Part 71 : BAD LIAR
"Pembohong... Adalah salah satu manusia yang dibenci oleh sebagian orang, tapi tidak semua orang pembohong itu jahat. Jika dilihat lebih dalam pernahkah kalian berfikir, untuk apa manusia berbohong? Ada dua alasan di dunia ini kenapa hal itu dilakukan. Yaitu berbohong untuk kebaikan atau keburukan."
(Author ***** POV)
Yoongi berjalan tertatih, kakinya pincang dan wajahnya bonyok. Seluruh tulang di punggungnya serasa remuk begitu juga dengan darah keluar dari sudut bibirnya. Bukan hal mudah saat dia memaksakan diri untuk menggapai tubuh ibunya yang mematung.
Di sana wanita yang dia sayangi juga seorang ibu pekerja keras nampak terdiam membeku. Yoongi melihat bahwa di ujung sana ada si anak pungut dengan wanita itu yang tak lain ibu dari adik angkatnya. Sangat jelas bagaimana wanita itu mengulas senyum licik ke arah ibunya. "Sialan akhhh!" geram tak tertahan, dadanya serasa remuk dan sakit. Kakinya masih pincang dan dia berusaha lebih keras untuk dapat tujuan.
"Sialan kau hyung, kau akhh me-mematahkan kakiku." Sedikit meludah hingga darah itu terbuang. Lambat laun dia sampai pada sisi sang ibu. Namja sipit itu melihat bagaimana ibunya menangis dengan menatap sedih mereka. Yoongi menoleh melihat Jungkook yang dicium keningnya oleh sang ibu. "Jungkook, anakku...." Suara lirih sang ibu juga terdengar oleh anak pertamanya, jujur Yoongi tak suka jika ibunya menangis untuk Jungkook.
Perlahan kedua tangan itu merentang dan menatap ibunya sendu, dia menahan ringisan sakitnya agar ibunya tak khawatir. Saat dia bisa memeluk tubuh itu dengan jelas rasa sakit itu terasa mengenai pipi kanannya, sayangnya sakit itu menjadi lantaran disana lah Seokjin meninju pipinya.
"ANAK DURHAKA!" sang ibu memaki dia bahkan mendorong tubuh anaknya enggan untuk di peluk. Bukan hanya itu saja air mata ibunya begitu deras hingga Yoongi berusaha untuk menenangkannya tapi apa daya dia yang justru disuruh untuk menjauh, seakan ibunya sangat jijik dan tatapan benci itu ada. "KAU MEMBUATKU KECEWA YOONGI! EOMMA MEMBENCIMU, KAU ANAK KURANG AJAR! KARENA KAU AKU KEHILANGAN ANAKKU LAGI!" sedih dan murka itu menjadi satu, keputusasaan itu ada dan Yoongi seperti terdiam membisu karena hal ini. Dadanya ngilu seperti ditusuk samurai, dan apa yang dia lihat saat ini adalah ketika ibunya seakan enggan melihat dirinya yang notabene anaknya.
"Eomma..." Yoongi tak sanggup bergerak dia juga menjatuhkan air mata tanpa sadar, disana secara bersamaan Myoeng Han membawa Jungkook untuk masuk ke dalam mobil. Walaupun Jungkook sempat melihat keributan antara ibu dan kakaknya tapi dia tidak bisa melakukan apapun karena Yoongi sudah membuangnya. Dia melihat bagaimana Yoongi jatuh dengan pantat terduduk itu karena sang ibu menampar juga mendorong tubuhnya dengan emosional.
"Pergi kau sialan! Eomma sudah tidak ingin melihatmu, kau sudah membuatku kecewa. Apa salahku nak! Apa salahku sampai kau menyiksa eomma. Apa salah Jungkook padamu kenapa kau begitu membencinya hikksss..." Dia terduduk lemas di atas tanah lapang dan menarik baju sang anak kesal, dia menangis juga sesekali berteriak tak sanggup. Mendongak ke atas seakan dia meminta pada Tuhan jalan keluarnya. Yoongi melihat untuk pertama kali sang ibu begitu menolak dirinya. Ini sama seperti dia menolak Jungkook saat berusaha untuk membantunya.
"Kau sangat jahat Yoongi, sangat jahat dan brengsek! Kau anak durhaka aku menyesal melahirkanmu! AAARGGHHHHH hikss... hikss..." Wanita itu menangis antara murka dan sedih, begitu juga bagaimana dia menampar Yoongi sekali lagi seakan dia tidak puas melampiaskan kekesalannya. Di saat bersamaan Hoseok datang dan menahan tubuh Shi Hye untuk tidak menyerang Yoongi yang sudah bobrok.
Seokjin datang dengan merangkul Taehyung, keduanya bonyok meskipun lebih parah Taehyung. Salahkan tangan nakal Yoongi begitu keras membogem wajah itu. Di sana Seokjin mengalihkan pandangannya enggan menatap Yoongi yang sudah tak karuan, dia sudah mematikan nalurinya untuk sahabatnya.
Semua ini....
Semua yang dilihat Yoongi adalah sebagai kesalahan majemuk, dia melihat bagaimana semua orang kini menyalahkannya. Menyalahkan sesuai ucapan kasar mereka, bukan hanya itu saja dia merasa ngilu pada dadanya. Tersenyum menahan sakit dan tersenyum dengan air mata jatuh. Dia menangis sembari tersenyum, hatinya seakan dilatih mental untuk mengatakan bahwa hidup itu tidak adil.
"Wow... Hahaha, oh astaga aku rasa aku sudah cukup selesai." Yoongi berdiri dia tidak bisa mengatakan hal lebih banyak lagi selain menggelengkan kepalanya tak percaya, apa yang dia lihat adalah suatu kebenaran. "Aku mengerti aku sangat paham, jika ini permintaanmu eomma aku akan lakukan." Yoongi seakan bebas dengan dirinya merentangkan tangan. Dia tertawa seperti orang bodoh akan tetapi kedua matanya menahan tangis. Seokjin melihat hal itu semua tapi dia tak peduli karena Taehyung lebih berarti.
Sementara sang ibu sudah dibawa Hoseok ke dalam rumah, mereka meninggalkan Yoongi secara berangsur. Saat itulah semua pandangan Yoongi nampak buram, dia seperti putus asa di tengah ombang ambing hidup. "Hahaha bodoh sekali, sepertinya kau puas Tuhan mentertawakan ku dan menyaksikan ku menangis. Hahaha lucu sekali bukan?"
Anggap saja jika namja sipit itu mentertawakan nasibnya. Dia bahkan tak peduli jika kebanyakan orang menganggap dia gila sekarang, dia tak lagi melihat mobil taksi yang membawa Jungkook ibunya dia juga tak melihat lagu ibu dan lainnya. Dia hanya bisa menurunkan kepalanya dan melihat bayangan dirinya begitu malang. "Kau nampak menyedihkan ck!" Tapi dia tidak bisa berhenti untuk tertawa. Dia hanya bisa mengatakan bahwa dia menyedihkan... Menyedihkan begitu sangat hingga dia serasa ini gila.
Berjalan dengan agak sempoyongan, dia tidak akan bisa bohong kalau dirinya baik-baik saja apalagi dia masih ingat jelas bagaimana wajah muak beberapa orang.
"Bisakah kau menyayangi Jungkook hyung sebagai dirinya dan bukannya diriku."
Dia memejamkan mata ketika mengingat bagaimana ucapan Yoongi yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang bisa memegang janji kala itu. Hanya saja dia juga tak bisa mengatakannya secara gamblang di dunia mimpi pun.
"Kumohon hyung, jangan membuat kesalahan sampai kau kehilangan seseorang."
"Oh astaga Jimin bahkan aku sudah melakukannya dan kau benar aku seperti kehilangan. Tapi, aku merasa bahwa ini semua bukan kesalahanku saja. Andai Jungkook tak datang dalam kehidupanku, aku tentu tak akan pernah mengalami hal ini bukan?" Tak apa dia seperti orang gila, kenyataannya dia hanya bisa menerawang.
Sampai pada akhirnya dia melihat salah seorang wanita yang dijambret meminta tolong.
"Aishhh... Kebetulan sekali aku butuh memukul orang." Dia pincang tetapi tidak dengan mentalnya, demi apapun dia masih kuat untuk menghajar seseorang. Termasuk pencuri tas yang jatuh karena kakinya yang sengaja dia jegal.
"Hai dude, terimakasih menjadi tumbal emosiku." Wajahnya nampak seperti penjahat dengan garis muka dingin dan datar.
BUGH!!
Teruskan kesakitan seseorang dengan Yoongi yang menghajarnya dengan membabi buta.
,
Sepertinya ini adalah cara terbaik untuk Jungkook istirahat sekarang, dia tak bisa menatap kaca jendela mobil ditumpanginya. Dia tak bisa melihat dengan binar bahagia seperti yang dia lakukan entah dalam keadaan susah sekalipun. Ini bukan suatu kebenaran fana akan tetapi kenyataannya adalah ini pilihannya.
Apakah dia tidak memikirkan semua kejadian tadi? Tentu saja Jungkook akan mengatakan hal itu bohong, dia selalu memikirkannya hingga dia entah kemana karena dia hanya mengikuti ibu kandungnya. "Aku nampak jahat sekali." Gumaman lirih dengan tatapan sedikit gelisahnya.
Jungkook merasa bahwa tubuhnya sudah tidak mampu untuk menopang itu semua apalagi, ketika Yoongi mengatakan kemarin malam tentang bahwa dia hidup dengan jantung Jimin. Jika saja sang kakak bisa menghargainya dia tidak akan sesakit ini merasakan sesak dan ngilu di dada.
"Anakku, apakah kau ingin makan sesuatu? Eomma akan memberikanmu, apa makanan yang kau suka?" Ibunya hendak menawarkan sesuatu, dia kebetulan akan mampir ke supermarket. Mungkin saja dia akan membuat pesta kecil penyambutan anaknya dalam skala kecil. Jungkook menatap ibunya dia merasakan bahwa telapak keriput ibunya mengusap punggung tangannya dengan sayang.
Tentu saja dia membalasnya, Jungkook mulai paham bahwa ibunya sangat merindukannya maka dia akan membiarkan nya. Karena dia juga ingin bertemu dengan sang ibunda. "Aku suka sup, dengan telur di dalamnya." Jungkook tersenyum dia bahkan memegang telapak tangan ibunya dengan sayang.
Akan tetapi di satu sisi air mata dari kelopak kanannya keluar, cairan bening bernama air mata itu jatuh saat dengan jelas ibunya melihat itu. "Aigu kau begitu merindukan ibu hingga kau menangis, tak apa sayang aku tahu kau sangat sayang ibu. Aku akan menjagamu dan merawat mu seperti yang kau mau." Ibunya mengambil sapu tangan dari tasnya, dengan cepat dia membersihkan sisa basah di pipinya. Sang anak mengangguk canggung, dia merasa sakit sedikit saat mendengar ucapan mengenai kasih sayang yang dia mau. Dia tidak ingin seperti itu melainkan kasih sayang tulus seperti dilakukan orang tua kebanyakan dan entah kenapa dia ingin menampik ucapan ibunya.
Dia menangis bukan karena senang dengan pertemuannya akan tetap dia menangis memikirkan kakak dan ibu angkatnya. Apakah mereka baik-baik saja?
Jungkook tak ingin membuat keributan hingga dia membiarkan begitu saja opini sang ibu mengenai air matanya. Dalam diam dia melirik Myeong Han, wanita yang sudah melahirkan nya tapi hanya merawatnya sebentar lalu meninggalkannya di rumah panti. Jungkook merasa kasih sayang ibunya begitu hambar seakan dipaksakan.
Benarkah ini sebuah kenyataan?
"Apakah aku sudah salah Tuhan, tapi aku hanya ingin semua masalah selesai dengan Yoongi hyung juga lainnya. Tolong katakan apakah yang aku lakukan sudah benar?"
Kepalanya pusing dia tidak bisa mengangkat dengan benar, dia butuh sandaran. Saat Jungkook ingin menyandarkan kepalanya akan tetapi sebuah tangan begitu lembut menariknya. Dia merasakan kepalanya bergerak ke kanan, hingga dia mampu merasakan pundak sang ibu menjadi bantalan.
"Maafkan aku sayang, aku tidak tahu pasti hari ini sangat berat. Aku akan membuatmu bahagia dan bersandar lah pada ibu, aku akan selalu ada sampai ibu hidup Hem..." Wanita itu tersenyum, betapa tidak begitu besar rasa bahagianya hingga kedua lesung pipinya nampak. Tangan kanannya mengusap sayang Jungkook dan mengatakan maaf serta janji akan membahagiakan sang anak semampunya.
Dia sadar bahwa sang anak hidup dengan kekayaan dari musuh abadinya sementara dia hanya wanita sederhana yang terlampau senang mendapatkan anaknya kembali.
Jungkook diam, dia diam dalam sandarannya. Merasakan usapan kasih sayang dari ibu kandungnya, seperti sebuah impian tercapai. "Eomma, aku ingin eomma memelukku sekarang." Itu permintaan sang anak, betapa bahagianya wanita itu hingga dia berkaca menahan tangis. Dia memeluk tubuh itu erat, sepertinya acara belanja makanan bisa ditunda dan dia harus membuat anaknya mengenal dia secara dalam.
Tapi di satu sisi Jungkook menunjukkan wajah sedihnya, ibunya juga tak tahu akan hal itu dan dia pura-pura seolah semua baik-baik saja. "Maafkan aku eomma... Yoongi hyung tidak membutuhkanku dan aku tidak bisa menahan ini sendirian lagi."
Dalam diam juga Jungkook merasakan detak jantungnya sendiri.
Rasanya sakit dan itu memang ada nyatanya, ini bukan jantungnya tapi jantung Jimin. Min Jimin kakaknya yang sudah tiada dengan alasan mulia antara sakit dan sebagai pendonor.
"Hhhh...." Jungkook sangat lemah bahkan dia memejamkan mata untuk tidur. Tidur beristirahat.....
Mobil itu terus bergerak meninggalkan jalan dan membawa keduanya pada tempat jauh dari asalnya.
Bruk!!
Tas koper itu dibuang, tepat di depan Yoongi yang kini semakin babak belur. Darah juga keluar dari keningnya hingga kaos putih dia gunakan itu kotor akan nya.
"PERGILAH AKU TAK MAU MELIHATMU ANAK KURANG AJAR!" sekali lagi dia melempar semua barang yang digunakan Yoongi akan tetapi dia juga melempar amplop mungkin sebagai seorang ibu adalah nalurinya.
"Jadi seperti ini-"
"Aku sangat membencimu Yoongi! Aku muak denganmu, aku ingin kau pergi, jangan kembali kau salah aku tidak sudi punya anak seperti kau." Dia melempari Yoongi dengan salah satu baju milik ibunya, sebuah kado yang pernah diberikan oleh anaknya. Wanita ini bahkan membuang hadiah sang anak, saking benci dan marahnya dia menjadi sangat kalap.
Meski wajah itu tertunduk, tak ada ekspresi apapun darinya bahkan wajahnya terkesan datar dan dingin.
"Bibi apakah kau yakin untuk mengusirnya, Yoongi adalah anakmu..." Hoseok mencoba menolong, ini terlalu berlebihan menurutnya apalagi melihat Yoongi diam bagaikan patung membuat dia semakin khawatir. Di dalam sana nampak keluar Seokjin yang merangkul adiknya mereka di perban dan menatap cukup kaget dengan luka Yoongi nampak lebih parah dari sebelumnya.
"Aku tidak peduli karena dia Jungkook pergi mulut pedasnya membawa sial, dan dia harus memikirkan apa kesalahannya!" Tunjuk nya dengan murka, bahkan ibunya masuk begitu saja dia seakan enggan melihat putra pertamanya itu.
Hoseok tak mampu menolong temannya dia juga tak melihat bahwa ada kata maaf dari sang ibu. Dilihatnya Yoongi yang mengambil tas dengan sedikit gontai, baik Seokjin dan Taehyung ketiganya seakan tak bisa menolongnya. "Yoongi obati dulu lukamu, kurasa kau lebih parah dari sebelumnya." Hoseok mencoba mendekat ketika punggung itu membalikkan hingga ada di hadapannya, Yoongi diam dengan mendongak ke atas sebentar. Sudah mulai panas dan siang hari akan datang. Kedua matanya terasa silau, dan Yoongi melirik kearah sana dia melihat ketiga orang dibelakangnya dengan acuh.
"Jangan urusi aku, tolong jaga eomma. Kalau bisa tinggal dengannya sementara. Aku bisa sendiri karena sebagian orang sudah menganggap ku sebagai bajingan." Tatapan tajam melirik ke arah sana dua orang sepupu dan Yoongi tersenyum dengan sinis.
"Yoongi jangan sepelekan lukamu nanti kau bisa infeksi."
Yoongi tidak menjawab, dia justru mengambil tasnya dan pergi mengacuhkan dokter muda itu. "Aku pergi, kalian baik-baik saja." Tangan itu bergerak seakan dia memberikan ucapan selamat tinggal pada teman yang akrab.
Meski dia tersenyum hal itu hanyalah sebuah modus guna menyembunyikan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya. Yoongi meninggalkan rumah masa kecilnya karena ibunya. "YOONGI BODOH KENAPA KAU KERAS KEPALA SEKALI HUH!"
Tes....
Tes....
Tes....
Sial! Hoseok malah jadi lemah karena kejadian ini. Dia melihat fisik remuk Yoongi penuh luka, sepertinya perasaannya juga. Di sana dia mencoba mengambil nafas, dimana wajah itu mengernyit menahan seluruh sesak. Dia merasakan apa yang dirasakan sahabatnya meskipun kenyataannya Yoongi terlihat sangat tangguh.
Raut itu nampak berubah semakin turun pada garis wajahnya dia menatap lantai.
"Jin hyung, maafkan aku..." Taehyung sedih dia menundukkan kepalanya, tak akan menyangka jika emosinya membuat masalah semakin runyam. Seharusnya dia bisa berfikir dengan kepala dingin. "Kau tidak salah hanya saja Yoongi seperti itu." Seokjin tak tahu harus mengatakan secara apa lantaran dia juga belum benar secara pasti. Dia melihat wajah penyesalan itu ada dan merangkul sang adik dengan erat.
"Lalu bagaimana dengan Jungkook? Apaka dia-"
"Entahlah Tae, aku juga tidak tahu. Hanya saja kuharap masalah ini berakhir aku yakin Jungkook akan pulang karena nyonya sangat menyayanginya." Seokjin mencoba meyakinkan meskipun dia tidak yakin benar terjadi atau tidak. Hanya saja masalah ini lebih pelik dan melihat Yoongi lebih hancur dari fisik dan rohani ini jauh lebih menyeramkan.
"Jika aku tidak melakukannya pasti tidak akan terjadi."
"Tolong jangan salahkan dirimu Taehyung." Seokjin agak geram, sungguh dia sedang menahan semua perasaan kalutnya. Ini bukan kali pertama baginya untuk marah pada adiknya hanya saja babak belur seperti ini dia tidak ingin membuat luka itu terlalu dalam. Taehyung merasa bahwa kakaknya akan melewati batas jika dia melanjutkan, pada akhirnya dia mengangguk dan pergi saat Seokjin minta Taehyung masuk.
Hoseok masih memperhatikan temannya, dia tak lagi melihat punggung gontai itu. Oh Tuhan ini lebih menyakitkan dari premis buku yang dia selalu baca.
Dia hanya bisa melihat jejak darah dan bekas Yoongi berjalan. Semua itu adalah bagaimana seorang Min Yoongi benar-benar meninggalkan tempat kelahirannya. "Ini salah tidak seharusnya begini, aku yakin ini adalah kesalahan. Tuhan apa yang harus aku lakukan, sahabatku di luar sana penuh luka. Akankah ini adalah sebuah kebenaran?" Dia mengadu, dengan wajah takut dan putus asa. Hoseok mengatakan pada dirinya bahwa ini adalah kesalahan karena sudah mengabaikan tugas.
Sumpah seorang dokter.
Tapi, jika Yoongi berniat untuk sembuh tak seharusnya dia mengabaikan sarannya.
Di dalam sana di sebuah kamar tempat dimana dia biasanya menjatuhkan tubuh lelahnya, sang ibu menatap sendu foto dirinya dengan sang anak. Di sana juga ada foto berukuran 5 x 7 seseorang, si pemilik gigi kelinci itu masuk dalam bingkai dimana sang ibu sengaja menaruhnya.
Dia memeluk dengan erat begitu juga menangis dengan keras melampiaskan kesedihannya. "Jungkook maafkan eomma, aku tidak bisa membuat Yoongi percaya padamu. Maafkan eomma sayang hikkss tapi jangan tinggalkan eomma seperti ini. Kau anakku sayang hikkkss...."
Tangisan itu semakin menjadi saat ingatan memorinya mengatakan banyak hal mengenai keinginan sang anak yang belum dia dapatkan sampai sekarang. Apalagi pertemuan mereka yang membawa ikatan kuat bagai ibu dan anak.
,
Langkah kaki masuk saat pintu terbuka, disana Jungkook membawa satu kantong penuh baju baru meski dia membelinya di pasar bekas. Ya, sang ibu terpaksa membelikannya barang bekas yang masih bagus karena dia sendiri tidak punya uang cukup banyak untuk barang mahal.
Begitu sempit tapi tak apa hanya karena barang disini belum tertata. "Maafkan eomma nak, eomma hanya tinggal di rumah kecil dengan sederhana. Eomma bukan orang kaya seperti di rumahmu sebelumnya." Sang ibu membawa sang anak ke dalam kamarnya, dia sudah merapikan kamar itu dan menyiapkan meja belajar untuk Jungkook tentunya.
"Tak apa eomma, aku senang bisa bersamamu. Tapi apakah eomma butuh bantuan, aku akan membantu eomma menata rumah." Jungkook menaruh kantung plastik di atas sofa usang itu. Dia juga melepaskan jaket tebal dengan merk mahal dari tubuhnya dia hendak mengambil sapu akan tetapi sang ibu melarangnya.
"Sebaiknya kau istirahat aku tidak mau anakku yang tampan kelelahan setelah perjalanan jauh." Menyentuh dagu sang anak dan menepuk kedua pundaknya. Dia sangat senang keberadaan Jungkook tak lagi membuat dia merasakan sepi. "Tidak, aku ingin membantumu. Tolong jangan larang aku, eomma sudah lama sendirian." Anaknya begitu kekeh hingga sang ibu merasa terharu apakah ini anak kesayangannya yang sempat dia buang karena tekanan ekonomi dan rasa malu dulu?
Oh jika saja waktu bisa dibalik dia tak akan pernah melakukan hal sekeji itu. Bisa saja dia akan memperjuangkan Jungkook dalam gendongannya ketika bayi dan dia yang selalu mengantarkan Jungkook ketika hari pertama sekolah. "Apakah kau sudah merasa lapar, eomma akan memasak sup seperti yang kau minta Hem." Jungkook mendengarkan itu dengan seksama dia belum terbiasa dengan ibu kandungnya.
Anggukan kepala itu sebagai jawabannya dan Jungkook hanya bisa mengulas senyum tipisnya, dia memperhatikan ruang sempit dengan genteng bocor. Apakah ibunya selama ini tinggal di tempat seperti ini? Rasanya Jungkook sedikit tidak akan betah akan tetapi dia jauh lebih kasihan dengan ibumu. Kemungkinan ada alasan kenapa Tuhan mempertemukan dirinya dengan sang ibu.
Ibunya sudah lama menderita dengan ekonomi nya yang rendah.
Myeong Han wajahnya cerah dengan senyum cerianya. Rupanya Tuhan sudah mengabulkan doanya, dia tidak harus susah payah mengajukan persidangan hak asuh jika kenyataannya Jungkook memilih nya.
Memotong sayur itu dengan semangat, sampai dia mendengar suara dering ponsel di salah satu meja ruang tamunya. "Sepertinya ada yang menelfon." Dia kembali kesana dan benar saja panggilan masuk di ponsel dengan sang anak yang sedang sibuk menyapu.
Karena takut itu panggilan penting untuk sang anak membuat wanita itu membaca nama di layarnya.
"Eomma."
Wajah itu menjadi kesal dan marah sampai ponsel dalam genggamannya itu bergetar dengan erat. Deringan nya semakin kuat hingga dia terpaksa keluar dan membawa ponsel itu jua.
"Kau selalu ingin menghancurkan ku Shi Hye, aku selalu membencimu." Tangannya mematikan panggilan itu. Dia juga melakukan pemblokiran pada panggilannya agar Jungkook tak terganggu. "Dasar wanita serakah dia ingin mengambil Jungkook yang susah payah aku lahirkan."
Jungkook tak datang berarti dia memang tak tahu dimana asal suara itu.
Dimatikan!
Cara yang tepat agar ponsel itu tidak bisa dihubungkan lagi. Cara selanjutnya adalah menarik perhatian sang anak agar tidak terfokus pada ponselnya nanti. Dia juga membanting ponsel itu hingga retak sedikit agar terlihat seperti kecelakaan.
"Eomma, dimanakah tempat sampahnya? Eoh eomma? Ada apa apakah ada pesan masuk dalam ponselku?" Jungkook sedikit heran ketika melihat ponsel itu di tangan ibunya. Ibunya berfikir sejenak dia langsung menunjukkan mimik wajah sedih dan meminta maaf pada anaknya. "Sayang maafkan aku, eomma tidak sengaja menyenggolnya hikss.... Tadi aku ingin membersihkan meja ini tapi eomma aigu.."
Air mata itu jatuh.
Jungkook melihat kesedihan sang ibu dia tidak bisa hingga memeluk ibunya. "Tak apa eomma, jangan khawatir aku tidak akan memarahi mu."
Diperhatikannya ponsel pemberian sang ibu dia melihat layar itu retak dan ponselnya tak bisa digunakan lantaran mati. "Omo apakah rusak hiksss... Maafkan aku sayang eomma mu sangat bodoh huhuhu..." Ibunya menutup seluruh wajahnya dengan kedua tangannya. Mengeluarkan semua air matanya dengan paksa.
"Eomma aku tidak apa, mungkin memang sudah takdirnya ponselku rusak. Aku akan membelinya dengan tabunganku." Begitu sayang dia mengusap pundak sang ibu, dia juga tak bisa melihat wajah sedih itu begitu lama hingga dia memeluk adiknya.
"Aku tak akan marah, eomma jangan salahkan diri sendiri oke." Mengecup sayang tak sadar jika ada senyum tipis dengan tatapan beda padanya. Apakah ini sebuah simbol akan kemenangan?
Seperti sesuatu?
Takdir berjalan seiringan nasib seseorang tak terkecuali dengan Yoongi yang berada di bawah jembatan, bersandar pada sebuah dinding yang ada disana. Dia berteriak dan mendongak kepala dengan ringisan sakit luar biasa.
Menarik peluru yang menghunus di bahunya dengan menggunakan tang. Dia menyembunyikan rasa sakit itu dari beberapa orang dalam waktu lumayan lama, kenyataannya penjahat yang dia hadapi pagi itu membawa senjata api.
Yoongi menggunakan kaus dalam yang sudah kotor penuh debu dan darah bajunya dia lilitkan ke lengan bawah untuk mengurangi ngilu. "Akkhh, sial sakit sekali! Hhhhh...." Dengusan nafas dengan wajah kesakitan nya semakin jelas saat pandangannya begitu mengabur.
"Oh astaga aku tak menyangka jika akan sesakit ini, bagaimana bisa aku tadi pura-pura tersenyum hahaha..." Dia seperti orang gila dalam segala kesakitannya. Setelah menghabiskan waktu beberapa lama dia bisa mengeluarkan nya dan dengan cepat dia mengguyur alat juga bahu tangannya menggunakan alkohol.
"AARRGHHH SAKIT!" saking sakitnya dia mencengkram batu yang kebetulan ada di bawah kakinya. Menelan ludah kesusahan hingga menahan pusing di kepalanya, dia menggigit ranting batang yang dia temukan agar orang disekitarnya tak mendengarnya. Akan tetapi dia salah, dia menyepelekan rasa sakit itu hingga dia duduk dengan terhuyung.
Darah keluar dengan deras tetesan nya seakan enggan berhenti, lukanya cukup parah lebih parah dibandingkan bekas biru di wajahnya. Dia juga menghela nafas dengan mengatur degup jantungnya.
"Eomma...hhhh...." Yoongi merasa bahwa pentingnya seakan menjadi dengan penglihatan yang berputar. Di satu sisi dia melihat bagaimana siluet cahaya seakan menubruk dirinya dengan kejam.
Bruk!
Tubuh itu jatuh dengan lemas, apakah seperti ini nasib menjadi seorang pahlawan, ketika sikap buruknya yang menjadi hafalan bagi sejuta orang. Yoongi merasa bahwa dirinya akan mati dengan pandangan sangat buram dan kunang. Helaan nafasnya kian berat tapi dia masih bisa merasakan bahwa tubuhnya hangat. Keringat keluar dari pelipisnya dan itu semakin buruk ketika rasa sakit semakin menyerang bahunya seakan dia memotong urat saraf di bahunya.
"Jimin.... Jimin, biarkan aku-"
Satu hal yang dia dengar sebelum semua pandangan menggelap adalah....
"Hei apa yang terjadi, dude tolong buka matamu!"
Apakah dia akan menyusul Jimin sesuai keinginannya.
,
Pigura jatuh begitu saja ketika Shi Hye tengah menangis dengan sang adik yang memeluknya, dengan cepat Shi Ah mengambil pecahan kaca bingkai itu. Dia melihat bahwa foto Yoongi lah yang pecah. "Ke-kenapa bisa jatuh?"
Ibu dua anak itu menatap kebingungan apa yang baru saja terjadi. Shi Ah juga merasakan sebuah firasat buruk ketika dia melihat wajah keponakannya di gambar sana. Seperti ada yang mengganjal hingga dia langsung mengambil sapu dan membersihkan pecahan itu.
"Apakah Yoongi baik saja?" Shi Ah merasa bahwa dia punya kepekaan kuat pada anak dari kakaknya itu. Dia seharusnya tidak merasakan hal aneh selain saat waktu itu. Ketika Jimin dan kakak iparnya meninggal.
"Untuk apa aku memikirkannya bahkan dia sudah membuat kesalahan." Ibunya bahkan sedikit judes ketika mengatakan hal itu, dia melihat wajah sang anak dengan kecewa sekalipun itu pada foto.
Sang adik merasa bahwa kakaknya sedikit bersalah, tak seharusnya dia mengatakan hal itu. Bagaimanapun Yoongi adalah anaknya dan dia terluka itu kabar yang dikatakan oleh Hoseok dan lainnya.
"Eonni tahu bahwa anak adalah harta, aku belum punya anak akan tetapi aku ingin. Harusnya eonni tidak melakukan itu apalagi ketika Yoongi terluka. Apakah dia sepenuhnya mengecewakanmu? Aku tidak membela hanya saja, Yoongi sakit skizofrenia bahkan dokter melarang kita membuat dia lebih sakit jika dia dapat tekanan."
"Aku tidak peduli dia bahkan mengusir Jungkook, dia membuat adiknya pergi. Aku sudah berusaha keras agar Jungkook tetap disini!"
Tatapan mata itu sedih akan tetapi ada juga sedikit tekanan dan membuat Shi Ah diam dalam pemahaman. "Jika aku mengatakan ini apakah kau akan marah?" berharap bahwa kakaknya tidak akan melakukan hal bodoh atau gila seperti dalam pemikirannya.
"Katakan saja tapi aku tak akan mendengarkan jika itu berkaitan dengan Yoongi." Ucapannya nampak kesal sekaligus marah dia seakan tidak mau terima.
"Aku tidak mengatakan tentang Yoongi, tapi aku mengatakan bagaimana cara pandang mu terhadap Jungkook. Apakah kau berfikir dia adalah Jimin meski kau masih melihat dirinya sebagai Jungkook. Aku hanya takut bahwa kau tak sadar memperlakukannya sebagai Jimin. Jika Jungkook pergi dia pasti ada alasan kenapa dia begitu putus asa selain dibenci oleh Yoongi."
"Kau mengira aku melakukan kesalahan?"
Sepertinya akan ada perdebatan antara dua kakak beradik ini, keduanya sudah menatap serius dengan Shi Ah yang masih memiliki kepala dingin agar tidak tersulut emosi nantinya.
"Aku tidak mengatakannya tapi aku yakin kau merasakan demikian. Jika Yoongi membenci Jungkook itu wajar karena dia tidak bisa menerima hingga dia sakit mental. Lalu kenapa kau bisa menyayangi Jungkook tanpa sebab. Kau bilang bertemu padanya pertama kali kau ingat akan Jimin, lalu saat kau menyayanginya bukankah kau anggap dia Jimin bukan Jungkook. Apakah itu salah? Sementara Yoongi memiliki pandangan bahwa sejak awal dia melihat dari sisi Jungkook dan bukannya Jimin."
Shi Ah mengeluarkan segala logikanya, dia juga tak bisa menahan air matanya ketika dia ingat bagaimana masa kelam kehidupan kakaknya berjalan di masa lalu.
Semua itu dia lewati dengan mulus meski meninggalkan luka di kemudian.
"Jika kau memiliki pandangan seperti Yoongi aku yakin kau akan memiliki pandangan tidak suka atau benci. Tapi kau punya alasan bukan? Melihat Jungkook seperti Jimin itulah membuat perasaan sayang sebagai ibunya muncul dan itu bagus. Tapi apakah kakak tahu kalau Jungkook bisa saja tidak tahan dengan pandangan terhadap nya. Dia pasti menolah bahwa aku bukan Jimin, lalu masalah runyam ketika kita semua tahu bahwa jantung Jimin ada padanya."
"Aku-" ucapannya menggantung dia bingung dengan kepala yang bertanya-tanya. Apa dan mengapa, lalu apakah itu memang benar. Saat dia melihat foto sang anak yang pecah mendadak air mata itu jatuh. Kenapa ucapan adiknya seakan mengatakan kebenaran sedikit yang dia lupakan atau tidak dia sadari.
Realitanya sejak awal dia mengangkat Jungkook karena melihat sosok Jimin dalam segi sikapnya. Dia langsung sayang karena Jungkook dan Jimin seakan sama dalam pandangannya.
Apakah dia jahat, sementara dia selalu meminta pada Yoongi untuk menerima Jungkook sebagai adiknya.
"Aku tahu kau sayang dengan Jungkook tapi jangan lupakan Yoongi dia anakmu, dan kau mengusirnya saat keadaan tidak baik. Bagaimana sesuatu hal buruk terjadi padanya, sementara tak ayal jika ada beberapa orang akan mencari kesempatan untuk melupakan kebencian pada Yoongi. Aku tahu bagaimana sifat keponakanku."
Shi Ah mencoba memberi keyakinan, dia tak ingin hal sama terulang. Sudah cukup kakaknya mengalami kehilangan dua kali dan ketiga kalinya ini. Lalu kehilangan Yoongi yang merupakan anak satu-satunya dalam darah kandungnya. Jika dia kehilangan keempat kalinya dia tidak akan bisa membayangkan hal buruk apa yang terjadi.
"Shi Ah.." kedua matanya menangis dia menjatuhkan air matanya, kenapa hatinya menyesal ketika dia mengingat kebrutalannya melempar koper ke arah anaknya.
"Kita cari Yoongi, aku yakin dia pergi tidak jauh karena dia buta arah kak..." Tangan itu dia genggam dan kedua mata itu mengatakan keyakinan lebih besar.
Jangan sampai....
Tidak boleh terjadi, dengan seseorang yang meninggal lagi....
Tuhan melihat dengan kuasanya. Takdir berjalan sesuai langkah manusia.
Karena Tuhan tidak akan berbohong, tidak seperti manusia yang merupakan pembohong buruk.
Bad Liar.
........
TBC....
Gak nyangka udah sampai chapter ini jadi aku sedikit lega karena bisa nulis dengan ngebut. Semoga kalian suka.
Maafkan aku karena aku cukup sibuk hari ini jadi mungkin chap nya agak pendek dari biasanya.
Kalau kalian berkenan beri dukungan dan masukkan untuk chapter depan supaya lebih baik.
Jika kalian ada keluhan dan kritik katakan juga di kolom komentar. Maaf aku gak bisa balas satu" komentar kalian sampai menumpuk. Aku gak sombong kok tenang ajjah, tapi aku selalu baca komentar kalian satu" dan itu semangat ku.
Terimakasih....
Gomawo and saranghae....
#ell
19/08/2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro