Part 8 : Scenery
"Aku sudah terbiasa, dan terima kasih...."
-Jungkook-
....................
"Kau terlihat lelah sekali, apa yang kau pikirkan?"
Kelopak itu menatap khawatir ke arah sang kakak. Menyeruput kopi di pagi hari mungkin bisa melegakan dan menenangkan hati seperti perkiraannya. Tapi ternyata itu salah.
"Aku pusing memikirkan anak-anakku." Disentuhnya pelipis kepala itu, terasa berdenyut hingga ia memijat sendiri. berharap rasa nyeri yang menyerangnya hilang.
"Yoongi sudah dewasa apa yang kau pikirkan. Dia bukan anak berumur tujuh tahun lagi. Apalagi dia sudah seperti mendiang ayahnya."
Menikmati sarapan cake coklat strawberry dengan crema putih dan buah cherry diatasnya. Sangat cantik dan terlihat mewah dengan harga yang terjangkau. Ngomong-ngomong cafe ini milik Jung Shi Ah, adik dari Min Shi Hye, ibu dari Yoongi dan Jimin.
"Kau kenal anakku? Lama-lama dia keras kepala dan sulit diatur Shi Ah. Aku tidak tahu harus melakukan apa agar anak itu sadar." Membuka cerita, dan memulai curhatannya. Ingin sekali sang adik memberikan solusi padanya, terlebih masalah ini semakin rumit saat tahu jika Jungkook tak ada anggapannya bagi anak kesayangannya.
Sangat kentara bagaimana wajah cantik yang terlihat lelah itu, mata panda yang tercetak karena kemungkinan besar tak cukup tidur. Riasan make up yang terlihat malas hanya karena dibubui bedak dan lipgloss. Berbeda dengan jaman muda kakaknya yang dulu sangat komplit berdandan, baik sebelum bersuami atau tidak. Bahkan ketika seusai melahirkan Jimin, sang kakak masih saja menjaga kecantikannya. Tak ada kata mata panda seperti sekarang ini.
"Terakhir aku melihatmu sedih seperti ini selepas kepergian Jimin dan juga suamimu, kau nampak seperti ini dulu." Lisan itu terucap dengan sedikit nada kekhawatiran, menyentuh cangkir kopi hangat dengan ujung telunjuknya dan melukisnya secara abstrak di atasnya.
"......."
Bukan tanggapan hanya nafas yang menghela pasrah, ia sadar jika perkataan sang adik benar. Ia seperti dirinya yang lalu, sempat jatuh terpuruk karena dua orang tersayangnya pergi jauh meninggalkannya. Hanya Yoongi yang kini ia miliki, mungkin juga Yoongi lebih jatuh dari pada dirinya. Lantaran anak tampannya tersebut sangat dekat dengan ayah juga adiknya.
"Apa ini tentang anak yang kau angkat dari panti itu?" sedikit-sedikit sang adik bertanya. Takut jika dia salah berbicara melihat situasi sang kakak yang sedang banyak beban masalah. Mungkin ia bisa membantu dari pertanyaannya tersebut.
Ditatapnya sang adik, wajah yang tak jauh dari dirinya. Hanya saja tante dari Yoongi ini lebih tegas dan galak jika dilihat dari raut wajahnya. Apalagi ia dulu adalah mantan atlet bela diri yang menikah dengan pengusaha cafe yang sukses di Korea.
"Namanya Jungkook, dia anak yang baik. Entah kenapa aku nyaman saat bersamanya. Dia anak yang perhatian dan penyayang, ketika dia tersenyum ataupun berbicara denganku aku seperti merasakan kehadiran Jimin dalam dirinya." Tersenyum dengan tulus, membayangkan Jungkook yang polos dan kegirangan saat dia hendak mengangkatnya sebagai anak.
"Mungkin aku belum dikaruniai anak setelah tujuh tahun menikah, tapi aku sangat senang kau bisa tersenyum seperti ini. mungkin anak itu memberikan semangat sendiri untukmu. Walau aku belum pernah menemuinya, kau sendiri tau bukan. Jika suamiku harus bolak-balik ke luar negeri." Menyeruput kopi hangatnya pagi ini, dan untungnya jam buka masih lama. Cocok untuk bersantai rupanya.
Shi Hye tersenyum, sedikit sedih dan iba saat mendengar sang adik mengucapkan kalimat pertamanya. Serasa menyentuh karena di balik senyum dan ketegaran sang adik, dia menginginkan seorang anak. Dan Tuhan belum mengijinkan demikian.
"Pertama kali saat aku melihatnya, aku seperti melihat Jimin."
Jawaban yang jujur, dan itu sedikit menyakitkan jika Jungkook mengetahuinya.
Saat itulah, sang adik langsung mengulas senyumnya. Senyum yang tipis, ia tahu apa masalahnya. Dan semoga ia tak salah bicara hingga membuat masalah semakin rumit karena keteledorannya dalam salah mengucap. Sebisanya ia memberikan solusi.
"Jika begitu kakak salah.... coba kakak lihat dengan segi Jungkook. Jimin ya Jimin, Jungkook ya Jungkook." tangan itu bergerak, memberikan gestur gerak tubuh yang memprakteran suatu hal. Wajah cantik nan tomboy itu seketika serius, hingga membuat sang kakak sedikit tertarik.
"Apa maksutmu, aku tidak paham Shi Ah." Ia butuh penjelasan sekarang.
"Maksutku, jangan anggap Jungkook sebagai Jimin. kau hanya perlu melihat dari segi dirinya, lihat apakah Jungkook sama dengan Jimin. jika memang benar, kakak jangan menganggap dia Jimin sepenuhnya. Baik Jungkook atau Jimin mempunyai perbedaan, dan kesamaan yang tidak signifikan. Cobalah kakak fokus dengan sisi Jungkook dan mengabaikan Jimin di dalamnya. Kakak pasti tahu bagaimana Yoongi jika kakak berada di posisinya."
Cukup menarik, membuat Shi Hye berpikir, perlahan namun pasti ucapan sang adik ada benarnya juga. Terlebih ia tenggelam dalam rasa rindunya pada Jimin hingga tak mengetahui perasaan Yoongi.
Entah kenapa adiknya jauh lebih pintar dari pada dirinya.
"Lalu aku harus menyuruh Jungkook pergi begitu?" pertanyaan yang tak terduga keluar dari bibirnya. Membuat sang adik merengut tak suka dengan mengunyah cake nya. Nyatanya, sang kakak tidak faham dengan maksut ucapannya.
"Aku bukan orang sejahat itu yang memprovokasi seseorang untuk mengusir. Hanya saja, aku mencoba memberitahu kalau Yoongi tak bisa menerima Jungkook. karena dia melihat dari sisi Jungkook dan asalnya. Tanpa ada melihat adanya Jimin di dalamnya. Berbeda dari yang kakak lakukan dengan Jungkook, biasanya. Pastilah Yoongi akan sulit menerima kehadiran yang notebene bukan siapa-siapa dia." Begitu lengkap dan jelas, tak sia-sia jika wanita berstatus sebagai ibu itu curhat dengan sang anak.
"Mungkinkah? Tapi aku menyayangi anak itu kau tahu. mungkin pertama aku terlalu merindukan Jimin dan mengangkat dia sebagai anak. lantaran dia yang menghiburku ketika aku berduka, itulah sebabnya aku mengangkat Jungkook sebagai anak dan adik dari Yoongi."
Mengaduk kopinya yang masih utuh dan mendingin, raut kesedihan terpancar makin jelas.
"itu karena kakak terlanjur sayang. Dimanapun dia berasal, kakak menyayanginya dan kakak berbaik hati mengangkat dia sebagai anak dan hendak menyekolahkannya. Aku menjadi bangga menjadi adik dari malaikat seperti kakak." Tersenyum penuh bangga, dan memutar pelan cangkir kosong di depannya.
"Kau membuatku salah tingkah. Padahal aku dulu iri denganmu karena kau terlahir sebagai anak kedua." Mencubit gemas pipi sang adik, hingga keduanya tertawa dengan riang. Seperti di dalam dunianya sendiri.
"Aduhh... aku akan besar kepala. Rupanya kakakku iri denganku, tak kusangka kau punya jiwa picik ya." Tertawa dengan kekehannya bermaksug menggoda saudarinya.
Hingga pada akhirnya Shi Hye, menjatuhi jitakan untuk adiknya. tak peduli dengan usia mereka yang berbeda jauh, lantaran sang adik lebih muda darinya.
"Kakak, aku ingin bertemu dengan anakmu."
Sebuah permintaan atau izin?
"Yoongi?" hanya memastikan, karena ia tahu jika sang adik dekat dengan Yoongi. dan disaat luang pastinya sang adik akan menemui Yoongi dengan izinnya terlebih dahulu.
"Tentu, jangan lupa Jungkook." seperti ada sesuatu, terlihat dari raut wajahnya.
"Apa yang sebenarnya kau rencanakan Shi Ah?" sudah hafal betul bagaimana sifat sang adik. Terbaca olehnya akan ada rencana besar, meski Shi Hye bukanlah cenayang yang bisa meramal atau membaca pikiran orang lain.
Dengan yakin juga mengambil suapan cake terakhir dengan ukuran cukup besar. Diamatinya bagaimana cream itu telah hilang dan tinggal di dalam perutnya lebih dahulu. Sebuah gumpalan tepung dan telur yang terlihat nikmat. Strawberry buah favoritnya.
"Mission Impossible..."
Tawa renyah dari sang kakak, membuat saudarinya bertanya penuh keheranan. Hingga pertanyaan timbul dalam hatinya 'Sebenarnya apa yang akan ia lakukan?'
........................
.
.
.
Seonggok keranjang penuh dengan pakaian bekas dan bau, dibawanya dengan senang hati menuju lantai bawah. Kedua matanya juga ikut meniti beberapa sudut rumah yang terlihat sedikit berantakan. Namun, tidak lagi jika manusia tampan ini melakoni pekerjaan rumah yang lazimnya dilakukan oleh wanita.
Kesibukan yang sudah biasa dan tak jauh beda dengan di panti dulu. Bedanya, disini ia tidak harus mengurus anak-anak panti yang sering merengek dan mencari perhatian padanya.
Terkadang hal kecil itulah yang membuat Jungkook rindu pada mereka. Dimana mereka berbaris untuk mendapatkan makanan dan mengeringkan rambut mereka. Namja tampan dengan gigi kelincinya itu sudah menganggap anak panti sebagai adik-adiknya, dalam hati kecilnya jika ada kesempatan ia ingin datang menemui mama dan mencurahkan sedikit perasaannya.
Inilah dia, berada di depan mesin cuci. Memasukan pakaian kotor milik Yoongi juga miliknya, ya lebih banyak pakaian kotor Yoongi yang notebene sering keluar rumah jika ada tugas. Pastilah banyak cadangan pakaian yang ia bawa.
Kaos, jeans, boxer, jas, sweater, jaket, hingga tak sadar Jungkook memasukan sesuatu. Yang sayangnya tak disadari olehnya, tapi apa? semoga saja tidak menjadi masalah. Terlebih ada suara berbunyi 'tuk'.
Blam!!! Suara mesin cuci itu tertutup, sekarang ia akan melakukan tugasnya kembali.
Sekarang masih pukul 08.00 tepat di hari minggu, waktu yang dinantikan oleh banyak orang yang bosan dengan kepenatan. Sampai akhirnya....
"Yoongi hyung?" Jungkook terkejut, hampir saja dia menjatuhkan keranjang pakaiannya jika saja dia tidak memiliki refleks yang bagus.
Bagaimana Jungkook tidak terkejut? Ketika seorang Min Yoongi berdiri membelakanginya dan membuat kopi hitam.
Aksen datar dan dingin sudah menjadi wataknya.
Jungkook jadi salah gugup, apalagi melihat Yoongi yang menyeruput kopi hitamnya dengan nikmat. Namja tampan dengan kemeja kotak-kotaknya itu hanya bisa mengelap meja dalam diam. Ia tidak berani menyapa walau sang kakak berada di depan matanya. takut salah bicara.
Keheningan pun tercipta....
Tanpa sadar Yoongi melirik apa yang dilakukan Jungkook, sebenarnya ia tidak peduli dengan apa yang ia lakukan. Walau Jungkook terjun dari gedung dua lantaipun Yoongi tak peduli. Karena dia bukan siapa-siapa itulah menurutnya.
Jungkook yang sibuk dengan pekerjaannya, dan Yoongi terlalu malas untuk menyapanya. Menikmati kopi pagi ini dengan memandang ke luar jendela. Sebisanya Jungkook berusaha agar tak mengganggu pria di belakangnya.
Hingga beberapa menit berlalu dan....
BRUKKKKKK!!!
"AKHHHH!!!"
Ringisan disusul suara benda jatuh, membuat Yoongi mau tidak mau menghampiri asal suara. Saat dirinya berada diambang pintu berdiri disana menatap seseorang yang memegang kakinya. Dengan wajah kesakitannya, rasanya malas tentu saja. melihat yang ia benci sedemikian rupa seperti itu saja tak ada iba untuknya.
Yoongi yang memang keras kepala, atau kejam?
"Kau bodoh atau apa?" menyindir, Jungkook yang kesakitan tanpa ada niat membantunya.
Rupanya Jungkook terpeleset. Hingga terlihat luka memar dan sedikit bengkak di pergelangan kakinya. Mengusap dan meringis karena rasanya itu sangat menyakitkan. Pernahkah kalian terjatuh dan terpeleset sampai kaki kalian memar?
Bagai tamu tak diundang, Jungkook mendapatkan musibah yang tak terduga. Dan pertanyaannya, kenapa lantai ini bisa basah padahal Jungkook lewat disini juga tidak apa-apa. apakah ia teledor, mungkin saja karena manusia juga bisa ceroboh.
Merasa ini semakin sakit, membuat Jungkook berusaha bangun. Sebisanya ia mencoba menyangga badan dengan lantai di bawahnya. Terus dan terus mencoba, dengan ringisan yang semakin kentara. Desisan itu terus saja keluar dari bibirnya, raut wajah yang menahan kesakitan. Siapapun yang melihatnya pastilah, akan iba dan menolongnya sesegera mungkin. Kali ini berbeda, saat Jungkook terkena musibah Yoongi justru berdecak sebal. Berdiri dengan angkuhnya dan menyaksikan seseorang yang kesakitan disana.
Apakah itu sebuah tontonan drama?
"Akhhh... shhhhh apppooo..."
Bokong itu mendarat lagi di atas lantai, cukup menyusahkan memang apalagi berkali-kali juga Jungkook gagal untuk bangkit berdiri. Yang bisa ia lakukan hanyalah duduk di tepi tangga, memandang kakinya yang semakin bengkak dengan mata yang berkaca. Menggemaskan jika dilihat tapi kasihan juga.
"Dasar ceroboh, kau sangat menyusahkan bocah!"
Min Yoongi, sebenarnya kau berdosa jika seperti itu. tak ada niat membantu malah memaki, jangankan membantu. Mendekat untuk memeriksa apakah adikmu baik-baik saja kau enggan. Sebenarnya kau seperti apa?
Yoongi bagaikan sebuah rubrik, sulit di tebak dan banyak perhitungan.
Sampai pada akhirnya Jungkook merasa menyerah, ia bingung harus bagaimana. Di satu sisi ia tidak ingin manja, dan di satu sisi ia ingin meminta bantuan pada seseorang di sana. Tapi apakah ia bisa? Bertegur sapa saja ia diacuhkan, apalagi mengemis bantuan padanya pastilah hal yang paling mustahil.
"Yoo-Yoongi hyung, bi-bisakah kau bantu ak-aku..." kedua mata itu berkaca, dengan hidung yang sedikit memerah. Sisi lemah seorang Jeon Jungkook yang muncul di hadapan kakak paling egois dan arogant. Semoga saja ada kebaikan dalam diri Yoongi untuknya.
"Apa kau bilang? Membantumu? Kau pikir aku babumu, hah??!!" bentaknya, membuat bulu kuduk namja bergigi kelinci itu merinding. Satu sentakan membuat Jungkook merutuk kebodohannya, ia lupa jika Yoongi adalah orang keras dan kekeh. Seharusnya dia sadar diri jika selama ini ia hanya orang asing dan bukannya adik.
Melihat situasi ini, membuat Jungkook menggelengkan kepalanya. Mencoba tersenyum walau sakit yang terasa menggigit di pergelangan kakinya. Ia akan baik-baik saja, pikirnya.
"Tidak hyung, ak-aku minta maaf. Aku ceroboh dan pasti merepotkanmu, ak-aku bisa berdiri sendiri." sejujurnya hati ini sakit, untungnya dia pandai menyembunyikan rasa sakitnya. Di balik senyum ceria nan tipis itu.
Fakta jika Yoongi adalah namja yang kejam di depan adik angkatnya.
Yang dilakukan olehnya adalah...
Pergi dengan begitu saja, tanpa mempedulikan Jungkook yang benar-benar membutuhkannya, sesungguhnya.
Dengan berbekal doa dan harapan, Jungkook mencoba tersenyum. Ia mengusap sedikit air mata yang mengintip dari kelopaknya. ia tidak boleh menangis! itulah pikirnya. Ia seorang namja dan adik dari Min Yoongi, ia harus kuat dan tak manja! Itu yang terlintas di dalam otaknya kemudian.
Sadar jika dia dilatih untuk keras dan kuat.
Menjalani takdir sebagai adik dari Yoongi, mengubah pandangan Yoongi terhadap dirinya. Min Yoongi yang tak suka dan membandingkan dirinya dengan Jimin.
Tangan kanan itu menekan lantai bawahnya cukup kuat, memegang tembok yang dekat dengannya. Jeon Jungkook mencoba untuk berdiri di tengah rasa sakitnya, sakit yang mendatangkan rasa nyeri yang teramat sangat. Hal itulah yang membuat Jungkook refleks menggigit bibir bawahnya, menimbulkan kemerahan yang samar dan pastinya akan luka jika digigit terlalu keras.
Berbagai ringisan keluar dari mulutnya, nyeri dan sakit. Membuat beberapa bulir keringat keluar dari keningnya, ini menyakitkan dan sakit itu yang mendominasi setiap saraf dan otaknya. Walau limbung, perlahan namun pasti Jungkook berhasil melakukannya. Berdiri dengan bersandar pada dinding agar tidak sempoyongan. Rasa bersyukur terucap dalam hatinya, ini adalah hasil kerja kerasnya.
Sampai akhirnya dia bisa duduk di atas kursi ruang makan. Mengamati luka lebam dan bengkak itu, Jungkook hanya fokus pada rasa sakitnya sekarang ini.
.
.
.
.
.
Tuk!!
"Eh?" mengejutkan, sesuatu tiba-tiba saja sudah ada di atas mejanya. Benda kotak berwarna putih dengan tanda '+' berwarna merah di tengahnya. Sebuah lambang bagi benda tersebut.
"Kotak obat?" gumaman itu muncul, kala otak cerdasnya berhasil menebak sesuatu. Ya, seseorang datang dan menaruhnya dengan cara sedikit kasar dan juga tanpa basa-basi.
Jungkook yang sadar segera melangkahkan atensinya. Sebelum hal itu menghilang di balik pintu, Jungkook mengukir senyumnya. Punggung seseorang yang sudah tak nampak dalam penglihatannya adalah sebuah jawaban. Menepis spekulasi yang sering muncul dalam benaknya tercoret salah satu, dingin....
Bahagia...
Sesuatu yang dirasakan olehnya, perhatian yang abu-abu untuknya. Seorang anak angkat yang menginginkan pengakuan dan kasih sayang.
Satu langkah lebih maju....
"Gomawo, Yoongi hyung..."
Ucapan terima kasih yang tak terdengar olehnya. yang sudah menjauh dan berbeda ruang dengan batasan tembok rumah. Min Yoongi memperlihatkan sisi pedulinya, walau tak gamblang. Dan itu cukup membuat Jungkook bahagia.
Memberikan sebuah semangat untuk terus bertahan. sempat putus asa namun tak jadi, lantaran banyak hal yang menjadi pemicunya.
Mungkin, sifat sang kakak yang satu ini akan masuk daftar listnya...
Daftar kedua tentang Min Yoongi, setelah tragdei percobaan bunuh dirinya.
Tentu saja....
........................................
Tbc...
Aku fast updete nih mumpung aku dapat ide setelah mendengar lagu BTS – Butterfly yang menurutku cocok untuk ff ini. apalagi aku gak sengaja menonton moment yoonkook yang ada di folder laptopku... aw, rasanya aku pingin teriak. gak tau napa gemes ajjah, apalagi adegan Yoongi yang gendong Jungkook. entah kenapa otakku langsung jaim ajjah mikirin jalan cerita buat ff ini ehehhehe...
Apakah kalian cukup terhibur dengan chapter ini. menurut kalian bagaimana?
Jika kalian berkenan bisakah kalian membagikan vote dan membagikan komentar kalian mengenai chapter ini?
Terima kasih karena telah mampir dalam fanfic ini. semoga tidak ada kata bosan dalam kamus kalian, ehe.
Thank you and saranghae...
#el
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro