Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 51 : 134340

" Kalau boleh tahu siapa yang akan kau tambahkan dalam angka kehidupan mu? Diantara jutaan galaksi dunia."

.

(Author **** POV)

Dimana keberadaan sang anak? Sementara dia melihat kamar yang begitu berantakan dengan selimut yang sudah tercabik karena benda tajam. Bentuknya tak karuan karena gunting telah menghancurkan kehalusan yang di buat dengan cantiknya. Apakah ini perbuatan Yoongi yang sedang melampiaskan emosinya? Dia yang terlalu panik sampai memanggil sang anak dengan isak nya dan membuka keras pintu itu hingga dia menemukan batang hidung putra sulungnya. Namun sayang, tak ada tanda keberadaan nya.

"YOONGI!!" baru saja dia membuka pintu lemari, lantaran kedua telinganya baru saja mendengar suara lirih Isak putranya yang sangat dia hafal. Tabiat keras kepala dan juga kasarnya hilang saat Yoongi mendongakkan kepalanya dan menatap sang ibu dengan sendu. Wajah yang begitu menyakitkan saat sang ibu memperhatikan nya walau beberapa detik saja. Tusukan perih yang menghantam relung hatinya, dari ribuan kata marah terlontar. Sang ibu sangat menyesali dengan kesalahpahaman yang terjadi. Dia lupa jika Yoongi punya sisi lemah dan trauma yang kambuh jika terlalu tertekan. Hingga dia melihat bagaimana putranya yang dewasa seperti bayi yang menangis, namun sayang Yoongi menatap tajam dengan wajah dingin juga mata elangnya.

"Yoongi, ma-maafkan eomma... Aku, salah menganggap mu berbuat jahat dengan Jungkook." Shi Hye berusaha menyentuh puncak kepala sang anak, bagaimana tidak wajahnya begitu menyesal dan menahan kesedihannya lantaran dia belum bisa jadi ibu yang baik. Tidak mendengar kan penjelasan sang anak merupakan suatu pelanggaran yang dia lakukan dalam hidupnya. Seperti tak memberikan kesempatan untuknya terbuka. Lalu, apakah Yoongi akan membencinya kali ini?

"Pergi, jangan sentuh aku." Menepis pelan tangan itu hingga menggantung, dengan wajah yang enggan bertatap langsung melihat ibunya walau kelopaknya basah dalam diam. "Yoongi, maafkan aku... Aku tidak mendengarkan mu nak, aku minta maaf sayang..." Masih berharap jika sang putra mau memaafkannya.

"Ibu minta maaf karena tadi. Ibu khawatir juga dengan Jungkook, ibu mengira itu kau karena kau selalu membenci adikmu. Aku tidak ingin kau menjadi orang jahat karena keegoisanmu." Memberi nasihat meski dalam situasi yang sulit seperti sekarang.

"Aku sudah bilang aku tidak butuh adik angkat sepertinya. Jimin adikku dan jangan sekalipun menggantikan dia eomma! Kenapa kau memilih anak yatim piatu. Aku tidak sudi dia menjadi adikku, aku menyesal sudah menolongnya. Lebih baik dia mati!"

Lidah lebih tajam dari pisau. Begitu lah peribahasa yang tepat untuk anaknya yang apatis. Dia merasa bahwa ucapan itu tak akan menyakiti siapapun. Demi Tuhan jika Jungkook mendengar nya Shu Hye tidak akan yakin kalau anak angkatnya ini akan baik-baik saja. Dia harus mengajarkan bagaimana tata Krama pada Yoongi.

"Nak, jangan menganggap Jungkook penjahat. Dia sangat baik padamu, dia adik yang bisa kau andalkan dan berhentilah membandingkan dia dengan Jimin. Dia adalah Jungkook dan kau hanya perlu menerima dan memahaminya sebagai adikmu sayang." Mengusap kepala anaknya dengan lembut, mungkin saja Yoongi akan tenang jika melakukan ini bukan?

Tapi...

"Jangan sentuh aku! Pergilah untuk menemani anak pungut itu. Aku bisa menjaga diriku, aku mau sendiri." Yoongi menutup pintu lemarinya enggan, dia bahkan sengaja memberikan suara keras saat menutupnya. Hingga wanita yang melahirkan di depannya itu terkejut. "Apa kau tidak mau bicara dengan ibumu lagi nak?" saat tangannya berusaha untuk membuka pintu itu akan tetapi yang ada Yoongi berteriak dengan keras untuk mengusirnya.

"PERGILAH EOMMA! AKU MAU SENDIRI!"

Sang ibu menghela nafasnya dia ingin melihat seberapa ketangguhan Yoongi untuk meminta menjauh darinya. Ibu mana yang bisa menjauhi anaknya ketika dia tahu bahwa tekanan putranya begitu besar. Dia mengaku salah jika dia menuding Yoongi dan mengira bahwa Jungkook terluka karenanya. Dia juga salah sempat menampar pipi sang anak hingga merah. Datang menemui anaknya untuk meminta maaf adalah salah satu yang bisa dia lakukan sebagai bentuk kasih sayang seorang ibu yang masih peduli dengan nya.

"Jangan menghindari ibu Yoon. Ibu ingin bicara padamu." Sekuat tenaga kedua tangannya berusaha membuka pintu itu hingga dia melihat Yoongi yang begitu tajam menatapnya. "Kau tentu tidak mau menjadi anak durhaka bukan? Ibu ingin bicara padamu sayang, aku tidak ingin kau bersedih." Shi Hye menyamakan tingginya dengan berjongkok, dia mengusap pipi sang anak yang mulai kurus. Yoongi seakan tak menggubrisnya sama sekali.

"Lakukan saja apa yang eomma ingin lakukan, termasuk menemani Jungkook yang merupakan anak kesayangan mu!" Yoongi hendak menutup pintu lemari itu lagi akan tetapi gagal lantaran kaki ibunya yang menahan. "Apa yang ibu lakukan?!" Ucap Yoongi dengan wajah kesalnya.

"Berikan kesempatan untuk ibu bicara padamu, aku akan tetap memaksamu walau kau tak mau. Cepat keluar jika kau memang pria sejati." Ibunya sangat tegas kali ini, terkadang sifat kelewat batas sang anak memang tidak bisa di tolerir. Mau tidak mau sang ibu memang harus tegas dengan kesan galak. Entah apa yang mulai mendorong harga diri Yoongi nyatanya dia mau meski wajahnya seakan mengatakan aku terpaksa.

Tidak sampai satu menit untuk dia keluar, meski kakinya sangat perlahan untuk sekedar memijak tanah. Yoongi yang masih dengan ketidaksukaannya dan mata sang ibu begitu awas melihatnya. "Mau kemana kau anak muda!" Dia mengatakan hal itu dengan memegang erat tangannya. "Lepaskan!" Yoongi berusaha melepaskan tangan ibunya.

"Kau akan kabur jika aku lepaskan, ikut aku!" Sang ibu berjalan dia sengaja menariknya kuat karena anaknya yang keras kepala memberontak. Dia akan mengajarkan pada Yoongi apa itu kebenaran dan apa itu persepsi kehidupan. Yoongi selalu membantah nya dan mengatakan ketidakmungkinan di dunia ini. Dia tak akan menjadi ibu yang lemah lembut jika anaknya melakukan kesalahan, dia memang salah karena menuduh anaknya. Tapi jika pola pikir Yoongi masih salah kaprah justru Shi Hye merasa kalau dia gagal mendidik anaknya.

"Ikut aku Yoongi!" Membawanya masuk ke dalam mobil meskipun sang anak berusaha keluar. Beruntung Shi Hye langsung mengunci mobilnya dan membuat Yoongi tak akan bisa lagi keluar. "Mau dibawa kemana aku, lepaskan! Aku tidak mau pergi eomma!"

"......" Membisu, sengaja dia lakukan untuk seluruh jawaban menuntut sang anak. Shi Hye tidak ingin kesalahan sang anak terus berlanjut. Dia juga enggan melihat masa depan Yoongi hancur karena sikapnya yang selalu menyalahkan dan salah. Jungkook akan mendapat kan haknya dengan Yoongi yang mengakuinya. Bagaimana jika Jimin tidak akan pernah tenang? Pemikiran yang begitu memberatkan seperti ini selalu saja menghantuinya.

"Jangan bilang ibu ingin membawaku ke rumah sakit. Aku tidak ingin bertemu dengan sialan itu. Dia munafik dan sangat menjijikan hingga aku mual." Cukup lelah dia memberontak di dalam sini, lebih menarik melihat pemandangan dari kaca mobil. Makin hari makin lama mulutnya sangat culas dalam berbicara mengenai adiknya yang dia anggap sangatlah buruk.

"Jangan berbicara seperti itu, ibu tidak pernah mengajarimu. Apakah kau tidak menyesal jika suatu hari Jungkook benar pergi, sayang?" Ada ketakutan dalam hatinya dimana putra sulungnya itu tidak tahu apa itu. Hanya saja dia juga takut kalau kepergian Jungkook sama halnya dengan kepergian Jimin yang akan membawa luka dan juga duka.

"Aku justru akan lebih senang eomma, dia pengganggu." Sangat enteng sekali dia mengatakannya, tak ada tatapan menyesal sama sekali justru tersenyum dengan tipis sampai membuat Shi Hye menggelengkan kepalanya. Apakah anaknya benar memiliki sifat manusiawi? Dengan Jungkook saja dia sangat begitu. Apa yang ada di dalam pemikirannya?

"Kau jangan mengatakan hal seperti itu Yoon, bagaimana kalau Tuhan mengabulkan doamu. Aku tahu kau mulai peduli dengannya, begitu pula dengan kau melindunginya bukan? Kau sudah mulai membuka hatimu untuk menerimanya sebagai saudara yang tak harus kau lihat sebagai Jimin. Kurang baik apakah Jungkook padamu? Dia sudah terlalu sabar." Sedikit nasihat akan tetapi seperti ditolak dengan sangat mentah.

"Dia sangat buruk aku tahu dia berpura agar dia bisa menguasai eomma. Tak akan ada yang bisa menggantikan Jungkook."

Shi Hye mendengar itu semua, dia sangat lelah dengan keras kepalanya Yoongi yang membuat dia sangat pusing untuk menghadapinya. Berbagai cara sudah dia lakukan namun hasilnya seakan tak ada. Hanya kemajuan beberapa persen saja, sementara nasib Jungkook juga dia pikirkan dengan banyaknya janji yang dia katakan termasuk untuk hak Jungkook menjadi seorang adik bagi putra sulungnya. "Aku memilih Jungkook karena dia baik, dan naluri ibu tidak salah. Apakah kau lebih percaya dengan orang asing ketimbang ibumu sendiri?" Dia tak ingin berdebat akan tetap sikap sang anak keterlaluan.

"Aku tetap menganggap dia anak sialan, tak pantas jadi adikku. Kenapa eomma mau mengambil dia dari panti asuhan? Bukankah dia tidak punya orang tua? Dia pasti akan membawa kesialan, mana mungkin orang tuanya akan mengurusnya jika dia pembawa sial. Aku yakin dia pasti anak pelacur."

"Yoongi!"

Bentakan sang ibu membuat Yoongi terdiam, dia juga menatap semakin jengah dengan sikap ibunya yang akan membela Jeon sialan itu. Sudah habis berapa banyak kasih sayang ibunya yang dibagi. Bahkan sekalipun dia tak ingin menghargai ataupun menganggap dia adik, akan sangat menyusahkan hidupnya saja.

Shi Hye berusaha untuk fokus agar dia selamat sampai tujuan, mobilnya masih bergerak pada kecepatan sedang dan tentu saja itu untuk mengatur jantungnya yang sedikit ngilu karena banyak marah. Putra sulungnya memang menguji kesabarannya. "Eomma akan mengajakmu ke suatu tempat agar kau memahami sesuatu. Ada alasan kenapa aku memilih Jungkook dan mengatakan dia pantas menjadi adikmu." Kedua matanya fokus pada belokan di persimpangan lampu lalu lintas. Dia akan membuat Yoongi sedikit terbuka hatinya dan bisa memahami bahwa Jungkook tak sepenuhnya pembawa sial.

"Terserah, tapi aku tidak akan peduli. Untuk apa aku punya adik? Lebih baik tidak sama sekali. Aku tidak ingin Jeon itu menjadi adikku. Sangat buruk jika itu menjadi nyata, aku memilih mati." Yoongi mengancam, sadar atau tidak dia mendoakan dirinya sendiri yang membuat Shi Hye meremat kedua tangannya di kemudi. Apa yang dikatakan sang anak bukanlah bualan, kenapa dia mengatakan hal seperti itu seakan sebuah doa yang akan dikabulkan?

Yoongi bagaikan seekor singa besar yang sulit dijinakkan dia juga enggan menerima takdir. Takut jika Tuhan marah membuat wanita cantik ini berusaha dengan keras memberikan pengertian meskipun selalu saja gagal.

"Eomma tetapi akan memperhatikan mu, aku jamin suatu saat kau akan cocok dengan adikmu."

Bolehkah sang ibu berharap dengan sangat tinggi?

,

"Jin hyung, apakah Jungkook akan membaik?" Taehyung sudah sangat lelah. Dia lelah karena menunggu Jungkook yang tak kunjung sadar, kenapa sahabatnya itu betah sekali untuk menutup matanya. Apakah dia tidak akan takut jika tidak bisa membuka kembali matanya. Rasa itu semakin membuat Taehyung kalut dan semakin takut. Tak suka jika dia harus melihat sahabat kesayangannya ini seperti ini, lemah...

"Dia akan baik, kau harus yakin. Jungkook itu kuat bahkan dia bisa bertahan dalam situasi apapun, teruslah berdoa Tae." Memberi semangat pada sang adik dengan memberikan kata positifnya. Dalam hati kecilnya dia sendiri pun juga tak yakin bagaimana keadaan Jungkook yang sesungguhnya. Mungkinkah luka yang di deritanya cukup parah?

Selang infus itu terpasang dengan hembusan nafas dalam ketidaksadaran nya itu ada. Namja manis itu masih lelap akan tetapi banyak orang menantikan kelopaknya untuk membuka. Taehyung sedikit menyesal karena dia tidak langsung menolong seperti pengecut.

"Aku menyesal tidak menolong nya waktu itu. Seharusnya aku langsung, dan bukannya..." Kepala tertunduk, dengan gigi yang menggigit bibir bawahnya sedih. Terlalu sesak sekali dada ini saat mengingat itu semua.

"Hei, kau jangan berfikir seperti itu. Jika kau ikut, Jungkook pasti akan sedih dan menyalahkan dirinya karena kau terluka. Jika kau terluka siapa yang akan memanggil bantuan, dan kau juga baru saja menolong semua. Dengan menjelaskan kejadian itu, aku sempat menuduh Yoongi dengan jahatnya." Ada sesal di dalam diri Seokjin, dia juga menautkan jemari tangannya satu sama lain.

Taehyung diam, ada benarnya juga ucapan kakak sepupunya. Tidak semuanya dia harus menjadi pahlawan, memikirkan dirinya sendiri juga penting. Akan tetapi tetap saja sahabatnya begitu juga karena dirinya.

"Kau sangat dekat dengan Jungkook, aku bangga karena kau sedikit berubah karenanya. Kau peduli dengannya." Jin merasa bahwa Taehyung bisa jadi kakak lebih baik ketimbang dirinya. Bisakah Taehyung menggantikan posisi Yoongi, sementara Yoongi masih saja tidak bisa bersyukur. Bukankah ini cukup adil untuk Jungkook?

"Ya, dia banyak mengajarkan ku tentang kehidupannya. Aku kagum dengan semangat nya, apalagi dia juga pintar dia mengajari yang bodoh ini untuk paham dengan mata pelajaran di sekolah. Aku merasa kalau aku bisa melakukannya jika aku berusaha dengan keras, tapi kau tahu bukan bagaimana malasnya aku."

"Sepertinya kau sudah dewasa meskipun kau sering kelepasan emosi. Lalu apakah kau akan memaafkan gurumu itu?" Jin melihat sebentar ke atas plafrom rumah sakit, dia memikirkan sesuatu dalam benaknya. Dengan menyembunyikan segala pemikiran itu dengan wajah santainya.

"Aku memaafkannya tapi, bukan berarti aku kalah. Aku akan mengumpulkan bukti agar bisa aku laporkan kepada dewan sekolah jika kepala sekolah tidak percaya. Bukankah ini akan sangat membantu siswa lainnya. Aku tidak ingin jika suatu hari nanti akan ada banyak korban, kau bilang kalau kau diam itu emas. Jadi aku mencoba paham, kalau aku diam bukan berarti kesalahan itu akan berhenti saat itu juga."

Seokjin tersenyum, dia memperhatikan Taehyung dari samping. Benar... Anak itu sudah dewasa dan bisa menggunakan logikanya. "Kau pandai dan kau bijak, orang tuamu akan bangga. Aku harap kau dan ayahmu bisa berbaikan, tak baik jika anak dan orang tua saling marah selama tiga hari." Ucap Jin dengan menyenggol sikut adiknya pelan, sengaja memberikan kode.

"Aku sadar bahwa masih banyak orang yang kehilangan orang tuanya. Harusnya... Aku lebih respect dan tidak menggampangkan." Taehyung meringis dia menampilkan senyum kotaknya, di keduanya mengalami pembicaraan yang cukup dewasa.

"Belajar dari mana? Astaga... Adikku begitu bijak." Saking gemasnya Seokjin sampai menarik kedua pipi Taehyung hingga melar. Membuat namja pemilik senyum kotak itu merengek dan memprotes. "Jangan ditarik nanti melar hyung..." Dia mengatakannya sembari mengusap pipinya pelan. Sepertinya warnanya menjadi merah sekarang, dia secara tak sadar mempoutkan bibirnya.

Seperti anak kecil yang manja...

Seokjin seakan mendapatkan hiburan, dia mentertawakan wajah bodoh adiknya yang kelewat batas menggemaskan. Siapa sangka kalau Taehyung bisa seperti perempuan yang lucu. Hanya saja dia tidak berani mengejek nya begitu karena tak mau Taehyung berteriak protes dan justru mengganggu Jungkook yang sedang di rawat.

Oke, sepertinya dia akan menjadi bulan-bulanan sang kakak yang suka sekali mengejeknya asal. Akan tetapi ada satu hal yang membuat dia ingat, dan itu mengenai pertemuan dia dengan Kim Namjoon. Kalian bisa mengatakannya sebagai sahabat, atau kakak baru Taehyung. Ada hal yang memiliki persamaan, dimana segala pemikiran Namjoon sangat cocok dengan nya.

(Flashback **** ON)

Taehyung tak pernah rela jika dia menolak acara gratisan seperti ini. Dia juga akan selalu menambah makanan di dalam mulutnya dengan berbagai makanan yang sudah masuk penuh. Rasanya sangat enak hingga bau aroma masakannya sudah memancing selera dengan perutnya yang sudah terisi dengan beberapa sajian di depannya.

"Oh astaga kau seperti bayi kelaparan. Apakah kau baru saja lari dari penculikan nak?"

Taehyung meringis, dia merasa malu sekaligus salah tingkah. Tahu bahwa Namjoon hanya bergurau saja. Akan tetapi hal itu membuat dia merasa bahwa dia seperti bayi yang terjebak dalam tubuh manusia dewasa.

"Aku sangat lapar, di rumah aku belum makan. Aku dan ayahku bertengkar makanya aku menjadi canggung." Taehyung mengatakan dengan mulut penuhnya, bahkan dia meminum kuah ramen langsung dari mangkuknya. Bagaimana tidak ini sangat memanjakan lidahnya dan tak akan bisa dia lupakan bagaimana kerasnya cita rasa ini. Beruntung sekali dia menemukan orang yang handal memasak.

"Aku tahu, tapi apakah kau akan marah dengan ayahmu selama tiga hari. Itu bukan sesuatu yang baik, karena bagaimana dia adalah ayahmu. Aku juga pernah seusia mu jadi aku paham karena kau dan aku juga tidak ada bedanya. Hanya saja aku pintar dan kau bodoh." Namjoon mengucapkannya dengan santai sembari mencelupkan ikan tuna dalam saus kecap yang dia buat.

Taehyung yang mendengar ejekan bahwa dia bodoh menjadi mendengus kesal tapi bukan berarti dia marah. Dia sebal karena otaknya memang tak sepintar Jungkook atau teman sebaya lainnya.

"Aku akan memakan tuna yang banyak agar aku pintar." Taehyung mencomot potongan tuna bakar itu dari piringnya dan memakannya dalam sekali masuk. Namjoon yang melihatnya hanya bisa cengo saat melihat selera makan Taehyung yang masih kalap.

"Oh astaga kau pintar dalam hal makan, tak apa kau bisa habiskan persediaan di kulkas." Sengaja mengatakannya hanya untuk menyindir Taehyung. Tentu saja hal itu membuat namja muda ini langsung menaruh sumpitnya. Bukan nya dia merasa kenyang hanya saja dia menjadi tidak enak karena ucapan Namjoon begitu menohok nya.

"Eh, bukan maksutku begitu tapi kau memang bisa makan sepuas mu. Jangan dimasukan dalam hati." Sepertinya dia salah bicara hingga menganggap kalau Taehyung sakit hati dengan ucapannya.

"Bukan..."

Namjoon mengangkat sebelah alisnya, dia mendengar kalau Taehyung mengatakan hal yang tak menjadi pemikirannya saat ini. "Apa kau memikirkan masalahmu?" Dia harus paham kalau namja muda di depannya adalah seseorang yang sangat labil. Tentu saja dia tidak boleh mengatakan hal yang membuatnya kesal, karena apapun Taehyung juga mendapatkan masalah yang cukup besar.

"Katakan saja apa yang ingin kau katakan." Namjoon akan menjadi pendengar yang baik, lagi.

"Aku takut menjadi orang dewasa, di usiaku yang sekarang saja aku sudah menghadapinya. Apa yang akan aku lakukan untuk siap? Sementara aku juga tahu kalau takdir aku akan dewasa tidak bisa aku hindarkan." Wajah Taehyung nampak lesu, dia merasa bahwa masa kecil adalah masa paling bahagia tanpa beban dan masalah. Dimana yang ada hanya bermain dan ceria, bukannya sakit dan juga kecewa yang besar.

"Kau berfikir sampai kau sakit atau otakmu berasap pun kau tak akan mengerti. Kenapa kau harus takut jika dewasa adalah bagian dari kehidupan. Tak sepenuhnya menjadi anak kecil itu menyenangkan Tae."

Namjoon mengatakan hal itu layaknya seorang ayah yang menasihati anaknya, bagian mana yang tidak bijak jika menurut kalian?

"Iya, hanya saja..."

"Kenapa kau harus merasakan masalahmu. Kau tinggal menikmati alurnya dan melakukan semampu mu untuk menyelesaikannya. Bagian mana yang menyulitkan mu? Kau tak salah jika berpendapat aku suka masa kecil. Akan tetapi orang tua akan bertambah tua dan kita yang harus balik menjaga mereka."

Skakmat!

Ucapan Namjoon bagaikan pencerahan untuknya, Taehyung lupa dengan bagian itu. Orang tua pantas mendapatkan kasih sayang anak ketika anaknya sudah dewasa. Jika semua hidup abadi tanpa kematian tentu saja akan menimbulkan masalah. Taehyung lupa dengan bagian dimana menjadi dewasa untuk memperbaiki diri sendiri menjadi lebih baik, dan menjadi anak kecil? Mungkin hanya bahagia untuk sementara tanpa merasakan berusaha.

"Kau pandai hyung." Pujinya dengan senyum kotak menawan yang sengaja di pamerkan. "Ya, memang dan kau bodoh." Bukan balasan yang sepenuhnya baik tapi Namjoon tetap saja meledeknya membuat Taehyung memasukan makanan tak santai. Oke dia kembali kesal dan juga mencoel daging itu dengan keras.

"Yaaaakkk, jangan ambil bagian ku Kim alien Taehyung!"

Taehyung sukses mengerjainya, dia mengambil dan melahap langsung daging itu dalam mulutnya. Keduanya tertawa saat tak sengaja Taehyung memasukan sawi secara sembarang dalam mulut Namjoon. Mereka tentu saja terpingkal. Bagaimana tidak? Toko yang ditutup hanya untuk mengisi liburan dengan seperti ini saja sudah bahagia. Bagaimana dengan kegiatan lainnya?

Sejak saat itu Taehyung merasa dia mempunyai kakak kandung, selain kakak sepupunya Kim Seokjin.

(Flashback ***** OFF)

Seokjin terkejut saat menyadari adiknya tertawa terpingkal hingga mau terjungkal. Yang benar saja? Dia hampir membuat kegaduhan dengan suara tawanya yang bisa mengganggu istirahat Jungkook.

"Tae, kau kesurupan ya?" Seokjin paling pengecut jika harus berhadapan dengan hal mistis. Dia mendadak menjadi merinding lantaran Taehyung seperti manusia yang kerasukan dengan tawanya tak berhenti.

Mengambil air dari gelas yang ada di atas meja, itu untuk Jungkook akan tetapi Seokjin terpaksa mengambilnya dan meminum nya satu teguk. Lalu seperti membaca sebuah doa, dengan bibir bergerak cepat.

Taehyung tak sadar masih keasyikan tertawa hingga dia, jatuh terjungkal kebelakang karena sesuatu yang basah mengenai wajahnya.

"Apa yang kau lakukan?!"

"Yaaakkk... Pergilah setan dari tubuh adikku!"

Taehyung paham dia juga tidak bodoh, rupanya kakak sepupunya sedikit menjerumus ke arah bego. Kenapa dia harus bisa jadi mahasiswa cerdas waktu sarjana kalau ternyata absurd dalam dirinya belum hilang. Siapa yang salah? Jangan dibahas karena menurut Taehyung, ini adalah hal gila yang akan masuk dalam buku hariannya.

Semoga saja dia tidak lebih sial dari hari ini. Dalam hati kecilnya dia berharap Jungkook segera sadar agar dia bisa mengadu, dan mengatakan bahwa betapa bodohnya kehidupan yang dia jalankan.

Tapi walau hidupnya sangat bodoh, dia bahagia...

Belajar bersyukur seperti katanya.

,

"134340."

Yoongi memperhatikan dengan jeli angka yang ada pada sebuah kamar yang sudah tak dihuni namun masih apik. Dia melihat angka itu dalam sebuah gambaran bocah yang terlampau tak beraturan namun masih bisa terbaca maknanya.

"Ah, itu gambar milik Jungkook yang pertama. Dia dulu sering menggambar dengan temannya, dan itu gambaran pertamanya yang Jungkook sukai."

Yoongi mendengar apa yang dikatakan wanita pengurus panti itu. Dia seperti tak asing dengan angka ini, bukan hanya itu saja dia juga seperti pernah mendengarnya.

"Kalau boleh tahu siapa teman Jungkook masa kecil, apakah dia anak panti disini?"

Shi Hye sengaja sengaja Jungkook disini agar Yoongi bisa melihat kepribadian Jungkook sejak kecil. Benar dugaannya, sepertinya Yoongi tertarik apalagi melihat kamar yang masih terawat ini dan mama si pemilik ini bahkan tak memperbolehkan siapapun memakainya karena ini kamar kesayangan Jungkook dengan mendiang Myungsoo.

"Ah, dia adalah bocah yang menggemaskan dengan pipi tembam juga seperti kue mochi. Dia juga suka dengan bintang juga memakai gelang dengan benang pelangi, hanya saja aku lupa dengan namanya."

Tunggu....

Yoongi merasa bahwa dia mendengar sebutan gelang dan juga...

"Kalau tidak salah dia sering ke sini selepas sekolah dan mengatakan ingin bermain dengan Jungkook."

Jimin!

Yoongi yang paling kerasa...

Dia yang paling menyebut nama adiknya, entah sadar atau tidak dia begitu melihat angka itu dengan seksama....

"Ada apa Yoongi?" Ibunya yang khawatir dengan anaknya bertanya dia juga menepuk pundak si sulung. Hingga dia melihat jika Yoongi dia...

Tes...

Tes...

"Yoongi kau menangis?"

,

"134340, Hyung coba tebak apa itu?" Jimin sangat manis apalagi dia tersenyum sembari menyodorkan pertanyaan pada kakaknya.

"Kenapa kau memberiku pertanyaan seperti itu? Aku agak malas menjawab Saeng..."

"Karena kalau kau tak menjawabnya segera kau akan menyesal karena aku bisa saja tak memberikan pertanyaan lagi hyung."

.........

TBC...

Hai semua maaf kalau cerita ini makin membingungkan atau tidak jelas author sudah berusaha sebaiknya agar kalian bisa terhibur.

Terima kasih untuk dukungan kalian, insyaallah kalau bulan ini cerita ini selesai author akan ikut sertakan ff ini ke wattys 2020 supaya bisa masuk hehehe...

Salam cinta untuk kalian...

Gomawo and saranghae...

#ell

16/07/2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro