Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 77 : Let Her Go

" Kapan kau akan pergi dan kapan ini berakhir itu semua menjadi rahasia. Rahasia yang tidak diketahui oleh siapapun hingga malaikat maut mengatakan. Berikan nyawamu..."

(Author ***** POV)

Apakah tak ada ampun di dunia ini ketika, kerongkongan ini sulit untuk menarik oksigen. Min Yoongi dicekik dengan kuat saat tubuhnya lemas lantaran mengeluarkan banyak darah dari lehernya yang sobek. Jari itu sedikit masuk dan sengaja kuku itu menyobek bagian penting tubuhnya.

Rasa sakit tak seimbang dengan amarah dalam dirinya ketika dia mendengar dengan nyata bahwa ibunya mencoba untuk menyuruh wanita di depannya menggugurkan kandungan.

"Kau harus tahu bahwa ibumu pernah mengancam ku, dia minta aku membunuh Jungkook sebelum dia dilahirkan. Ibumu ketakutan bahwa anakku bisa merebut kekuasaan, apa kau tahu? Kasta sudah membuat keluargamu gila." Dia meremat dan rasa sakit itu semakin mendasar seiring berjalannya waktu serta detik.

Ketika dia melirik ke belakang dia melihat bahwa Jungkook sudah jatuh tak sadarkan diri. Dia sukses menarik pemuda kelinci itu namun sayang kepalanya tak sengaja membentur batu di bawahnya.

"Apa kau sengaja mengatakan hal itu agar aku iba? Kau pikir kau bisa membohongiku dengan ucapan omong kosong mu huh!" Yoongi mencoba melepaskan cekikan di lehernya. Akan tetapi tenaga wanita di depannya seperti tenaga gorila. Seperti sudah terbiasa untuk menghancurkan barang atau tubuh manusia. Hanya nafas tersendat dan jakun leher seakan berusaha meminta tolong untuk di lepaskan.

"Kau tidak ingin mendengar keburukan ibumu, tapi aku mengatakan ini dengan sungguh. Alasan aku membenci ibumu adalah ketika dia tidak ingin aku menjadi seorang ibu. Dia ingin menghabisi Jungkook karena dia sudah melahirkan Jimin adikmu. Apakah kau percaya, kurasa tidak karena kau keras kepala keturunan Min yang jahat." Dia menekan tubuh Yoongi ke belakang. Punggungnya membentur dinding, satu hal yang pasti adalah ketika dia melihat Jungkook. Ada harapan bahwa namja muda itu tak mendengar ungkapan ibunya.

"Sialan, aku tidak akan memaafkan mu. Kau tetap salah kau menjadi pelakor atas dasar kemauan mu."

Dugh!

Sakit, bukan hal berat tapi yang jelas adalah sudah berapa kantong darah dia donasikan untuk tanah di bawahnya. Dia sudah mati rasa tapi seakan tubuhnya seperti kucing yang memiliki sembilan nyawa.

"Hei, aku mengatakan dengan kebenaran. Jungkook adikmu memang tapi dia beda ibu. Lalu apakah kau punya hak untuk mengancam ku, bahkan aku tidak percaya dengan keadilan."

Yoongi sangat membenci hembusan nafas wanita gila di depannya. Nafas begitu bau dan membuat di mual. Ingin rasanya dia pergi ketimbang harus bertatap langsung dengan manusia mengerikan seperti ini. "Lalu jika kau tidak percaya keadilan, kenapa kau bisa hidup. Apakah kau menjadi kanibal selama hidupmu akhhh..."

Kepalanya di bentur, sengaja agar Yoongi sedikit bungkam dengan celoteh menurutnya tak jelas. Min Yoongi menatap tajam dengan aura membunuh meski tubuhnya seperti tak mampu berkutik. Dia anggap ini adalah sebuah kompetisi antara hidup dan mati.

Dalam hati merutuk karena Namjoon tak kunjung datang, apakah benar di sini sulit mendapatkan bantuan?

"Jika dilihat wajahmu seperti ayahmu, aku sudah menduga bahwa Shi Hye memiliki anak yang begitu kuat. Kau lihat bagaimana aku menghabisi salah seorang, aku bisa melakukannya sekali lagi. Bagaimana kau puas bukan dengan hasil ku hahaha... Ayahmu menebus dosanya di neraka." Giginya mengerikan dia sungguh tak mendasar seperti manusia pedalaman yang malang.

"Aku akan membalas mu kau wanita yang kejam, kau sudah membunuh ayahku!" Yoongi berujar tegas kedua matanya menatap dengan berkaca. Dia mengetahui kebenaran itu sungguh, karena wanita ini sudah mengatakannya. "Akhirnya kau mengerti kenapa aku ingin menghabisi kalian. Tapi karena kedaulatan ibumu dan dia orang penting sangat sulit untuk menghancurkannya."

Yoongi mencoba menendang tapi dia seperti ditahan kakinya dengan lutut wanita di depannya. Apakah karena dendam seorang manusia bisa menjadi lebih kuat dan kejam. Tak ada lagi ampun jika dia bisa melepaskan diri sekarang. "Aku tidak akan memberikan kelonggaran aku akan pastikan kau masuk dalam hukuman negara!"

"Benarkah?" Seperti sebuah senyum misterius dengan tampang terlalu mengerikan. Ada darah disana dan itu hasil ciptaan luka yang dibuat oleh Yoongi sebagai pembelaan diri.

"AAAARRRGHHHHHH!"

Tubuh Yoongi ambruk dia bahkan memegang perutnya yang ditusuk cukup dalam karena pisau lipat tajam. Bahkan dia harus mencoba bangun sendiri di tengah ringisan kesakitan nya. Tangan kanannya meremat pasir di bawahnya dia menahan amarah juga sakit secara bersamaan. Apakah ini saatnya untuk menyerah begitu saja?

"Kau bahkan tidak paham rasa sakitku. Orang tuamu sudah membuat kesalahan karena bermacam-macam denganku." Dia menendang wajah Yoongi hingga ambruk ke tanah lagi. Luka dengan darah begitu banyak, tak sempat membalas karena hantaman kuat yang sama mencoba untuk menghancurkan pertahanannya.

Ketika dia melihat sebuah pisau hendak di hunuskan ke arahnya dengan kata kasar agar dirinya mampus. Yoongi dengan samar dan tubuh kehabisan tenaga melihat bagaimana wanita itu menangis bahagia.

"Karena dendam akhirnya aku bisa menghabisi mu. Aku memang tidak bisa membunuh Shi Hye tapi aku bisa membunuhnya perlahan dengan menghancurkan hatinya. Kau adalah buah cinta orang yang aku benci, sampai mati aku tidak akan melepaskan kalian. MATILAH KAU SEPERTI AYAHMU!"

Grep!

Tak lagi, tangan itu tak bisa turun ke bawah ketika seseorang menahannya sekarang. Itu Jungkook dia berdiri dengan limbung dan menahan gerakan sang ibu, masih sadar dan berusaha untuk menghancurkan ketahanan sang ibu. Walaupun Yoongi melihatnya sebagai pencari kematian.

"Eomma, kumohon... Apakah kau tidak sayang padaku. Jangan eomma, jangan begini. Kau orang baik jangan bunuh kakakku..." Jungkook memohon dengan lemas, tubuhnya sudah diambang batas tenaga dia masih bertahan untuk melindungi kakaknya. Ketika dia sudah memegang tangan sang ibu dia berharap bahwa manik mata miliknya bisa menenangkan beliau dari jeratan depresi mengerikannya.

"Aku sayang padamu tapi maaf eomma lebih baik membunuh kalian, yaaaakkk!" Menjatuhkan sang anak dan menarik pisau itu ke atas, wanita itu langsung menusuk dengan gerakan cepat hingga darah keluar dari tubuh si korban.

Baunya sangat amis hingga beberapa penduduk sekitar seakan takut dan enggan. Ketika darah itu bercampur dengan debu, sebuah kenyataan membisikan hal yang menjadi kengerian bagi manusia lainnya.

"Hahahaha aku memang hahahaha...."
Lihatlah tawa gilanya dengan pisau yang dia lihat sudah menancap pada bagian tubuh targetnya dia tak peduli bahwa itu adalah Jungkook anak kandungnya sekalipun.

Ambisi...

Manusia seperti setan kelakuannya. Kegirangan karena merasa hebat dan menang dalam pertempuran.

Tapi tidak bagi Jungkook dia justru tertegun dengan seseorang yang memeluknya dengan erat dari belakang. Wajahnya pucat dan bibirnya bergetar lalu atensi kedua matanya seakan enggan berpaling dari wajah tak berdaya itu.

"Yoongi hyung kenapa kau...."

Tes....

Tes....

Tes....

Apakah itu air mata?

Apakah itu darah?

Panutan yang dia anggap sebagai orang terbaik di matanya justru menjadi korban si pelaku kejahatan. Mata Min Yoongi menatap dengan nanar, bibirnya mengeluarkan getaran yang tak bisa diucap. Juga mulutnya mengeluarkan cairan kental berwarna merah.

"Kenapa kau lakukan itu hyung, kenapa kau tak biarkan aku saja. Punggungmu.... Oh Tuhan apa yang harus aku lakukan." Jungkook tak bisa mencabut pisau yang menusuk bagian pinggang belakang sang kakak. Karena sudah sangat lemas Yoongi terjatuh menubruk ke depan.

Jungkook menahan tubuh yang masih mengeluarkan darah itu dalam diam dan juga tatapan benci ke arah ibunya. Apakah beliau sudah puas menghancurkan hampir semua impian sang anak?

"Aku ingin kesempatan, beri aku kesempatan untuk berubah Jeon. Aku melakukannya bukan karena aku melihat kau sebagai Jimin-" Yoongi tidak bisa melanjutkan ucapannya batuk dengan darah muncrat di belakang sana dan bau amis itu membuat Jungkook mual tapi tak bisa melakukan protes.

Ini darurat dan seseorang harus datang menolong mereka.

"Andaikan hyung tidak menolongku pastinya kau tidak akan terluka hyung." Jungkook menangis, ya dia menangis meski air matanya sempat kering tadi. Tapi dia menangis karena kakaknya meminta hak diperjuangkan dan Jungkook mendapatkan perlindungan seperti dia harapkan.

"Aku tidak mau kau sakit apalagi seperti ini. Kenapa harus semua orang yang dekat denganku hikksss... Kumohon hyung jangan tinggalkan Jungkook, aku akan beri kesempatan beri kesempatan agar Yoongi hyung bisa menjadi kakak yang baik untukku tapi-"

"Berhentilah Jungkook orang itu akan mati, lihatlah dia sedang mengalami sakaratul maut hahahaha...."

Jungkook membulatkan matanya dia bahkan mengumpat kasar dengan tatapan kebenciannya. Dia tak menjawab karena apapun yang dia katakan hanya akan dianggap sebagai angin lalu saja.

Yoongi sangat lemah bahkan nafasnya berat. Kedua kelopaknya bergerak ingin menutup dengan dagu di pundak adiknya. Kenyataannya adalah ketika dia bisa menjaga adiknya dengan menjadi benteng.

Sadar bahwa kesadaran jauh lebih penting membuat Yoongi mengulas senyum tipisnya, di balik wajah dingin dengan kulit terkena darahnya sendiri. Dia mendorong kepala sang adik dan menjatuhkan keningnya pada kening miliknya. Menyatukan kening satu sama lain dengan kedua mata Yoongi sedikit terpejam karena beberapa kali seperti kehilangan kesadaran.

Jungkook tertegun dia merasakan bagaimana eratnya sang kakak mendorong kepalanya tanpa menarik rambutnya.

Tak sakit, dan menyakiti....

"Kau mengatakan hal lugas padaku bukan, aku katakan padamu Jeon. Kau adikku dan aku menerimamu sebagai Jeon Jungkook, adikku Jimin dia pasti menerimamu. Kau mau bukan menjadi adikku lagi." Yoongi memang lemas tapi senyumnya seakan tak hilang. Jungkook menangis disana, dia memang lemah tapi tidak lembek.

Hanya saja dia terharu dengan apa yang dia dapatkan, kebenaran bahwa kakaknya sudah sadar dan tulus menerima nya. Mungkin dia akan mengatakan alasan apa membuat dia menjadi seperti itu.

Wanita yang disana nampak geram dia mengangkat pisaunya dan mengacungkan ke arah mereka berdua. Tapi tatapannya jatuh pada sang anak kesayangan, Jungkook. Dia akan mendengar apa yang dikatakan anaknya. Ketika hatinya sakit maka dia tidak akan memberikan kesempatan untuk sang anak hidup.

"Ya... Aku akan menjadi adik dari Min Yoongi. Aku tidak akan meninggalkan eomma dan hyung. Maafkan aku karena sudah pergi tapi tidak lagi, aku akan menjadi bagian keluarga yang baik. Aku Jeon Jungkook keluarga dari kakakku Min Yoongi." Keduanya seakan tenggelam dalam perasaan kuat yang bernama saudara.

Baik Jungkook maupun Yoongi sekarang mereka sama belajar. Menjadi dan menjaga hubungan saudara itu memang tak mudah.

Hingga....

"AKU BUNUH KAU!"

1 detik

2 detik

3 detik

"Aku menyayangimu Saeng!"

Yoongi memeluk tubuh adiknya begitu juga dengan Jungkook yang pasrah langsung memeluk sang kakak.

Seakan siap untuk di jemput malaikat maut.

Let Her Go!

BRUUKKK!

"YOONGI, JUNGKOOK!"

,

Wanita di samping ini begitu bersikeras untuk ikut, dia memakai baju kebesarannya dan menatap pemandangan luar dari jendela mobilnya.

"Nyonya aku merasa tidak enak hati, bagaimana kalau sakit anda menjadi parah. Bukankah anda harus banyak istirahat?" Seokjin fokus pada menyetirnya akan tetapi dia juga khawatir setengah mati ketika melihat ibu dua anak ini memaksakan dirinya hingga sejauh ini.

"Kau seperti tidak mengenalku saja Seokjin, aku seperti ini demi kedua putraku. Aku sudah memikirkan segala resikonya tak peduli bagaimana kesehatanku. Tapi aku masih percayakan perusahaanku padamu, karena banyak orang munafik disana." Dia menatap jendela dengan pandangan tanpa semangat, jujur saja beban sebagai pengusaha itu bukan main.

"Aku harap Yoongi bisa cepat pulang dan bertemu dengan anda." Harapan memang ada dan melihat perubahan Yoongi membuat Seokjin tersenyum samar. "Aku sangat merindukan mereka demi apapun, tapi aku sangat marah karena ungkapan mu mengenai wanita itu.

Seokjin menghela nafas percaya atau tidak justru atasannya tidak tahu keadaan Taehyung setelah berhadapan dengan wanita itu. Ya, dia adalah seseorang yang ingin Seokjin bantai jika tidak ingat dosa. Tangan itu mengerat pada putaran setir mobilnya, ketegangan terasa ketika Seokjin menggertak gigi dalamnya.

Dia tak tahu bahwa sebenarnya Shi Hye melihat hal itu. Melihat bagaimana orang kepercayaan nya dirundung permasalahan besar. "Aku tahu bahwa kau mengalami hal yang sama. Kau takut dan ingin balas dendam, sama halnya dengan saat kau kehilangan orang tuamu. Apakah wanita itu beraksi dan menyakiti-" dia menggantungkan ucapannya, dia tidak sanggup tapi kedua mata Seokjin yang fokus pada jalan dan menambah kecepatan adalah jawabannya.

"Kim Taehyung, dia sangat berarti bagimu. Aku akan membantumu membalasnya."

Siapa yang tegas dan siapa yang akan menang. Kenyataannya dia juga tidak akan bisa menunjukkan kelemahannya. Berharap bahwa orang itu akan mengaku kalah dan tak lagi mengganggu hidupnya. Bahkan hidup kedua anaknya.

"Jangan ragu menghadapinya Seokjin ada aku yang akan membantumu. Jangan lengah dan waspada musuh yang nyata bukan manusia akan tetapi sifat dan kewarasan tak normal. Mungkin ini terdengar relevan tapi naluri seorang ibu tak akan salah, anakku yang akan memenangkan pertempuran ini."

Anda sangat yakin nyonya Shi Hye.

Tinggal berbelok maka mobil sudah sampai, Seokjin menepikan benda besi kesayangannya di sudut sana. Cukup terkejut karena banyak sekali warga berkerumun.

"Apa yang terjadi, kenapa banyak sekali orang disana?" Shi Hye melihat dengan rasa penasaran di balik kerumunan manusia itu seakan tak memberikan jalan masuk untuk keduanya. Mau tidak mau, keduanya turun dengan Seokjin yang membantu menopang tubuh bosnya agar tidak ambruk. "Permisi bolehkah kami lewat?" Pinta Seokjin dengan sopan tapi tak diindahkan oleh warga tersebut. Yang ada malah diabaikan seperti sesuatu yang tak berguna. Tentu saja hal itu membuat siapapun akan kesal.

"Sepertinya kita harus menunggu disini." Seokjin merasa bahwa menerobos bukan hak baik apalagi dia membawa orang sedang sakit. Mereka tak tahu bahwa ada pertikaian berdarah disana dengan seorang namja berlesung pipit menjadi saksinya.

.

"Jungkook kau naik bersama kakakmu kalian harus dirawat aku akan menyusul dan mengatakan hal ini pada Seokjin."

Kim Namjoon, berterimakasih lah kalian padanya. Ketika dua nyawa seakan di ujung tanduk namun tersangka jatuh ambruk dengan tembakan cepat menembus jantung dari arah belakang. "Hyung... Apakah eomma..." Jungkook seakan kosong, kedua matanya tak bisa menatap dengan benar bagaimana tubuh berbaring sang kakak.

Bahkan kain dari mobil ambulance pun kena bercakan darahnya, disana Jungkook seakan boneka hidup. Dia melihat wajah kakaknya pucat seperti patung porselen. Tangannya bergetar dan masih tidak tahu bahwa dia sudah menaruh pantatnya di mobil ambulance.

"Kook, sebaiknya kau pikir keadaanmu dan kakakmu. Kalian obati luka kalian serius. Aku akan mengabari Jin hyung dan lainnya, kau ingin bertemu dengan Taehyung juga bukan?"

Benar....

Namjoon benar, saat ini lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain termasuk seseorang yang hendak menghabisi nyawa mereka. Jungkook mungkin sependapat atau terpaksa durhaka karena keadaan. Disini dia tidak salah, dia membela diri dan hak hidupnya. Meskipun hidup dengan wanita yang mencoba untuk membunuhnya.

"Apa kau masih ketakutan? Perlu aku temani?" Namjoon memang tak kenal dekat dengan pemuda itu. Tapi hati kecilnya tergerak untuk membantunya, dia sadar bahwa Jungkook adalah korban paling berat diantara korban yang beberapa kali dia temui. Kedua kelopak mata itu sayu dan menatap dirinya dengan permohonan sangat. "Iya, tolong temani kami. Aku takut jika eomma bangun dan mengejar ku lagi."

Kepala ini terasa berat dan Jungkook merasa tubuhnya lemas. Sadar atau tidak kepalanya yang berat dia jatuhkan pada pundak seseorang disampingnya. Dia mengabaikan bau keringat Namjoon yang sudah susah payah memanggil bantuan, ditatapnya wajah Jungkook yang mengisyaratkan hal berat dia lalui.

Perawat bilang Yoongi kuat dan akan sadar setelah mendapatkan pengobatan. Keajaiban dia masih bisa bertahan di tengah luka payahnya. Membuat hembusan setiap nafas keduanya menjadi tenang, Min Yoongi baik saja adalah sebuah berita besar. Namjoon menyuruh Jungkook untuk tidur dalam sandaran nyaman di pundaknya.

Tak masalah....

Karena dia juga punya saudara dulu. Sedikit tenang dan nyaman, melupakan sekejap dukanya saat tahu bahwa ibunya mungkin tidak selamat. Dia tidak bisa mengatakan bahwa dia sedih ataupun senang, hanya saja rasanya menjadi sangat menyakitkan begitu dalam.

Jungkook merasa kedua matanya semakin berat, dia melihat bagaimana kakaknya tak sadarkan diri dengan suster yang berusaha menghentikan pendarahan dengan cara mereka. Dalam benaknya bahwa apakah ini sebagian dari kesalahannya. Pergi dan menciptakan luka berdarah yang baru, dan ketika siluet cahaya lampu ambulance seakan mengganggu dalam pejaman nya.

Saat itu juga Jungkook merasa bahwa dia....

Seperti terpejam karena kematian.

Brukkk!!

"Eh Jungkook, suster tolong teman saya dia jatuh tersungkur. Jungkook bangun!" Namjoon berteriak ketakutan setengah mati ketika mendapati kepala itu jatuh di pangkuannya. Jeon Jungkook... Apakah kau menyerah?

"Jungkook, apa kabar. Aku rindu kau adikku..."

Suara itu seperti nada yang meminta agar telinganya terus mendengar. Seruan memanggil namanya dengan lembut dan merasakan hembusan angin seakan menyambut kedatangannya. Jeon Jungkook, dia datang dengan kaki telanjangnya dan berdiri disana dengan kedua tangan merentang lebar.

"Eh, sejak kapan aku..." Dia tak sadar bahwa dia berada di tepi pantai. Tempat yang indah dengan pasir halus nan lembut merayap di sekitar jari kakinya. Suara khas laut dan air asin datang mengucapkan hai untuk telapak kakinya.

Dingin....

Kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan kulit di kakinya. Jungkook mengitari semua pandangan ke sekitar, mencari seseorang yang baru saja memanggilnya. Dalam awalan otak cepatnya mengatakan 'dimana dia?'

Tapi seakan dia ada disana sendiri dengan sensasi alam datang menyambut. "Aku dimana dan tempat apa ini?" Cukup heran ketika dia melihat kepiting berjalan naik melewati kakinya. Sensasi gemelutuk hanya sebentar dan Jungkook yang tidak tahu menahu hanya diam sebentar. Hingga kepalanya mendongak ke atas dan melihat birunya langit kena terpaan angin segar.

Wajahnya akhirnya mendapatkan kesegaran yang dia dambakan.

"Saeng apakah kau tidak merindukanku, apa kabarmu Kookie."

Panggilan renyah dan manis, sangat manis seperti kue cookies rasa coklat buatan sang kakak. Tiba-tiba saja Jungkook menangis ketika mendengar seruan itu. Dia tak sanggup untuk menahan tawa dan menelan seluruh kebodohan dalam hidupnya. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk seperti adik yang manja dan menggunakan popoknya.

Bedanya Jungkook disini jatuh menangis memeluknya, membuat sang kakak mengulas senyum di lesung pipitnya.

"Kim Myungsoo, apakah ini mimpi hikkss...." isakan itu, kakanya juga mendengar. Dia membiarkan pelukan itu mengerat di tubuhnya dan bagaimana tubuh itu bergetar seakan meminta bantuan atau melepaskan semua perasaan mengganjal dalam hatinya.

"Kau lelah? Hei tenanglah ada kakak disini. Kau sudah besar Saeng."

Myungsoo nampak bercahaya di wajahnya. Apakah dia sekarang tinggal di surga? Dimana banyak orang baik yang masuk ke sana. Apakah dia menjadi orang yang beriman di sisi Tuhan hingga tinggal di tempat seindah ini. Bukan intuisi mengenai tahayul bahwa akhirat itu ada. Kenyataannya surga dan neraka itu ada hanya kita yang bisa memilihnya.

Baik atau buruk....

Sikap kalian sekarang hanya akan menjadi penentu rumah masa depan kalian di dunia tak tersentuh.

"Aku akhirnya bertemu dengan mu hyung, hikkss... Aku sangat takut dan terus mengingat ucapan mu. Ini sulit sampai aku tercekik." Jungkook dia memukul pundak kakaknya dengan tangan lemas. Semua pemikirannya sudah antah berantah, seperti keadaan tubuhnya yang...

"Kenapa tubuhku tidak ada luka. Hyung ini dimana?" Begitu rindunya dia sampai dia tidak menyadari banyak perubahan dalam dirinya. Baik itu tempat atau tubuh nya. "Kau ada di tempat dimana aku tinggal. Apakah kau mengalami masa sulit?"

Jungkook diam, dia menundukkan kepalanya. Kegugupannya membuat kakak tersenyum. Siapa bilang bahwa kebiasaan itu mudah hilang. Kenyataannya Jungkook masih memainkan jemarinya ketika dia bimbang seperti anak kecil yang takut meminta permen coklat pada orang tuanya.

"Mau aku gendong?" Pertanyaan mendadak, si manis mendongak dan melihat bagaimana kakaknya sudah berjongkok memunggunginya. "Aku tidak ingin membuat Myungsoo hyung bongkok." Meski dia ingin tapi dia sadar bahwa tubuhnya sudah besar bukan anak kecil yang selalu dia inginkan untuk selamanya.

"Apakah hyung pernah bilang menggendong mu adalah hal melelahkan. Ayo, aku ingin melakukannya dengan kau, adik kesayangan."

Manis mereka memang manis bahkan seperti kakak beradik nyata dalam keluarga sekandung. Ada yang merah tapi bukan tomat, rona pipi Jungkook sangat manis. Bahkan kakaknya ingin mencubit hidung bangir itu sama seperti ketika mereka masih bersama.

Jungkook mengalah dia senang hati mau digendong. Biar saja dia dianggap bocah lagipula tidak ada siapapun disini. "Kalau Hyung keberatan bilang saja aku akan turun."
Ada senyum bahagia disana, Jeon Jungkook dia cukup mendapatkan hal sederhana. Begitu erat rangkulan itu ke pundaknya, membuat Myungsoo merasakan bahwa adiknya memang sangat membutuhkan nya saat ini.

"Hyung, apa kau..."

Tidak jadi, sepertinya tidak akan sangat etis ketika dia menanyakan hal seperti itu.

"Eh kenapa, katakan saja apa yang ingin kau katakan. Hyung tidak akan marah atau menggigit adik kecil."

Nampak sekali adiknya seperti bayi manja dia menikmati setiap langkah kaki yang membawanya. Andaikan dia bisa seperti ini dalam waktu lama, tinggal bersama kakak kesayangan adalah mimpinya. Tapi di satu sisi dia juga ingat seseorang yang mulai peduli padanya. Jungkook dalam dia membuka matanya dan membiarkan pipi itu menempel di pundak sang kakak.

"Aku senang kau punya keluarga. Seperti yang kau inginkan. Aku melihat segalanya karena izin Tuhan, apakah kau merasa sangat lelah Saeng?"

Lelah....

Terlalu banyak arti dalam sebuah konsep bahasa. Ketika abstrak menjadi satu dan dimana dinamika pengetahuan manusia berbeda. Sudah nampak dengan jelas bahwa Jungkook lelah dengan kebohongan. Kebohongan kecil dengan tinjauan pola pikir dunia.

"Aku tidak lelah hanya saja Jungkook sekarang tahu bahwa jadi dewasa itu tidak enak Hyung. Terlalu banyak sakit dan kau juga pergi ketika aku sudah mulai dewasa. Aku ingin tinggal bersama Myung hyung jika bisa."

Jika bisa....

Anggap saja itu sebuah harapan semu jikalau memang benar bahwa konotasi impian itu ada. Myungsoo tentu saja tersenyum dia menatap langit dan membiarkan pasir lembut juga dinginnya air laut menerpa kakinya.

"Belum saatnya, aku akan mengantarmu pulang. Jika kau rindu aku kau tahu caranya bukan?" Kakaknya sesekali melirik ke belakang tak pernah menghilangkan senyum manisnya.

"Menatap langit dan melihat bintang." Ucapnya dengan suara lirih karena terlalu tenggelam dalam rasa nyaman.

Myungsoo tahu bahwa mudah untuk nya menidurkan sang adik. Bukan berarti Jungkook tukang ngantuk, akan tetapi sejak kecil sejak Jungkook belum punya gigi dia sudah biasa terlelap dalam dekapannya. Termasuk punggung nyamannya yang beruntung dikuasai oleh adik kelincinya itu.

"Apa hyung menyesal?" Ucapan itu mengambang tapi tak bohong jika sewaktu-waktu ada air mata jatuh.

"Kenapa harus menyesal Kook, apakah hyung melakukannya karena kesalahan?" Ungkapannya dengan desiran angin lembut berhembus. "Iya, maaf karena Hyung menolongku. Hyung tidak bisa mewujudkan mimpi dan harus meninggal. Maafkan aku..." Jungkook mengeratkan gendongan di pundak sang kakak. Dia menangis, memang dia tidak bisa menahan air matanya.

Myungsoo dia paham, dia tahu bagaimana perasaan Jungkook bahkan dia juga menangis tapi tak menunjukkannya secara langsung. Sedih karena meninggalkan sang adik terlebih dahulu dan ketika dia masih ingin bersamanya.

Tuhan adil, itu kata para cendekiawan. Percaya bahwa miracle itu ada hingga Myungsoo tahu semua manusia tidak akan diberikan ujian melebihi batas. Kakinya melangkah dengan nasihat yang masih akan dikenang.

"Tidak.... Bukan kesalahanmu, dan bukan kesalahan Tuhan. Sudah waktunya aku pergi. Melindungi mu bukan kesalahan atau dosa. Kenapa kau harus menyalahkan diri sendiri, karena kau masih ada kesempatan. Jika kau bisa kau akan mendapatkan bahagia. Aku menjagamu dan menemanimu di hati. Kau bisa temukan aku di langit. Jangan minta maaf denganku Kook, kau tidak salah apapun sungguh."

Sungguh....

Jungkook selalu menyukai hal kecil sekalipun. Seperti nasihat sang kakak yang mengatakan petuah penting. Ini bukan mimpi, ini nyata. Anehnya kedua matanya mengantuk.

"Hyung..." Suara lirih itu dijawab dengan deheman sang kakak, Myungsoo melirik sang adik di belakangnya. "Apakah kau akan pergi jika aku tidur?" Cara bicara polos. Sangat disukai olehnya dan membuat senyuman itu tak akan luntur begitu mudahnya.

"Tidurlah, istirahat lah kau akan mendapatkan kebahagiaan. Hyung disini..."

Jungkook tahu matanya tidak akan kuat untuk membuka lama. Tapi hatinya tak bisa bohong jika dia takut kehilangan sang kakak lagi. "Anggap saja aku mimpi Kook, jangan ditahan ngantuknya. Aku akan selalu menjadi kakakmu sampai kapanpun."

"Aku sayang padamu Myungsoo hyung." Ucapnya dengan senyum manis tak pernah luntur hingga dia akhirnya.

"Aku juga sayang kau adikku."

Kim Myungsoo dia bukan sekedar seorang kakak biasa. Lebih disebut sebagai panutan bagi kaum anak pertama.

Lalu kakak seperti apa menurut dirimu sendiri?

Dan...

Adik seperti apa menurut dirimu sendiri?

,

"Jadi, dia sudah tiada. Rasanya ini tidak adil tapi hhhh...." Shi Hye menghela nafasnya, dia melihat bagaimana kacaunya jasad itu. Apakah benar dia sudah dalam jangka mengerikan seperti ini? Ketika melihat pihak kepolisian yang membawanya.

"Anda tak apa nyonya?" Seokjin menahan jatuh tubuh majikannya dia bisa tahu bahwa kondisinya menurun di balik wajahnya. "Maaf sepertinya aku harus membawa anda ke rumah sakit. Namjoon memberitahu aku bahwa Yoongi dan Jungkook menuju rumah sakit." Berharap wanita disampingnya bisa tenang, apalagi sejak kemarin dia juga mengkhawatirkan nasib anaknya.

"Ya, aku akan kesana aku ingin temui mereka. Aku tak peduli dengan jasad wanita itu, Seokjin cepat antarkan aku." Pintanya dengan nafas memburu. Dia hanya ingin memeluk kedua putranya dan mengatakan kata rindu pada mereka.

Orang-orang disana memang sedang saling berbisik menceritakan kejadian apa yang terjadi. Mereka mengetahui meskipun tak bisa menolong karena sama-sama takut. Hanya saja Shi Hye menyayangkan rendahnya rasa simpati dan peduli pada populasi wilayah ini.

Semoga dia tidak akan datang ke tempat ini lagi.

Apakah itu sumpah serapah atau janji yang tak akan mungkin dia telan air liurnya. Dendam... Apakah itu sebuah nyali untuk mempermainkan dan saling menyakiti? Ketika daulat hidup begitu nyata dengan banyaknya kompleks kehidupan.

Ini sama dengan....

,

Ketika seseorang sudah sadar dan membuka matanya, hal yang pertama dia lihat diatas kepalanya adalah warna putih dengan lampu cahaya dominan menggerayangi penglihatannya.

"Nghh... Shhhh..." Kepalanya pusing dan lilitan rasa sakit di sekujur badannya seakan membalut tubuh seperti mumi itu. Ketika dia melihat satu wajah yang datang menghampirinya. Senyum hangat bagai matahari, dan dia datang dengan seorang wanita yang jatuh memeluk nya.

"Jungkook syukurlah kau sudah sadar." Terucap dengan penuh bahagia, apalagi Jungkook sedikit datang nyawanya. "Jungkook hikkksss.... Hikkkss... Kupikir eomma akan kehilanganmu nak, astaga kau membuatku tidak bisa bernafas selama ini hikkkss..." Ibunya menjatuhkan wajah itu di atas dada sang anak.

Jungkook bisa mendengar dengan jelas jika sebelumnya samar. Merasakan jiwanya terguncang ketika mendengar tangisan itu. "Eomma..." Memanggil lirih dengan bibir bergetar seakan mengambang. Jeon Jungkook sama sekali tidak menolak hal ini akan tetapi dia menangis karena bisa melihat dunia dan kedatangan mereka.

Ibu, Seokjin, Hoseok dan dia lihat temannya Yoongi siapa lagi kalau bukan Kim Namjoon. Dia tak bisa mengulas senyum akan tetapi wajah datar dan tenangnya menunjukkan bahwa dia baik saja.

"Eomma aku tak apa, aku bahkan bisa memelukmu sekarang." Dekapan kecil dan tepukan hangat, Jungkook bisa mendengar isakan penuh rindu itu dengan jelas. "Aku takut kehilangan putra bungsuku, aigu kenapa ibumu tidak berperikemanusiaan huh?!"

Jungkook tertawa renyah, semua memang terjadi dan dia juga tak ingin. Ibunya menangis dengan segala ucapan yang merujuk pada curahan kasih sayang. "Aku tahu eomma, maafkan aku. Aku menyayangimu eomma..." Menangis, Jungkook menangis dengan senyum tipis. Semua melihat bagaimana dia sadar dan menjatuhkan air matanya kemudian.

"Kau tak apa sayang disini ada kami. Semua akan melindungi mu kau aman sekarang."

Shi Hye dia tak akan pernah menyesal untuk mengangkat anak. Diusapnya dengan sayang kelopak bawah mata Jungkook di di peluknya lagi. Satu hal yang pasti dia sangat berterimakasih pada Tuhan. Penderitaan dalam penantiannya satu tahun berakhir sudah dan dia bertemu dengan keduanya meski caranya tak seperti dia harapkan.

Esok akan lebih baik, itu yang terlintas dalam otaknya.

"Dimana Yoongi hyung... Lalu Tae Tae hyung?" Kini kedua mata sang anak menatap dengan penuh tanya. Ibunya terdiam tapi kedua matanya menatap ke arah mereka, beberapa orang di belakang dengan tatapan seperti sulit mengatakan jawaban.

"Ke-kenapa, apakah aku salah? Dimana mereka eomma." Kebimbangan dan kebingungan seperti campur aduk. Dia seperti orang bodoh yang tak tahu apapun. Melihat ke arah Seokjin dan juga Hoseok malah mendapatkan tatapan sendu mereka.

"Eomma semua baik kan?" Jungkook menatap ibunya penuh harap. Semua diam membuat firasat hatinya menjadi buruk.

"Tidak... Kalian pasti hhhh...." Kesal dan tidak percaya. Apakah pemikiran buruknya memang benar adanya? Dia menggelengkan kepala dan menepis tangan ibunya ketika beliau mencoba untuk mengusap kedua pipi sang anak.

"Sayang dengarkan aku eomma akan mengatakan semua. Tapi kumohon jangan tertekan atau apa Hem?"

"Jika eomma mengatakan hal itu sama saja membuatku khawatir atau lebih buruk aku akan gila." Jungkook menangis tapi tatapan dan mimik wajahnya tegas tidak seperti biasa. Perasaannya seakan sesak dan hancur. Dia melihat kalender kecil di atas meja, sudah berapa lama dia tidak sadarkan diri?

Satu Minggu.

Yang benar saja selama itu dia terbaring lemah di rumah sakit? Lalu kenapa semua orang bungkam. Dia tak ingin penjelasan, dia akan melihatnya dengan mata kepala sendiri. Bangun dengan kaki menyentuh lantai dan membuat selimut itu jatuh begitu saja dari ranjang rumah sakit yang dia pakai.

"Jungkook kau mau kemana nak, Jungkook sayang jangan lakukan itu kau masih sakit." Sang ibu mencoba berusaha untuk menahan sang anak agar tidak melakukan hal nekat tapi seakan dia tak mengindahkan. Jungkook justru melepaskan infusnya paksa dan sedikit berlari walau tubuhnya sempat jatuh karena gontai.

Hoseok datang  merangkul serta membantunya bangun. Jeon Jungkook dia menangis dan mencoba berjalan dengan langkah kaki yang terburu-buru.

"Jungkook, jangan keluar dari ruangan."

Ibunya menahan dia tak bisa melihat sang anak jatuh sakit sekali lagi. Tapi tangan Hoseok meminta untuk beberapa orang berhenti menghalanginya. Apakah ini aneh? Kenyataannya adalah dokter muda itu menjamin keamanan Jungkook.

Semua mengangguk paham termasuk Shi Hye. Dia mengulas senyum tegar dan mengusap air matanya. Percaya dengan Hoseok bahwa Jungkook akan baik saja pastinya. Semoga tidak jatuh hanya karena takdir buruk yang bisa dikatakan menerpanya juga.

"Tuhan semoga pemikiranku salah... Kumohon semoga semua baik saja."

Tes...

Jatuh menetes terkena lantai. Takut antara yakin bahwa nasib kedua kakaknya seakan membuat segala atensi nafasnya akan tercekat saja.

"Jungkook, masuklah ini kamar Yoongi." Ucap seseorang di sampingnya.

Kedua mata itu turun menatap ke arah kenop pintu dan melihat bahwa lubang kecil yang menampilkan cahaya lampu. Tempat dimana kakaknya di rawat, tapi ini bukan ruangan biasa. Seperti seseorang yang ada disini terkena penyakit parah atau terancam nyawanya.

"Yoongi hyung, permisi aku adikmu Jeon Jungkook."

Dia buka pintunya dan mengulas senyumnya. Demi Tuhan tubuhnya membeku dan jantungnya seakan ingin berhenti saat itu juga.

Tes...

Lagi-lagi dia lemah, bahkan air mata menjadi bukti bahwa dia sangat lemah...

Jeon Jungkook yang lemah...

Let Her Go.

......

TBC...

Kalau dilihat dari intrik konfliknya menurut kalian membosankan gak sih. Lalu apa yang menjadi dukungan kalian ketika membaca ff ini?

Ngomong-ngomong kalau kalian punya masukan atau kritik tulis di kolom komentar ya. Aku masih banyak belajar dan mencoba lebih agar menjadi penulis terbaik.

Salam cinta untuk kalian, semoga sehat selalu di manapun berada. Gomawo and saranghae...

#ell

27/08/2020






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro