Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 72 : Best Of Me

"Begitu banyak manusia yang menjadi luar biasa akan tetapi tak memungkinkan bahwa kebanyakan mereka memiliki kelemahan jua."

(Author **** POV)

Satu tahun sudah berlalu, ini sudah sangat lama semenjak Jungkook tinggal bersama ibunya, sangat disayangkan sekali dia putus sekolah karena sejak saat itu dia keluar. Entah karena tak ada biaya atau memang Jungkook tak ingin bertemu dengan mereka, yang dianggap oleh ibunya bagian masa lalu anaknya begitu kelam.

"Jungkook apakah bagian halaman depan sudah selesai? Eomma Baru saja selesai mengantar pesanan pada paman Lee." Wanita itu nampak kelelahan dengan gerobak yang dia gunakan. Melihat sang ibu kerepotan membawa hampir semua belanjaan itu membuat dia langsung membantu.

"Eomma, jangan dibawa sendiri. Kenapa tidak memanggilku saja." Kedua lengan nya sangat kuat mengangkat kardus besar dengan begitu banyak belanjaan disana. "Aigu aku tidak ingin kau banyak kerja, kau sudah membantuku mengerjakan hampir semuanya." Ibunya menatap anaknya dengan lembut dia juga mengusap keringat di kening Jungkook, melupakan fakta bahwa dia sendiri juga memiliki banyak peluh keringat.

"Eomma jangan membuat kerepotan sendiri kalau aku bisa aku akan membantu. Oh iya apakah kau akan mengantarkan pesanan lainnya, giliran aku yang bantu eomma oke." Jungkook mengambil topi dan sarung tangannya dia meminta agar sang ibu istirahat dan meminum teh buatannya. "Eh Jungkook jangan lakukan itu biarkan aku yang melakukannya. Kau di rumah saja aku masih bisa melakukannya."

Jungkook menggelengkan kepalanya dia tak bisa membiarkan seorang ibu bekerja keras. "Eomma aku sudah dewasa aku akan hasilkan uang banyak dan lagi, aku akan sekalian membeli lampu. Aku lihat kamar eomma gelap, kenapa eomma tidak bilang kalau lampunya mati." Ada senyum disana membuat ibunya seakan mengajak sang putra bercanda.

''Baiklah eomma mengalah jika kau keras kepala, tapi jangan sampai pulang terlambat. Eomma akan siapkan makan siang, kebetulan aku beli daging. Eomma dapat dari tetangga sebelah." Ibunya menaruh bahan masakan yang dia dapatkan di dapur. Jungkook merasa senang karena dia bisa membantu meskipun sedikit, dimana dia melihat perjuangan sang ibu semakin tak tega dia meninggalkan beliau. Meskipun dia sempat berfikir demikian, diambilnya semua perlengkapan dan dia membawa keranjang berisikan makanan pesanan pelanggan.

Bersyukur dalam hati bahwa ibunya masih bisa mendapatkan uang dengan memasak untuk tetangga yang hendak bekerja atau para tukang yang kadang meminta diantarkan. "Ayo Jungkook saatnya bekerja keras." Dia memberi semangat pada dirinya sendiri, bahkan dia bisa merasakan kehidupan normal lagi. Dengan ibunya tanpa ada seorang kakak atau pun ayah. Tak apa, dia sudah terbiasa meski itu sulit selama tiga bulan ini.

Menunjukkan kesedihan pada sang ibu akan membuat beban yang berat.

Panas terik akan dia hadang bahkan dia sudah melakukan tekadnya agar menjadi anak yang berbakti. Tapi ketika langkah kakinya melihat dua orang saudara saling bermain basket bersama, kemungkinan usianya masih remaja sekitar SMA kelas satu. Mereka sangat akrab, Jungkook melihat itu semua ketika salah seorang melakukan keusilan dan membuat namja lebih muda menurutnya tertawa terbahak.

"Mereka sangat senang sekali, wah... Bahagianya." Jungkook tersenyum dia berhenti sejenak disana, tidak sadar bahwa kedua orang itu malah tak nyaman diperhatikan. "Hei kau penculik ya, kenapa kau mengamati kami?" Wajah mereka agak mirip hanya saja bisa dilihat bahwa mereka memiliki kepribadian yang beda. Satu pemberani dan satu penakut. Merasa bahwa dia mengganggu membuat namja kelinci itu menganggukkan kepala meminta maaf dan tersenyum.

"Ah, maafkan aku. Jangan pedulikan aku." Dia secepat nya pergi. Jika dilihat bocah itu seperti kakaknya yang galak dan juga keras kepala. "Aku jadi ingat Yoongi hyung." Gumamnya dengan wajah sedih akan tetapi masih ada senyum tipis disana.

"Oh astaga Jungkook seharusnya kau tidak mengingat masalah itu. Ini sudah satu tahun tapi-" ucapannya berhenti dia tidak boleh mengatakannya. Akan tetapi hatinya tak bisa berbohong kalau dia rindu semua. Bahkan sahabatnya Kim Taehyung yang mungkin sudah memilih sebuah universitas.

"Aku harap dia bisa sukses, ngomong-ngomong aku rindu sekolah." Wajahnya nampak menyimpan kerinduan begitu dia melewati salah satu gedung sekolah yang tutup karena libur. Air mata jatuh dengan cepat dia usap, beruntung tak ada seorang pun yang melihatnya apalagi dia tak bisa mengatakan pada ibunya jika dia ingin bisa seperti dulu. Terlalu banyak yang dia korbankan termasuk masa depan.

Sudah lima belas menit dia berjalan dan menemukan rumah si pemilik, disana sedang ada pembangunan. Terjadilah transaksi dan kepuasan itu nampak ketika Jungkook sudah menyiapkan masakan yang dibuat sang ibu. "Tolong tambah dua bungkus lagi, aku akan menambah orang. Lalu yang satu jangan pedas, ada karyawan yang tidak suka pedas."

Tangan itu sudah terampil menulis daftar menu pesanan pelanggannya, Jungkook juga seperti pelayan handal dengan bertanya lebih apalagi yang dibutuhkan. "Baiklah paman kalau ingin menu lain hubungi saja ponselku, aku akan bilang pada eomma."

"Ah, ya baiklah hahaha.... Ngomong-ngomong kau sangat rajin. Akhirnya ibu Myeong Han sudah bertemu denganmu, dia dulu suka sedih dan tak memikirkan kesehatannya. Tapi aku senang dia bisa lebih baik." Jungkook mendengar itu semua, dirasakan tepukan tetangganya yang sudah akrab dengannya sejak empat bulan yang lalu. Jungkook baru tahu ini dia tidak tahu jika sang ibu pasti sudah lama menderita. Semakin lama dia semakin kasihan dan tak sanggup untuk pergi.

Jungkook permisi dia harus segera melajukan tugas selanjutnya, untuk saat ini biarkan dia menjadi Jungkook anak dari ibunya. Jeon Jungkook marganya dan bukan Min Jungkook yang sampai sekarang nama itu belum disematkan padanya.

Dalam perjalanan pun dia memikirkan sendiri, masalah dan juga bagaimana melupakan masa lalunya. Memang sangat disayangkan akan tetapi anak mana yang tega meninggalkan seorang ibu kandung yang kurang ekonomi. Dia lebih memilih hidup susah bersama sang ibu karena dia masih memiliki hak, hak sebagai dirinya yang merupakan anaknya.

Perasaan nya masih ada di keluarga Min. Menganggap dirinya adalah adik dari Min Yoongi dan anak Daro Min Shi Hye, apakah itu sebuah kewajaran? Jika sudah satu tahun dia tidak bertatap langsung lagi.

Lalu apakah Yoongi sudah lebih baik sekarang tanpa kehadiran nya.

,

BRAAKK!!

BRAAAKK!!

BRAAAKKK!!

Makin lama makin keras dan daging ayam itu sudah terpotong juga masuk dalam penggorengan. Siapa yang menduga bahwa seseorang yang masih muda sudah membuka kedai miliknya sepagi ini. Di depan kampus juga beberapa orang yang lalu lalang, cukup strategis untuk meraup keuntungan.

"Hei jam berapa kau bangun, aku kira kau akan berangkat bersamaku. Ini kan hari libur." Si pemilik datang dengan membawa beberapa botol minuman yang merupakan soda, teh botol juga beberapa minuman yang akan selalu dipilih pelanggannya. "Kau tahu aku bukan? Uang datang bagi orang yang tertib." Ucapannya seperti seorang juragan, tangannya juga lihai memilah antara dada dan paha, juga memotong bagian tubuh ayam lainnya hingga tuntas.

Kim Namjoon dia juga heran dengan pemuda sipit yang sudah tinggal bersamanya selama satu tahun ini, dia juga senang karena ada bantuan hingga membuat usahanya naik daun dan mengganti nama menjadi ayam goreng yang cukup laris. "Aku tak akan menduga bahwa kau lebih nyali. Tapi setiap kali kau memotong daging apalagi kau tidak takut jika jarimu terpotong?" Dia meringis ngilu, apakah dia bisa melakukannya? Tentu saja bisa tapi dia tak akan melakukan hal sesadis itu untuk memotong sebuah ayam.

"Tidak, aku melakukannya karena aku cocok dengan pisau dan darah."

"Oh astaga Yoongi kau membuatku... Aku tidak akan membuatmu jengkel karena aku masih sayang nyawa." Namjoon melihat seluruh bahan di dapurnya masih banyak, untuk saat ini dia tidak akan belanja. "Hahaha aku tahu makanya jangan sampai kau telat menggaji ku juga bonusnya." Nadanya berubah menjadi sedikit mengancam dengan senyum miringnya.

Dia sudah lama meninggalkan hidup mewahnya dan bekerja keras seperti ini. Jika dia tidak bertemu Namjoon dulu entah apa yang terjadi, Yoongi rasa dia sudah ada di akhirat. Seperti keinginannya dulu. Keinginannya yang begitu bodoh.

"Kau karyawan ku seorang, kau rajin dan cepat. Mana bisa aku kecewakan anak buah ku, kau berikan aku motivasi hingga kita bisa mendirikan usaha ini dalam waktu lima bulan. Bukankah aku sangat menyayangimu selain menjadikanmu karyawan aku persilahkan kau tinggal dan menikmati fasilitas ku. Jadi kau jangan dendam padaku hanya karena aku telat menggaji mu sehari. Saat itu aku benar-benar lupa kawan."

"Teruskan saja dasar penjilat, kau juga mengatakan hal itu agar aku tidak memenggal kepalamu bos."

Namjoon merasa gila jika dia melanjutkan bentrok ini. Dia akan kalah dan namanya akan pindah di nisan pemakaman. Namun, disisi lain Yoongi terpingkal dan tertawa hingga terbahak. Dia baru saja melihat rupa Namjoon yang ketakutan dengan leher bergidik ngeri.

"Aku melakukan ini juga sebagai balas budiku, terimakasih sudah selamatkan nyawaku. Lalu apakah kau masih menjaga rahasiaku jika aku disini." Yoongi menatap temannya itu anggap saja seperti itu karena dia memang mendapatkan teman cukup nyaman. Tak ada yang berubah darinya hanya sedikit kurus dan kulitnya semakin putih pucat. "Kalau aku mengatakannya aku bisa meninggalkan dunia ini. Tenang saja kau masih aman, eh kau jangan lupa dengan lima belas pesanan."

Yoongi tersenyum miring dia membatin bagus, karena dia juga tak
bisa keras kepala jika dia tinggal disini. Sudah beruntung dia tidak jadi tunawisma. Apalagi sudah setahun dia tidak bertemu dengan ibunya. Dengan telaten dia menghitung kantung plastik di atas meja dan memasukkannya dalam kardus untuk di bawa.

"Apakah kau tidak pulang dan menjenguk ibumu. Kalian sudah lama tidak bertemu, apakah kau tidak rindu?" Namjoon menata minuman dalam kulkas pendingin dia juga tak takut jika Yoongi marah jika dia bertanya hal sensitif seperti itu. "Aku sudah dibuang, jika aku kesana apakah ibuku akan mengucapkan selamat datang? Kurasa tidak... Dia akan melempari ku dan meminta aku pergi." Yoongi memasukkan saus sachet dalam plastik itu dan tak lupa minuman juga sedotannya.

"Aku mengeri tapi siapa tahu ibumu akan menyerah dan kau bisa tinggal bersamanya. Aku iri karena kau anak orang kaya." Saat ini dia lebih berfikir rasional dan logika ketimbang harus memikirkan hobby memancingnya.

"Daripada kau memikirkan aku, sebaiknya kau pikirkan dirimu. Kau sepertinya sudah siap menikah di usiamu." Celetuk Yoongi dengan memperhatikan pasangan yang sedang menikmati makanan di kedai ini. Namjoon mengikuti arah tatapan Yoongi dan mendengus sial. "Jangan mengatakan statusku, aku jomblo bahagia dengan kesuksesan sederhana." Ingin rasanya dia melempari kepala Yoongi dengan botol Soju di tangannya.

Hanya saja mengingat kejadian itu membuat Namjoon tersenyum miris, dia melihat kehidupan Yoongi sekarang bisa menebak bahwa tidak semua dia jahat. Walaupun Taehyung pernah memberitahukan dirinya akan tetapi kenyataannya dia bisa melihat bagaimana Yoongi bisa diandalkan meski dia punya perilaku buruk awalnya.

"Kau bahkan sangat sulit diatur ketika aku menolong mu."

(Flashback **** ON)

(Namjoon **** POV)

Waktu itu aku hanya mencoba melakukan kesenangan yang bisa dikatakan kebiasaan sejak kecil ketika ayahku masih hidup. Melakukannya membuatku seolah aku masih bersama dengannya.

Kebiasaan ku adalah memancing kalian jangan tanya kenapa karena orang pintar bisa menjawab tanpa harus bertanya. "Wah Daebak jika tahu sudah sejak kemarin aku melakukan disini. Aku bisa dapat empat ekor dalam setengah jam hahahaha...."

Aku lapar dan uangku tak cukup, apalagi usahaku agak mengalami penurunan jual beli. Jika seperti ini maka aku turun tangan seperti predator mencari mangsa. Aku hanya duduk santai dan satu ikan gurame menyambar. Kalau seperti ini terus gelandangan bisa bertahan hidup, benar bukan?

"Aakhh sakit arghhh..."

Aku diam ketika tak salah mendengar suara seseorang seperti merintih. Kupikir itu suara orang sedang mesum, maklum efek melihat video tak jelas membuatku parno. Hanya saja aku tidak terlalu menggubris. Aku hanya menjadi pemancing biasa yang tak tahu apapun.

"Arghhh!"

Brukkk!

Aneh, aku mendengar seperti seseorang jatuh dan kali ini aku tidak mendengar rintihan itu lagi. Akan tetapi firasat ku mengatakan bahwa ada orang yang membutuhkan bantuan. Berjalan mengendap dengan pancing yang aku tancap ke tanah. Aku juga bisa melihat bahwa tangan seseorang penuh darah menyembul dari balik dinding bawah jembatan.

"Oh, astaga! Apakah disini ada pembunuhan?" Aku bukan penakut hanya saja aku cukup ngeri dengan darah di telapak tangan itu. Apalagi tangan itu bergerak lemas, ada suara nafas terengah dengan bibir bergumam 'tolong aku'. Aku yang memang takut dengan tindakan pembunuhan sedikit parno tapi ketika melihat tubuh itu tergeletak sendiri dengan sekarat rasanya aku cukup aman.

Aku kembali ke alat pancingku, sepertinya aku harus menolongnya dan membawanya pulang. Memang bodoh jika aku harus kembali di tempat duduk ku tadi, akan tetapi akan sulit kalau aku membereskan alatku belakangan. Anggap saja jika aku memang suka merepotkan diri sendiri. Tapi melihat nyawa seseorang sekarat seakan aku tak bisa membiarkan hal itu semua.

Aku sedikit berlari cepat supaya tidak terlalu terlambat, tapi wajahnya juga pucat dan sedikit kehilangan kesadaran. Mendadak kelopak nya tertutup sampai buat aku panik setengah mati.

"Hei dude, tolong buka matamu. Sadarlah dan bertahanlah..."

Aku sedikit menepuk pipinya dan mengatakan bahwa dia tidak boleh mati. Ini menyulitkan karena aku tak membawa kendaraan. Tapi modal nekat aku gunakan jika itu memang menghancurkan tulang punggungku.
Tak ada yang bisa aku lakukan selain menggendongnya dan membawa dia ke rumah.

"Astaga dia terluka!"

Betapa bodohnya aku menyadari bahwa dia tertusuk tepat di perutnya, sepertinya dia jatuh ke jurang dan ranting menusuk perutnya. Ini adalah musibah baginya.

.....

(Author **** POV)

Yoongi merasa bahwa dia merasakan empuk di kepalanya ketika dia membuka matanya. Pandangan sempat mengabur dengan kelopak mata yang beberapa kali berkedip. Rambut poni depan hitam miliknya menutupi setengah kelopak atas matanya dan itu membuat dia sedikit risih hingga tangannya berusaha untuk menggeser sedikit.

"Akhh sshhh..." Perutnya dan lengannya ngilu, begitu juga dengan kepala yang pening luar biasa. Dia tak tahu bahwa dia sekarang ada di kamar, tempat cukup asing dan-

"Syukurlah kau bangun, aku kira kau koma dude." Seorang namja datang dengan membawa nampan berisikan bubur kacang hijau yang sudah dia siapkan. Tatapan ramah dan juga wajah datar namun tenang itu membuat Yoongi menatap heran, "siapa kau?!"

Namjoon merasa bahwa pria itu cukup sensi dilihat dari nada bicaranya. "Aku Namjoon kau siapa? Oh iya seharusnya kau jangan sedikit kasar. Aku menolong mu, paham!" Luar biasa untuk pertama kali dia mengajarkan etika pada orang sakit.

Yoongi nampak tak peduli dia memaksa tubuhnya untuk turun dari tempat tidur. Disibakan nya selimut tebal di tubuhnya dan berjalan dengan cepat, sampai akhirnya dia jatuh tengkurap dengan pusing di kepalanya.

"Sudah kubilang jangan bergerak, apa kau tidak tahu kalau kau akan menambah luka lagi huh!" Sedikit kesal dan dongkol menjadi satu. Jika bisa dia akan membuang manusia itu ke laut Antartika.

"Aku tidak butuh bantuanmu akhhh, akh aku dimana huh!"

Yoongi berdiri sendiri dengan sempoyongan dia menolak tangan Namjoon untuk membantunya berdiri. Hal itu membuat si penolong tidak nyaman dan mengatakan dalam hatinya dengan ucapan 'dasar sombong.'

Hanya saja dia kasihan dan bisa membantu Yoongi berdiri karena pemuda itu juga menyerah.

"Kau jawab dulu siapa namamu." Namjoon sudah duduk di kursi kecil miliknya, tatapan Yoongi terlihat tidak suka tapi tak jadi masalah bagi si pemilik rumah. Awalnya namja sipit itu mendengus akan tetapi dia menyerah juga lantaran dia tidak tahu siapa yang akan menolongnya sekarang jika dia cukup keras dengan orang lain.

"Namaku Min Yoongi dan terimakasih untuk pertolonganmu." Akhirnya dia luluh dan sadar bahwa masih ada orang baik di dunia. Namjoon mengangguk paham dia seakan tak asing dengan namanya. Benar saja beberapa menit kemudian dia pergi ke belakang meninggalkan Yoongi yang masih kebingungan dengan luka di lengan juga perutnya.

Dia melihat ada baskom berisikan kapas dengan noda darah juga beberapa alkohol serta kain kasa. "Apakah dia yang mengobati ku?" Yoongi menunduk dan memperhatikan balutan kasa agak tak beraturan.

"Sepertinya memang benar dia mengobati ku." Dugaan Yoongi benar karena jika seorang dokter tak akan mungkin membalut luka dengan sisi yang junjing. Sementara ini adalah posisi yang penuh dengan ketidakrapian. Sepertinya tak ada waktu untuk protes, masih bersyukur masih ada orang yang sudah payah mengobati lukanya.

Ketika Yoongi sibuk memikirkan masalahnya saat itu Namjoon datang dengan membawa susu hangat untuk Yoongi. Tatapan heran datang pada namja sipit itu, "apakah tidak berlebihan huh?"

"Memangnya menolong orang harus kekurangan ya?"

Celetuk yang bodoh tapi masuk akal, hingga Yoongi memilih mengalah dan mengatakan pujian sedikit "kau pintar mengelak." Yoongi tersenyum, senyumnya seperti gula dan manisnya melebihi permen kapas. Rasanya Namjoon tak akan bisa menjadi pria manis seperti orang di depannya.

Yoongi merasa bahwa dia tak memiliki tempat, awalnya dia gengsi akan tetapi karena keadaan terjepit dia mengatakan hal yang bisa menjatuhkan harga dirinya.

"Boleh aku tinggal, aku akan bekerja untuk uang sewa disini."

Namjoon terbatuk dia tersedak air putih dalam botolnya. "APA?!"

"Aku anggap itu ya, terimakasih Namjoon kau sangat baik." Lagi-lagi dia mengatakan sembarangan dengan senyuman itu.

Jujur saja menurut Namjoon interaksi mereka begitu absurd dan itu bukan hal yang menurutnya biasa. Menurutnya lebih baik dia menghadapi tingkah tidak jelas Taehyung yang masuk diakal.

(Flashback **** OFF)

"Kau seperti orang bodoh saat aku melihatmu sadar. Saat kau tidur kau tenang dan seperti bayi tapi ketika bangun kau seperti macan galak."

Yoongi membuat kedua bola matanya memutar malas, demi apapun itu sudah satu tahun yang lalu kenapa hal itu harus diingat akan sangat memalukan. Jika bukan karena kebaikan dirinya usaha Namjoon juga tidak akan maju, disini keduanya seperti patner.

Sama-sama menguntungkan dan menggunakan istilah simbiosis mutualisme.

Yoongi mengambil minuman yang tumpah dari salah seorang pelanggan anak kecil. Saat dia sibuk mengepel lantai dengan salah satu kain lap disana, suara bel berbunyi dan disana ada Namjoon yang sudah berada di mesin kasir.

"Permisi aku mengantar satu box lada untuk tuan Kim Namjoon." Pemuda itu datang dengan masker yang dia pakai, kebetulan di jalan debu begitu banyak. Topi yang dia gunakan dikibarkannya untuk membuat udara sepoi kearahnya sungguh cuaca sangat panas meskipun baru pukul 10 siang. "Total harganya masih sama bukan?" Namjoon mengecek barang tersebut, dia tersenyum angguk ketika sudah cocok.

"Ya tentu saja, apakah ada barang yang ingin dipesan lagi?" Jungkook mencatat barang yang sudah dia antar apalagi menandainya. Ketika Namjoon mengecek bahan lain dia menggelengkan kepalanya. "Kurasa tidak karena masih ada stock, ah kalau bisa dua hari datang bawa satu box bawang Bombay."

Sepertinya usaha kecil ibunya berjalan lancar, apalagi dia menerima uang lumayan banyak dalam jumlah pas. Dengan cepat pemuda kelinci itu memakai topinya, dia melihat bahwa sudah ada pembeli yang datang. Takut jika dia menghalangi lainnya Jungkook pamit pulang dengan memberi salamnya.

Satu langkah kaki hendak keluar mendadak perasaanya seperti ada yang membekukannya. Dia menoleh hanya melihat seseorang yang sedang membersihkan lantai dengan seorang anak kecil yang memperhatikannya.

Jungkook menggelengkan kepalanya dia mungkin salah menerka ketika merasakan keberadaan kakaknya, Min Yoongi.

"Aku rasa tidak mungkin jika dia disini." Dalam hatinya Jungkook tertawa, tak bisa menganggap ini sebagai sesuatu yang nyata. Hanya halusinasi sementara ketika dia sudah tidak merindukan kakaknya lagi.

Dia pergi dengan satu keranjang besar yang menyisakan satu barang lagi. Dia akan berbelanja untuk kebutuhan ibunya, apalagi dia melihat di dapur persediaan telur habis.

"Hei Namjoon, apakah kau tidak menaruh tempat sampah dengan benar?! Selalu saja..." Yoongi kesal dia selalu saja mencari barang yang sama setiap kali dia ingin membuang sampah. Meskipun bibirnya uring-uringan akan tetapi dia masih mengerjakan tugasnya.

Dari kejauhan mata sipitnya menangkap punggung seseorang dia tak tahu siapa, hanya saja dia menduga bahwa pemuda itu adalah kurir baru yang dia tahu ketika Namjoon memberikan uangnya.

"Apa kau sudah selesai membereskan sampah, hei Yoongi. Aku mau mengantar pesanan tolong jaga kasir oke." Tangannya mengambil kunci motor. Belum sempat keluar menuju motor kesayangannya, tangan kanan Yoongi menepuk pundaknya akan tetapi pandangan Yoongi masih pada punggung pemuda itu.

"Aku titip dalgona coffe. Tapi kau yang bayar oke." Memberikan tepukan sebanyak dua kali dan masuk begitu saja tanpa peduli ekspresi kesal seorang Kim. Dia hendak protes akan tetapi dia terlalu sibuk dan mau tidak mau menuruti keinginan namja menyebalkan itu.

"Jangan lupa ucapkan terimakasih jika aku sudah membawakannya untukmu." Jelasnya dengan memakai helm kesayangannya yang kebetulan bergambar Pikachu dan berwarna oranye juga.

"Baik tuan Pikachu." Ucap Yoongi dengan tawa terbahak miliknya. Siapa sangka dia akan melakukan demikian setelah begitu banyak orang tersakiti oleh mulut pedasnya.

Sepeninggalnya Namjoon, disana dia sendiri memperhatikan beberapa pengunjung menikmati pesanan mereka. Akan tetapi dia masih penasaran dengan perasaannya, hatinya seakan berteriak. Dalam dia tangan kanannya menyentuh dadanya, dirasakan bagaimana jantungnya masih normal berdetak.

"Kenapa aku bisa merasakan kehadiranmu Jim, dan..." Yoongi terdiam dengan wajah berbeda dari sebelumnya, lebih jatuh ke sendu. Apalagi dia melihat bagaimana kedua tangannya meremat satu sama lain. "Kenapa aku merasakan keberadaan Jungkook?" Bodoh jika Yoongi bertanya dengan dirinya sendiri. Apalagi selama ini dia tidak ada niat atau pun minat untuk mencari anak pungut itu.

Sudah cukup dia berurusan dengannya setelah dia mendapatkan satu hal seperti hukuman. Terusir dari rumah membuat dia, entah...

"Eomma, bagaimana kabarmu. Apakah kau baik saja. Maaf jika Yoongi tak pulang menjenguk mu."

Tes...

Tes...

Air mata jatuh dengan menatap salah seorang anak yang menyuapi ibunya ayam goreng hangat baru dia pesan. Mereka nampaknya adalah tunawisma yang hanya bisa beli satu porsi dan dimakan untuk berdua. Ditambah lagi tempat duduk mereka lebih ke pojok jauh dari pelanggan lain, kemungkinan karena mereka kucel dan kotor membuat keduanya takut membuat yang lain tak nyaman.

Yoongi menarik nafas beratnya, jujur saja dia menahan semua sesak itu sendirian. Diusapnya dengan cepat air mata itu dan mengambil satu porsi ayam goreng jumbo itu dan dua lagi bentuk seperti bungkusan take away.

Pemuda itu kaget ketika dihadapannya ada satu porsi ayam jumbo dan dua bungkus makanan didalamnya, begitu juga sang ibu yang tidak percaya dengan sebuah keajaiban itu. Kedua matanya mencari siapa yang melakukannya hingga dia menemukan salah seorang karyawan yang membersihkan meja disampingnya. Disana Yoongi menatap ke arah keduanya dan mengulas senyum tipisnya sembari menganggukkan kepalanya. Seakan dia mempersilahkan untuk melakukan apapun pada makanan itu.

Pemuda itu paham, dia mengulas senyum dan menaruh makanan porsi jumbo itu di depan sang ibu. Membuat ibunya tersenyum dengan haru.

"Terimakasih hyung, aku dan eomma tidak pernah mendapatkan hal seperti ini. Semoga Tuhan membalas kebaikanmu."

Untuk pertama kalinya Yoongi merasa lega hatinya. Entah kenapa dia masih bisa melakukan kebaikan, apakah itu untuk menutupi semua dosanya.

Dia memperhatikan pemuda itu dengan tenang, melihat wajah wanita itu senang dan membuat cemistry antara ibu dan anak itu kian kuat.

Ketika sang ibu mencoba mengikat bungkusan itu dalam sebuah plastik alangkah terkejutnya dia menemukan uang dengan jumlah tiga ratus ribu rupiah, uang cukup banyak apalagi mereka mendapat nya secara cuma-cuma. Lagi-lagi mereka menangis senang sekaligus bersyukur.

Yoongi sengaja memberikan uang di dalam bungkusan makanannya, dia tak mengatakan atau pamer. Dia melakukannya secara diam-diam. Hingga siapapun tak tahu bahwa Yoongi sebenarnya baik.

,

Jeon Jungkook....

Dia melamun di jalan dan membuat kedua matanya tak konsentrasi melihat. "Aduhh!" Keduanya jatuh dengan Jungkook yang menjatuhkan telur sampai pecah. Tak sengaja salah satu telur mengenai seorang pria yang baru saja menubruknya.

"Astaga tanganku lengket, hei kalau jalan hati- Jung-Jungkook .." suara itu tergagap dengan pandangan tak percayanya dia bahkan memanggil nama itu dengan jelas hingga si empu menoleh dengan tatapan samar. Kedua mata yang sempat terbias akan cahaya matahari melihat wajah seseorang, tentu saja seseorang yang dia kenal dengan dekat.

"Tae Tae Hyung?" gugup sekaligus kaget, Jungkook juga membenarkan topinya yang jatuh. Rasanya dia tak akan menyangka jika harus bertemu dengan sahabatnya dalam keadaan seperti ini. "Jungkook itu kau? Benar itu kau?" Taehyung memastikan dengan mata kepalanya sendiri, dia bisa melihat siluet kegugupannya. Dengan cepat tubuhnya menubruk Jungkook serta memeluknya.

"YAAAKKK! KENAPA KAU MALAH LAMA SEKALI, KEMANA SAJA KAU BRENGSEK! DAN KAU KELUAR SEKOLAH BEGITU SAJA TANPA PAMIT HUH!" Taehyung nampak sedikit berbeda dia lebih sedikit gondrong namun masih tampan bagi sebagian kaum hawa. Dia juga sedikit lebih tinggi tapi untuk berat badan jauh lebih kurus dari sebelumnya, Jungkook seakan kelu bibirnya dia tak bisa mengatakan apapun karena pertemuan mendadak ini. "Aku... Hyung..." Rasa gugup itu ada dan membuat Jungkook pada akhirnya menggigit bibir bawahnya. Dia melakukan kebiasaan buruk itu hingga Taehyung menggelengkan kepala dan meminta pada sang sahabat jangan meneruskan.

"Kau jangan hilang seperti itu lagi, kau membuatku semakin bersalah dan gila selama setahun. Kau sekarang di Daegu, astaga kenapa jauh sekali." Taehyung menangis dia langsung memeluk Jungkook kembali, dia tak bisa menunjukkan ekspresi sedihnya di depan orang yang dia anggap saudara sekarang dan selamanya. "Maafkan aku hyung, maafkan aku..." Perlahan tangan itu membalas pelukan akrabnya dia juga tak dapat mengatakan lebih jauh lagi. Hanya tatapan bingung dengan pemikiran rumpang nya.

Satu hal yang dia lihat sekarang adalah, Kim Seokjin dia ada disana dengan tubuh terpaku menatap adiknya yang memeluk dia. "Jungkook...." Bahkan kedua mata namja kelinci itu bisa membaca gerakan bibir Seokjin dari kejauhan. Sepertinya sudah banyak orang yang tahu keberadaanya. Satu tahun lamanya sudah membawa perubahan tapi ingatan seakan tak hilang dari mereka. Apakah Jungkook begitu spesial? Jika kebanyakan orang biasa akan lupa walau itu hanya setahun.

"Hyung, maaf aku harus pergi aku ada pekerjaan lain. Maafkan aku tapi, aku sedang buru-buru." Tak ingin terjebak pada masa lalu membuat Jungkook terpaksa menghentikan reuni indah ini meskipun dia sempat tak tega melakukannya. Tapi bukan Taehyung namanya jika dia mempersilahkan sahabatnya pergi dengan alasan biasa. "Aku tahu kau merindukan kehidupanmu dulu, apakah kau tidak bisa meluangkan waktu dengan sahabatmu ini. Bukankah kita teman Kook?" Lihatlah kedua mata Taehyung yang menyimpan segala kerinduan dan harapan bisa bertemu dengan sahabatnya itu. Apalagi Seokjin kini datang mendekat, dia sedikit berubah dengan setelan jas kebesaran dan name tag bertuliskan manager Kim Seokjin.

Sepertinya ada yang sudah naik jabatan dan itu hal paling membanggakan memang. "Maaf tapi aku sungguh tidak bisa, aku harus melakukan hal lain." Dia pamit langkah kakinya berlari kecil sayang sekali jika dia harus berhenti ketika tangan Seokjin menahannya sekali lagi. "Jika kau pergi dengan alasan lagi aku dan Taehyung akan membencimu Kook, apakah kau tega menolak bertemu dengan kami."

"Jin hyung, apa yang kau katakan. Aku tidak akan bisa membenci temanku!" Taehyung protes dia menatap kakaknya dengan kesal, dia dianggap seperti anak kecil dan Seokjin seperti ayahnya saja. Secara harfiah Taehyung tak menyukai sifat kakaknya yang berubah seperti sekarang. "Taehyung kenapa kau membelanya, dia sudah pergi dan meninggalkan rumah. Bahkan nyonya Shi Hye sekarang sakit parah dia juga tidak pulang bukan?" Ucapan itu membuat Jungkook terkejut dia tak menyangka jika ibu angkatnya jatuh sakit.

"Apa, eomma sa-sakit?" Kedua matanya menatap tak percaya, rasanya dadanya sakit seiring dengan kabar ini. Dia tak bisa menahan sesak dalam dadanya hingga oksigen dia hidup kesusahan. "Apakah kau harus mengatakan hal itu, kenapa kau katakan hyung, bagaiaman kalau bibi marah. Bukankah kita harus cari dokter yang handal." Taehyung sangat kesal, ingin sekali dia memukul kepala kakaknya agar pergi dari segala kebodohannya itu.

"Kita sudah temukan obatnya, Jungkook... Ikut kami karena ibumu sangat merindukanmu." Tanpa ada penjelasan apapun Seokjin sedikit keras memaksanya. Menarik tangannya hingga Jungkook sedikit memberontak dia tak menyangka jika Seokjin akan seperti kakaknya Yoongi, yang pemaksa dan sedikit emosional.

Taehyung tahu bahwa kelakuan kakak sepupunya berubah begitu besar hingga dia suka berfikir apakah kakaknya kerasukan?

"Jin hyung aku mohon lepaskan aku, aku ingin ijin dengan eomma. Kumohon hyung aku tidak bisa meninggal eomma ku." Jungkook menghempaskan tangan itu dia tak akan menduga jika akan seperti ini akhirnya. Dia akan menemui jika dia sudah memberitahu. Bukan hal baik jika dia pergi tanpa pamit.

Apakah dia nampak peduli bahkan Seokjin semakin mempertegas. "Pulanglah, karena ibumu semakin kacau dan Hoseok bilang beliau akan semakin sakit."

"Ijinkan aku pulang untuk ijin, kau tahu aku punya ibu juga." Jungkook sedikit keras kepala dia bahkan membentak sedikit pria di depannya itu dengan nada keras. Membuat suasana canggung dan diam itu ada.

"Kenapa kau berubah tidak peduli, jika kau sayang ibu Shi Hye harusnya kau langsung ikut dan temui dia, tapi kenapa kau-"

Seokjin melihat ada banyak yang berubah dari Jungkook. Entah namja muda itu sadar atau tidak yang pasti dia melihat bahwa sikap Jungkook tidak seperti dulu. "Apa maksutmu?"

"Kau seperti bukan Jungkook, dia akan mementingkan orang lain ketimbang rasa takutnya. Aku hanya memintamu menemui beliau sebentar dan aku antar kau pulang."

Di sana Taehyung diam, dia tidak bisa membantu Jungkook lantaran ucapan kakaknya dia anggap benar.

Jungkook menggeleng kepalanya tak percaya, apa yang dia katakan membuat dirinya menjadi tak percaya. "Bagaimana kalau eomma-"

"Pertanyaan ku apakah ibumu akan mengijinkan mu? Jika tahu kalau kau akan menemui ibu Shi Hye, kau pikir apa dia ijinkan. Jangan egois Kook..."

"....." Kenapa dan kenapa, seakan Jungkook disalahkan. Tatapan dan segala atensi tajam itu mengenainya dan membuat dia bungkam.

"Kau membuat ku kesal Kook..."

Seokjin pergi dia seakan tidak mau mendengar penjelasan Jungkook, secara tak langsung itu menyakitkan. Taehyung bahkan berlari memanggil kakaknya dia kesal dengan sikap kakak sepupunya yang seperti mencampakkan Jungkook. Ini salah tapi...

"Kook, maafkan Jin hyung, aku harap kau bisa pulang dan temui bibi. Kami juga akan mencari kakakmu, dia sudah pergi satu tahun. Mungkin ini akan menyakitkan tapi jika kau tak sengaja bertemu dengannya katakan pada kakakmu, bahwa bibi ingin kalian kembali pulang."

Taehyung pergi, meninggalkan semua kebingungan yang berlangsung. Disana pemuda kelinci itu tak mampu bicara. Apalagi dia mendengar ucapan bahwa Yoongi pergi selama satu tahun.

Apakah itu di hari yang sama ketika dia memilih pergi dan tinggal bersama ibu kandungnya?

Tes...

Tes...

Tes...

Tangan itu meremat, dan Jungkook seakan membisu. Hanya bisa menangis dengan permasalahan berputar dalam otaknya.

"Apa yang terjadi?"

.........

TBC...

Apa kabar kalian semua, maaf ya aku jadi suka ngebut sekarang hehehe. Menurut kalian bagaimana dengan chapter ini? Apakah masih banyak kekurangan? Maafkan aku yang gak bisa sempurna seperti novel penulis terkenal lainnya.

Aku akan buat chapter selanjutnya lebih Badas. Hehehehe....

Salam cinta buat kalian, gomawo and saranghae...

Bahagia selalu dan semoga bisa berjumpa....

#ell

20/08/2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro