Part 5 : Love Yourself
' Kepedulian yang dibayar harga mati. Kehidupan yang teramat miris untukku, dan bahagia untukmu. Semua hanyalah... kepalsuan belaka. Aku benci kepalsuan.'
......................
(Author **** POV)
Katanya keluarga adalah hal yang paling indah, dimana sebuah persaudaraan tercipta dari sebuah nadi orang tua. Ketika darah yang sama saling berkaitan maka timbul yang namanya kasih sayang. Lalu, bagaimana dengan sebuah darah asing yang mencoba menyatu dengan darah lainnya. Meski ia yakin jika darah itu bukanlah suatu yang jahat. Hanya saja, munafik jika darah itu menyukai kedatangan darah lain dalam ikatan nadi tersebut. menciptakan sebuah kejujuran yang menyakitkan hingga akhirnya darah itu menyerah untuk mengalir dan menciptakan sebuah pecahan dan luka yang begitu dalam dan menyakitkan.
Saat itulah, ada rasa sakit tercipta di salah satunya. Yang mungkin tak dipedulikan si darah murni. Ya, darah murni yang enggan bertemu dengan darah asing nan kotor. Darah murni yang begitu egois.
.
.
"Siapa kau?!" gertakan yang terdengar nyaring di dalam ruang kerja sang anak. ketika dilihatnya bangku sang anak yang membelakangi dirinya. Merasa jengkel ketika melihat anak pertama namun ia sayangi itu duduk dengan santai disana. tak peduli dengan situasi serta melupakan tamparan keras yang diharapkan mampu menyadarkannya.
"....." diam, tanpa adanya sebuah jawaban yang berarti dari bibir tipisnya.
Menatap perapian di depannya dengan santai, seolah tak terjadi apapun. Jangankan menyahut, memalingkan wajahnya saja namja itu enggan melakukannya.
"Aku salah melahirkan anak sepertimu Yoongi!" nada kemarahan dengan sedikit meninggi, tatapan tajam dengan kedua bola mata hitam menyalang. Ketika tangannya ingin sekali bergerak untuk menampar sang anak yang ia tahan kemudian ketika ingat keadaan sang anak angkat yang terluka.
"Jika eomma, berkata demikian kenapa tidak membuangku saja?" terucap dengan santainya, tatapan mata sipit setajam elang milik Yoongi mampu membunuh sebuah api perapian disana. seakan perapian disana bukanlah tandingannya.
Wajah datar nan dingin adalah logatnya, berbeda jauh dengan masa lalunya yang terisi oleh kenangan indah bersama darah saudara kandungnya. Dimana darah itulah yang membuat Yoongi masih terjebak dalam lingkaran amnesti kebahagiaan. Bagaikan sebuah narkoba dalam candunya. Jimin... dialah narkoba bagi Yoongi. candu yang menjadi semangat untuk terus mendekatinya dan menjadikan sebuah kepedulian.
Berbeda dengan dia yang masih terbaring lemah di bangunan kesehatan. Si upik yang beruntung di bawa oleh nyonya besar. Diasuh dengan hukum dan hak yang sesuai undang-undang. Menjadikan darah asing itu bagian keluarga besar yang disandang olehnya. tak bisa membantah karena nyonya besar telah memutuskan secara mutlak. Maka, si pangeranlah yang akan memperlakukan sesuai keinginannya. Keinginan untuk menolak kedatangan si upik kesialan yang berusaha menggantikan candunya.
Yoongi membenci akan hal itu. Benci ketika Jimin digantikan oleh seseorang. Jungkook, daftar nama orang yang dibenci Yoongi setelah takdir.
"Eomma tidak pernah mengajarkan sikap kurang ajarmu! Apa yang kau katakan telah menyakiti eomma, Yoongi!" menepuk dadanya yang terasa nyeri dan ngilu bersamaan. Reaksi si nyonya besar sangat mengejutkan bagi lukisan dan dinding rumahnya. Saat anak dan ibu itu berbicara empat mata.
"Memang, hanya saja keputusan eomma yang membuat aku menyakiti eomma. Lagipula aku juga tidak merasa rugi jika eomma membuangku, begitu juga dengan eomma yang sudah mendapatkan pengganti Jimin bukan?" Masih enggan untuk menoleh, ketika ego memerangi segala otaknya. Mengambil seluruh kendali dan atensi setiap sarafnya. Bagaikan kepingan sinyal untuk mematikan naluri sebagai seorang anak.
"Kau bersikap seperti ini setelah kepergian Jimin, kau membuat kesalahan besar nak!" sang ibu mengangkat dagunya, berusaha tegas meski sedikit sesak. Melihat kedurhakaan kecil yang dilakukan sang anak terhadapnya. Ia tahu jika Yoongi belum mengikhlaskan sang adik. Mengingat dirinya juga sulit melupakan Jimin dan berusaha ikhlas untuk semuanya. Menangis dan menangis itulah yang ia lakukan, saat hatinya remuk melihat sang anak demikian. Sampai akhirnya Jungkook yang membuat dirinya merasakan keberadaan Jimin.
"Jangan membawa nama dongsaeng, eomma." Kali ini berbeda, sikap Yoongi jauh dari biasanya. Ketika wajah datar itu berubah dengan emosi dan kejengkelan luar biasa besar. Kala kedua manik mata sang anak dengan sadar atau tidak menatap mata sang ibu. Dengan gertakan yang keluar dari bibirnya.
Melupakan fakta bekas memerah dari pipinya lima jam tadi.
"Kau semakin kurang ajar Yoongi, kau durhaka padaku, hah??!" mendekat pada sang anak, sedikit mendongakan kepala, saat menatap atensi sang anak yang nyatanya sedikit tinggi darinya. Dimana manik mata hitam keteduhan itu telah berganti dengan siluet tajam bagaikan samurai yang hendak membunuh.
"Eomma, jangan berharap jika Jungkook bisa menggantikan posisi Jimin. Dia bukan apa-apa dalam keluarga ini." itu Yoongi, dan ia tak peduli dengan wajah terkejut sang ibu. Ia tidak peduli bagaimana respon wanita yang melahirkannya tersebut.
"Jungkook anak baik, eomma yakin itu. kau lihat dia selalu berusaha menjadi dongsaeng baik untukmu. Tapi, kau selalu mencampakannya. Kau pikir aku tidak melihatnya? Kau pikir eomma buta melihat segala tingkahmu?" sang ibu marah besar, jatuh sudah setetes air mata penuh akan rasa kecewa yang begitu jelas. Yoongi melihat hal itu.
"Ya, aku lihat. semua yang ia lakukan aku melihatnya. Hanya saja, aku tak peduli karena dia bukan Jimin." Yoongi melipat tangannya angkuh ia merasa malas dengan pertemgkarannya terhadap sang ibu. Ingin rasanya Yoongi menghentikan perbincangan tak berarti dan tak bermutu ini.
"Jimin akan kecewa denganmu Yoon, kau hyung yang buruk." Ucap sang ibu, ia tak menyangka jika sang anak berubah kasar nan dingin seperti ini.
Ia mengenal Yoongi luar dalam karena dia ibunya. Sang ibu merasa jika Yoongi belum sepenuhnya menerima takdir.
"Dan aku kecewa dengan eomma karena membawa sialan itu masuk dalam kartu keluarga."
Berlalu....
Melangkahkan kaki, hingga sepatu yang ia gunakan menubruk lantai. Dimana lantai tersebut cukup licin dan bersih, tentu saja Jungkooklah pelaku utama dalam pembersihan istana ini. dan Yoongi tidak pernah peduli bagaimana kabar Jungkook dan apa yang dilakukan olehnya.
Berharap jika Jimin terlahir kembali, atau Yoongi yang memilih menyusul sang adik. Melupakan fakta bahwa Tuhan pasti akan membenci hal nekat yang ia lakukan. Tapi, apakah Tuhan membenci sikapnya pada Jungkook? yang justru ada darah terbuang sia karena tingkahnya.
Meninggalkan sang ibu....
Yang melirik ke belakang, nampak punggung sang anak yang menjauh dari jangkauannya makin lama. Meninggalkan tempat dimana dirinya juga sang anak sempat berdebat. Menyembunyikan kekecewaan terbesar dalam hatinya. gagal menjadi seorang ibu, itu yang ia rasakan.
"Jimin, maafkan eomma..." lirih dan menyakitkan, saat bibir wanita cantik yang berstatus sebagai nyonya besar itu mengiba. Jatuh terduduk dengan lututnya secara perlahan. Menempel tepat pada lantai bersih di bawahnya. Jatuh sudah air matanya. hanya isakan pilu yang ia berikan. Kecewa menjadi satu, dan rasa bersalah terasa dalam ulu hatinya. kecewa terhadap namja bergigi kelinci yang ada disana, Jeon Jungkook.
..............................
.
.
.
Pernahkah kalian membenci seseorang, hingga akhirnya timbul niat busuk dalam dirinya untuk menyakiti seseorang yang kalian benci. Ataukah kalian memilih untuk menyakitinya perlahan bermaksud agar orang yang kau kenai memiliki rasa harga diri?
Seperti itulah seorang Min Yoongi, dingin dan arogan. Juga, menolak dan enggan menyukai apa yang tidak ia suka. Seperti halnya dia yang selalu to the point dalam menilai.
Menapaki lantai rumah sakit, bangunan yang kaya akan orang sakit dan berobat. Bau obat menyengat tercium begitu kentara. Di malam yang cukup larut dengan batas jenguk seseorang yang dimaksimalkan. Yoongi dirinya berada disini, dalam hatinya merasa tak sudi. Namun, dalam niatnya dia ingin mengatakan suatu hal.
Pada dia...
Seseorang yang telah sadar dalam tindakan bodoh dan naif baginya.
"Kenapa kau tidak pergi dasar bodoh!" sebuah ucapan ataukah doa? Dengan nada sombong di atas rata-rata. Jangan lupakan bagaimana tatapan sinis yang terarah pada seseorang yang menatap kosong ke depan.
Wajah penuh depresi tak berdaya, duduk di atas ranjang rumah sakit dengan tubuh yang terbalut pakaian pasien. Sebuah perban putih cukup tebal melapisi lengan yang sempat terluka karena sobeknya. Juga cairan infus yang masuk ke dalam lapisan kulit lengan kanannya. Menunjukan keadaannya yang diantara baik dan tidak.
"Jungkook, kenapa kau harus datang dalam kehidupanku. Kau pikir aku akan bahagia dengan kedatanganmu, hah?!" membentak satu hal buruk yang dilakukan Yoongi. menunjuk wajah namja di depannya dengan jari telunjuknya. Dan hal itu sangat tidak baik untuk ditiru.
"....."
Apakah ada jawaban dari Jungkook? yang ada hanya tatapan kosong dengan bibir pucatnya. Dia juga tak peduli dengan kehadiran telunjuk Yoongi di depan matanya. yang ia pikirkan kenapa Tuhan masih mempedulikan dirinya untuk tetap di dunia. Meski pada akhirnya tak akan ada yang mengingkan kehadirannya. Seperti namja sipit yang membentaknya beberapa detik yang lalu.
"JEON JUNGKOOK, KENAPA KAU BERADA DISINI SIALAN!!" tak peduli ini malam ataukah siang, sepi atau ramai. Yoongi tetap meluapkan emosinya. Dengan jarak wajah yang cukup dekat, dapat Jungkook rasakan deru penuh emosi di wajahnya. Sebuah kilatan amarah dan ketidaksukaan terpancar dari mata sipitnya. Menunjukan bahwa Yoongi memang tidak pernah menginginkan kedatangannya.
"Aku juga bingung kenapa aku masih berada disini." jawaban mengambang, dimana manik mata menatap kosong itu beralih ke arah Yoongi. saat itulah Yoongi bisa melihat bagaimana wajah Jungkook yang hancur dan menyedihkan. Membuat cubitan kecil dalam hatinya yang sedikit mengilu. Bukan hal lama rasa itu terasa olehnya. nyatanya, Yoongi menatap benci ke arah seseorang yang tak bersalah di depannya.
"Kau ingin membuktikan apa padaku?" seperti sebuah tantangan, yang diajukan oleh Yoongi pada Jungkook. dimana kedua tangan itu menumpu pada ranjang rumah sakit yang di tempati seseorang yang ia benci. Gertakan dan gemerutuk gigi menahan emosi adalah jawabannya.
Saat itulah, sesuatu yang mengejutkan Yoongi terjadi. Dimana tatapan kosong itu tergantikan dengan lengkungan kelopak bagaikan bulan sabit, sebuah cengiran khas bocah dengan gigi kelinci yang nampak manis bagi siapapun yang melihatnya. Kecuali bagi Yoongi.
"Kau akan membutuhkanku suatu hari nanti." Terasa santai tanpa beban, dengan wajah yang berubah ceria seketika. Menyamarkan wajah pucat miliknya.
"Apa?" Yoongi yang merasa keliru dalam pendengarannya. Mengangkat sebelah alisnya, ingin tahu apakah ucapan bocah itu bukanlah kekeliruan semata. Atau barangkali Jungkook menantangnya.
"Aku hanya memastikan apakah kau benar-benar membenciku? Aku yakin kau mempedulikanku." Bak seorang anak kecil Jungkook, menjawabnya dengan semangat. Ia lupa jika ia berada di rumah sakit dengan dirinya sendiri yang menjadi pasien IGD.
"Kau pikir aku orang bodoh yang mempedulikanmu, meski kau jatuh dalam jurangpun aku tidak akan menolongmu." Lagi, dan lagi Yoongi bersikap dingin. Tatapan datar itu enggan hilang dari penampilannya. Merasa cocok dengan aksen wajah tampan yang terkesan judesnya.
"Aku hanya berpikir, jika ada seseorang yang rela menerobos lalu lintas untuk membawaku yang hampir mati. Atau melilitkan sebuah kain bekas kemejanya, agar darah berhenti. Aku juga berpikir kenapa kau datang kesini begitu larut hanya untuk memakiku. Bukankah itu tandanya kau peduli hyung?" kembali lagi Jungkook tersenyum.
Diam...
Hal pertama yang dilakukan Yoongi. mendengar ucapan Jungkook seperti tohokan dalam dirinya. Sekilas mengingatkan dirinya yang bersusah payah membawa Jungkook ke rumah sakit dengan mobil kesayangannya.
"Tak apa jika kau membenciku, tapi aku akan buktikan. Jika eomma tidak akan salah memilihku sebagai anaknya." lanjut Jungkook, menatap Yoongi dengan tatapan sayunya.
Yoongi membenci hal itu, begitu kuat cengkraman tangan di atas ranjang rumah sakit itu.
Dan Jungkook yang tersenyum.
"Terserah! Aku pastikan kau gagal Jeon. Ingat kau tidak akan bisa menggantikan posisi Jimin. Jimin adikku! Dan kau bukan siapa-siapa!" tunjuk Yoongi lagi. Kali ini ia berucap sangat tegas.
"Aku akan pergi jika aku gagal. Dan aku akan tetap menjadi adikmu jika aku berhasil." Keyakinan nampak di wajahnya, mengembangkan senyumnya. Menatap dengan manik mata sedikit berkaca tanpa adanya kekosongan seperti tadi. Ketika tangan itu bergerak untuk menyentuh pundak Yoongi justru, dengan entengnya Yoongi menepis pergerakan tangan tersebut dan memilih berdiri.
"Enyahlah jika kau gagal Jeon. Atau aku yang akan mengusirmu dengan tanganku."
Setelahnya, namja dengan sikap dinginya itu berjalan. Menghampiri pintu keluar ruang perawatan. Tak ingin berlama-lama satu oksigen bersama dengan seseorang yang ia benci, membuat Yoongi merasa lega meski hanya sebentar. Setidaknya, Yoongi tidak akan di cap sebagai pembunuh ketika melihat bocah itu masih selamat.
Perlahan pintu itu menutup, menghalangi Jungkook yang mengulas senyum semangatnya. Dalam diam senyum itu perlahan luntur, menjadi sebuah senyum sendu yang menyedihkan. Saat pintu itu tertutup dengan rapat, saat itulah tubuh itu jatuh lemas. Secara perlahan dan beralur, menjatuhkan kepalanya diatas empuknya bantal yang ia pakai. Menatap atas langit yang jauh lebih menarik di depan matanya. meminang dan memikirkan nasibnya kemudian, setelah mengatakan hal seperti itu.
Sepertinya Jungkook mengabaikan satu hal tentang Yoongi....
Yaitu, Yoongi tidak mudah percaya dengan orang lain....
...................
Tbc
Adakah yang kangen dengan ff ini? ataukah ada yang kapok datang ke ff ini hehehe... btw menurut kalian chapter ini sudah bagus belum? Apa kurang ngefeel. Atau ada yang lain?
Jangan lupa menginjak bintang di bawah yang sudah terpampang. Kalau boleh minta vommentnya agar bisa jadi koreksi di next chapter. Bagi semangatnya dong readers yang baik hati.
Semoga kalian bahagia selalu...
Semoga author bisa up cepat
#el
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro