua teks lagi. Siapa lagi yang akan maju, ya???" Mrs. Sahaba seakan ingin memangsa kami secara perlahan dan Zezen berhasil mengelak dari Mrs. Sahaba. Awas saja tuh anak! Berani sekali dia keluar begitu saja dari kelas. Sambil menjulurkan lidah ke aku, pula!

Kami kembali berkeringat dingin. Menegangkan lagi. Ini melelahkan. Cepatlah berbunyi, wahai bel istirahat!

"Kamu!" Mrs. Sahaba menunjukku.

Aku segera beranjak dari kursi, namun tiba-tiba saja seluruh ruangan SMA Seretie berbunyi suara seseorang dari speaker kecil yang diletakkan di sudut atas atap ruangan. Suara orang yang memberitahukan jam istirahat telah tiba. Hampir semua teman sekelas langsung berlenggang keluar dari kelas yang tak lupa memberi salam kepada Mrs. Sahaba.

Aku juga ingin keluar dari kelas begitu Mrs. Sahaba sudah meninggalkan kelas dengan damai tanpa menitipkan tugas rumah untuk kami. Tapi, langkahku langsung macet melihat seorang cewek berambut pirang yang dicepol menggunakan tusuk konde modern sederhana. Mata hijau dan kacamata itu tidak mungkin kulupakan semudah melupakan hal sepele.

Cho Pelhany.

Dia sedang berdiri di ambang pintu dengan bersandar di sana sambil menjejalkan tangan kirinya ke dalam saku jas putihnya dan tangan kanan memegang sebuah buku yang sedang dibacanya. Aku masih ingat buku itu. Buku yang dipinjam Cho menggunakan kartu perpustakaanku beberapa hari yang lalu. Mungkin sudah tiga hari. Dan hari ini adalah hari buku itu harus kembali ke tempat asalnya, yaitu perpustakaan.

Kenapa harus sekarang, sih?

Aku kembali melanjutkan langkahku yang sengaja kuhentikan. Sampainya di depan Cho, dia berhenti membaca buku dan menoleh padaku.

"Hari ini gue harus ngembaliin buku ini, kan? Sudah dua hari. Gue gak mau lo ganti rugi karena gue lalai dalam mengatur waktu gue sendiri," kata Cho.

Oh, ternyata dua hari. Aku tersenyum simpel dan melangkah keluar dari kelasku. Sebelum membalas kata-kata dari Cho, aku sempat melihat kiri dan kananku. Tidak ada Zezen. Sialan, dia meninggalkanku. Ah, sudahlah. Aku harus menemani Cho ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang dia pinjam dan mengambil kartu perpustakaanku. Hanya itu dan selesailah masalahku. Setelah itu, aku akan ke kantin untuk menghajar Zezen dengan melemparkan sepiring spagettiku nanti ke wajahnya.

"Oke, Kak," jawabku singkat. Apa lagi yang harus kujawab? Tidak ada yang penting lagi, kan?

Aku berjalan lebih dulu. Dan aku yakin Cho berjalan di belakangku atau di sampingku. Koridor yang ramai akan siswa-siswi, membuatku tenang meski sekarang aku diikuti oleh seorang vampir yang sepertinya masih menginginkan darahku.

Sampainya di perpustakaan, aku segera membuka pintu. Tapi, tangan Cho mendadak menjeda tanganku untuk melakukan itu. Aku menoleh dan mendapati Cho menatapku tanpa kutahu maksud dari tatapannya hari ini.

Sedih? Tidak mungkin. Tapi, mengingat aku pernah melihat Cho menangis di depanku dan tidak jadi menghisap darahku, aku jadi berpikir alasan Cho menangis. Mustahil karena kelilipan. Pasti ada sesuatu yang membuatnya sedih saat dia akan menyerang leherku.

"Kak?" panggilku kepadanya.

Dia tidak berkutik begitu Cho masih memegang menahan tanganku menyentuh gagang pintu perpustakaan. Ada apa dengannya?

"Hah?"

Cho mengerjap beberapa kali. Dia baru sadar kalau sedari tadi menahan tanganku agar tidak membuka pintu. Dia melepaskan tanganku dan menjauh untuk membuat jarak. Sebentar, dia melihat tangannya.

"Hei, tangan lo itu bersih, kan?" tanya Cho dengan tatapan tajam.

Kenapa dia menanyakan kebersihan tanganku? Tanganku kan selalu bersih setiap aku tidak akan menyentuh hal-hal yang mengandung kotoran atau bakteri.

"Iya, Kak," jawabku lagi singkat.

"Oh, yaudah. Buka aja pintunya sekarang," kata Cho memperbolehkanku membuka pintu perpustakaan.

Jadi aneh melihat tingkah Cho hari ini. Menurutku sih aneh.

Kami pun masuk ke dalam perpustakaan dan langsung mengembalikan buku yang Cho pinjam. Kartu anggota perpustakaanku pun kembali berada di tanganku. Lega rasanya. Perpustakaan lumayan ramai. Banyak peminat yang membaca buku di sini.

"Makasih udah bantu gue," kata Cho berterima kasih padaku.

"Sama-sama. Sudah menjadi kewajiban untuk membantu sesama. Kalau gak ada yang dibantu lagi, aku pergi dulu," balasku dan segera ingin pergi dari hadapan Cho.

Sudah mau melangkah, tapi lenganku serasa ada yang menahan supaya aku tidak pergi.

"Angelo."

Oke, mungkin Cho ingin meminta bantuan lagi. Baiklah, setidaknya bantuan itu tidak dikaitkan dengan hal-hal yang berbau vampir dan darah, aku bisa membantunya dengan senang hati.

Aku membalikkan badanku melihat Cho yang sudah kuduga dialah yang menahan tanganku.

"Ada apa, Kak?"

Cho menggaruk tengkuknya dengan ekspresi kebingungan yang terlihat ingin mengatakan sesuatu. Aku tetap menunggu apa yang akan dia katakan. Sampai akhirnya, dia pun mengatakannya.

"Pulang sekolah nanti, lo bisa datang ke rumah gue? Gue butuh bantuan lo. Dan gue pikir hanya lo yang bisa bantu gue."

"Bisa kok, Kak. Tapi, rumah Kakak di mana? Bisa berikan alamat lengkapnya?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro