Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9. Ambigu

"Ikoooooo!" teriak Sila lantang memanggil adiknya yang sedang berbaring santai di depan televisi sambil memejamkan mata. Mendengar suara teriakan kakaknya yang mengerikan, seketika Iko membuka matanya.

Apa yang dibayangkan beberapa saat lalu dalam mimpi terjadi juga. Kakaknya tiba-tiba saja menangkup pipi adiknya dengan kedua tangan. Sambil menatap penuh amarah, Iko hanya menelan ludah ketakutan sekaligus bingung.

Apakah kakaknya akan memperjakai bibirnya?

Pikiran konyol Iko langsung ditepisnya mengingat kakaknya tidak mungkin berbuat hal aneh barusan.

"Iko, kalau kamu sudah dewasa nanti, jangan sampai bibirmu menempel di sembarang gincu. Karena apa? karena efeknya sangat mematikan. Bisa-bisa otak kamu akan jauh dari kata waras. Oh satu lagi, meskipun penasaran rasanya, cobalah untuk menahan. Oke adikku sayang?" ucap Sila berapi-api tepat di hadapan wajah Iko yang hanya berjarak satu centimeter saja. Selama Sila menasehati adiknya, Iko susah payah menahan sakit akibat remasan tangan kakaknya dan bau ikan asin dari mulut di depanya.

Sangat menyiksa.

Iko hanya mengangguk pasrah. Setelah Sila melepaskan tangkupan pada pipi adiknya, ia langsung melemparkan diri di karpet tebal tempat Iko tadinya berbaring.

"Mbak, kesel sama siapa sih kok aku yang jadi sasaran?" sungut Iko sambil mengelus pipinya yang terasa panas akibat tangkupan kakaknya yang sedang terbakar emosi.

"Sama penjahat bibir" jawab Sila sembari memejamkan mata. Iko yang mendengarnya hanya menggaruk kepala bingung dengan istilah baru dari kakaknya.

******************

Rey mengetuk-ngetukan kepalanya pada pintu kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya. Ia merutuki kebodohanya yang sangat terlihat akhir-akhir ini, terlebih saat bertemu singa betina tetangganya. Bagaimana bisa rasa bibir itu selalu membayangi malam-malamnya dan  kepalanya mendadak hanya berisi kejadian malam itu yang berputar seperti kaset.

Mulutnya, konyol sekali meminta singa betina mengulangi kejadian tak sengaja itu lagi. Sepertinya ia akan membawa gembok saja saat bertemu dengan Sila agar mulutnya tidak mengeluarkan kalimat konyol dan kepalanya aman dari benturan apa pun.

"Kak...." Suara Emil yang menggedor-gedor pintu kamar terdengar oleh Rey. Daripada adiknya semakin kencang bahkan merobohkan pintu kamarnya, Rey segera memutar tubuhnya membukakan pintu.

"Kenapa?" 5anya Rey malas.

"Ih kakak kebiasaan deh. Pakai baju dulu gih, mana bau keringat lagi." Rey menatap tubuhnya yang tidak mengenakan baju karena niatnya tadi ingin mandi.

"Kakak mau mandi kamunya datang. Cepetan bilang ada apa?"

"Cuma mau ngasih tahu aja kalau aku sama Mama mau keluar. Nanti kalau Papa dateng bilangin cewek-cewek lagi jalan."

"Kenapa nggak bilang Papa sendiri?"

"Papa dari siang hape-nya nggak bisa dihubungi. Mungkin lembur di kampus. Udah ya kakak sayang bab bay..... muach." Emil melambai pada kakaknya sambil berkedip manja.

Meskipun Rey jengah dengan adiknya yang manja tapi dia sudah biasa menghadapi. Setelah Emil tidak terlihat lagi, Rey kembali menutup pintu dan segera melanjutkan aktifitasnya yang tertunda. Mengguyur otaknya dan menyikat bibirnya agar bayangan singa betina musnah.

Esoknya di kantor, seperti biasa ia menceritakan ketololan dan tergesa-gesa tindakannya pada Derry yang mampir ke ruangannya.

"Masa satu cewek aja kamu nggak sanggup sih," ejek Derry yang duduk di sofa ruangan Rey.

"Masalahnya dia bukan cewek. Dia lebih pantas disebut singa betina." Derry tertawa melihat sahabatnya yang menceritakan sosok Sila sangat mengusik pikirannya.

"Akhirnya seorang Reyhan bisa mikirin cewek juga. Kukira kamu penikmat 'anggar'," ujar Derry terkekeh. Dengan geram Rey melemparkan bolpoin diatas meja ke arah Derry. "Sialan!" geramnya.

Suara pintu yang diketuk pun membuyarkan gurauan keduanya. Seorang perempuan berwajah cantik dengan pakaian kerja yang terlihat seksi seketika membuat mata Derry membelalak tanpa kedip. Seperti biasa, Riska, sekrtaris Rey sangat menyegarkan mata playboynya.

"Permisi, Pak Rey." Riska menyerahkan beberapa dokumen ke meja. Sementara Rey memeriksa dengan teliti, Derry bersiul sambil berkedip genit ke arah pantat penuh milik Riska yang sejak tadi sengaja menundukkan sedikit badanmya agar belahan dadanya yang terbuka kancing kemeja atasnya, terlihat oleh Rey yang sedang duduk.

Rey yang terbiasa dengan kelakuan karyawan perempuan lainya di kantor dengan segala macam godaan, sedikit pun tak tertarik atau lebih tepatnya berusaha tidak tertarik jika tidak ingin sifat turunan dari Tuan besar Aldari tiba-tiba menyeruak keluar.

"Kapan pertemuan dengan Pak Hamdan?" tanya Rey seraya menyerahkan berkas-berkas yang sudah ditanda tanganinya.

"Besok siang, Pak." Riska menjawab dengan suara serak menggoda.

"Baik, kamu boleh pergi." Riska tersenyum kecut. Lagi-lagi usahanya mematahkan gosip bahwa atasan mereka masih pecinta perempuan, gagal. Seberapa cantik dan seksinya dia berdandan tidak sekali pun atasanya melirik.

"Baik Pak."

"Dan satu lagi, berkas yang saya minta untuk dibawa ke Bandung sudah siap?"

"Sudah Pak." Rey mengangguk dan Riska segera pamit.

Sepertinya pertemuan dengan investor di Bandung untuk dua hari ke depan sekaligus mengunjungi kakek dan neneknya bisa menghilangkan sejenak pikiran singa betina di otaknya.

************************

Seminggu ini merupakan hari yang amat sibuk buat Sila dan juga hari tenangnya tanpa bertemu dengan penjahat bibir. Setelah beradu argumen dengan Rangga, papanya, Sila diperbolehkan berangkat ke kantor sendirian dengan mengendarai sepeda motor. Meskipun dengan berat hati dan tidak rela Rangga pun menuruti.

Hari minggu yang ditunggunya pun tiba. Setelah tadi pagi jogging
bersama Iko dan juga Emil, kini siang harinya ia isi dengan merombak sandal jepit polos warna putih yang ia beli beberapa hari lalu.

Di sinilah dia duduk dengan membawa peralatan manik-manik, lem, gunting, pita juga sandal barunya untuk dirombak menjadi sandal dengan balutan pita agar terlihat lebih mewah. Tidak sampai satu jam ia menyelesaikan pekerjaannya, dengan tersenyum senang ia mengenakan sandal tersebut di kakinya.

"Kaki singa, mau dikasih berlian juga bentuknya sama di mana-mana. Cakarnya tajam," celetuk Rey yang berdiri menjulang di sampingnya. Mendengar suara orang yang dihindarinya selama ini tiba-tiba bergema di teras rumah, dengan gerakan menelusuri diliriknya bulu kaki keriting yang terpampang jelas di sebelahnya duduk.

Sila mengernyit. Bulu kaki keriting yang dilihatnya sangat lebat tiba-tiba timbul pikiran ngeri membayangkan bulu di tempat lain apakah selebat ini juga?

Ditepismya pikiran aneh, dengan cepat ia mendongakkan kepala. Di sana, seringai licik memenuhi wajah sialan tampan milik penjahat bibir.

"Aku kelihatan cakep ya?" ujar Rey penuh percaya diri menatap Sila dengan menundukkan wajah karena posisi singa betina memang duduk di dekat kakinya.

"Kamu cakep? Ngaca di empang sono!

"Aww, sialan sakit woi! Dasar singa gila." Dihentak-hentaknya kaki Rey karena Sila baru saja mencabut bulu kakinya dengan sangat kasar. Sila terpingkal sedangkan Rey mengelus cepat kakinya menghilangkan sakit.

Ditariknya hidung Sila membalas rasa sakit pada kakinya. Sila yang masih tertawa tidak siap dengan serangan mendadak Rey langsung membelalakan mata.

"Nih nih... sakit kan rasanya. Makanya nggak usah usil tuh tangan." Mata Sila berurai air mata akibat jari Rey yang semakin menjepit hidungnya. Tidak mau kalah, Sila menarik kerah kaos polo Rey kuat-kuat. Karena posisi tubuh Rey yang menunduk, keseimbangannya kurang terjaga.

Brukkkk.

Tubuh Rey jatuh menimpa tubuh Sila yang terlentang sambil tetap mencengkeram kerah kaos Rey.
Hidung Rey terantuk kening Sila membuatnya sontak melepas jepitan pada hidung Sila. Kini wajah keduanya teramat dekat.

"Berat," cicit Sila yang suaranya tenggelam di ceruk leher Rey. Napas hangat Sila pun terasa mengusik kulit leher Rey, membuat bulu kuduk laki-laki itu menegang.

"Kak!" Suara kaget Emil yang berdiri mematung di depan pintu sambil menutup mulutnya tak percaya membuat kedua anak manusia yang saling menindih itu menoleh seketika.

"Kayaknya di dalam kamar aja deh daripada di teras dilihat tukang bakso ntar," celetuk Iko menimpali dari balik punggung Emil.

Untuk kesekian kali keduanya selalu terjerat keadaan yang ambigu.

----------------------------------------

Minta like nya ya sayang-sayangku semua buat ceritaku di novel.id

Caranya:
Log in dulu, setelah masuk cari piliham genre cerita. Punyaku masuk pada genre Metropop.

Judulnya Tiga Hati

Klik per bab dan berikan like pada akhir cerita tiap babnya yang ada tanda love.

Makasih ya.....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro