Part 57 : 2! 3! (Still Wishing For More Good Days
"Tidak ada yang mustahil di dunia ini, ketika dunia memberikan mu ijin untuk melakukan hal tak mungkin. Lakukan saja, karena masih ada harapan sesuatu yang baik terjadi pada esoknya. Kau tak sendiri...."
(Author ***** POV)
Dunia kelam menapaki Yoongi, menatap langit di atas sana dengan mustahil. Sudah tiga hari dia melewati masa dimana kebimbangan terjadi, memang... Sekarang pun masih. Dalam ruangan gelap tanpa cahaya lampu. Demi apapun, semua itu tak berguna baginya.
Tak memberi jawaban kala dia di balik jendela kamarnya sepi. Seseorang penutup membuktikan anti sosialnya meski itu dengan keluarganya sekalipun.
PRAAANGGGG!!
Vas bunga pecah...
Sudah biasa, benda yang menjadi sasaran Yoongi untuk menghancurkan bayangan masa lalunya suram. Entah itu kenangan dengan ibu, ayah atau pun Jimin. Dia memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan bodoh miliknya. Jungkook sudah berhasil membuat dia bekerja selama tiga hari dengan otaknya lelah. "Sial..." Tubuh berbaring malas dengan mata ke atas langit kamar.
Dalam tiga hari pula Yoongi meminum anti depresan dibelinya dalam diam. Ibu dan anak angkat itu masih dalam satu rumah ini, akan tetapi tak sekalipun untuk Yoongi menyapa keduanya. Tak sekalipun...
"Yoongi, buka pintu mu. Ini ibu, aku ingin bicara padamu." Wanita cantik itu mengetuk dengan mendengarkan suara dari dalam sana berharap jika putra sulungnya akan menjawabnya. "Yoongi... Apakah kau tidak ingin keluar, ayo kita makan bersama. Jungkook sudah membuat makanan untuk kita semua." Meminta pada anaknya untuk segera keluar, cara lembut juga harapan besar agar dia luluh.
"....."
PRAAAANGGGG!!!
Percuma, penolakan kasar dari Yoongi membuktikan bahwa dia tak ingin diganggu.
"Yoongi..." Ibunya bergumam, dia hanya mendengar suara benda yang dibanting hingga pecah. Seperti sebuah kaca yang sengaja Yoongi lakukan untuk melampiaskan hasratnya. Ibu mana yang tega mendengar kan keadaan anaknya belum pasti, Shi Hye merasa bahwa Yoongi marah dengan suatu hal dan dia juga tidak tahu apa itu.
Jungkook sejak dari tadi menunggu ibunya di dekat tangga, dia mendengar suara keras itu seperti sebuah peraduan bagi kakaknya. Apakah dia melakukan kesalahan kemarin dengan mengajukan pertanyaan sejauh itu. "Eomma..." Lirih terucap kedua mata Jungkook nama sendu menatap ibunya.
Begitu peka sang ibu hingga dia mengulas senyum seakan mengatakan 'tidak apa-apa.' dia lantas memeluk tubuh Jungkook yang berdiri bagaikan patung. Wajah bingung dan rasa bersalah itu hendak merasuki Jungkook, lalu sang ibu tak ingin kesedihan masuk ke dalam raga si bungsu.
"Ini bukan kesalahan mu, kau berhak menanyakan kejelasan statusmu pada Yoongi, kau adiknya. Jadi jangan merasa bersalah hanya karena kau lancang." Mengusap dengan lembut juga sayang, sang ibu mencium puncak kepala anaknya dan mengatakan hal-hal yang membuat pemuda itu tenang. Siluet senyum tipis nampak di wajah pemuda kelinci itu, hingga ungkapan terimakasih begitu tulus dari dalam hatinya.
"Apakah Yoongi hyung baik saja? Aku ingin tahu." Dia menatap harap pada ibu, dimana letak kesehatan sang kakak karena tiga hari juga Yoongi mencoba menghindari Jungkook. Hingga namja muda ini tak bisa masuk sekolah hanya karena rasa bersalah hinggap di hatinya.
"Aku sudah memanggil dokter Jung, dia akan datang ketika jadwalnya selesai. Eomma takut jika Yoongi kambuh dan membuat dia semakin sakit."
"Tak seharusnya aku mengatakan itu eomma." Ucapnya penuh sesal, dia tak tahu bahwa sembarang nya itu membawa dampak buruk. Hingga masuk dalam keadaan psikis kakaknya.
"Hei, nak... Jangan menyalahkan diri sendiri. Ini memang kebiasaan Yoongi yang berfikir dengan keras tanpa mau melihat sekitar. Dia memang keras kepala, dan kau sudah benar menunjukkan padanya mana yang salah dan mana yang benar." Ibunya merasa bangga pada Jungkook dia juga berkata jujur akan hal itu.
"Terimakasih eomma, aku beruntung menjadi putra angkat mu." Jatuh memeluk ibunya, Jungkook selalu mensyukuri semua hal dan ini didapatnya. Sebuah anugerah seorang ibu menyayanginya, berhasil mendapatkan dirinya secara penuh.
"Kita akan membuat Yoongi lebih baik, kau akan menjadi penolongnya. Lupakan soal kau ingin menjadi Jimin agar kakakmu sembuh, tapi jadilah dirimu apa adanya. Buat Yoongi menyukai kebiasaan mu juga menerimamu. Jika gagal tak apa, masih ada hari esok dan seterusnya untuk mencoba."
Mencium kening sang anak kasih sayang, seperti inilah yang seharusnya Jungkook dapatkan sejak kecil. Bukan menjadi bayi yang dibuang dengan keranjang ditinggalkan. Bukan bayi yang berjuang menangis di tengah badai meminta tolong dan kehangatan. Bukan bayi yang dulunya tak diinginkan orang tuanya hanya karena dia beban. Sekarang dia mendapatkan apa yang dijanjika Tuhan untuknya, seorang ibu hebat mengayomi dirinya.
Dia berjanji untuk tidak mengecewakan ibunya dan mengakhiri sikap Yoongi yang begitu buruk. Dengan menatap sendu pintu kamar kakaknya, pintu ia masuki hanya beberapa kali saja jika itu penting. Di sana seseorang sedang menangis dengan memiringkan posisi tidurnya.
Menatap album foto lama dalam memori bukunya. Mencoba menuntaskan rasa rindu dengan melihat wajah ceria nya dengan sang adik. Yoongi benci malaikat kematian, dia sudah merenggut adiknya dari kehidupan.
Apatis...
PRAAAANGGGGG!!
Dibanting nya buku album itu hingga mengenai foto lainnya. Jatuh tertimpa dengan kaca yang retak, sudah bukan kamar terbaiknya jika dilihat. Kapal pecah berserakan dan membuatnya nampak seperti penjara untuk korban sakit jiwa.
Mengerikan...
Yoongi menjatuhkan segala kewarasannya kali ini hingga self injured menyerang dirinya. Memaksa otak namja itu untuk melakukan hal di luar kesadaran. Secara perlahan dia menggoreskan benda tajam sebuah silet kecil di tangannya, yang dia simpan di balik bantal tempat tidurnya. Yoongi merasa perih hingga bibirnya melengkung meringis saat goresan bukan cinta mengenai kulitnya. Darah berwarna merah kental itu tentu saja menetes di atas kasur putih bersihnya, dia melampiaskan rasa sakit dan kecewanya pada kulitnya sendiri.
Keputusan bodoh bagi beberapa orang yang belum merasakan beban dia alami. Sayang sekali bahwa Yoongi hanya kurang semangat dalam hidupnya dan menjatuhkan segalanya pada logika.
Dibiarkan begitu saja luka itu hingga angin meniupnya perih. Menatap kosong pada dinding disampingnya, dia beruntung karena belum mati akibat kegilaannya.
Belum...
,
Jungkook menjatuhkan dirinya pada sebuah bantal, wajah sendunya masih ada luka. Dia terombang-ambing akan masa lalu dirinya di jenjang sekolah. Saat itu semua orang meremehkan nya hanya karena dia tidak punya orang tua. Banyak orang memanfaatkan dirinya yang terkesan terlalu baik dan mudah di remehkan. Dia yang dulu adalah orang yang kurang beruntung jika di lingkungan sekolah.
"Aku tahu kau adalah orang itu, orang yang menyelematkan ku ketika aku hampir putus asa. Kau masih mengenalku?"
Tes...
Tes...
Jatuh membasahi kain di bawahnya, ingatan Jungkook melambung mundur saat dia mengingat tubuhnya yang melayang lemah.
(Flashback *** ON)
"Aku bodoh...." Namja itu menatap ke bawah jembatan di mana kedua kakinya berpijak pada salah satu pinggur nya. Dia melihat angin menggerakkan air sungai itu. Berfikir jika mati akan lebih mudah jika dia tenggelam.
"Hikksss... Hikksss... Tuhan, ijinkan aku menemui eomma dan appa." Kacamatanya basah akan air matanya, dia menangis hingga kelopaknya sembab. Bekas pukulan juga ada dengan seragam nya yang lusuh. Apakah akan menjadi akhir dari hidupnya padahal dia masih muda dengan usia empat belas tahun. Dia frustasi dengan segala tindak tanduk mereka, bahkan seakan dia lupa bahwa masih ada yang menyayanginya.
Dia berdiri dengan seimbang, kedua tangannya direntangkan dengan lebar. Dia memejamkan matanya untuk merasakan semilir angin mengenai tubuhnya. Hembusan sedikit kencang dengan aroma air sungai, ya... Dia akan mati dengan segala kenangan dalam hidupnya. Bohong... Jika Jungkook tak punya masalah, bohong.... Jika Jungkook itu kuat melawan pembullyan.
Ketika kedua kelopaknya memejam dia melihat bagaimana tawa dan senyum serta ramainya anak-anak panti menyambutnya. Mengajak bermain dia dan memberikan sapaan hangat yang membuat batinnya bahagia. Awalnya dia meragu akan hal itu hingga kedua jemari tangannya bergerak bimbang. Memutuskan hidup bukan haknya akan tetapi dalam dirinya muncul ingatan pahit.
Dipukul, ditendang, di dorong, di cemooh, dan dianggap anak sial karena orang tuanya sudah membuangnya. Begitu banyak perbuatan yang dia dapatkan hingga beberapa barang miliknya sudah rusak. Ya, golongan anak kaya sudah menyakiti dirinya secara fisik dan mental. Lalu... Untuk apa Jungkook hidup jika pada akhirnya, dia selalu tersakiti. Kemelut dalam otaknya membabi buta jiwanya.
"Selamat tinggal...."
Jungkook menarik nafasnya, dia melangkah kan kakinya untuk siap jatuh. Merasa bahwa gaya gravitasi menariknya turun tapi...
"Hei kau, aku akan menarik mu!" Merasa ada tangan yang menggenggam erat duitnya. Rasa sakit lengannya dan tubuh melayang turun. Kedua matanya dia buka dan melihat dia jauh jangkauan dari air. Kepalanya mendongak ke atas dan melihat seseorang tengah berteriak padanya untuk bertahan. "Lepaskan aku..." Pinta Jungkook lirih dengan tatapan memohon. Dia melihat dia dengan keinginan yang besar untuk mati.
Seseorang yang menggenggam tangannya itu menarik alisnya kesal dan mencibir dengan kata pedas. Untuk pertama kalinya dia mendapatkan ujaran pedas dari namja yang begitu keras untuk menolongnya.
"Kau pikir dengan kau bunuh diri hidupmu akan tenang. Kau bodoh!" Dia memaki, akan tetapi makiannya menunjukkan hal benar. "Lepaskan aku, biarkan aku mati. Lepaskan aku tidak ingin hidup hiksss..." Jungkook menyerah dia berteriak dengan keras agar dia dibiarkan mati. Memohon pada pria yang memegang tangannya untuk melepaskan pegangannya.
Seseorang itu hanya bisa berdecih dengan wajah dinginnya dia melihat bahwa dia menghadapi orang putus asa dan bodoh. "Jika aku melepaskan mu aku akan jadi pembunuh karena aku berniat menolong mu. Kau bodoh jika memilih mati, kau pikir hidupmu akan lebih baik. Apakah kau akan masuk surga? Memangnya Tuhan mau menerima orang bodoh sepertimu."
Benar....
"Biarkan aku mati, aku benci dengan mereka aku tidak ingin hidup. Lepaskan aku, aku tidak mau dipukuli!"
"......"
"Mereka akan terus membully ku dan aku tidak ingin mati di tangan mereka. Aku benci dengan tawa jahat mereka aku tidak ingin merasa sakit akibat pukulan mereka menendang ku seperti sampah. Tolong lepaskan aku!"
"Kau orang terbodoh yang pernah aku temui. Apakah kau sadar bahwa malaikat maut akan menangis melihatmu! Yaaakkk... Kalau mau mati kenapa harus melompat jembatan. Kenapa tidak menegak racun atau menembakkan kepalamu. Jadi kalau ada yang menolong kau sudah mampus!"
"Kau tidak tahu perasaanku hikksss... Kau tidak tahu bagaimana keadaanku, lepaskan aku! Biarkan aku mati!"
"Apa kau tidak punya keluarga! Pikirkan mereka, apakah kau tidak kasihan dengan keluargamu! Dimana otakmu. Kalau kau mati yang ada orang jahat akan menang dan menginjak bangga makam mu. Bukannya mereka menyesal, jangan lemah kau akan semakin ditindas walau kau mati akibat kebodohan mu itu."
Jungkook tertegun
Dia mengatakan hal benar meski penyampaiannya sangat buruk. Jika dilihat dia kasar akan tetapi memiliki naluri hati dan simpati yang besar. Jungkook tertegun sebentar dengan ucapannya. Dia menyadari akan kebodohan besarnya.
Kenapa... Kenapa dia bisa senaif dan berpikir pendek seperti ini? Merasa bahwa dia tidak pandai bersyukur.
"Eratkan pegangan mu aku akan menarik mu. Jangan membantah atau memberontak." Dia meminta ketenangan pada namja muda itu, dia menguat kan kedua tangannya dan melakukan upaya penarikan dengan dua kaki menahan. Tenaga yang dipaksa hingga melebihi ukuran tubuhnya, meski pendek dia cukup bertenaga.
"Aku-aku takut..." Jungkook melihat kebawah disana, dia menyadari bahwa kakinya melayang diatasnya seperti mengudara. Kedua matanya menatap takut dengan manik mata mohon untuk diselamatkan. Beruntung si penolong mengangguk pelan dan mengatakan sesuatu yang berguna. "Tutup matamu, jangan melihat kebawah..."
Tuhan membawa kabar, dia... Seseorang sempat merasakan penderitaan dan sakit hati ketika manusia lain mencoba menghancurkannya dengan sengaja atau tidak. Jungkook menemukan sosok malaikat penyelamatnya, membawa peluang kehidupan dengan pandangan baru. Dia menemukan sesuatu yang telah hilang, dan itu adalah kepercayaan seseorang padanya. Sama seperti....
Myungsoo kakaknya...
Jungkook mengangguk dan menangis dia pasrah dan tak lagi melakukan kebodohan. Sesuatu nampak dengan jelas bagaimana Tuhan begitu menyayanginya dan saat keyakinan dalam kebodohannya itu muncul dia mendapatkan seseorang baik hati menolong dirinya.
Teriakan dari keduanya membuktikan bahwa sama-sama memiliki tenaga untuk bisa menyelamatkan salah seorang. Pada akhirnya dia berhasil membawa Jungkook untuk naik ke atas. Dengan tubuh keduanya yang bertubrukan dan bisa berganti posisi berbaring. Jungkook menatap langit buram dengan nafas terengah juga sakit di punggung akibat benturan.
Juga...
Seseorang yang sudah membuka logikanya mengenai kematian. Saat keduanya kelelahan tanpa sadar Jungkook melihat seragam dengan name tag yang dipakai namja itu, dia sedang menutup kedua matanya dengan lengan sembari mengatur nafas lelah. Rambut hitam berantakan serta kulit putih seperti kapur. Dia sipit dan terkesan galak namun peduli. Ketika dia melihat nama pada tanda pengenal itu, Jungkook mengulas senyumnya...
Melirik dan melihatnya dari samping sekali lagi....
Senyum penuh dan ucapan terima kasih yang disinggung kan olehnya. Nama penyelamat dirinya akan selalu diingat olehnya...
Min Yoongi...
Dia akan berbalas Budi lain kali, itu janji Jungkook untuk seumur hidupnya.
(Flashback ***** OFF)
"Apakah kau lupa siapa aku hyung, alasanku begitu kuat untuk membantumu, berharap kau kakak yang aku idamkan selama ini karena aku tahu kau orang baik sejak saat itu. Kau... Orang pertama yang memberiku harapan untuk bertahan dari gangguan bully." Jungkook menangis disana, dia menyaksikan lagu perubahan Yoongi apalagi padanya. Saat tahu bahwa dia adalah adiknya, jujur... Yoongi kakaknya bukanlah seseorang seperti saat dia bertemu untuk pertama kalinya.
"Jimin hyung, maafkan aku... Aku selalu ingin menjadi adik dari kakakmu. Aku masih berjanji padamu..." Memandang sedih foto terpajang disana, mendiang Jimin adalah semangatnya.
Dia tersenyum dengan pilu, memejamkan matanya sebentar untuk tidur sejenak. Dia ingin ketenangan dan berusaha untuk mendapatkan perhatian dan juga cinta...
Tentu saja dari kakaknya....
,
Seokjin menjatuhkan kedua kakinya diatas dua makam dekat dengan pohon besar. Makam kedua orang tuanya yang dia sayangi dan cintai. Tubuh dengan bahu lebarnya itu ambruk seketika dengan tangis pecah. Ternyata... Ada seseorang dengan kehidupan lebih miris dan berat. Seokjin tak akan menyangka bahwa seseorang yang merupakan adik dari ibunya tega melakukan hal sebejat itu pada seseorang.
"Jin hyung, kau tak apa...." Taehyung datang dari arah belakang dia memeluk tubuh kakaknya. Menjatuhkan dahinya di punggungnya, dia merasa bahwa ceritanya terlalu cepat akan tetapi tak tahan dengan sang ayah yang keterlaluan dengan ibunya. Apalagi ibunya sampai mengalami infeksi pada rahimnya. "Kenapa kau hanya diam Tae, kenapa kemarin kau diam tidak bercerita. Aku akan membunuh paman karena dia sudah jahat." Hal yang sama saat Taehyung pernah mengancam ayahnya ketika dia marah.
Taehyung sependapat akan tetapi Arkana dalam hatinya menunjukkan bagaimana kemarahan diri seseorang tercipta. Taehyung menangis memanggil kakaknya, dia seperti kehabisan sebuah harapan saat tahu ibunya begitu menderita sementara dia tidak tahu apapun.
"Dimana paman, aku akan membunuhnya! Taehyung kau tak apa jika aku membunuh ayahmu, dia adalah penjahat!" katakanlah jika Seokjin kehilangan kewarasannya, duka dengan keretakan keluarga adik sepupunya adalah sesuatu yang tak pernah dia inginkan. "Aku tahu kau marah akan tetapi kenyataannya ayahku benar-benar...."
Merintih dengan lirih isakan kuat dengan butiran air mata jatuh di belakang punggungnya. "Tapi aku tidak mau mengorbankan kakak sepupuku. Kumohon jangan hadapi dia. Aku sudah melaporkan hal ini pada polisi tapi ayah dia pintar melarikan diri." Taehyung sembab dia juga kurus dalam waktu tiga hari, berat badannya turun drastis karena memikirkan masalah ini.
Kakak mana yang tega melihat kepedihan adiknya, mengusap air mata adiknya dengan lembut menahan agar tubuh kemarin kuat itu agar tidak rapuh. "Aku akan membuat ayahmu menyesal. Taehyung apakah kau akan baik-baik saja jika ayahmu dihukum negara?" Jungkook bertanya sekali lagi, dia tahu bahwa Taehyung dekat dan sayang dengan ayahnya. Dia memberikan semangat pada adik sepupunya dengan menyatukan kedua kening mereka.
"Hyung, aku tidak ingin eomma pergi." Guratan wajah Taehyung penuh permohonan berharap jika Tuhan mendengarnya. Seokjin mengangguk dan memeluk saudaranya itu menepuk pundak itu agar adik nya semangat. "Yakinlah jika ibumu akan selamat, percayalah beliau akan bertahan. Kau putranya kau adalah semangatnya, percayalah kau kuat. Jika kau butuh seseorang datang padaku. Aku kakakmu aku akan membantumu, aku tidak akan membiarkan adikku hancur. Jika ayahmu mengancam aku akan menghadapi nya. Aku tidak peduli jika dia adalah pamanku." Dia menepuk pundak adiknya dan menatap dengan semangat.
Keduanya kini menatap dua makam orang tercinta dengan kesedihan. Mendoakan mereka dan meminta agar Tuhan melapangkan roh mereka dan membiarkan semesta menerima mereka bahagia.
Taehyung tak tahu harus apa jika dia tak punya saudara. Mungkin bunuh diri adalah salah satu jawaban untuk menyelesaikan masalah Taehyung yang kian membengkak.
Taehyung cemberut sedih dia tidak bisa memutuskan hal apa yang dia lakukan sekarang, menundukkan wajah adalah cerminan kesedihan nya. "Kau mau makan?" Mendengar bunyi perut adiknya keroncongan membuat Seokjin langsung peka. Ada perut yang lapar disana dan dia melihat adiknya tersenyum malu. Memerah bagai tomat di pipinya, dia punya harga diri lebih tinggi ketimbang lambungnya.
"Hei, jangan lupa makananmu. Kau bisa saja sakit karena teledor mu. Saat ibumu sadar kau harus baik-baik saja dan sehat. Jika dia tahu kau sakit beliau akan sedih." Taehyung tipikal orang ngeyel tapi, pada akhirnya dia menurut. Sadar jika seseorang di depannya lebih peduli ketimbang ayahnya membuat Taehyung sadar bahwa.... Manusia paling bego yang dia anggap adalah ayahnya yang sudah tak waras.
"Apa kau mau bertemu Jungkook, kau sudah lama tidak bertemu dengannya bukan? Kau bisa menghabiskan waktu supaya Taehyung ini kembali ceria lagi." Tersenyum dan menarik kedua pipi Taehyung gemas, dia mengembalikan senyum sempat hilang itu. Dia bahagia dengan hal kecil seperti ini.
Siapa sangka jika keduanya akur dan akrab sekarang, saling berangkulan dan tersenyum. Bahagia... Salah satu obat untuk menyembuhkan kesedihan dan duka di dalamnya.
Hanya dalam hitungan detik...
1.....
2.....
3.....
Tertawa terpingkal bersama....
,
Yoongi menampik dokter di depannya, tatapannya begitu nyalang dengan senyuman mematikan bagaikan seorang pembunuh. Seperti yang dokter Jung duga bahwa Yoongi sangat kacau dia mengalami depression injection. "Jauhkan tanganmu sialan, aku tidak sakit." Bukan hanya itu saja namja sipit itu juga merokok. Membuat sang ibu menatap tak percaya dan menutup mulutnya, dia tak sanggup mengeluarkan suara untuk sekedar memanggil anaknya.
"Kau merokok?" Jungkook datang dari arah belakang, ya... Dia terbangun saat mendengar suara gaduh dari kamar kakaknya. Dia bisa mencium dengan jelas bau tembakau begitu buruk di hidungnya. Siapa di depannya ini, kenapa sifatnya seperti setan.
"Cih, apa urusanmu. Kau bukan saudaraku, terserah padaku jika aku merokok. Kalian mengganggu." Yoongi berdiri dia ingin keluar dari rasa sumpek orang-orang yang menatap heran ke arahnya. Bahkan dia membuat ibunya berdenyut sakit akan sikap kurang ajarnya. "Kau membuat ibu kecewa Min Yoongi, kenapa kau merokok. Mau jadi apa kau huh!" Dia menampar si sulung, tamparan begitu keras hingga menampakkan bekas merah disana, sayangnya Yoongi enggan untuk menoleh dan mengusap pipi itu perlahan sembari meninggalkan mereka. Dia tidak suka berurusan dengan hal menyebalkan seperti ini.
Jungkook melihat hal itu menggigit bibir bawahnya dia mengepalkan kedua tangannya, kenapa kakaknya menjadi brengsek! "MAU KEMANA KAU KAK!" dia membentak begitu keras hingga beberapa orang menoleh ke mereka. Ibunya memanggil anak angkat dengan lirih dan tatapan sendunya. Apakah ini pergulatan Jungkook dimulai sekarang? Yoongi yang begitu apatisme dengan segala kemewahan dia dapatkan.
"Kau..." Tatapan menajam kian menusuk diberikan hanya untuk satu orang. "JANGAN PERGI, AKU AKAN MENGHAJAR MU!"
Jungkook sebenarnya tak ingin, dia tak pernah mau seperti ini. Dia hanya mau kakaknya sadar dan ini sudah keterlaluan. "Kenapa kau seperti ini Yoongi hyung, kenapa kau malah membuat diriku semakin menderita! Kau pikir hanya kau sendiri yang tak waras! Aku juga, juga tak waras menghadapi keegoisan mu!" Ingin sekali dia menghajar kakaknya dengan bogeman keras jika saja ibunya tak melarangnya. Dia sudah maju satu langkah dan bisa saja meloloskan tinjunya.
Yoongi menatap Jungkook dengan anggapan bahwa manusia disana kumpulan orang bodoh mencoba mengusik hidupnya. Dia hanya bisa tersenyum menganggap semua itu candaan termasuk ketulusan adiknya untuk membuat dia menjadi lebih baik. "Kau pikir ini lucu, kenapa kau tertawa! Aku akan menghajar mu dan tak akan membiarkanmu pergi." Dia mencoba melepaskan pegangan sang ibu, membuat gerakan memberontak dengan sekuat tenaga.
"Kau hanya anak angkat, kau bukan adikku. Jangan sok Jeon, apa hak mu lihat siapa dirimu kau bahkan anak haram yang dibuang ibumu!" begitu kejamnya Min Yoongi mengatakan hal itu padanya sampai sang ibu dengan refleks menamparnya. "Keterlaluan kau Yoon! Anak durhaka!" kutukan sang ibu ada itu bisa saja terjadi jika wanita ini mengatakannya bagaikan sebuah doa. Hanya saja rasa sayangnya terlampau besar hingga membuat wanita ini tidak bisa lebih keras. Sang dokter melihat perilaku Yoongi yang menunjukkan sisi lain dalam dirinya yang muncul.
"Matilah Jeon, kau... Membuat kesialan di segala hidupku. Kau asah manusia paling aku benci sampai mati!" Yoongi memaki dengan sesuka hatinya tanpa memikirkan seseorang yang bisa saja sakit hati.
Jungkook dia melihat semua, dia menangis melihat realita di depan matanya.
"Jangan lemah saat mereka mencoba mengganggu mu, kau bisa melawan mereka. Aku lihat kau cerdas dan aku yakin mereka iri karena mereka bodoh."
"Tapi.... Aku tidak punya teman sama sekali meski aku pintar. Aku hanya merasa bahwa dunia membenciku karena aku yatim piatu."
"Tenanglah... Kau masih bisa hidup di dunia ini adalah sebuah anugerah. Anggap saja aku temanmu dan kau... Jangan lakukan hal bodoh untuk mati. Sini... Aku memelukmu agar kau tenang."
Kenyataannya....
"Dasar bodoh, kenapa kau memintaku mati. Bukankah kau dulu memintaku untuk hidup, sialan!" suara sedikit sumbang karena tangisnya, dia menghantam tubuh Yoongi dengan menarik kerah bajunya. Menatap tatapan sang kakak dengan mata menyimpan luka, dia protes dan mencari tahu dimana Yoongi yang dulu.
Jika boleh, Jungkook ingin mundur ke belakang persoalan hidupnya yang begitu buruk dengan seseorang yang sudi menyelamatkan dirinya dari pemikiran sempit. Pada akhirnya seseorang menangis dan itu adalah Jungkook yang membuang seluruh harga dirinya mengenai manusia cengeng rendahan. Tak apa gelar seperti itu dia dapat karena ketidakmampuannya menjadi adik yang baik.
"Hei, aku tidak pernah mengatakan hal itu. Jauhkan tanganmu sialan!"
"Akh!"
Tubuh terkena hantaman di belakang punggungnya, bukan hal mudah saat Jungkook menahan tenaga besar sang kakak yang begitu menguasai amarah itu. Kenyataannya.... Dia juga tak sanggup untuk membogem wajah kakak kesayangannya. Terlalu banyak berfikir membuat hatinya begitu lemah, terlebih ingatan Jungkook saat dia mengetahui pelukan sang kakak terlampau nyaman. Ya... Pertemuan tak terduga dengan garis takdir tak dipercayai.
Seperti Tuhan sudah mengatur skenario luas untuk hambanya.
Yoongi seakan tak segan untuk melampiaskan emosinya. Kekejaman tangannya untuk menjamah leher Jungkook dalam cekikan kuat hingga ibu dan dokter jiwa disana menyelamatkan Jungkook melepaskan pergulatan tingkah Yoongi yang keterlaluan.
"MATI KAU, AKU AKAN MEMBUNUHMU! KAU BUKAN ADIKKU JIMIN, MATI KAU! MATI!"
Kedua mata itu buram karena air mata, Jeon Jungkook menangis menahan sesak dan sakit di lehernya saat sang kakak Min Yoongi bagaikan penjahat mencekiknya. Teriakan sang ibu dengan dokter disana mendominasi pendengaran Jungkook yang juga ikut mendengar permintaan sadis seseorang.
"Yoongi lepaskan nak, apa yang kau lakukan dia adikmu lepaskan dia!" sang ibu memaksakan tenaganya untuk bisa melepaskan tangan itu dari leher putranya. Dia tak bisa menangis dan justru emosi dengan Yoongi yang bukan seperti dirinya. Dokter itu jatuh di saat mencoba melepaskan tangan kiri Yoongi, ya... pemuda sipit itu sengaja menghantamkan tenaganya dan membuat pria tua itu terplanting ke belakang tepat di lantai bawah dengan barang berserakan.
Yoongj meludah membuang rokok di mulutnya dia sudah tak terkendali saat membenturkan kepala belakang Jungkook sembari mencekik lehernya. "Le-lepas akhh, lepaskan aku hyung. Yoongi hyunghh, ak-aku adikmu hhhh..." Memegang kedua tangannya dan berusaha melepaskan diri darinya. Dia melihat tatapan elang kesetanan itu mencoba menghempaskan dirinya dalam rasa tidak puas.
Ibunya juga jatuh kebelakang terjungkal. Sadar atau tidak anak sulungnya seperti seorang iblis.
Kegaduhan terdengar sampai ke bawah saat dua orang datang hendak bertamu. Mereka datang dengan membawa makanan pizza sebagai keramahtamahan keduanya. Ya... Taehyung yang ingin temu kangen dengan sahabatnya serta Seokjin yang ingin bertemu dengan Yoongi si manusia menyebalkan itu.
"Jin hyung, apa yang terjadi. Kenapa gaduh sekali?" Taehyung merasa bahwa dia mendengar seseorang seperti meminta tolong dengan suara seseorang lainnya kesetanan. Seokjin merasa bukan hanya dirinya saja yang salah mendengar. Dia juga merasa bahwa ada tidak beres.
"Tae, cepat kita masuk aku khawatir jika sesuatu buruk terjadi pada mereka." Masuk begitu saja pada pintu tak terkunci. Kedua kakak beradik ini menoleh ke atas saat mendengar ada beberapa orang mencoba menyelamatkan seseorang lainnya, mengambil jalur dengan melangkahkan kakinya cepat. Saat dia menyadari bahwa Jungkook menjadi korban Yoongi baik Seokjin dan Taehyung keduanya langsung mencoba melepaskan pegangan Yoongi yang kuat.
Dua orang seperti mereka memang lebih pantas menyelamatkan karena tenaga mereka cukup besar hingga mampu melepaskan Jungkook dari cekikan Yoongi, namun sayang... Lantaran terlalu kuat tangan mereka tak sengaja membuat Yoongi terdorong ke belakang hingga akhirnya kepala itu membentur dinding kamarnya. Sakit memang, tapi lebih sakit rasa sakit hati Jungkook ketika dihina dirinya.
"Uhukkk... Uhuukkk.... Uhuuukkk."
Taehyung berlari mendekati sahabatnya rasa was-was dalam dirinya kian meluas ketika melihat bibir Jungkook putih pucat. Ada bekas merah di tangan sana, "sialan aku akan menghajarnya!"
Bogeman keras mengenai wajah Yoongi saat Taehyung melakukan nya. Dia tidak peduli jika namja sipit itu akan pingsan lagi, biarkan saja dia kena skandal asalkan sahabatnya itu tidak terluka. Namun nyatanya... Yoongi membuka gerbang neraka untuk dirinya.
Bugh!!
"Sialan!" mengumpat dengan darah keluar dari sudut bibirnya. Yoongi menghantam wajah yang muda hingga Taehyung terjungkal ke belakang sampai tak sengaja sikutnya membentur lantai. "Kau sialan, aku akan membunuh mu!" dengan kuat kaki itu menendang membuat posisi mereka berganti dengan Taehyung diatas tubuh itu dan menghajarnya lagi. Rupanya ada yang sudah kalap.
Seokjin tak ingin pertikaian keduanya berlanjut hingga dia berusaha memisahkan dua orang itu dari pertikaian. "Kalian berdua hentikan jangan bertengkar! Taehyung, Yoongi kalian ini hentikan!" dengan cepat Seokjin menarik kedua wajah itu ke belakang. Dia tidak peduli jika dia mendapat kecaman dari keduanya. Sementara itu baik Taehyung dan Yoongi keduanya tak bisa melihat dengan jelas akibat telapak seseorang begitu menutupi pandangan mereka.
Brukk!
"Jangan ganggu aku hyung!" Taehyung mendorong kakak sepupunya dia tak sadar jika tenaganya telah membuat telapak tangan Seokjin berdarah. Yoongi berhasil bebas saat tubuh Taehyung ambruk lantaran Taehyung sendiri tidak fokus ketika melihat tetesan darah kakaknya yang mengalir.
"Tae!" Jin datang menghampiri adiknya ingin membalas tapi tangan kanannya terluka karena pecahan kaca. Hanya perih yang tersisa dengan meringis melihat sang adik ambruk ke lantai.
Jungkook mendekat ke arah kakaknya yang hendak pergi dan menahan tubuh itu dengan cara merangkul pinggang nya dan meminta untuk tidak pergi. "Lepaskan aku bajingan! Lepaskan aku, aku akan menghajar mu Jeon!" tubuh sang kakak memberontak, dia tak sudi dengan tangan Jungkook menahan pinggangnya. Berusaha menendang ke belakang namun gagal karena namja muda itu bertahan, sang ibu dengan cepat melepaskan kekesalannya dengan menyiram wajah Yoongi dengan air.
Dia ingin menyadarkan Yoongi dari tidak warasnya hingga harus melihat Jungkook menahan sakit akibat tendangan putra sulungnya itu. Taehyung dan Seokjin juga dokter Jung melihat kemurkaan wanita itu dengan jelas. Hingga dia melihat seorang ibu menepuk kedua pundak anaknya dengan menangis jua.
"Sadarlah Yoon, kau ini kenapa!" Ibunya murka dan Yoongi melihat itu semua untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia melihat air mata itu jatuh, melihat sang ibu menangis menahan semua perasaan kecewa juga amarah. Pengorbanan seorang ibu itu tidak membuahkan hasil dan malah melukai banyak pihak. Dia merasa menjadi ibu yang gagal hingga tidak malu untuk menampar dan memberikan ketegasan pada anaknya.
"Eomma..."
"Kau anak keparat hikksss... Anak nakal nakal nakal hikksss... hikksss... Kau mengecewakan ibumu Yoon hikksss... Kau ingin menjadi pembunuh, aku tidak ingin punya anak pembunuh hikksss... Min Yoongi sadarlah kau ini anakku... Anak kesayanganku jangan bodoh hikkksss... AKU TIDAK INGIN ANAK KURANG AJAR SEPERTIMU, SADARLAH YOONGI!"
Brukkk!
Shi Hye menjatuhkan kedua lututnya, kepalanya menunduk sangat menyesal di hadapan sang anak dengan menghalangi pintu keluar. Jungkook juga mengambil nafas banyak karena tenaganya begitu terkuras. Ya... Keringat begitu banyak hanya untuk menahan Yoongi keluar dari ruangan ini. Bukan salahnya... Dia hanya ingin kakaknya tidak melakukan hal bodoh.
Itu menjadi ketakutan mereka...
Saat melihat ibunya menangis dia melihat bahwa ibunya begitu lemah dan rapuh. Ini seperti dia melihat ibunya menangis di pemakaman ayah juga Jimin adiknya. Dia melihat hal sama akan tetapi ini bukan duka melainkan kekecewaan.
Yoongi menatap kosong di depannya tanpa sadar menjatuhkan pantatnya hingga ambruk terduduk. Dia melihat bagaimana wajah ibunya itu kecewa seperti tak ada maaf lagi disana. Ini mengingat kan kenangan buruk nya saat Jimin mengatakan dia membenci segala keegoisan dalam dirinya.
Tes..
Tes...
Sesuatu jatuh di atas lantai, tetesan cairan bening dengan sekian kesedihan tersirat di dalamnya. Seokjin berusaha menenangkan adik sepupunya untuk tidak membuat kegaduhan, lagi. Dia merangkul Taehyung dan membawanya ke pojok untuk memberi nasihat. Dokter Jung menyiapkan suntikan penenang untuk pasiennya. Sementara Jungkook dia duduk disamping kakaknya dan merangkulnya, tatapan Yoongi dalam keadaan kosong dengan nafas lelah.
Jiwanya kembali tenang dengan keadaan jauh dari kata baik.
"Eomma...."
Yoongi menangis dan menjatuhkan pundaknya pada Jungkook. Dia bergumam memanggil sang ibu bagaikan seorang anak kecil yang begitu ketakutan. Dia mengadu lirih hingga tak sadar bahwa dokter Jung memberinya suntikan, dia tak merasa sakit karena terlalu fokus dengan kesedihan yang menjerumuskannya.
"Eomma, jangan pukul aku... Eomma..."
Semua tertegun, Min Yoongi dia...
Sang ibu mengingat bahwa ada trauma, dimana dia hampir saja membunuh anaknya. Dengan hampir memukul anaknya Yoongi dengan gas ketika dia begitu stress dan tertekan dengan....
Rumah tangga yang sempat retak.
"Hikksss.... Yoongi...."
Tangis sang ibu lagi-lagi pecah dan dia memeluk anaknya tapi di tolak. Lantaran Yoongi sendiri menepis dan malah memeluk Jungkook yang dia anggap sebagai Min Jimin, adiknya.
"Jimin hikkss... Tolong aku, eomma dia ingin membunuhku hikkksss... Saeng..."
Sepertinya perasaan Yoongi tidak akan bisa berubah. Membuat dia... Menghela nafas dan menahan tangis sekali lagi.
................
TBC...
Hai semua maafkan daku kalau lama updete. Author banyak sekali kesibukan dan baru sekarang bisa. Oh ya jangan lupa vommentnya kawan dan jangan lupa tetap semangat buat mampir ya.
Oh ya beri komentar dan kritik yang membangun jangan lupa dukungannya. Author semangat buat kalian semua..
Terimakasih untuk waktu kalian datang kesini, tetap sehat dan bahagia selalu...
Gomawo and saranghae...
#ell
27/07/2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro