Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 13 : Think

Author's PoV

Kelas Hitam seakan tak ada kehidupan. Hening. Ketujuh cewek itu diam dalam kesibukan mereka masing-masing.

Aya berdiri dengan melipat kedua bahu di hadapan jendela sambil menatap langit biru yang cerah dengan sedikit awan putih yang menutupi.

Deola dan Kolera sedang membincangkan sesuatu. Kalau dilihat-lihat, mereka seperti sedang marah-marah. Entah apa yang mereka bicarakan.

Oly sedang tidur di sofa panjang, seperti biasa. Kali ini tiduran sambil mendengarkan lagu di earphone dengan volume yang paling tinggi agar ia tidak mendengarkan suara berisik dari siapa saja.

Belbe sedang memakan donatnya. Dia duduk di lantai dan menggelar tikar yang isinya dihamburkan dengan donat berbagai macam rasa.

Cho juga ikut duduk di tikar Belbe. Tapi tidak ikut makan donat punya Belbe meski sudah beberapa kali ditawarkan. Ia memilih menghabiskan waktunya dengan membaca buku.

Alvina mengemut permen merahnya sambil cekikikan tanpa sebab. Aya yang mendengar tawa kecil Alvina berhenti menatap ke arah jendela dan mendelikkan matanya kepada Alvina yang sedang duduk di kursi guru.

"Apa yang lo tertawakan, Alvina?" tanya Aya.

Mendengar pertanyaan itu, Alvina melepas emutan permen lolipop dari dalam mulutnya. Dia tersenyum lebar kepada Aya. Alvina murah senyum, jadi tidak sedikit orang yang menyukai sosok cantiknya.

"Sesuatu yang menurut gue lucu," jawab Alvina lalu kembali mengemut permennya.

Aya menatap Alvina sebentar, lalu kembali mengarah ke depan jendela. Setahunya, Alvina tidak mau menyimpan rahasia apa pun padanya. Jawaban tadi seakan ada sesuatu yang Alvina sembunyikan yang sama sekali tidak dia ketahui. Entahlah, itu tidak perlu dipentingkan. Sekarang, yang ia resahkan adalah tentang teman manusianya.

Apa Angelo masih menganggapnya teman ataukah sudah berakhir sampai di situ saja? Ia berharap Angelo mau menerima seorang vampir di dalam daftar temannya. Dan yang paling ia tunggu-tunggu sampai saat ini adalah keputusan Angelo.

"Aya."

Aya menoleh ke arah Alvina.

"Apa?"

Alvina tersenyum.

"Sepertinya lo lagi mikirin sesuatu. Ekspresi lo tampak berbeda dibanding sebelumnya," ucap Alvina sambil mengayun-ayunkan permen di tangannya.

Aya mengibaskan rambut di depan pelipisnya.

"Lo membaca pikiran gue?"

Alvina tertawa renyah.

"Gue hanya membaca ekspresi lo itu."

Aya berhenti menoleh. Dia berjalan menjauh duduk di salah satu sofa merah dengan kaki disilangkan. Dia memegang pelipisnya dengan sikut bertumpu pada lengan sofa.

Alvina beranjak dari kursi. Dia berjalan lentik ke arah Aya dan mengarahkan mulutnya ke salah satu telinga Aya. Dia membisikkan sesuatu.

"Gue tau di mana rumahnya."

Aya memejamkan mata.

"Lalu?"

Alvina menyeringai di depan telinga Aya.

"Lo bisa leluasa menghisap darah manisnya di rumahnya itu. Atau melakukan kesenangan lainnya?"

PLAK!

Sebuah tamparan dari Aya Angelica melesat mulus di pipi Alvina Rasenol. Permen yang tadi dimakan Alvina keluar dari mulutnya dan jatuh ke lantai. Alvina hanya menatap ke bawah melihat permennya dengan datar. Sedangkan Aya menatap murka kepada Alvina.

"Asal lo tau aja, gue gak ngincer darahnya!" hardik Aya.

"Oh?" Alvina menjauh dari depan Aya dan kembali berdiri tegak. "Trus, apa yang lo incer dari dia? Hati dia? Waktu di hari cowok itu mengetahui rahasia kita, lo bilang dia itu milik lo. Apa maksudnya?"

Aya mendecih.

Oly membuka sedikit matanya dan melepas sebelah earphone di telinganya. Dia menolehkan kepalanya yang terebah ke arah Aya dan Alvina.

"Berisik banget!" Oly memasang kembali earphone-nya dan memejamkan mata untuk kembali tidur.

"Aku gak mau merasakan darahnya!" bantah Kolera kepada Deola. "Darah itu terkutuk! Sampai-sampai darah itu selalu saja menggoda dan menggentayangiku untuk meminumnya. Mengerikan sekali!"

Deola tertawa kencang.

"Itu darah langka, Kolera. Bukan darah terkutuk. Darahnya bisa menghilangkan dahaga kita dan lumayan lama membuat kita kenyang. Jika kau tidak mau darahnya, ya sudah semuanya jadi milikku saja," cetus Deola.

Kolera mendengus dan mengangkat boneka beruangnya ke depan dirinya. Dia tersenyum kepada boneka kesayangannya.

"Kalau kamu, Teddy? Apa kamu berpikiran sama denganku ataukah dengan Deola?" tanya Kolera kepada bonekanya. Sesaat kemudian senyumannya memudar. "Apa?! Kamu lebih menyukai pemikirannya si Deola? Oke, kayaknya kamu ngajak aku berantem lagi, ya?"

Deola melangkah pergi meninggalkan Kolera yang asyik dengan boneka. Dia melangkah ke arah Cho yang sedang membaca buku sambil duduk di tikar bermotif donat milik Belbe.

"Cho, kau suka tidak sama darahnya Angelo?" tanya Deola kepada Cho.

Cho yang mendengar pertanyaan dari Deola itu sedikit menjauhkan pandangan dari bukunya dan tanpa menoleh, dia menjawab pertanyaan Deola.

"Untuk apa lo nanyain itu?" jawab Cho balik bertanya.

"Cuma pengen tau dan kalo suka, kau bisa denganku menikmati darahnya yang menggiurkan itu."

Cho menutup bukunya lalu menoleh ke arah Deola yang duduk di sampingnya.

"Sepertinya lo pengen banget nyicip darahnya meski hanya mendapatkan setetes darahnya saja," kata Cho.

Deola tertawa hambar.

"Setetes? Itu tidak cukup untukku! Aku ingin lebih! Dan ingin merasakan darahnya yang segar dan manis itu setiap hari dan selamanya!" seru Deola.

Cho menatap tanpa ekspresi. Ia menaikkan bagian tengah kacamatanya yang sempat merosot.

"Lo boleh terpikat sama darahnya, tapi lo harus bisa ngontrol diri lo itu. Kalo gak bisa ngontrol, lo bisa jadi vampir berlevel berbahaya," kata Cho dengan baiknya mengingatkan Deola mengenai tujuan mereka ada di sekolah dan kelas ini.

Deola tersenyum simpel. "Aku cuma tertarik dengan darahnya. Tidak tertarik dengan darah rendahan lainnya yang tidak dapat menghilangkan dahagaku sama sekali."

Cho memegang kepalanya. "Lo itu jujur banget, ya. Hm, gue suka."

"Kalo gitu, kau juga suka dengan darah langka itu, kan?" tanya Deola untuk yang kedua kalinya.

Cho tersenyum. "Tanpa gue jawab pun lo pasti udah tau apa jawaban gue."

Deola dan Cho melakukan tos dan melanjutkan pembicaraan. Sementara Belbe yang ada di dekat mereka masih asyik menikmati donat-donatnya. Hanya sekejap, mata kuning milik Belbe memasang tajam tepat dia memikirkan sesuatu yang akan menjadi santapan favoritnya selain donat.

"Dia itu milik gue."

Semua pasang mata yang tadinya sibuk dengan lawan bicara maupun aktivitas sendiri, mengarah ke arah Belbe yang sedang duduk di atas tikar dengan mulut yang berantakan oleh krim dari donat. Termasuk Oly yang mendengar itu membuka setengah matanya dan melihat Belbe.

Suasana terasa mencekam begitu keenam vampir itu melihat ke arah Belbe. Belbe Transly hanya bersikap santai dan tetap menikmati donatnya dengan nikmat.

"Ada apa, Belbe?" tanya Alvina ramah, langsung menghilangkan keheningan yang melanda.

Belbe membalas senyum.

"Gak papa. Gue cuma mau mengatakan apa yang ingin gue katakan. Angelo akan jadi milik gue, karena dia adalah orang yang paling gue sayang."

Aya tidak percaya bahwa seorang Belbe Transly yang dikatakan tidak terlalu menyukai darah, mulai menyukai darah yang paling harum dan manis yang pernah dia hirup. Dan kelihatannya dia akan semakin sulit untuk membuat Angelo berteman lebih dekat dengannya.

"Lo gak boleh menggigitnya, Belbe Transly." Aya tetap bersikap tenang meski di dalamnya sudah bergejolak api. Dia beranjak dari duduknya.

Belbe tertawa. "Gue yang seharusnya bilang itu ke lo, karena jika lo menggigit Angelo, dia akan menjadi vampir. Kalo gue yang mengigitnya, dia hanya akan mendapat bekas gigitan saja dan itu tidak permanen. Dan juga, gak akan jadi vampir."

Seketika Aya dibuatnya kelu. Dia hanya bisa mengepalkan kedua tangan dan mata abu-abunya yang berubah merah menyala.

Alvina yang melihat Aya tampak akan meledakkan amarah dengan menggunakan kekuatan vampir, segera menenangkan Aya dengan memegang pundak dan mengelus punggungnya.

"Jangan keluarkan kekuatan lo. Kalo Mrs. Fiska melihatnya, nanti semuanya bakal kena hukuman," kata Alvina mengingatkan.

Aya menoleh kasar.

"Tapi Al--"

Alvina lantas mendorong Aya ke dalam pelukannya. Dia ingat, sebagai wakil ketua kelas, dia berhak melakukan ini untuk ketua kelas dan mendinginkan suasana kelas seperti Mrs. Fiska ajarkan padanya.

Oly yang tidak bisa lagi tidur karena keributan kelasnya, segera mendudukkan dirinya dan memilih menonton drama di depan matanya tanpa mau ikut-ikutan drama.

"Tenang. Jangan cepat marah. Tenanglah. Jangan dengarkan dia. Lo tetep tenang dan pikirkan hal yang membuat lo tenang. Ya, begitu. Bagus. Sekarang, katakan apa yang lo pikirkan sehingga lo bisa tenang?"

Aya mengatur napasnya yang memburu dan kembali tenang setelah menuruti apa yang Alvina suruh padanya. Pikirannya terasa mendingin dan pelukan Alvina memberikan ketenangan yang nyaman. Dia pun menjawab dengan lirih di sebelah telinga Alvina dan tersenyum tipis.

"Angelo."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro