Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 74 : Love Myself

"Cinta pada diri sendiri itu lebih baik ketimbang mencintai orang lain. Andai kata semua orang lebih mencintai diri sendiri maka mereka akan terjebak dalam egois. Lalu bagaimana dengan orang yang mengatakan bahwa egois itu penting, sehingga mereka jatuhnya pada sikap apatis. Apakah itu membangun atau menjatuhkan diri sendiri?"

(Author ***** POV)

(Flashback **** ON)

"APA KAU INGIN MENINGGALKAN EOMMA NAK!" dia membentak dengan keras saat kedua matanya menatap nyalang ke arah putranya.

Jungkook baru saja mendapatkan tamparan keras di pipinya hingga merah. Dia juga tak bisa mengatakan apapun selain kata maaf dengan mulut bergetar nya. Ada air mata disana dan dia juga tak berani untuk melawan.

"Lihatlah eomma bahkan mencambuk mu karena kau nakal. Kenapa kau sangat jahat seperti appa mu, apa kau tidak mau tinggal disini dengan ku huh!" Dia menunjukkan punggung sang anak melalui bayangan cermin, meski dia menangis tapi wajah galaknya masih kentara. "Aku ingin menjenguk eomma Shi Hye, kenapa eomma sangat jahat padaku akh."

Jungkook jatuh dengan tubuh bergetar dia merasakan ketika punggungnya di cubit dengan sangat keras. "Kau sangat kurang ajar! Pergi masuk dalam kamar dan renungkan kesalahanmu!" ucapnya dengan keras. Jungkook ingin melawan dia tidak bisa mengatakan dengan ucapan kasar akan tetapi dia menatap sang ibu dengan kecewa. Membuat wanita itu memperlihatkan tatapan iba nya.

"Eomma aku disini mempertaruhkan segalanya tinggal bersamamu, aku menyayangimu karena aku ingin kau berdamai dengan eomma Shi Hye. Aku ingin eomma mengerti!"

Plakkk!!

"Jaga bicaramu anak muda kau sudah menyakiti eomma. Kau bajingan seperti ayahmu, masuk dalam kamar! Sampai kapanpun aku tidak sudi menerima mu datang kesana, masuk ke kamar dan pikirkan kesalahanmu!"

Jungkook sudah lelah berdebat mungkin saja ibunya tak akan mengerti dia dengan kasar di seret sang ibu ketika kakinya hendak melangkah untuk keluar dari rumah ini. Ibunya cukup kuat untuk memaksa Jungkook masuk dalam kamar, sadar atau tidak dia menyakiti anaknya dengan punggung sang anak membentur lantai.

Rasa perih cambuk juga masih mengeluarkan sedikit darah itu membuat dia berteriak merintih sakit. Dia tidak bisa bergerak sampai pintu kamar pun tertutup begitu rapat dan terkunci. Hanya saja dia juga tak mendengar ibunya mengatakan kata manis seperti biasanya.

"Eomma, kenapa kau melakukan ini." Tatapan nanar dengan wajah sendunya, dia menatap ibunya dengan jutaan pertanyaan. Kenapa ibunya jahat, kenapa ibunya kejam. Dia sayang tapi kenapa ibunya tak beri kesempatan. Walau itu hanya menjenguk seseorang yang menjadi orang tuanya secara tak langsung.

"Aku tidak akan membiarkanmu bertemu dengan wanita itu Jungkook, selamanya tidak akan!"

Suara bantingan sangat keras ketika bunyi pintu itu ada. Jungkook mendengar bahwa ibunya melengos pergi dengan seruan menyakitkannya. Apa kesalahannya hingga dia tidak bisa mendapatkan kesempatan kecil.

Apalagi memikirkan kakaknya yang kabur sejak kejadian itu membuat dia tak tenang. Ini kesalahannya hingga dia memikirkan ini semua dengan tidak tenang. Mendadak kepalanya pening dan sakit sangat terasa.

"Eomma maafkan aku, aku ingin menjenguk tapi aku tak bisa keluar. Jikapun keluar aku takut kau akan dalam bahaya. Aku melakukan ini agar kau aman eomma." Terpejam, kedua matanya terpejam dengan setitik air mata jatuh ke bawah dan merembes pada bantal.

Saat itu dia ambil pena yang patah ujung belakangnya dan menulis perasaannya dalam sebuah buku yang nampak tak utuh lagi bagian covernya.

Semua itu kebohongan.

(Flashback **** OFF)

Karena tak ada yang bisa menolong semua ini terjadi, malam sudah tiba akan tetapi tak membuat seseorang itu untuk mengistirahatkan tubuhnya diatas empuknya ranjang tempat tidur. Min Yoongi dia meminum vodka nya sampai batas kapasitas mabuk. Dia sedikit oleng dengan Namjoon yang menjaga tubuh pemuda itu agar tidak ambruk. Rasanya sangat miris melihat keadaan Yoongi demikian, dia malah mabuk untuk melampiaskan perasaan dan penyesalan. Dia berteriak mengatakan hal itu berkali-kali.

"Lalu apa yang akan kau lakukan Yoongi, tolong hentikan kau bau alkohol." Namjoon dengan perlahan menaruh botol Vodka itu dia tahu bahwa ini akan membahayakan jika Yoongi kelebihan alkohol, terutama untuk kesehatannya. "Apa yang aku lakukan tentu saja terus minum." Wajahnya nampak mengejek dan terlihat bodoh dengan ketidaksabarannya. Sekarang Namjoon menganggap bahwa Yoongi tidak waras.

"Aku tahu kau menjadi gila sekarang tapi dengan cara begini apa kau bisa menyelesaikan masalahmu. Sadarlah Yoon kau akan mempersulit segalanya." Itu bukan sindiran tapi sebuah nasihat dari seorang Kim, mengatakannya dengan logika. "Apa kau menyindirku, bahwa aku menyusahkan? Hei mereka datang dan mengatakan bahwa ibuku sakit dan aku disalahkan untuk perginya Jungkook. Dasar sialan, aku memang membencinya tapi aku tidak bermaksud membuat ibuku sakit parah."

Dia meneguk minumannya hingga di tegak habis, kerongkongannya juga panas dan panas tapi dia merasa bahwa itu adalah kepuasan yang mampu membuat dia tertawa di balik kecamuk masalahnya. Namjoon hanya bisa mengelus dada dan ngedumel dalam hatinya. "Dengar Min jika kau memanggilku aku ada di belakang, aku akan buatkan kau minuman untuk anti pengar." Dia berdiri dan pergi dengan mengambil beberapa botol kosong lainnya, akan membahayakan jika benda beling ini jatuh dan pecah berserakan.

"Ya ya ya buatkan aku minuman banyak aku tidak boleh mabuk hehehe..." Bodoh, dia seperti Min Yoongi yang bodoh. Wajahnya merah diantara kulitnya yang pucat, dengan pandangan memutar dalam matanya juga bagaimana langit seakan buram dengan ratusan bintang seperti tertawa ke arahnya. "Hei apa kalian tertawa di atas penderitaan ku huh? Aigu... Aku akan memukul kalian jahanam nghhh..." Yoongi melenguh mabuk dia juga memuntahkan sedikit makanannya karena mual.

Sepertinya dia kehilangan penopang tubuhnya dan beberapa kali ambruk begitu saja, dia berjalan dengan membawa botol untuk menuju pohon disana. Tempat favoritnya ketika dia menenangkan dirinya, fisiknya merasakan dingin malam akan tetapi tubuhnya mengeluarkan keringat karena meminum minuman haram itu.

"Kau..." Tatapan dengan sangat tajam disana dia melihat seseorang yang berdiri dengan kaku. Dia melihatnya dengan pandangan mengabur, "si-siapa kau hik... Kau ini orang atau setan." Tunjuk nya dengan tatapan mata buram dan cegukan. "Apa kau bisa melihat dengan jelas Yoon, astaga kau ini mabuk berat." Dia menolong tubuh jatuh ke depan itu, Kim Seokjin siapa sangka dia tak meninggalkan kota ini. Dari kejauhan juga dia melihat Namjoon yang sedikit khawatir dengan membawa minuman di nampannya.

"Apa kau tidak apa, tolong bantu aku membawa pemuda mabuk ini." Sepertinya Seokjin tak bisa melakukannya sendiri, dia bahkan sedikit terhuyung karena berat badan Yoongi." Dia dengan erat menjaga keseimbangan tubuh ini, bukan perkara mudah memang akan tetapi dia bisa apa. Karena selama ini Yoongi tergolong orang yang keras kepala.

Namjoon sudah merangkul di sisi kanannya, dia meminta agar Seokjin cepat mengikutinya membawa masuk Yoongi ke dalam. "Sepertinya kau tidak mengatakan pada Taehyung bahwa kau menampung Yoongi disini." Sedikit keras namun tidak ada salahnya, dia melihat bahwa kakak sepupu temannya ini memang sedikit menyebalkan.

"Kau harusnya tahu bahwa adikmu pasti mengeluh dengan sikapmu, kenapa kau sangat menyebalkan dengan pertanyaan mu." Namjoon menatap tak suka namja di depannya dia memberikan minuman anti pengar pada Yoongi, sepertinya dia juga akan tertidur sebentar lagi. "Tidak, Taehyung bahkan sudah menuruti saranku. Apakah kau sadar bahwa Yoongi sudah dicari ibunya, kenapa kau tidak bilang padaku atau Taehyung." Dia meminta sekali lagi kejelasan, apa yang menjadi alasan masuk akalnya.

"Yoongi memintaku untuk menyembunyikan keberadaannya, apakah kau harus mengelak?" memang sejak pertemuan tak sengaja itu keduanya memang tak akrab. Nampak baik saja ketika Taehyung ada di sekitar mereka. "Kau mengatakan itu untuk mementingkan dirimu sendiri." Seokjin melakukan dugaannya dia juga melihat bagaimana Namjoon seperti ingin menghajarnya. Hanya saja keduanya sama-sama dewasa.

"Begini ya, kau mungkin tidak bisa langsung mengatakannya. Katakan saja bahwa kau menuduhku karena sudah menyembunyikan Yoongi, tapi apakah kau tahu bahwa aku menemukan dia sekarat." Namjoon mengatakan kesungguhannya dia juga melirik Yoongi yang tidur tengkurap dengan dengkuran lirihnya. "Sekarat? Maksutmu?" dia tak mengerti sama sekali, bahkan dia melihat Yoongi tidur dengan wajah polosnya, dia nampak berbeda ketika bangun dengan tatapan tajamnya.

"Ayo ikut aku ke ruang tamu, akan aku ceritakan hal sebenarnya. Tapi tolong mengerti keadaan Yoongi, ada satu hal yang tak kau tahu." Namjoon berjalan dahulu disusul oleh Seokjin yang melihat Yoongi sebentar. "Aku harap kau baik saja Yoon, jujur aku ingin tahu keadaanmu setahun ini." Siapa sangka jika yang berbicara seperti itu adalah Seokjin. Dia sudah melupakan kesalahan itu seiring waktu. Sadar bahwa hal itu akan menjadi dendam pada akhirnya.

Disana dia melihat bagaimana rapinya ruang pribadi Namjoon, anggap saja ini seperti sebuah rapat secara empat mata. "Yoongi melakukannya untuk menebus dosanya..." Satu kata awal membuat Seokjin meletakkan pantatnya pada sofa dengan perlahan, apakah dia salah mendengarnya? Tapi tatapan Namjoon mengatakan bahwa ini semua benar.

"Kau mungkin heran kenapa aku mengatakan demikian, tapi Yoongi sudah berubah walaupun tidak seluruhnya."

"Apakah Yoongi selalu merepotkan mu Namjoon." Seokjin menatap sangat serius. Dia hanya takut karena tingkah Yoongi bisa melewati batas.

Dia memang gelisah dan Namjoon melihat hal itu dengan jelas, dimana kedua jemarinya itu dia mainkan. Melihat itu sebagai sebuah nyata bahwa, "kau mengkhawatirkan nya bukan? Kalau begitu pinta Yoongi untuk menjemput adiknya. Namanya Jeon Jungkook bukan?" seakan dia pandai membaca pikirannya, Seokjin tak akan menduga bahwa nampak samar Namjoon seakan ingin membantunya.

"Apakah kau ingin menolong kami?" dia rasa jika Taehyung akan senang mendengarnya, tapi akankah Yoongi melakukan hal demikian. Sepertinya ini sulit jika Yoongi dipaksa. "Jika itu untuk membantu Yoongi tentu saja dia bilang dia ingin menebus dosanya, hanya saja dia tidak sadar bagaimana caranya. Maka itulah aku ingin membantunya." Logika dan logika akan terus berjalan dalam otaknya.

"Ku pikir kau orang egois." Seokjin mengatakan dengan santai, dan dijawab dengan senyum tipis Namjoon dia ingin tertawa tapi dia tahan. Hingga keduanya seakan tenggelam dalam rasa akrab yang sama. "Aku pikir kau orang menyebalkan, hyung..." Rupanya dia sudah menggunakan embel-embel Hyung di belakangnya.

Dirasa keduanya akan menjadi patner yang cocok.

,

Jungkook menggigil dia tidak bisa bernafas dengan benar. Bibirnya sangat pucat dan wajahnya juga akan tetapi dia melihat dirinya sendiri jauh lebih mengenaskan. Ya, bagaimana tidak dia melihat punggungnya terluka parah. Mengetuk pintu juga percuma karena itu tidak bisa membuat dia keluar dari kamarnya.

"Eomma tolong aku, apakah kau bangun. Eomma, aku mohon buka pintunya." Dia jatuh lemas dengan keringat mengucur di kening dan seluruh tubuhnya. "Eomma tolong buka pintunya aku mohon..." kerongkongannya kering akan tetapi tubuhnya seperti kekurangan ion. Jungkook merasa bahwa dirinya sudah tak sanggup lagi untuk bangun, hingga dia melorot tubuhnya pada pintu.

"Eomma kumohon buka pintunya." Kedua matanya sangat berat bahkan dia tidak bisa berteriak lagi, hanya lantunan jam yang bisa membantunya untuk menghitung setiap detik nafasnya. Dia tak ada ponsel atau apapun, karena semua itu sudah tidak dia gunakan. "Eomma aku mohon buka pintunya, Jungkook haus eomma." Hembusan nafasnya sangat berat dia juga tidak bisa menopang tubuhnya begitu lama untuk duduk.

Menyerah dan menjatuhkan tubuhnya di atas lantai berubin yang dingin, kepalanya sangat pusing dan berlubang. Apakah dia akan mati jika tak ada seorang pun yang menolong?

Awalnya Jungkook merasa tak akan bisa keluar, dia berfikir demikian. Sampai pada akhirnya dia melihat sebuah jendela terbuka karena angin dan bulan bersinar membuat jalan dengan cahayanya. Apakah ini kesempatan untuk Jungkook lari, dia bahkan bergumam dengan lirih seakan menyebut nama Tuhan sebagai penyemangat nya.

"Myungsoo hyung...." Tatapannya seakan melihat bayangan seseorang datang dengan senyum membentuk lesung Pipit yang manis di kedua pipinya. Itu adalah kakak kesayangan yang selalu dia rindukan, melihat bagaimana kakaknya melambaikan tangan dari luar jendela itu membuat tubuhnya seakan memiliki daya dan kekuatan.

"Hyung, kau kah itu?" berdiri dengan menyentuh tembok, Jungkook juga terjatuh beberapa kali. Dia sempat tak sadarkan diri jika saja dia tak melihat senyuman sang kakak untuk mencoba bangkit. "Aku akan segera kesana Hyung, tunggu aku..." Memakai jaketnya dan pergi dengan melangkah kaki pelan. Dia keluar ketika pukul sebelas malam, waktu dimana siapapun sudah terlelap karena kantuknya. Hingga akhirnya dia jatuh dan membuat suara gaduh, seperti suara kayu yang terjatuh.

Jungkook menoleh ke belakang gak ada siapapun disana dan yang ada hanya nyamuk berdengung di telinganya. Ketika dia menoleh dia tak melihat kakaknya lagi, apakah tadi adalah sebuah halusinasi belaka? Bahkan kedua matanya juga tak bisa memberikan kebenaran yang dia lihat. Hanya saja kaki telanjangnya sudah memijak rumput hijau halamannya lagi, meski beberapa langkah saja dia berjalan kakinya sudah terluka dengan darah yang langsung merembes keluar.

Dia terpincang dengan rasa sakit kian perih di telapak kakinya. "Auh, sakit sekali." Memegang beberapa pohon dan menoleh ke belakang sesekali, memastikan bahwa siapapun tak datang ke arahnya. Hanya saja ketika dia tidak terlalu jauh, kedua telinganya mendengar seseorang meneriaki namanya.

"JUNGKOOK, ANAKKU KAU DIMANA. JUNGKOOK!!"

Tentu saja kedua bola matanya mem-bola sebesar bola pingpong. Memaksakan diri untuk berjalan dan menyelinap di setiap gang sempit rumah penduduk. Dia bisa merasakan bahwa sakit di sekujur tubuhnya sudah membuat dia tersiksa. Tak tahu bahwa ketika dia mendengar langkah kaki itu sudah ada di belakang mendekat.

"Ibu?!"

Jika dia bisa dia akan lari dengan tenaganya terpaksa mengabaikan teriakan, hanya saja dia salah ambil jalan dan membuat dirinya terjebak jalan buntu dengan dinding menghalangi nya. Rasanya otaknya buntu dan kerongkongan sulit untuk menelan ludah, akan tetapi begitu kedua matanya terpaku akan sesuatu.

Kuharap dia punya ide bagus.

"JUNGKOOK KAU DIMANA INI EOMMA NAK, KENAPA KAU PERGI DARI RUMAH, JUNGKOOK!"

Jungkook menutup mulutnya dia membekap sendiri agar suara yang mungkin tak sengaja dia ucap terdengar. Bagaimana dia juga menahan nafas akibat ketegangan ini membuat sekujur tubuh Jungkook bersimbah keringat. "Aku tahu kalau kau disini sayang." Memperhatikan sekitar dengan teliti, dia seperti salah satu pembunuh yang adegannya pernah Jungkook lihat di televisi.

Jujur ibunya seperti Mark Mountain, si pembunuh yang hidup di tahun 1954. Mungkin saja dia tidak bisa mengatakan bahwa ibunya menyeramkan hanya saja dari kedua matanya itu pun semua sudah nampak jelas.

Hingga dia melihat tatapan ibunya turun ke bawah dengan senyum manis tapi menyeramkan.

"Oh Tuhan kenapa eomma sangat nampak menyeramkan." Doanya dalam hati dengan wajah ketakutan, hingga dia mendengar ucapan ibunya. "Hei anakku, aku tahu kau ada disini. Ayo pulang aku akan nyanyikan nina bobo untukmu."

Jemarinya seakan mencoba mendeteksi keberadaan sang anak akan tetapi itu membuat bibir Jungkook komat-kamit dalam setiap doa dia ucapkan. Memejamkan matanya dan masih dalam keadaan tubuh bergetar. Hingga pada akhirnya dia...

"Jungkook aku sangat menyayangimu nak."

Jungkook mendengar suara itu bagaikan panggilan malaikat maut yang lapar akan nyawanya. Dia ingin di selamatkan saat ini juga.

,

Taehyung bangun dengan keadaan cukup berantakan ditambah lagi dia seperti anak kecil saat menyadari bahwa dia membuat pulau di atas bantal. Mengucek kedua matanya seperti bayi menggemaskan kelaparan dan membutuhkan susu kemudian.

Berjalan dengan gontai karena separuh nyawanya masih menyangkut di awang-awang. Taehyung masih sedikit terpejam dengan tangan kanan memegang odol dan tangan kiri memegang sikat, dia tak bisa memungkiri bahwa keadaannya malas sekali. Tangannya mulai membuat gerakan membulat dengan kedua mata terpejam saat dia sangat-sangat ingin kembali ke tempat tidur jika bisa.

Tiba-tiba saja odol di atas wastafel jatuh, karena tak ingin nanti terinjak membuat dia membungkuk dan...

"HAAAHHH!" suaranya melengking di tengah keterkejutannya dan dimana dia bisa melihat bayangan seseorang di belakang.

"Taehyung?!" dengan bodohnya bayangan itu mengangkat sebelah alisnya dan dia menggunakan handuk di sebagian tubuhnya karena selesai mandi.

"Bisakah kau tidak melakukan hal itu?!" protesnya dengan perasaan dongkol sekaligus kesal, ditambah Taehyung memasukan sikat giginya dengan sebal. "Melakukan apa?" sang kakak terheran dia mengambil alat cukurnya dan berdiri di samping kakaknya.

"Aku akan mati terkejut karena melihatmu seperti setan! Awas saja kalau kau melakukan itu aku tidak akan menganggap mu sebagai kakak ku!" Ancamnya seperti seorang bocah ditambah Seokjin meringis.

"Silahkan saja aku akan cari adik baru yang bisa aku membantuku dan asyik saat diajak bercanda." Puji Seokjin yang merupakan jalur menolak. "Kau selalu saja begitu, kau pikir siapa yang mau menjadi adikmu. Bukan pendaftaran jalur prestasi saja belum tentu kau dapatkan, hei aku adik yang cukup pantas untukmu lihatlah wajahku tak kalah tampan kan? Dan kau satu tingkat lebih rendah dari pada aku." Sang adik memuji dirinya sendiri, dia pamer soal siapa yang tampan. Ingin rasanya namja dengan bahu lebar ini menabok rupa adiknya.

"Terserah kau saja Taehyung, tapi banyak orang yang mengatakan bahwa kau lebih dominan cantik. Apa lagi jika kau menggunakan rambut palsu panjang, aku yakin harga diri para gadis kalah telak denganmu yang seorang namja." Candanya dengan seribu bahasa ngawur keluar dari mulutnya, menurutnya ini lucu hingga dia tertawa terbahak. Berbanding terbalik dengan adiknya yang mendengus kesal. Itu sungguh lucu apalagi adiknya akan selalu mencebik bagaikan anak manja, tak ada kesempatan kedua hingga Seokjin menarik hidung bangir adiknya. Membuat si muda memberontak minta di lepaskan.

"Eh, Hyung semalam kau pulang jam berapa? Kenapa larut sekali?" Taehyung, penasaran dan dia juga mulai membantu kakaknya mencukur dagu sang kakak dengan busa khusus dan alat cukur masih segel dalam bungkusnya. "Apakah kau merindukanku Saeng sampai kau khawatir dengan kakakmu?" Ingin rasanya Seokjin menggoda adiknya selalu, ya... Sejak kematian kedua orang tuanya dialah menjadi penanggung jawab selama adiknya hidup.

"Ah, kemarin malam aku di restoran temanmu Kim Namjoon, dan disana aku membantu Yoongi yang mabuk. Dia sangat parah sampai bajuku kena muntahannya ketika dia mengamuk saat mengigau."

Taehyung terkejut ketika kakaknya pergi tanpa mengajaknya dia juga sempat protes karena kakaknya diam saja, hanya saja dia juga meringis jijik di akhir kemudian ketika membayangkan kakaknya kena muntahan orang mabuk. Padahal itu bau sekali.

"Wow sudah kupastikan kau mandi tiga kali, ihhh aku tidak bisa bayangkan bagaimana menjijikkannya. Kenapa kau diam saja dan tidak marah. Kalau aku pasti sudah membentaknya." Taehyung tidak ingin hal seperti itu terjadi padanya. "Ya Tuhan semoga Taehyung bisa merasakan apa yang aku rasakan." Doa Seokjin dengan keras dan mengangkat kedua tangannya. Dari samping dia Seokjin mendapatkan tamparan dari sang adik. Itu pun juga keduanya akhirnya bercanda karena keduanya sama-sama tertawa dengan keras.

"Taehyung nanti coba kau datang ke alamat ini." Selebaran kertas kecil diberikan untuk adiknya, salah satu alis kanannya terangkat dan membuat sang adik spontan bertanya.

"Ini alamat siapa hyung?" Taehyung membaca alamat itu dengan teliti, dia juga tidak lagi melanjutkan untuk mencukur dagu sang kakak. Tapi dia sudah hampir selesai.

"Jungkook, kau jemput dia untuk bertemu dengan Yoongi. Kita harus bisa mendekatkan mereka berdua." Taehyung berfikir sejenak, apakah mungkin jika hal ini terjadi. Sepertinya akan sangat sulit melihat bagaimana Seokjin seakan percaya diri mengatakan demikian.

"Tapi kemarin Jungkook menolak kita apakah kau yakin aku bisa, lalu Yoongi dia apa mungkin mau. Sementara dia sangat benci dengan adiknya."

Memang benar apa yang dikatakan Taehyung, dia mendengarnya sembari kedua tangannya mengusap wajahnya membersihkan sisa busa di dagunya.
Tapi dalam seulas senyum tipisnya dia mengatakan bahwa harapan itu ada dan yang tak mungkin bisa menjadi mungkin.

"Makanya aku bilang kita harus mencobanya bukan."

"Eh, tapi dimana kau mendapatkan alamat ini?"

"Kau tidak perlu tahu, tapi kau harus pergi dan membawanya. Tapi kuharap kau bisa bebaskan dia dari jeratan ibunya. Kau ingat bukan apa kata nyonya Shi Hye mengenai ibu kandungnya." Ucap Seokjin dengan menepuk bahu sang adik.

Pergi dahulu untuk memakai bajunya, Taehyung merengut antara yakin dan tidak yakin. Membaca selebaran kecil kertas ditangan.

"Myondung, no 341. Toko rempah Han Myeong."

Semoga alamat ini bukan tipuan, dia akhirnya melanjutkan aksi cuci mukanya.

"TAEHYUNG JANGAN MALAS MANDI PAGI!"

Oh, ayolah bahkan kakaknya tahu apa yang dia lakukan dalam niat hatinya.

"Yaaakkk, dasar dukun padahal aku berniat melakukannya tapi kau sudah main tahu." Tapi apakah dia kesal? Tidak dia bahkan tersenyum, hidupnya tak menyedihkan karena kakaknya. Hidupnya tak penuh derita dan sendiri karena kakaknya, itu semua menjadi keajaiban untuknya hingga dia lupa bahwa dia sempat menangis waktu itu.

"Gomawo..." Tersenyum di depan cermin, dia sangat bersyukur untuk hari ini. Ajaran Jungkook untuknya waktu itu berguna juga, penuh manfaat.

,

Shi Hye bangun manakala dia merasakan tangannya digenggam oleh seseorang. Ketika kedua matanya melihat siapa sosok yang ada disampingnya. Saat itulah dia melihat bahwa adiknya berada disana, tengah menangisinya. "Apa kau menangis?" Begitu pucat wajahnya dengan tatapan sendu ke arahnya. Dia tidak bisa melihat adiknya yang tengah hamil selalu mengalami kesedihan. Apa yang akan terjadi jika memang seperti itu, bukankah ini akan mengganggu kesehatan adiknya.

"Hiks kakak aku pikir aku akan kehilanganmu, jangan membuatku takut seperti itu. Oh astaga cepatlah sembuh." Dia memeluk tubuh kakaknya dan menangis disana, dengan wajah yang tak bisa dia kendalikan lagi ekspresinya. Seluruh badannya terasa sakit dan dadanya juga sesak.

"Aku tidak apa, tapi kenapa kau disini. Hei, aku tidak apa... Kau sedang hamil anak pertama jangan sampai kesehatanmu terganggu."

Ini yang selalu tidak disukai oleh adiknya, kenapa kakaknya begitu kekeh memintanya untuk menjaga kesehatan sementara dia sendiri jatuh sakit terbaring tak berdaya seperti ini. "Jangan khawatirkan aku hikss.. kenapa kau selalu seperti ini. Apakah kau tidak ingin menemaniku sampai aku tua huh?" Ucap adiknya diantara kesal dan ngawur, saat itu dia juga tak bisa menahan kekesalannya lantaran dirinya sendiri tak bisa menjaga adiknya.

"Maafkan aku, seharusnya aku yang ikut membantumu menjaga kehamilan mu. Kau seorang calon ibu, seharusnya kau tidak boleh stres." Tangannya mengusap pelan perut adiknya. Bibirnya mengulas senyum saat dia merasakan perut adiknya ada tendangan kecil dari si jagoan. Hingga dia mengucapkan kata yang membuat siapapun akan meringis ngilu.

"Aku selalu ingat ketika aku hamil anak pertama, dulu Yoongi senang menendang seakan menyapaku. Kau tahu Shi Ah, jika kau menangis anakmu akan tahu. Jika kau sedang dia akan senang. Jadi jangan sering menangis karena itu tidak baik untuk kesehatan kalian, kau harus selalu bahagia bagaimana pun."

Wajah pucat itu mengeluarkan air mata di setiap kelopak bawah matanya. Di juga tidak bisa mengatakan hal mendasar kenapa dia menangis mendadak, hanya saja dia sangat rindu dengan kedua anaknya. Hingga.... Kedatangan Hoseok membuat keduanya menoleh.

"Apakah keadaanmu sudah mendingan bibi?" Hoseok berjalan sedikit tergesa, mungkin dia tahu bahwa pasiennya sadar setelah dia mendapat kabar dari salah satu perawat. "Aku baik, terima kasih sayang kau sudah membantu eomma." Masih sama sejak dulu Shi Hye lebih suka dipanggil ibu ketimbang bibi. Mungkin karena dia punya sifat keibuan yang besar pada setiap anak.

"Ini sudah jadi tugasku eomma, tapi eomma jangan lupa minum obat. Kemarin kita semua khawatir." Hoseok memohon dengan sangat agar wanita di depannya tidak mengabaikan obatnya lagi. Kemarin adalah kejadian buruk yang hampir membuat siapapun jantungan.

"Aku minta maaf hanya saja..." Dia diam, tatapannya seolah menerawang yakin menjauh. Dia ingin anaknya datang dan memeluk dalam dekapan disisinya. Apalagi dia cukup menyesal karena sudah mengusir anak pertamanya. "Jangan diingat lagi bi, aku yakin kalau Seokjin dan Taehyung berhasil. Mereka pasti akan menepati janji mereka, kudengar di telfon mereka sudah bisa menemukan keberadaan Jungkook dan-"

"Kau bilang Jungkook? Yang be-benar, lalu bagaimana dengan Yoongi?" Shi Hye seakan hendak bangkit akan tetapi tubuhnya ditahan oleh sang adik, dia tidak boleh bergerak. "Itulah mengapa aku meminta agar anda jangan sampai minum obat. Jika anda sakit aku yakin mereka akan sedih."

Apakah yang dikatakan Hoseok itu benar?

Tangan sang adik bergerak dia menggenggam erat tangan sang kakak, seolah tidak ingin di lepaskan. Tatapan keduanya menyiratkan keyakinan satu sama lain. Hingga dia mengangguk dengan perlahan, percaya bahwa anaknya akan pulang.

"Aku akan menunggu mereka tapi bisakah kau berjanji padaku Shi Ah, dan kau Hoseok..." Wanita itu menatap keduanya secara bergantian. Sedikit terbatuk dan membuat keduanya menjadi panik dengan mendekat ke arahnya. Siapa sangka bahwa di telapak tangannya ada darah yang keluar dari mulutnya.

"Eonni, kau..."

Jauh disana Hoseok memalingkan wajah dia tak bisa melihat hal ini. Apalagi dia tidak bisa bohong ketika harus mengatakan bahwa sakit dari wanita ini semakin parah. "Aku harap Tuhan segera memberikan kesembuhan. Bibi semakin parah itulah mengapa aku minta dia dirawat disini beberapa hari."

Shi Ah menangis dalam diam tapi dia tidak bisa lagi menahan isakan di kerongkongan nya. Apakah dia berbohong mengenai hal ini jika kakaknya saja dalam keadaan seperti sekarat.

"Janji jaga Jungkook dari wanita itu kumohon, Myeong Han bukan wanita baik. Aku sudah mengenalnya lama dan dia juga bukan wanita yang bisa dipercaya. Aku mohon jangan sampai Jungkook bersamanya dalam jangka lama, aku ingin melindungi nya." Tangannya bergetar dengan menangis, ada permohonan dalam dirinya dan itu adalah...

Menyelamatkan Jungkook.

Dilihat dari dekapan telapak tangan itu, bahkan hangatnya terasa penuh harapan yang kuat. Terlampau sangat kuat.

,

Apakah ini adalah sebuah drama sedih yang dibuat untuk menghancurkan emosinya? Ketika dia melihat tubuh tak berdaya di depan pintu ruang dalam rumah dia kunjungi. Kedua mata Taehyung melihat dengan siluet sedih dan menggantung.

"Jungkook..."

Bruk!

Tubuhnya jatuh ambruk, dia melihat bagaimana wajah itu menyentuh dinginnya lantai dengan kening yang mengeluarkan darah. Dengan tangan bergetar Taehyung menyentuh bahu sahabatnya.

"Jungkook hikkss... Kau kenapa, hei Jungkook apa yang terjadi." Tubuh itu diguncang nya kuat. Darah terus mengalir dengan deras di keningnya. Begitu paniknya dia sampai tak sengaja menjatuhkan vas dalam rumah itu. Rumah nampak sepi dengan beberapa perabot jatuh berantakan.

"Jungkook, ya... Tuhan apa yang terjadi padanya?" Dia berharap bahwa hal buruk tak terjadi padanya. Dia memeriksa nafas sahabatnya akan tetapi tangannya masih bergetar memegang ponsel dan menyentuh ponselnya. "Halo, Jin hyung hikkss... Kumohon cepat datang. Jungkook pingsan hyung hikkkss... Dia penuh darah aku mohon cepatlah!" Sedikit meninggikan suara tapi dia juga sedikit susah payah mengatakan lantaran ada isakan disana.

Dengan perlahan Taehyung membalikkan tubuh Jungkook, dilihat dengan jelas bahwa darah itu sudah mengering. Tidak baru, itu membuat Taehyung paham bahwa Jungkook terluka cukup parah.

Di sana dia melihat sebuah tisu, mengambilnya dengan cepat dan mengusap luka itu. "Jungkook, bertahanlah... Astaga apa yang terjadi padamu. Kenapa kau seperti ini, apakah ibumu pelakunya?" Sepertinya Taehyung merasa seseorang akan datang jika dia melihat sekitar rumah yang tak akan mungkin ditinggalkan begitu saja. Apalagi ini adalah sebuah kamar, karena takut ibu kandungnya akan melihat kedatangannya Taehyung pada akhirnya mencoba menggendong tubuh tak sadarkan diri sahabatnya itu.

"Aku pasti sudah gila mengangkat tubuh seberat ini, ayolah Taehyung tunjukkan hasil olahraga mu." Dengan kedua lengannya dia mengangkat tubuh itu. Sedikit menahan nafas karena ternyata tubuh di belakangnya lebih berat ketimbang bobot tubuhnya.

Perlahan dia memutar engsel pintu keluar, melihat keadaan rumah masih sepi. Hanya saja disini lebih rapi ketimbang kamar tadi. Gendongannya hendak lepas akan tetapi dia bisa mendengar seseorang baru saja masuk dari arah pintu depan. Oh sial, Taehyung harus segera pergi ke belakang.

"Oh Tuhan selamatkan kami." Dia menuju sebuah dapur, mencoba mencari pintu mana yang bisa meloloskan keduanya. Sampai akhirnya dia melihat pintu yang engselnya dari kayu yang dijadikan ganjalan. "Jungkook, eomma sudah membawa obat untukmu sayang." Wanita itu terkekeh dengan senyuman seperti kehilangan akalnya, sangat berantakan pada rambut yang dia ikat. Taehyung seperti terjebak dalam rumah psikopat.

Dengan cepat Taehyung berhasil mengendap keluar, dia juga sedikit melangkah cepat walau ini berat. Melihat bahwa disana ada jalan gang sempit dan beberapa pohon besar, ide bagus untuk bersembunyi.

Sementara itu,

Wanita itu menjatuhkan sekantung obatnya ketika tak menemukan sang anak dalam kamarnya. Dia tak langsung khawatir tapi langsung berteriak dengan keras. "JUNGKOOK DIMANA KAU, APA KAU MENCOBA KABUR LAGI HEH! EOMMA PUKUL KAU DENGAN KAYU INI!" nafasnya menghembus jengkel. Wajahnya merah dan seperti keluar tanduk.

"JEON JUNGKOOK, KAU TAK AKAN BISA LARI DARI EOMMA!" suaranya menggelegar dengan sangat keras.

"Ya Tuhan aku ngeri." Taehyung meringis tapi langkah kakinya terus bergerak dan menyibak beberapa semak yang menghalangi jalan. Dia sudah hubungi kakaknya untuk bertemu di suatu tempat, bahaya jika kakaknya berhadapan langsung dengan wanita itu. Apalagi dia bisa melihat dari kejauhan ibunya sedikit bingung mencari Jungkook dengan tangan memegang balok kayu.

Tapi saat Taehyung tak sengaja menginjak daun kering disana.

Bruk!!!

"Aduh sakit aakhhh, Jin Hyung tolong aku..." Taehyung meringis giginya menggigit bibir bawahnya. Bukan hanya itu saja dia juga memegang lututnya. Saat dia mendengar suara teriakan wanita itu semakin keras membuat adrenalin nya meningkat. Dia takut tentu saja, seakan di kejar oleh orang gila. Beruntung Jungkook tak jatuh dari punggungnya karena Taehyung pandai menahan beban di punggungnya. Meski pincang dia memaksakan kakinya.

Tertatih dan mencoba melarikan diri, tubuh Jungkook masih hangat akan tetapi nafasnya terasa berat. Takut ini akan bakal membahayakan membuat Taehyung sedikit menangis karena dia juga bingung.

"Siapa kau yang membawa anakku, hei kau aku akan menghajar mu!"

Mati!

Menyesal sekali Taehyung menoleh ke belakang dia bisa melihat betapa menyeramkan nya wanita itu dalam jarak empat ratus meter, disana dia melihat tangan itu mengacung dengan balok kayu seakan membunuhnya.

Sialnya kakinya pincang dia tak sanggup jika harus bergerak cepat. Tapi, mereka berdua akan mati hingga membuat Taehyung melepaskan sepatunya dan memaksakan kedua kakinya walau pun resiko besar.

Dalam tubuh terasa diombang-ambing Jungkook membuka kelopak matanya. Kepalanya berdenyut nyeri akan tetapi dagunya bersandar nyaman pada seseorang. Ketika tahu suara terengah seseorang dia kenal membuat Jungkook terkejut dalam rasa lemas nya.

"Tae Tae hyung..." Lirih dan membuat pemuda senyum kotak itu menoleh. "Jungkook, syukurlah kau sadar."

"Dimana aku-"

"AKU BUNUH KAU KARENA MEMBAWA ANAKKU, HEI KAU BERIKAN JUNGKOOK! JUNGKOOK INI EOMMA SAYANG, JANGAN PERGI DARI EOMMA!"

Serasa dikejar kematian, Taehyung baik Jungkook keduanya berjuang untuk menyelamatkan diri dari neraka.

Siapapun selamat kan mereka.

..

TBC

Hai semua apa kabar kalian semoga sehat selalu dan bahagia ya. Disini author akhirnya bisa luangin up pakai paket dadakan pinjeman hehehe....

Semoga suka dengan ceritanya tunggu sekitar lima chap lagi dan akan end.

Gomawo and saranghae...

Thank you

#ell

23/08/2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro