Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 63 : The Eternal

"Aku tidak bisa mendengar mu karena semua mata hatiku tertutup oleh gelap."

(Author **** POV)

Yoongi tahu bahwa apa yang dirasakan Jungkook bukan kesedihan biasa, melainkan sebuah keputusasaan dimana kedua mani mata itu seolah menceritakan semua. Meski dia orang pasif akan tetapi hatinya menjadi peka sejak ditinggal Jimin adiknya.

"Kau merasa kau menyedihkan sendiri, apa kau pikir aku gila. Tapi kenapa aku bisa peduli padamu." Yoongi memperhatikan nya dengan tatapan dinginnya. Tak ada kasihan apalagi iba, dia melihat namja muda itu sebagai manusia lemah yang manja. "Seharusnya kau tahu bagaimana perasaanku begitu membencimu dan kau masih bertahan dalam lingkungan ku. Atas nama Jimin? Yang benar saja kau hanya ingin posisi itu."

Oh tolong dia sedari tadi menuduh Jungkook dengan argumentnya. Bisakah dia tidak melakukan itu? Apakah dia tidak bisa mengerti perasan orang lain. Sedangkan dia sendiri pasti marah jika orang lain mengabaikan perasaannya. Jungkook nampak lemah apalagi ketika dia tidur dengan tidak tenang, kepalanya sakit dan tubuhnya lelah memikirkan masalah mengenai ibu kandungnya.

"Mama hikkss... Myungsoo hyung, tolong aku..." gumaman lirih dari bibir lelapnya Jungkook tak membuka mata tapi tangisnya seperti memiliki kesadaran. Yoongi terdiam ketika tangannya digenggam oleh dia yang terlelap. "Kau..." Tangan itu sebentar meremat dia sepeti ingin melepaskan akan tetapi kedua matanya seolah menipu. Membuat dia melihat seperti adiknya Min Jimin, padahal dia tahu bahwa namja muda itu si anak pungut.

"Sihir apa yang kau gunakan padaku, aku tak akan tetapi olehmu sialan!"

Bisakah dia menampik itu semua. Padahal dia sempat membiarkan Jungkook menuntaskan keluh kesahnya dengan dia tanpa ada protes sama sekali. Bukankah ini hal gila?

"Kau ingin menampiknya sementara aku melihat kau peduli. Yoongi apa yang ingin kau sembunyikan."

Yoongi terdiam, dia mendengar apa yang dikatakan seseorang di belakangnya. Tak perlu menoleh karena dia sudah tahu siapa dia. "Apa yang kau mau Hoseok, aku rasa kau masih belum pergi."

Hoseok meminum soda di tangannya dia tahu bahwa temannya adalah orang paling keras kepala dan ego. Akan tetapi dia bisa mengatasinya, "jangan mengeluh jika kau hanya ingin mengusirnya, aku tahu tatapan mu. Apakah kau akan selalu seperti itu seakan mengabaikan orang lain."

"Bisakah kau tidak mencampuri urusanku bajingan! Kau bahkan tidak tahu apa yang kau katakan, apa kau punya logika. Kau bahkan membunuh adikku."

Hoseok sudah menduga dia tak akan sepaham dengan Yoongi yang terlalu membencinya dengan dalih pembunuh. Padahal dia melakukan sesuai pekerjaan yang dia jalankan, "kau masih dendam padaku karena kematian adikmu. Apakah kau tahu bagaimana perasaan Jimin sebelum menjelang kematiannya." Hoseok berani bertaruh jika Yoongi tak akan bisa menjawab dengan cepat. Kemelut dalam hatinya seperti jam pasir yang melaju dengan lambat.

"Untuk itulah kenapa aku begitu membencimu kalian menipuku dengan mengatakan bahwa dia sakit."

"Jimin memang sakit dan nyawanya sekarat karena sakit apakah kau sadar Yoon, bahwa adikmu melakukan hal yang belum tentu semua orang bisa."

Jika tidak ada dosa Yoongi ingin melakukan apa yang dilarang dan melampiaskan semuanya agar perasaannya tidak menumpuk kesal seperti ini. "Apakah kau bisa membuatku pilihan selain membunuhmu! Kau lihat aku bisa saja menghabisi mu sialan!" tenaga yang cukup besar memang saat tangan kanannya menarik dengan kuat kerah baju miliknya. Membuat Hoseok menatap balik kedua manik mata penuh dendam kearahnya, apakah sesulit ini untuk dirinya menjadi seorang dokter?

"Jika kau menuntut ku untuk mengatakan siapa orang yang kau cari maaf saja. Aku tidak akan mau mengatakannya karena itu akan melanggar sumpah." Ucapannya tersenggal oleh batuk, begitu erat hingga bagian kerongkongan nya terasa tersumbat. "Aku tidak butuh penjelasan mu tapi kau pembunuh adikku sampai kapan kau bisa hidup bahagia setelah-"

"Sebaiknya kita keluar, apakah kau ingin orang luar tahu sementara aku tahu perangai mu. Lihatlah ada yang terlelap." Jemari itu menunjuk, di salah satu sisi dimana Jungkook begitu damai dalam mimpi. Sadar bahwa dia hampir mengatakan hal yang sebenarnya tak perlu orang tahu membuat pemuda sipit itu berdecih.

Kau beruntung!

"Aku tidak ingin menjadi musuh, aku ingin menjadi kawanmu. Jika kau mau mendengarkan penjelasan itu lebih baik." Apapun yang akan dilakukan dokter muda itu dia akan lakukan dengan semampunya. Hanya saja dia terlalu bingung menanggapi sifat Yoongi yang naif. Begitu naif sampai siapapun akan menggelengkan kepala karena lelah.

Terlalu marah hingga Yoongi memutuskan untuk pergi menenangkan segala otaknya yang panas. Melakukan sumpah serapah dalam hatinya yang entah akan dibalas atau tidak oleh sang maha kuasa. Jika Yoongi meminta kesialan seumur hidup tebakan kalian salah, dia manusia yang akan meminta dengan sadis lebih dari itu. Itulah mengapa jika, posisi Yoongi selalu membahayakan orang lain. Dari sikap juga tabiat.

,

"Apa yang akan kau lakukan jika aku pergi?"

"Menunggumu kembali..."

Jungkook bangun dari tidurnya dia mendengar suara dari dalam mimpinya, ini sudah senja dan dia mendapat telefon berdering. Dia bangun dengan kepala sedikit berat karena pusing dan tidak menemukan kakaknya disana. Hanya suara gemericik kamar mandi yang menjadi lantunan dalam kamar sepi ini.

"Apakah aku ketiduran?" dengan cepat tangannya mengambil deringan ponsel, dibacanya nama dilayar tersebut. Sahabatnya menghubungi nya dan itu sudah banyak sekali sejumlah hampir tiga puluh lebih. "Halo, Taehyung Hyung ada apa?"

Sebentar dia mendengar suara gemerisik gesekan sambungan disana, mencoba untuk mendengar dengan seksama. Jungkook mengerutkan dahinya, "Hyung kau kenapa?" melihat jam dinding dan memandangi pemandangan dari jendela. Di sana seseorang menjawab dengan nafas terengah nya.

"Ini aku Seokjin apakah Taehyung di rumahmu?" mendengar dengan jelas bagaimana nafas itu terengah, seperti sesuatu yang buruk sedang terjadi. "Disini tidak ada hyung, memangnya ada apa? Lalu... Kenapa ponsel Taehyung Hyung bisa padamu."

"Ceritanya panjang Kook, aku takut jika bocah itu melakukan hal nekat." Seokjin nampak putus asa terlihat dari suara nafasnya. Jungkook rasa ini adalah perasaannya tidak enak, pantas saja dia merasa sesuatu yang berat menumpuk punggungnya. "Tapi dia tidak ada disini, tolong jangan menakuti ku hyung." Bukan hanya tuntutan penjelasan akan tetapi dia juga ingin mengetahui masalah apa yang dihadapi sahabatnya.

"Katakan Hyung apa yang terjadi dengannya!" menuntut, dia akan melakukannya jika tidak diberitahu. Dia kenal bagaimana Taehyung dan jika dia pergi tanpa membawa ponselnya itu artinya dia menghadapi masalah besar.

"Aku mendapatkan kabar bahwa bibi di culik paman saat dalam perjalanan mereka mengalami kecelakaan dan mereka belum di temukan di pantai Napeon. Kau tahu bukan pantai disana begitu banyak tebing, diperkirakan paman ingin membawa pergi melewati perbatasan sebelum kecelakaan."

Ini terlalu rinci, membuat kedua matanya terbelalak tak percaya.

"Apa yang kau katakan? Kau tidak berbohong kan?" mendadak tubuhnya lemas, mereka bukan orang tuanya tapi kenapa dia seakan berduka. Apakah Taehyung sangat lepas kontrol hingga dia... Ah, tidak dia tak akan mungkin melakukan hal begitu bodoh seperti bunuh diri.

"Mana mungkin aku berbohong padamu, aku akan mencarinya. Oh iya keadaan paman dan bibi belum dipastikan jadi kita berharap mereka akan selamat. Jika dia datang kerumah mu tolong hubungi aku oke." Suasana semakin tegang meski tidak langsung bertemu, pemuda itu mengangguk dengan pelan meskipun dia tahu akan bertemu dengan Taehyung. Dia ingin melepaskan kabar gila ini jika dia mampu.

Dengan gemetar memegang ponselnya dan berkata pada dirinya sendiri untuk tenang. "Kau dimana Taehyung hyunb, aishhh... Senang sekali membuat orang khawatir." Ingin turun dan pergi menemui Seokjin serta membantunya mencari, kedua matanya melihat seseorang memunggungi tengah memasak menghidangkan sesuatu di atas meja sana. Bau sedap seperti masakan bintang lima bahkan lebih terkesan mewah dari buatannya yang merupakan masakan rumah.

Bohong jika perutnya tidak keroncongan hingga akhirnya Jungkook duduk disana saat dia melihat salmon panggang disana. Terpikat dan cukup memikat...

"Ah kau sudah bangun, apakah hatimu sudah baik." Jungkook belum mengenal siapa namanya akan tetapi senyum secerah matahari berhasil membuat dia merasa nyaman. "Aku tidak apa-apa." Dengan menggaruk tengkuknya tak gatal, dia merasa canggung sekarang apalagi Jungkook bukan orang yang mampu memberikan kesan hangat dalam waktu singkat.

"Aku Jung Hoseok salam kenal, dan kau pasti adiknya Yoongi." Mengajak berkenalan dengan menjabat tangan satu sama lain merupakan sebuah adab dalam kehidupan sekarang. Biasanya jika jaman dahulu untuk bertemu dan berkenalan saja seperti bangsawan kini hal itu dianggap sangat merepotkan dan dibuat lebih simpel serta familiar.

"Jeon Jungkook, panggil aku Jungkook." Sedikit kaku... Tapi tidak masalah dia beruntung berhadapan dengan orang santai.

Awalnya yang diajak nampak ragu akan tetapi ketika telapak dingin itu tersentuh dia merasa bahwa sesuatu dalam hatinya menjadi lebih nyaman. "Kita bisa menjadi teman oke." Seperti obat dia mendapatkan aura semangat luar biasa seperti ini. Sadar atau tidak pemuda kelinci itu tersenyum manis.

"Kau sangat manis tak kusangka kau dan Yoongi sama. Lihatlah bagaimana kalian tersenyum, kau bisa memikat banyak gadis dengan tampang dan senyummu."

"Ah, tidak... Aku tidak berfikir seperti itu."

Nampak sedikit malu apalagi dia mendapatkan sebuah pujian atau nasihat? Sementara memikirkan hal tentang masalah percintaan saja dia belum sampai. "Apa kau mau segelas susu atau teh hangat?" Hoseok seperti tukang masak spesial, dia juga menawarkan sajian lainnya seperti puding. Dan kebetulan puding nya sudah jadi dan dia masukan dalam kulkas cukup lima belas menit.

"Apakah hyung memasak ini semua." Dia sangat kagum dengan keterampilan memasaknya bukan hanya itu saja jika dia memakannya mungkinkah dia akan ketagihan? Seperti bayangan nya rasa udang yang sengaja dia icip memang memiliki cita rasa sempurna. " Wow, ini sangat enak. Kau hebat hyung. Apakah kau seorang koki?" ada sayur sawi disana dan juga daging sapi yang di masak dengan lembut.

"Tidak tadi ada bibi Min, dia membantuku hanya saja karena panggilan dari kliennya dia pergi ke kantor lagi. Oh iya ibumu memasak sup hangat ini untukmu dan dia bilang minta maaf karena tidak bisa menemanimu makan malam."

Mendengar nama sang ibu membuat Jungkook terdiam, ada rasa haru di dalam hatinya. Dia kira dia akan dibenci atau dibuang setelah tahu masalah ini apalagi ibunya juga datang di waktu tidak tepat menurutnya. "Aku sangat suka masakan eomma apalagi sup jamur ini. Beliau membuatku merasa menjadi bahagia." Kuahnya begitu gurih dengan kaldu ayam yang mantap. Jungkook menangis bahagia karena dia menemukan sedikit jawaban dari kegalauan hatinya.

Takut jika dia akan berpisah dengan kakaknya Min Yoongi adalah alasan kenapa dia menangis sampai tertidur lelah. Hanya takut seorang ibu meninggalkannya untuk kedua kalinya.

"Aku pikir kau akan meninggalkan ku eomma. Terimakasih membuatku yakin untuk memilihmu. Karena maafkan aku Tuhan aku kecewa dengan ibu kandungku, apakah aku akan berdosa?" tatapan itu kosong. Hoseok berdehem hingga membuat namja tampan itu sadar dari aksi lamunannya. Dia juga tak akan mengira jika Jungkook kembali memikirkan hal itu dimana ada orang yang secara tak langsung mencoba menghiburnya.

"Dimana Yoongi hyung, apakah dia sudah makan?" Dia memperhatikan sisi bangku disana dengan piring masih tengkurap, ternyata kakaknya belum datang dan masih harus bersabar menunggu dia kesini. "Dia menenangkan otak dengan mandi, jika dia lapar dia akan turun. Makanlah dulu agar kau tidak sakit, jika kau sakit aku akan menyuntik mu."

"Hahahaha, tidak usah aku akan baik saja." Takut dengan ancaman itu membuat dia memasukan sup kedalam mulutnya dengan cepat. Sekarang Jungkook tahu bahwa dia berhadapan dengan seorang dokter. Nafsu makan dan cara dia menikmati makanannya diperhatikan olehnya.

Seseorang yang ingin memperbaiki kesalahpahaman ini. Jika suatu hari nanti Yoongi mengetahui terlambat akan menjadi sebuah hukuman karma hidup yang buruk. Apakah itu baik? Tentu saja tidak... Lebih buruk ketimbang memakan sisa roti dari penguasa sekalipun.

Jungkook fokus pada sistem lain, dia memainkan makanan dengan garpu nya. Apakah dia ingin makan? Entah dia hanya melihat Yoongi dengan diamnya memperhatikan dirinya tanpa ada rasa aku ingin ikut. Anti sosial memang bukan sesuatu yang buruk hanya saja.

"Kau tidak ingin bergabung? Ayo kesini disini banyak makanan yang kau suka Yoon hyung." Keingintahuan Jungkook untuk menaklukan hati es itu ada, dia juga tak akan lupa bagaimana Yoongi dulu. Sebuah antisipasi untuk mendapatkan kepercayaan yang bertanya seumur hidup. Haruskah keluarga utuh dengan yang namanya kepercayaan satu sama lain?

Meskipun itu adalah sebuah kesalahan. "Entahlah kau Jungkook!" Sebuah ancaman begitu mengintimidasi dia pergi begitu saja masuk dalam kamar tak peduli jika perutnya kosong atau perih. Lapar? Masa bodoh dia sudah kenyang dengan kemarahannya itulah mengapa seakan mereka di bawah sana membisu begitu saja. Dengan kedua manik mata Jungkook seolah mengatakan 'apa kesalahannya kali ini.'

Jujur Yoongi membuat nafsu makan Jungkook hilang begitu saja.

,

Hati sudah hancur kenangan masa lalu bagaikan abu-abu melintas dalam otaknya. Suara itu... Suara sialan yang begitu membuat kemulut hatinya semakin sakit. Dia menulis beberapa data di kertasnya pun sampai salah. Jengkel dengan hasilnya dia meremas dan membuangnya dalam tong sampah tapi meleset. Shi Ah dia menemani kakaknya terkejut bukan main, meninggalkan ponselnya yang masih menyala ketika berbalas pesan dengan sang suami.

"Eonni kau kenapa?" ketika dirinya melihat buliran air mata sang kakak membuat dia menghentikan aktifitasnya dan mendekat. "Hei kenapa kau menangis apakah Yoongi membuat masalah lagi atau Jungkook dia diserang lagi?" dia menahan tubuh kakaknya yang hendak ambruk ketika dia melihat bahu itu oleng. Wajah pucat dengan suhu tinggi, beban pikiran membawa dampak pengaruh dengan kesehatannya.

"Astaga kau demam, aku akan panggil dokter." Jemarinya bergerak cepat, sang kakak langsung menahan jemari adiknya ketika dia tak ingin diperiksa. "Jangan lakukan itu Shi Ah, kau akan membuatku semakin sakit." Sedikit tegas namun dia tak biasanya begini selain merasa jengkel pada suatu hal.

"Bagaimana aku bisa diam melihat kakak ku seperti ini. Apa kau mau menolak bantuanku, lihat keadaanmu!" adiknya juga tak mau mendengarkan dia juga tak kalah galak dengan kakaknya. "Aku mohon jangan panggil dokter. Aku hanya pusing dengan masalah ini." Dia memijat kedua keningnya. Apakah dia akan mati karena wanita itu terus menghabisi dirinya dalam otaknya?

"Kau terlalu banyak bekerja, jangan pegang pena dan lupakan sejenak. Kau harus diperiksa eonni!"

"Sudah kubilang aku tidak apa-apa!"

Dia menepis tangan adiknya hingga ponsel itu jatuh di lantai. Beruntung sekali benda elektronik itu tidak retak. Sadar jika kekesalannya membuat syok adiknya membuat dia menghela nafas berat, serta berfikir bahwa dia adalah manusia paling bodoh dengan melampiaskan emosi pada saudarinya.

Menyebalkan!

Tampang wajah sang adik menjadi dingin dia melihat ke salah satu tembok sana dan menggelengkan kepalanya. Apa-apaan tadi, dia merasa bahwa kakaknya menyimpan sesuatu yang tak bisa dia katakan. "Kau punya masalah, jika kau marah sebesar ini berarti ada masalah pribadi yang mengganggu."

"Aku tidak punya masalah apapun aku hanya pusing dengan pekerjaanku." Shi Hye menyeruput teh di mejanya dan menatap ke arah lain selain kedua mata adiknya. Demi apapun dia telah membangunkan jiwa macan kumbang adiknya.

"Tidak mungkin, kau punya masalah dan aku yakin itu berdampak besar. Apa kau bertemu seseorang."

"Siapa bilang aku-"

"Jangan berbohong padaku, aku adikmu kita bersama sejak kecil dan aku tahu bagaimana sifat mu. Selama kau menjadi seorang ibu hanya sekali kau pernah demikian."

Langkah kaki kecil sang adik mendekati kakaknya, kedua matanya menatap sebuah keseriusan. Dia mencari celah tersembunyi dan melihat bahwa kakaknya berbohong seakan dia baik-baik saja. "Apakah wanita itu datang lagi."

Skakmat!

Adiknya bukanlah seorang cenayang akan tetapi bakat terpendamnya dalam menebak selalu berhasil. Mendengar ungkapan adiknya saja membuat ibu dua anak itu terbatuk. Dia hampir memuntahkan apa yang dia minum dan rasa panas tenggorokannya kian membuat dia merasa sakit.

Tak ada jawaban hanya tatapan bingung miliknya. Apakah kecurigaannya benar hingga Shi Ah merasa kesal dengan cekatan dia mengambil ponselnya dan duduk di depan sang kakak seperti melakukan mediasi. "Kak jika kau diam aku akan anggap itu ya. Dimana kau bertemu wanita itu apakah dia mengganggu dan mengancam apakah dia memukulmu?" jiwa sang adik yang kuat mulai muncul. Bibir mungilnya menjadi lebih banyak bicara.

"Kau bahkan bisa menebaknya aku tak bisa mengatakan lebih jauh karena kau akan terkejut." Demi apapun apa yang menjadi pemikirannya pasti benar dia juga takut kalau Jungkook dibawa pergi. "Bagaimana bisa? Dimana kalian bertemu bukankah dia pergi selama dua puluh tahun lamanya?"

"Aku juga tidak tahu, tapi aku rasa Tuhan sengaja mempertemukan ku saat aku mengubah tatanan hidupku lebih baik." Saking kesalnya dia menggigit kuku jempolnya dan wajahnya juga menjadi tak nyaman ketika membahasnya. Entahlah... Dia malah belum bertemu dengan Jungkook untuk menanyakan keadaannya. Ibu macam apa dia jika tak bertemu anaknya karena masalah tadi siang.

Andai saja dia tidak mendapat teguran dari klien dia tak akan mau masuk shift malam untuk mengurusi keperluan. "Tapi setelah kejadian itu kenapa dia berani berhadapan denganmu bukankah dia bilang dia akan pergi meninggalkan Korea?"

Mungkin tak ada salahnya jika adik kesayangan ini tahu, bukankah ini masalah internal yang besar? Mungkin dia akan mengatakan ini dengan jelas. Meski nafasnya terkesan berat walau hanya mengambil oksigen saja.

"Dia ingin membawa Jungkook pergi, dia ibu kandungnya."

Penjelasan singkat namun mematikan, membuat Shi Ah menjatuhkan ponselnya sendiri. Dia merasa bahwa telinganya tuli sebentar namun jejak pendengarannya masuk ke dalam otak. Kedua bibirnya tergagap lalu dengan jelas dia tidak bisa menemukan kata yang tepat.

"Jadi... Jika Jungkook anaknya lalu kakak ipar, dia..." Sangat sulit mengutarakan apalagi otaknya seakan diacak oleh berita buruk sekaligus mengejutkan itu. "Ya, kau bisa menebaknya aku tidak sanggup bertemu dengan Jungkook karena wanita itu. Tapi aku tidak membencinya cuma perasaan kesal dalam diriku tumbuh. Apalagi wanita itu meminta warisan suamiku karena putranya juga anak dari suamiku."

Gila!

Adiknya sampai menggebrak meja dengan keras, dia rasa kakaknya sedang mengerjainya dengan melucu. Tetapi semua itu sudah jelas mengatakan tidak ada kebohongan sama sekali. "Oh astaga tanganku sampai berkeringat, ini...."

"Aku rasa kau tidak berbohong aku sungguh ya ampun lalu Jungkook apakah dia tahu bahwa ibunya..."

"Dia hanya tahu siapa ibunya bukan ayahnya. Tidak selama wanita itu tidak mengatakannya. Aku tahu dia ingin Jungkook karena harta perusahaan suamiku. Jika dia memang ingin merawat Jungkook seharusnya sejak dulu bukan saat dia mengambilnya dari tempat dia membuang."

Shi Ah merasa bahwa dia akan pusing jika menjadi kakaknya. Bukan hanya sakit fisik yang dia alami tapi bisa saja sakit jiwa. "Lalu Yoongi..." dia hanya ingin tahu bahwa keponakannya itu tak akan menjadi lebih parah dari sebelumnya jika banyak kemungkinan dalam kata andai kata.

"Dia belum tahu hal ini, itulah mengapa aku memintamu untuk diam. Yoongi pernah melihat wanita itu aku tak bisa jamin dia akan lupa. Kau tahu anak itu punya insting kuat. Jika Yoongi tahu maka Jungkook benar-benar akan didepak anakku." Dia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana murka anak pertamanya. Siapa yang mau jika bapaknya selingkuh dan dia harus hidup dengan anak dari selingkuhan bapaknya.

Bisa jadi bukannya sembuh anaknya akan gila dan bunuh diri. Kehilangan Jimin juga suaminya membuat harga diri juga kesehatan Yoongi begitu berantakan. Dia seorang ibu dan tahu bagaimana rasanya sakit hati juga kehilangan. Tapi ini di luar perkiraan nya.

"Pantas saja sejak pertama aku melihat aku merasa nyaman seakan dia memiliki aura suamiku. Ternyata ada keturunan dirinya dengan wanita lain." Meski dia mengatakan hal itu dengan jengkel akan tetapi kejengkelannya bukan untuk Jungkook melainkan untuk wanita itu.

"Aku tahu kau tidak akan membencinya dia tidak tahu apapun seharusnya kau-"

"Kau tenang saja aku tidak akan membuang Jungkook hanya karena aku tahu kebenaran laknat ini. Mungkin Tuhan punya alasan lain kenapa aku bisa bertemu dengannya lagi pula sifatnya tidak seperti ibunya yang munafik. Sejak bayi dia di panti asuhan dia pasti punya Budi pekerti."

Dia tersenyum sedikit menyembunyikan sakit hatinya bukan hanya itu saja dia juga tidak bisa mengatakan hal banyak selain dia mencoba melindungi anaknya dari segala marabahaya. Termasuk orang masa lalu yang menghancurkan nya.

"Kita harus hati-hati jangan sampai wanita itu menghancurkan hidup anakku dan kau harus bisa membedakan lawan dan musuh."

Apakah ini sebuah peperangan yang akan dihadapi oleh para keluarga Min? Sementara disana begitu banyak musuh yang mengatakan hal kebenaran dan merusak segalanya. Mungkin ini saatnya jika hak sudah harus dilanjutkan meski dengan orang berbeda.

"Aku akan membantumu tanpa kau meminta. Aku tidak ingin keponakan kesayanganku mendapatkan hal buruk."

Rupanya begitu banyak yang menyayangi Jungkook, tanpa berfikir untuk memanfaatkannya.

,

Dia berdiri disana seperti sebuah patung. Membawa sebuah kapak bagaikan seorang psikopat gila. Wajahnya menyiratkan kesedihan akan tetapi disisi lain dia juga mencoba untuk yakin bahwa ibunya masih hidup. Kapasitas kesempatan dari Tuhan pastilah ada.

Mengulum senyum dengan harapan bahwa sesuatu yang indah akan datang diakhirnya. Tapi kisahnya adalah sesuatu yang buruk terjadi ketika dia mencoba bahagia.

Apakah ini sebuah kesialan atau penghapusan sebuah dosa?

"Kenapa kau disini dan membuat ku seperti orang gila yang mencari mu Taehyung!" Dia mengomel dengan Sura keras, Kim Seokjin bahkan membuang dasinya untuk meluapkan mental gila dan khawatirnya diambang batas.

Tanpa pasukan serdadu ataupun bantuan dia hanya ingin menemukan adiknya dalam keadaan waras.

"Kenapa kau mencari ku, apa mau mu. Tinggalkan aku sendiri Jin hyung, kau hanya pengganggu." Begitu tajam lirikan kedua matanya seakan dirinya mematikan sifat aslinya ataupun menyembunyikan nya sebagai bentuk pelampiasan?

"Karena kau membawa pedang dalam dirimu sendiri, bisakah kau tenang dan berdoa pada Tuhan? Aku yakin orang tuamu selamat." Seokjin tak menimpali jika dia jengkel setengah mati dengan orang yang keras kepala seperti Taehyung, dia akan menjewer telinganya dan memukul kepalanya hingga benjol. "Tahu apa kau dengan perasaanku, bukankah kau sudah sukses dengan semua ini." Mengatakannya seolah-olah dia menyindir kakak sepupunya dengan tak berakal.

"Kau mengatakan hal itu karena kau sedih jangan khawatir jika aku marah padamu. Ayo pulang dan aku yakin kalau ibumu masih ada." Anggap saja ungkapannya sebagai sebuah semangat. Anggap saja apa yang dikatakan itu merupakan sebuah masukan, hanya saja dia menghadapi jiwa labil Taehyung. "Aku tidak bisa mengatakan apapun selain terimakasih sudah meyakinkanku Jin hyung."

Tak menoleh agar kakak sepupunya bisa melihat senyumannya dia hanya mendongak ke atas langit dengan membentangkan kedua tangannya. Terasa sangat segar dan itu sangat jelas bukan suatu halusinasi sesaat ketika Taehyung tidur. Apakah ini sebuah monogami? Ataukah rancu? Hidup katanya indah lalu apakah seperti ini, sederhana ini....

Mungkin alam akan menyambut kedatangannya saat dia butuh. Disaksikan Tuhan juga beberapa malaikat di kedua sisinya. "Oh astaga aku rasa jika aku istirahat aku akan tenang. Baiklah aku tidak akan membuatmu khawatir. Tapi bisakah kau menjamin jika ibuku baik saja?"

Tes....

Ada air mata disana dan itu berasal dari pelupuknya. Seokjin melihat hal itu dengan tercengang.

"Katakan padaku... Apakah eomma akan pulang dan memelukku. Aku tidak peduli jika ayahku tak pulang karena dia sudah jahat, tapi.... Bagaimana dengan eomma, dia sakit dan aku tidak bisa diam. Dia butuh aku Jin hyung, tolong jawab... Apakah aku harus menyusulnya?" seakan di kerongkongan nya dia tertahan isakan dengan ungkapan bahwa dia menyerah itu nampak membuat Seokjin langsung mendekat ke arah sang adik.

Memeluknya dan menenggelamkan wajahnya dalam kemeja dengan jas kantornya. "Kau tidak boleh mengatakan hal itu, masih ada aku dan lainnya. Taehyung jika kau merasa berduka kita juga jadi jangan katakan itu, jangan..." Ada perasaan takut saat dia mendengar ucapan Taehyung yang mengatakan bagaimana dirinya, dia juga seperti mendengar dirinya ketika sempat mengalami down.

Apakah adiknya menangis, tentu.... Taehyung manusia lemah sebenarnya dibalik keonaran yang terjadi padanya. Hanya sedikit orang yang memahaminya dan bukan berarti dia...

Orang yang bisa dianggap buruk.

.........

TBC...

Aku kembali dengan chapter ini semoga kalian suka dan juga bisa membuat terhibur dengan chapter ini. Oh ya jangan lupa ya untuk setia mampir di lapak aku, insyaallah kalian gak nyesel kok.

Sayang kalian...

Gomawo and saranghae....

#ell

06/08/2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro