Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 58 : Respect

"Apa yang ingin kau katakan? Kenyataannya menghormati sesuatu yang sulit memang menyimpan beban. Walau kenyataannya hal itu semua salah."

(Author **** POV)

Jungkook menyiapkan makan siang untuk kakaknya. Dia menaruh dengan rapi di atas meja dan memperhatikan setiap detail masakan kesukaan seseorang disana. Ya... Kakaknya Min Yoongi terlalu pulas untuk melakukan tidur siang.

Sudah satu Minggu lamanya Yoongi disini, pulang setelah menjalan rehabilitasi psikologi tengah dia alami sebelumnya. Ibunya juga ada disana membantu Jungkook menyiapkan makanan buatan mereka. Kedua matanya juga melirik tangga atas tempat dimana kamar anaknya sepi. "Aku akan memanggil Yoongi turun." Ibunya hendak melangkah ketika dia tak sengaja berhenti melihat putra pertamanya turun.

Jungkook yang masih disana juga terkejut bukan main, pasalnya selama seminggu Yoongi tak akan pernah keluar jika tidak disuruh orang lain. Dia menjadi lebih pendiam meskipun penurut.

"Yoongi hyung..." Kaki telanjang Jungkook bahkan menapaki tangga itu dengan cepat. Dia melihat kakaknya yang tak memberontak meski wajahnya sangatlah pucat. "Jungkook lekas bawa kakakmu ke meja makan dia harus mengisi perutnya." tangannya cukup gesit untuk seorang ibu yang menyiapkan makanan demi anaknya tercinta. Melihat Jungkook merangkul tangannya tak membuat Yoongi bergeming untuk sekedar memberontak. Entah setan apa yang merasuki Yoongi yang biasanya dia selalu memberontak tak mau justru sekarang dia malah membiarkan Jungkook merangkulnya. Perubahan itu terlihat setelah Yoongi keluar dari rumah sakit jiwa tempat dia dirawat.

"Hati-hati tangganya licin aku baru saja mengepelnya maaf." Yoongi mendengar seruan maaf adiknya dia bisa merasakan bagaimana eratnya tangan yang tengah memegang nya. Yoongi keluar menggunakan cardigan hitam dengan syal putih di lehernya dia merasa dingin dan ingin memakan sup hangat yang kebetulan aromanya masuk sampai ke kamarnya.

Itu masakan Jungkook yang mampu mengundang seseorang untuk muncul.

"Masakan mu baunya enak eomma." Puji Yoongi yang telah turun dia ingin langsung duduk ke singgasananya. Ketika sang ibu ingin mengatakan siapa master koki sebenarnya justru si bungsu berdehem dan menggelengkan kepala untuk tidak mengatakan sebenarnya. Sang ibu paham dan mengulas senyum separuh tidak enak, karena dia harus berbohong pada putra sulungnya walaupun itu untuk kebaikan.

Jungkook tak ingin jika kakaknya menolak makanan hanya karena tahu bahwa diatas piring itu masakannya.

"Hei hyung, coba ini kau akan suka. Eomma memaksanya dengan cinta."

Jungkook menaruh daging itu di atas mangkuk nasi kakaknya dia juga mengulas senyum ramah, dia selalu ingat kata dokter untuk tidak memberikan emosi mental pada kakaknya. Apalagi ibunya yang sudah membenahi diri untuk belajar lebih sabar. Mereka akan membuat pola hidup Yoongi lebih menyenangkan dengan jalan yang cukup saat itu...

(Flashback **** ON)

Kedua orang itu datang sembari melihat keadaannya. Seorang pria yang meringkuk dalam tidurnya sembari mendengarkan lantunan klasik piano. Dari situlah keduanya tahu bahwa dia sangat menyukai musik penenang. Seperti o de to jo Joy, yang merupakan musik favoritnya mungkin.

"Apakah Yoongi baik-baik saja selama empat bulan ini dokter." Ibunya melihat dari balik kaca keadaan anaknya dia lega melihat wajah lelap Yoongi. Dia baik-baik saja...

Jungkook juga begitu, dia memang merasa damai tanpa amarah kakaknya yang suka melakukan Omelan kerasnya. Akan tetapi dia merasa rindu pada kakaknya, meski sifatnya memang mengesalkan akan tetapi di dalam rumah pun dia merasa kosong. Selama empat bulan bukan penantian pendek. Bahkan dia sudah hampir mau kelas tiga.

"Yoongi hyung, bogoshipo..." Lirih dengan wajah sendunya, dia tak mengira bahwa kakaknya seperti di kurung dalam penjara kaca. Sejenak dia melihat pergerakan badan kakaknya yang miring memunggunginya.

Namja muda itu tersenyum tipis, dia bersyukur bahwa kakaknya tak sakit sama sekali. "Apakah kau baik hyung, lama sekali tidak berjumpa. Kuharap kau bisa tenangkan hatimu selalu." Berharap dengan sangat. Ibunya juga tahu betapa besarnya Jungkook peduli pada anak pertamanya itu. Dalam persepsinya, dia melihat bahwa Jungkook bisa lebih tenang sejak saat itu. Ya... Dia hendak dihabisi oleh anak pertamanya sendiri merupakan mimpi buruk bagi sang ibu.

Guna menenangkan namja muda itu dia pun menepuk pundak sang anak dan mengulas senyum tenangnya dia juga menunggu kabar kondisi anaknya. Hingga pada akhirnya diagnosis telah membuat wanita ini mengetahui segala hal mengenai putranya.

"Nyonya Min, anak anda mengalami perubahan emosional. Jika anda dan putra anda bisa mengubah sifatnya disaat dia tenang itu akan membuat Yoongi sembuh dan dia bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya."

"Tolong katakan dengan rinci dok, apa yang membuat Yoongi bisa demikian." Ibunya sedang tidak enak badan terlihat dengan jelas bagaimana suhu tubuh yang dia rasakan saat ini. Serta bagaimana bibirnya kering pecah-pecah walaupun lipstik sudah membalutnya. Sekali lagi dia melihat hasil catatan meski dia harus menggelengkan kepalanya. Kedua keluarga itu menjadi memiliki firasat buruk.

"Awalnya kami mengira bahwa Yoongi memiliki penyakit bipolar. Tapi setelah mengalami tes beberapa kali kami memutuskan bahwa anak anda terkena skizofrenia dimana penyakit ini membuat Yoongi mendengar hal aneh atau melihat sesuatu yang sebenarnya tak ada. Dia juga akan menutup dirinya hingga tak berkomunikasi dengan orang lain sama sekali jika sudah parah."

Dokter Jung melihat tubuh Yoongi yang terduduk disana, dia melihat namja itu menatap kosong ke arah dinding meskipun dia membelakangi ketiganya.

"Apakah bisa disembuhkan dok?" Ibunya panik tentu saja dia panik, dia tidak bisa melihat anaknya seperti ini. Apapun akan dia lakukan asal putranya bisa sembuh. "Kita akan menggunakan pengobatan medis juga dengan dukungan keluarga tentunya. Karena penyakit ini cukup berbahaya jika Yoongi tidak diawasi. Dia bisa kehilangan karakternya dan cenderung penutup, rawannya dia bisa melakukan tindakan nekat kebanyakan. Kami menangani kasus seperti ini beberapa kali dan hanya keluarga obat yang kuat untuk mengembalikan karakternya."

"Apakah bisa dalam jangka singkat, aku tidak mau anakku seperti itu. Dia bisa kehilangan masa depannya."

"Pengobatan skizofrenia tidak bisa diprediksi. Hanya seberapa kuat dia bisa menekan perasaannya karena yang bisa mengatur seluruh karakter adalah Yoongi sendiri. Kita juga tidak boleh memaksa atau membuat Yoongi mengingat hal yang paling tidak dia sukai karena traumatik dalam dirinya akan mengganggu penyembuhannya. Cukup berikan perhatian selama dia tidak mengamuk."

Mereka awalnya terkejut, apakah beban Yoongi seberat itu hingga dia mengalami itu semua. Ibunya merasa bahwa sakit anaknya adalah dari tindak tanduk perbuatan ketika dia bertengkar dengan suaminya. Bukan hanya itu saja dia juga menduga bahwa kematian Jimin juga suaminya merupakan pembunuhan karakter bagi Yoongi sendiri. Sadar bahwa anaknya membutuhkan bantuan membuat wanita cantik itu menoleh ke arah Jungkook. Kedua mata sang ibu menyiratkan sebuah pesan dan membuat namja muda itu mengangguk setuju.

"Aku akan membantu Yoongi hyung, karena aku menyayanginya." Ucapnya dengan tulus. Kemungkinan ini adalah jalan satu-satunya untuk menyatukan Jungkook dalam ikatan saudara bersama dia, seseorang yang berkali-kali ingin membuang kepercayaan dan egoisnya.

(Flashback *** OFF)

Ibunya memimpin doa, dia senang hal seperti ini akhirnya terjadi. Apalagi dia tahu bahwa Jungkook juga sama bahagianya dengan dirinya.

Selesai berdoa mereka ingin mencicipi masakan tersebut, Yoongi seperti orang linglung dimana dia hanya memperhatikan sumpit di tangannya. Ibunya memperhatikan anaknya dengan bingung begitu juga Jungkook yang tidak bisa memakan makanan dengan nikmat. "Yoongi ada apa sayang?" Dia menyentuh tangan anaknya, kulitnya dingin meski dia pakai cardigan hangat. Yoongi memperhatikan ibunya dengan wajah sedikit was-was.

Jungkook duduk di samping kakaknya juga menawarkan sendok untuk kakaknya, sepertinya dia tahu sedikit permasalahan ini. "Yoongi hyung, kau mau ini?"

Dia melihatnya, Yoongi mengangguk dia menerima sendok itu dan menatap makanan itu dengan pandangan kosong. Entah apa yang dipikirkannya, dia hanya melihat bahwa....

"Jimin, senang kau ada disini."

Senyuman itu bukan untuknya, dia memang melihat kakaknya menoleh ke arahnya akan tetapi. Dia justru melihat bahwa kakaknya memanggil nama yang bukan dirinya.

Rasanya kenapa sakit sekali....

"Yoongi dia adalah-"

"Eomma aku tak apa, jangan membuat Yoongi sedih atau kecewa. Aku tak apa eomma."

Bisakah Jungkook menghadapi kenyataan ini? Sementara harapan agar kakaknya bisa menerimanya justru malah membuat Jungkook semakin tersiksa. Bukannya apa, hanya saja dia melihat begitu jelas bahwa rasa sayang kakak nya bukan untuk dirinya. Jimin sudah tiada... Tapi kenapa Yoongi menganggap seolah-olah dia masih hidup.

Benarkah Jungkook kuat?

Sudah cukup untuk batinnya tersiksa. Lalu sekarang dia harus merasakan hasil dari separuh kegagalannya yang sudah terjadi.

"Jimin ayo makan, atau aku akan marah padamu. Selamat makan eomma... Saeng..."

Tak apa bagi Jungkook, asalkan dia bisa melihat wajah ceria dengan seseorang yang makan hingga kenyang. Meskipun dia menangis dia masih bisa menyembunyikan air mata itu. Air mata jatuh dan tentu saja nasi di bawahnya adalah korban cairan bening dari matanya.

Yoongi sangat antusias menyuapi Jungkook yang dia anggap sebagai Jimin, adiknya. Perasaan Jungkook kian acak saat dia melihat kebahagiaan dan celoteh kakaknya yang menggambarkan dia senang akan kedatangan Jimin dan bukan dirinya.

Semua diam saat melihat Yoongi demikian, ibunya juga menangis sembunyi melihat nasib anak angkatnya yang semakin berat. "Makan yang banyak Yoongi hyung, ini..." Jungkook menyuapi kakaknya dan tentu saja diterima dengan senang hati. Berbeda dengan ketika kakaknya melihat dengan jelas siapa dia. Jungkook hanya bisa tersenyum palsu seperti yang dia lakukan selama ini untuk menyembunyikan segalanya.

Mungkinkah jika dia mati Yoongi akan merasa kehilangan dan akan mengidap penyakit juga?

Kenyataannya eminisi dalam diri Jimin sangatlah kuat. Hingga membuat Yoongi semakin tenggelam dalam rasa kehilangan. Batas wajar yang melewati garis pemikiran logikanya.

Andaikan Seokjin disini apa yang dia katakan? Dia lebih peduli dengan Jungkook ketimbang pada temannya yang sudah keras kepala.

,

Taehyung menggenggam tangan sang ibu dengan lekat, dia melihat wanita hebat yang telah melahirkannya itu mengulas senyum cantik ke arahnya. Ya... Ibu adalah cinta pertama bagi seorang Kim Taehyung yang pantas mendapatkan kasih sayang.  Dia tak ingin hal sama jatuh pada ibunya yang bisa saja makin terluka.

"Apakah kau sudah makan nak? Jangan melupakan makan siang mu." Wanita cantik itu mengulas senyumnya dengan tubuh terbaring di ranjang tempat tidurnya. Ya, sudah empat bulan lamanya dirinya tak bisa untuk melakukan tugas sebagai seorang ibu. Dia melihat dengan tatapan sedih anaknya yang kini hampir menginjak kelas tiga. Apa mau dikata suaminya kabur dan menjadi buronan karena Taehyung melindunginya.

Taehyung menggeleng dia tidak lapar dia merasa bahwa dia harus lekas pulang dan menyuapi ibunya. "Aku tidak ingin eomma kelaparan, tolong habiskan beberapa suap lagi eomma." Dia mengatakan hal itu dengan senyum di wajahnya. Bukan hanya itu saja dia seperti anak perempuan yang telaten, kenyataannya dia adalah namja yang berbakti pada orang tuanya.

Wajah pucat pasi sang ibu, sedikit terbatuk hingga dia meneguk air dalam gelasnya. Dia merasa bahwa rasa sakit di tubuhnya membuat dia semakin melemah apalagi tenggorokannya menjadi sakit. "eomma, aku akan membawamu ke rumah sakit kita akan periksa keadaan mu ya." Inisiatif sang anak untuk membantu ibunya agar cepat pulih, malah dijawab dengan gelengan kepala lantaran dia tahu bahwa tak seharusnya Taehyung mengabaikan sekolahnya hanya untuk mengurus dirinya yang suka sakit-sakitan ini.

"Ibu tak akan mengijinkan mu jika kau mengabaikan sekolahmu, ingat Tae... Aku ingin kau sukses dengan nilai baik. Kuliah dan bisa bekerja agar kelak kehidupan mu nyaman."

Taehyung merasa bahwa apa yang dipikirkan ibunya tak akan bisa dia capai. Sementara melihat dalam segi keuangan dia tidak punya uang sama sekali. Ya... Semua tabungan ibu juga dirinya diambil habis oleh sang ayah. Dia juga belum ditemukan membuat Taehyung sempat putus asa dan memutar otak agar dia dan ibunya bisa bertahan hidup. "Bagaimana keadaan kakaknya Jungkook apakah dia membaik sayang?" masih ada perhatian dengan orang lain, terbukti dengan ucapannya yang menanyakan kerabat sahabat anaknya itu.

"Kudengar dia sudah keluar dari rehabilitasi seminggu kemarin, dan Jungkook juga merasa senang." Taehyung memasukan satu suapan lagi untuk ibunya bukan main senangnya saat dia melihat wanita yang dia sayangi begitu lahap dengan masakannya. Sepertinya dia sudah jago membuat sesuatu dan tak sia-sia dia belajar memasak dengan kakak sepupu juga sahabatnya.

"Syukurlah, aku senang mendengarnya. Tae... Bagaimana dengan sekolahmu apakah ada gangguan?" Ibunya sangat cantik dia juga mengusap rambut sang anak penuh sayang. Ditambah tatapan bahagia yang jatuh untuknya, demi apapun perhatian anaknya adalah yang terbaik. "Emmm... Tidak semua baik saja aku hanya mendapatkan nilai sedang karena aku tidak suka pelajarannya. Eomma tahu guruku sangat cepat dalam mengajar sementara otakku lambat menangkap, untung saja bukan aku yang terlambat ternyata semua hampir satu kelas mengalaminya."

Ibunya menggeleng pelan mendengarkan celoteh anak semata wayangnya. Bagaimana tidak, anaknya sangat lucu dan dia bisa menghibur hati sebagian orang. Tak salah dia memberikan nama yang sesuai dengan kepribadian anaknya, kenyataannya... hal itu memang ada dalam diri Taehyung. Kepribadian begitu mencolok dan jarang orang punya.

"Lain kali belajarlah yang tekun jangan bermain, kalau nilai mu bagus kau yang akan senang hem..."

Apa yang menjadi amanat akan di dengarkan Taehyung meski dia sering melupakannya sekalipun. Menjawab dengan senyum tampannya dan menganggukkan kepalanya dia senang bahwa ibunya mengatakan hal ini. Membuat dia percaya bahwa ibunya sangat menyayanginya. Hanya saja dia tak akan memaafkan ayahnya jika dia berniat untuk berubah.

"Aku akan meminta tolong pada Jungkook mengajariku beberapa soal yang tak aku pahami."

Lagi-lagi tersenyum. Senyum kotak begitu menawan, namun... Dia juga tak bisa menyembunyikan kegelisahan dalam hatinya saat dia diterpa masalah hingga membuat rahasia dari ibunya. "Eomma maafkan aku, aku tidak ingin membuatmu semakin sakit karena memikirkan biaya sekolahku."

Senyum menyembunyikan gusar, kedua tangan Taehyung saling bertautan satu sama lain hanya untuk menyingkirkan kegugupan dalam setiap jengkal hatinya. Dia ingin mengadu akan tetapi logika menahannya, apakah dia mampu meminta uang dengan keadaan mereka sekarang ini. Dalam hati kecilnya Taehyung akan mencari pekerjaan dan membuat ibunya sembuh.

Disana juga kedua matanya jatuh pada salah satu obat di atas meja ketika dia meletakkan mangkuk bubur yang telah kosong. Dia melihat isi pil obat itu yang tinggal beberapa butir saja, kemungkinan hanya cukup untuk satu Minggu. Kenyataannya, sebotol obat memiliki harga yang terbilang tak murah.

"Eomma obatmu habis nanti aku belikan ya." Taehyung mengambil botol itu dia memperhatikan obat itu dengan seksama agar bisa masuk dalam ingatannya. Dia ingin menghafalnya agar tidak salah jika membelinya. "Jangan... Aku tidak apa-apa. Kau tidak bisa merepotkan dirimu hanya untuk ibu." Berharap jika putra kesayangannya ini mau mendengarnya meskipun dia tahu bahwa Taehyung tak suka jika dibantah.

"Kenyataannya aku bisa, eomma jangan kahwatir aku masih punya uang tabungan. Aku ingin eomma selalu baik saja."

Ibunya tidak punya alasan untuk menimpali keputusan anaknya. Bagaimana pun dia melihat Taehyung sudah bisa berfikir dewasa di usianya. Dia juga bangga dalam hati kecilnya menahan tangis, karena dia terharu dengan anaknya yang tak egois. "Baiklah, terimakasih sayang." Merentangkan kedua tangannya serta memeluknya sangat erat. Memejamkan mata sebentar saat merasakan anaknya yang manja.

Taehyung ingin berbenah membersihkan mangkuk yang sudah habis isinya akan tetapi suara bel pintu sukses membuyarkan konsentrasinya. Mau tidak mau dia melangkah turun untuk memastikan siapa yang datang. Dia mendengar bagaimana bel itu terus berbunyi hingga kedua telinganya sakit. "Buka pintunya!"

Suara itu...

Suara seseorang membuat Taehyung membulatkan matanya, dia mendengar sang ayah yang berteriak dari luar sana. Bel itu juga di tekan dengan cepat, dia merasa kakinya membeku dengan otak blank dari segala pemikiran. Tak ayal jika dia harus takut sekarang lantaran sang ibu masih bersama nya. "Taehyung kenapa kau nak? Kenapa kau ketakutan sekali?" Ibunya datang dengan berjalan gontai, dia juga sedikit terbatuk.

Gawat!

Seseorang mencoba mendobraknya dan itu adalah ayahnya yang kesetanan. Terlalu panik dan takut membuat Taehyung mengambil tongkat bisbol nya. Menghampiri ibunya dan memeluknya melihat bahwa ada pintu belakang yang tak dikunci disana. "Eomma, appa datang kita harus sembunyi." Alangkah terkejutnya sang ibu saat mendengar kedatangan suaminya. Bukan sebuah keberuntungan dan bagaikan bencana yang harus dihindari.

Taehyung dengan cepat memberikan jaket pada ibunya lalu merangkul nya untuk berjalan cepat menuju pintu. Dia juga mematikan lampu dan seluruh listrik dalam rumah dia melihat bagaimana engsel pintu itu rusak setelah di tendang kuat. Membuat putra dari keluarga Kim itu menarik nafasnya tegang. "Kenapa appa mengerikan?!"

Memuakkan memang saat Taehyung mempunyai ayah penjahat. Dia menghubungi seseorang akan tetapi nomor ponselnya tak aktif membuatnya merutuk sial. "Taehyung eomma sangat takut." Ibunya mengadu, meski mereka sukses keluar dari rumah lewat pintu belakang akan tetapi perasaan keduanya tak tenang apalagi suara pria itu berteriak dengan keras saat memasuki rumah.

Taehyung menoleh ke belakang dia bisa melihat bayangan sang ayah seperti mencari mereka. Benar saja... Tak sengaja pria itu melihat dua orang berjalan cepat dan membuat dia berteriak murka.

"MAU KEMANA KALIAN HAH?!!"

Sial! Taehyung merutuk ayahnya yang laknat. Dia membantu ibunya untuk lari meski dia bisa melawan dengan senjata tongkat di tangannya, tetapi pada kenyataannya wanita yang dia sayangi menjadi dominasinya untuk tidak melakukan kekerasan meskipun pada ayahnya yang jahat. Taehyung terus berjalan menjauh dan melewati satu belokan jalan menuju ke ruang lingkup lebih ramai. Berharap bahwa ada bantuan disana, walaupun....

"Kalian tidak bisa lari dariku!"

"Eomma!"

Bugh!

Pria itu baru saja menghajar putranya hingga jatuh ke atas aspal. Putranya menjadi tameng ibunya saat pria gila yang merupakan ayahnya itu berusaha untuk menyakiti wanita itu. Taehyung melihat bagaimana ibunya menangis dan berteriak memanggil namanya dia merasa bahwa jika dia terlambat maka ibunya akan, mati...

Taehyung bukan sang pewaris tapi kenapa hidupnya rumit seperti dia adalah seseorang yang besar untuk sebuah kekayaan. "Aku akan membunuhmu karena kau sudah kurang ajar denganku sialan!" Dia ingin menghajar anaknya akan tetapi Taehyung lebih cepat dengan mendorong ayahnya hingga terjungkal. "Brengsek!"

Cukup kesusahan untuk bangun karena posisinya yang tidak menguntungkan.

"Taehyung kau lari lah dia mengincar ibu nak, jangan mengorbankan dirimu untuk ibu."

"Apa yang ibu katakan? Aku tidak mau meninggalkan mu Bu."

Keduanya seperti terpojok pada sebuah dinding, berlari menghindari satu orang gila seperti ayahnya. Taehyung semakin mengeratkan rangkulan pada pundak ibunya. "Aku tidak akan meninggalkan mu eomma." Taehyung menatap tajam ayahnya dia akan menantangnya jika itu dibutuhkan.

Sang ayah sudah sangat murka dia bahkan mengambil sebuah balok di tepi jalan, Taehyung melihat itu dengan cekatan tubuhnya mendorong ibunya menjauhkan jaraknya. Dia menahan gerakan ayahnya dengan tongkat bisbol yang dia bawa. "Sadarlah ayah! Aku tidak ingin menghajar mu!" Taehyung akui dia masih sayang ayahnya akan tetapi dia juga terjepit ditambah sang ibu menangis dan meraung meminta tolong. Taehyung memiliki tubuh lebih kecil dibandingkan ayahnya dia berusaha untuk tidak melibatkan ibunya dalam pergulatan ini. Meminta pada ibunya untuk pergi, "bagaimana aku bisa meninggalkanmu, lepaskan Taehyung!"

"Pergi kau jalang!" Ibunya jatuh saat suaminya mendorongnya dengan sikut. Melihat hal itu membuat putranya semakin murka dan melayangkan hantaman kuat hingga mengenai kening sang ayah hingga bocor kepalanya. Darah mengucur begitu deras pria itu berteriak kencang dan sempat jatuh saking sakitnya. Ibunya hanya bisa membeku sebentar setelah melihat suaminya terluka, langkah kakinya bergerak dibantu sang anak.

"Taehyung ayahmu..." Dia juga menangis melihat hal itu, dia juga tak tega karena demi apapun dia adalah pria yang dia cintai. Taehyung merasa ini sebuah kesempatan dia menarik ibunya untuk segera ikut pergi bersamanya, mematikan rasa peduli untuk penjahat seperti dia memang pantas. Apalagi beberapa orang sudah keluar untuk melihat apa yang terjadi dan pada kenyataannya. Secara tak sengaja Taehyung menjadi durhaka. Tapi disisi lain rasa sayang pada ibunya membuat dia bertindak demikian.

Keduanya berlari bagaikan penjahat, tidak. Kebanyakan orang yang mengira akan salah kaprah penjahat itulah yang berulah dan justru berteriak guna menyembunyikan tabiatnya. Di sisi lain ibunya sendiri pun yang meminta Taehyung untuk tidak membawanya dan pergi untuk lari secepatnya. Dia tahu pria macam apa seperti ayahnya itu.

Meskipun dia terpaksa menjadi penjahat sekalipun. "Eomma kau baik?" melihat wajah ibunya begitu kelelahan, Taehyung mendecih marah. Ibunya memanggil seraya tersenyum dia melihat anaknya dengan bangga seraya menenangkan putranya. Dia tahu bahwa di balik wajah marah anaknya ada benak kekhawatiran yang besar, jujur mereka juga takut dengan yang namanya hukum negara.

"Tuhan maafkan aku, jika berdosa aku melakukannya karena ini untuk keselamatan ibuku."

Seseorang datang disana, ya dia lari dengan cepat saat mendengar pesan dari adiknya yang meminta bantuan. Peluh keringat tak ia pedulikan, kenyataannya Seokjin langsung tanggap hingga memanggil taksi yang dia pesan.

"Hyung ayo pergi, appa ada di belakang kita." Seokjin melihat orang itu berjalan dengan lambat dan ada darah di keningnya. Si gila Kim brengsek! Jika saja dia tak ingat Tuhan dan dosa dia sudah membunuh pria itu dengan kejamnya.

Begitu tanggap hingga dua orang itu masuk sudah dalam mobil tersebut. Menyuruh sang supir untuk segera menginjak gas.

Bolehkah Seokjin meminta pada Tuhan agar orang itu binasa?

,

Jungkook tak bisa berbicara dengan jelas bahkan bibirnya menjadi gagap saat dia menerima sebuah hadiah. Itu dari Yoongi yang notabene masih menganggap dirinya itu adalah Jimin. Meski Jungkook merasa sedikit kecewa pada akhirnya dia menerima jua untuk membuat senyum itu terulas. Musim bulan oktober sangat cantik, karena ini adalah musim dimana keduanya melihat daun yang gugur.

"Jimin apakah kau ingat saat aku mencoba untuk membuatkan mu rumah pohon?" Mereka berdua duduk di atas sebuah batu dimana di depan sana ada sebuah pohon yang gundul namun tetap cantik. Jungkook tak bohong dengan pengalamannya ini, jika biasanya dia akan membantu mama atau berjualan kue di tengah musim gugur saat ini dia berbincang dengan kakaknya walau bukan sebagai Jungkook.

"Yoongi hyung, minumlah obatmu nanti eomma marah." Jungkook menggigil dingin, dia mengakui bahwa ketahanan tubuhnya sedang buruk. Bagaimana tidak dia merasa jika panas suhu di tubuhnya serasa naik. Dia memperhatikan sekitar dan tidak ada penjual minuman hangat, yang ada hanyalah penjual apel.

Wanita tua yang mengais rejeki, Jungkook memperhatikannya dan mengulas senyum manis ketika wanita paruh baya itu melambaikan tangannya ramah. Yoongi tak menyadari apa yang terjadi, ketika menoleh ke samping dia hanya melihat punggung Jungkook pergi ke lapak apel disana. Yoongi yang penasaran langsung melangkahkan kakinya mendekat ke arah Jungkook menyusulnya.

"Saeng kenapa kau meninggalkanku, kau kejam sekali."

"Eh..  Hyung seharusnya kau menunggu aku hanya sebentar kok."

Jungkook tak akan menyangka jika selama ini Yoongi akan mengikutinya setelah beberapa kali dia mendapatkan perlakuan buruk kakaknya yang apatis. Kenyataannya, dia melihat bahwa Yoongi sekarang jauh lebih perhatian dengan segala pandangan palsu yang mempermainkan ini. Sejujurnya dia sendiri tak ingin melakukan semua kepalsuan ini akan tetap kenyataannya adalah Yoongi selalu melihat bahwa dia Jimin. Terlalu menyedihkan memang hingga dia tanpa sadar menggigit bibir bawahnya.

Yoongi tak mengindahkan ucapannya dia bahkan melihat sekitar seperti memastikan ada tidaknya bahaya. "Saeng apakah kau-" Yoongi menghentikan ucapannya dia bahkan menatap kosong ke depan. Melihat dia yang sedang membeli apel dan memasukkannya dalam kantong plastik.

"Bi, aku beli satu kilo ya. Oh iya ambil saja kembaliannya..." Jungkook melihat ada papan harga disana dia sengaja memberikan kelebihan untuk harganya, memberikan kebaikan pada orang sangatlah menyenangkan. Betapa senangnya pedagang itu hingga menyelipkan beberapa apel lagi lantaran dia juga merasa bahwa tidak enak jika mendapatkan uang sesuai barang yang dia jual.

Kedua orang itu berinteraksi dan seseorang kini memperhatikan dalam diam tentunya. "Yoongi hyung, ayo kita pulang aku sudah membeli apel." Jungkook baru saja hendak merangkul kakaknya akan tetapi dengan keras namja sipit itu menepisnya. Tak mengizinkan tangan Jungkook menyentuhnya, tatapan ketidakpercayaan nampak pada diri Jungkook.

Mengapa?

"A-ada apa hyung, kenapa ka-kau..."

"Kau bukan Jimin, kau bukan adikku!" tunjuk Yoongi dengan tatapan elangnya. Bagaimana tidak tatapan nyalang darinya begitu mengintimidasi Jungkook hingga tanpa sadar langkah kakinya mundur beberapa langkah. "Ini aku adikku, aku-" takut, tentu saja. "Jimin tidak suka apel, dia alergi apel! Kau, Jeon Jungkook kenapa kau masih di hadapanku pergi sialan! Bajingan kau!"

Bruk!

Jatuh ambruk ke belakang menjatuhkan kantong plastik itu hingga apel di dalamnya berceceran. Bukan hanya itu saja pedagang paruh baya itu juga mendekat ke arah Jungkook membantunya berdiri. "Nak kau tak apa?" Dia melihat bagaimana kejamnya pemuda itu menjatuhkan anak muda yang kini meringsut sakit.

"Aku tak apa Bi, terimakasih..." Jungkook tersenyum tipis dia menatap kakaknya dengan sedih. Disana Yoongi menggelengkan kepalanya menolak saat Jungkook mencoba untuk mendekatinya. "JANGAN DEKATI AKU ANAK PUNGUT! KAU BUKAN ADIKKU!"

Pergi begitu saja dia berlari hingga beberapa meter jauhnya, sayang sekali karena kaki namja muda di belakangnya terkilir hingga dia jatuh ambruk lagi. Rasa sakit itu kian terasa saat dia memaksakan kedua kakinya.

"Yoongi hyung jangan tinggalkan aku.." di tengah perjalanannya dia tertatih memanggil kakaknya dengan suara seraknya. Suaranya seakan habis akan tetapi dia tidak putus asa.

Ketika kaki itu melangkah, ada gerakan cepat dari arah barat. Namja muda itu tak peka karena fokusnya untuk mengejarnya. Jungkook bahkan mendengar suara klakson dan decitan mobil.

"Ju-Jungkook?"

Apa kalian percaya jika...

Kecelakaan itu ada, dan...

,..........

TBC...

Hai semua apa kabar kalian, semoga sehat selalu. Dan selamat idul adha 1441 H. Tetap jaga kesehatan dan semoga pandemi ini diangkat agar Indonesia kembali sehat.

Oh iya maaf jika ceritanya menjadi alur sedikit cepat lantaran tak ingin membuat kalian bosan dengan konsonan panjang ku hehehe...

Bahagia selalu untuk kalian semua....

Gomawo and saranghae

#ell

31/07/2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro