Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 47 : So What

"Katakan apa yang ingin kau katakan."

(Author **** POV)

Sang ibu tak jadi menangis dia justru menangis bahagia saat melihat putra pertamanya sadar setelah hampir tiga jam dia tak sadarkan diri. Yoongi bangun dengan menatap diam seolah dia tahu dia ada dimana. Dia juga tak mengatakan satu patah kata apapun. Dia hanya melihat bagaimana sang ibu menyadari kesadarannya dan memeluknya dengan isakan, sementara dia melihat Jungkook dari sana.

Dia tahu bahwa Yoongi ada batasan.

Seokjin juga masuk, dia melihat tubuh Jungkook yang tak mendekat ke arah Yoongi sama sekali. Dia tak merasa heran dengan demikian dan memilih untuk menepuk pundaknya semangat. Dia bergumam bahwa Jungkook menjaga emosi Yoongi. "Kau tak apa kook?" Dia mengatakan hal itu dengan wajah khawatirnya, semburat kepedulian orang lain lebih besar ketimbang kakaknya sendiri.

Tentu saja yang dipanggil namanya itu mengangguk dengan mengulas senyumnya, dia mengatakan bahwa dia baik. Akan tetapi, hal itu tak membuat Seokjin yakin. "Mendekat lah pada kakakmu jika kau sudah siap, kau akan terbiasa. Aku akan membantumu agar dia tak membentak mu." Seokjin menawarkan bantuan kecil, dia mendorong punggung namja muda itu dengan perlahan seirama dengan langkah kakinya yang mencoba mengajak Jungkook berjalan bersamanya.

Yang diajak tersenyum tipis dan dia juga sangat berterimakasih dengan bantuan kecilnya. Menarik nafas dan membuang nya pelan, dia harus bisa meski keberhasilannya tipis. "Aku akan ikut hyung, aku sangat khawatir padanya." Entah kenapa dia melihat bahwa semangatnya masih ada dan besar, ternyata Jungkook bukan manusia yang pantang menyerah.

Hanya saja saat dia mencoba mendekat dengan adik angkatnya, dia melihat kedua tatapan mata Yoongi yang menatap tajam elang dan mata arang itu tertuju pada Jungkook yang mencoba mengatakan bahwa dia baik-baik saja.

,

Taehyung pergi untuk menenangkan diri sebentar akan tetapi hatinya tetap diliputi oleh rasa amarah yang besar. Bukan karena Yoongi akan tetapi tentang dirinya yang tak bisa mengendalikan diri. Taehyung bahkan hampir kehilangan satu-satu teman dan kepercayaan orang tuanya.

Menepi..

Dia menikmati cantiknya sungai Han yang biasa di kunjungi oleh para wisatawan mancanegara. Menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya, membuat rasa segar itu datang hingga dia bisa mengulas senyumnya dengan tenang. "Aku akan menjadikan tempat ini sebagai pelampiasan kekesalanku, tentu saja aku tak akan merusak. Tuhan... Apakah aku masih bisa diberi kesempatan untuk memperbaiki? Aku tahu aku keterlaluan, aku menyesal tapi bagaimana jika aku korban disini." Dia mengatakannya, mengangkat kepalanya ke langit dan menatap warna biru yang tercipta dengan beberapa benda putih bagaikan kapas yang menghiasinya.

Elok dan cantik...

Menyesal dia tak datang ke tempat ini sejak dulu, dia masih memikirkan masalah yang tak akan dia katakan pada siapapun. Kecuali waktu yang mengatakannya dengan dirinya yang merasa yakin.

"Hei itu tempatku." Seseorang datang menampiknya, Taehyung terkejut karena kedatangan seseorang yang membawa sebuah pancing dengan topi jemarinya. Taehyung menengok ke kanan dan ke kiri dia melihat bahwa disana hanya ada dia seorang jadi dia tak salah paham bahwa ternyata dia yang sedang ditegur.

"Bukankah ini tempat umum?" Ucapnya meledek. Namja itu bahkan menarik sebelah alisnya, dia juga melihat bagaimana sombongnya namja yang tak dia tahu namanya. "Ya, tapi itu tempatku dan aku menyukai tepat dimana kau menginjakkan kakimu." Dia menunjuk dengan dagunya, sembari memasang umpan pada kail pancing yang sudah dia bawa. Taehyung sontak saja mengadah kebawah dia melihat pijakan kakinya, manusia yang aneh. Mungkin beberapa orang akan menganggap dia kuno padahal dia memang melakukan hal yang dia sukai. Sepertinya orang itu juga termasuk masa bodoh.

"Terserah tapi aku ingin disini." Dia tak mau mengalah atau menggeser kan tubuhnya, Taehyung berfikir logis mengenai siapa cepat dia dapat. Dia juga mendudukkan pantatnya pada salah satu batu di bawahnya sebagai titik tumpu santainya. Menatap datar ke arah sungai disana, dia melihat aliran sungai yang begitu tenang dan damai. Persepsi suasana hatinya yang sedang ingin mengontrol kan diri.

"Jika kau hanya ingin membuang masalahmu tak apa, kau bebas disitu tapi jangan menggangguku saat memancing." Dia mengatakan dengan nada sangat datar, Taehyung memutar bola matanya malas. Dia tahu bahwa sepertinya orang itu hanya alasan.

Tapi setidaknya dia tak sendirian, mengapa? Karena dia bertemu dengan seseorang yang lebih tua darinya sekitar dua puluh keatas mungkin tapi terlihat konyol.

.

Yoongi belum pulih benar dan dia memasang wajah ketus tanpa ada bahagia disana. Dia melihat bagaimana Jungkook dengan sangat sabar mendorong kursi rodanya yang dia anggap sebagai manusia penjilat. Dia bahkan tak peduli bagaimana perjuangan keras sang adik yang berusaha untuk membanggakannya. Hanya angin lalu yang menjadi anggapan egoisnya.

Begitu penuh keharuan sekaligus suka cita dalam hati yang muda karena dia mendapatkan kesempatan besar untuk mendapatkannya. Menawarkan hal lain seperti ingin pergi kemana adalah salah satu andalannya untuk mengajak sekedar mengobrol.

"Kau ingin kemana hyung?" Udaranya sangat besar membuat Jungkook makin semangat untuk berjalan dengan dorongan pada tempat kakaknya. "Apa urusanmu, aku hanya ingin jauh darimu." Terlampau ketus dalam berbicara dia bahkan enggan melihat sang adik. Acuh sekali sampai siapapun akan sakit hati dengan sikapnya.

"Aku tidak peduli, aku akan menjaga kakakku yang menyebalkan ini kemanapun. Eomma menyuruhku menjagamu jadi kau juga harus bekerjasama."

"Dalam mimpimu, kau itu selalu menggangguku. Aku ingin sendiri dan kenapa kau sangat sok perhatian."

Jungkook mengumbar ekspresi berfikir nya dia memainkan lidah di dalam mulutnya hingga mengeluarkan bunyi khas dari sana. Tentu saja itu sedikit mengganggu Yoongi walaupun dia hanya memilih untuk diam.

"Berisik sekali kau, hentikan!" Ada yang mengomel dan itu bukan seorang ibu-ibu. Jungkook terkekeh dia senang menjahili sang kakak dan mendengarkan ujaran kesal nya yang membuat dia sendiri tertawa. Tapi dia berani tertawa di dalam hati agar Yoongi tidak terlalu tenggelam dalam rasa marahnya. "Eh, kau kan sedang sakit kenapa kau malah marah?" Dia sengaja memancing wajah merah sang kakak yang bisa menjadi tomat di balik kulit pucat nya. Akan tetapi gagal lantaran Yoongi menjitak kepalanya dengan keras, ini kesalahan Jungkook yang tak menjaga jarak dan justru menyamakan tinggi hingga keduanya sama. Tentu saja si bocah kelinci itu mengaduh sakit dengan mengusap rambutnya cepat.

"Aduhh sakit sekali yaaakk, astaga kepalaku panas." Jungkook mengaduh dia memprotes dan terlihat merah pada keningnya. Ada yang tersenyum dan itu bukan orang asing, ada yang menahan tawa dan itu adalah orang yang menampilkan wajah dinginnya. Dan ada orang yang menganggap bahwa tingkah Jungkook itu lucu.

Yoongi tertawa terpingkal dia bahkan tanpa sadar membuat kepalanya menjorok ke belakang. Tawa yang jarang di dengarkan oleh Jungkook sekalipun. Sadar atau tidak bocah kelinci itu mengembangkan senyumnya, melihat wajah sang kakak yang begitu terpingkal karenanya membuat semangat Jungkook naik, dia juga tidak menyangka kalau tawa sang kakak sangatlah manis.

"Hyung, tawamu manis." Celoteh sang adik dengan meringis manis menunjukan gigi kelincinya. Sangatlah menyenangkan kalau melihat kakaknya demikian, "Aku tidak tertawa." Yoongi berdehem dia merasa bahwa apa yang dikatakan Jungkook salah. Menepuk baju yang di kenakan dan membenarkan pakaiannya, benar saja Jungkook merasa bahwa sang kakak hanya mencoba berbohong untuk menutupi rasa malunya.

"Eh, padahal tawa itu sehat kenapa harus malu kalau kakakku terlihat sangat tampan. Oh astaga apakah aku harus melakukan hal lucu lainnya?" Merasa bahwa dia tahu apa yang menjadi titik lemah Yoongi membuat dia sendiri bertingkah lucu dan humoris. Dia juga akan melakukannya setiap hari jika itu membantu sang kakak untuk lebih baik. "Kau manusia konyol, jauhi aku. Karena kau aku sial dan jangan bantu aku! Aku akan pergi sendiri." Yoongi mengumpat lirih di akhir kalimatnya.

Memaksa sang adik melepaskan pegangan kursinya, dia memutar roda miliknya dengan kedua tangannya yang masih bisa bergerak. Dia juga tidak suka dengan dokter yang menyarankan dia menggunakan benda seperti ini karena ditakutkan dia belum bisa berjalan benar setelah kepalanya merasa pusing dan oleng. Dia juga tak ingin terlihat lemah dan menyedihkan, sama seperti seseorang yang berada di belakangnya.

"Jauhi aku sialan." Dia meminta dengan sangat tidak berperikemanusiaan, bahkan mengusir namja itu bagaikan seekor ayam. Tidak ada akhlak memang tapi, Jungkook tidak begitu peduli dan tetap membantu sang kakak karena merasa gemas dengan gerakannya yang lambat seperti siput. "Hyung harus dengarkan aku. Jika kau bergerak seperti itu maka ice creamnya akan segera habis." Memegang komando dengan langkah kaki yang bergerak segera di sebuah tanjakan cukup kecil.

"Siapa yang mau beli ice cream tolol!"

"Aku hanya mengajak hyung beli makanan manis itu, ayo sebelum rasa kesukaan kita habis."

Yoongi mendengar apa yang dikatakannya, dan membuat wajah judes itu menoleh ke belakang dan memperhatikan Jungkook yang ada disana. Ada persepsi lain dari tatapan kesal itu sementara balasannya ada wajah polos dengan ribuan pertanyaan. "Apa salahku?" Jungkook meneka tak tahu apa salahnya.

"Tidak ada namanya kita, kau sangat membuatku kesal. Aku bilang jangan sentuh aku!" Sepertinya memberontak percuma, karena dia juga sama sekali seperti enggan untuk berontak dan mencoba berdiri. Anehnya dia tak merasa marah dengan ucapan Jungkook, hingga pada akhirnya dia pura-pura menyentaknya hanya untuk menutupi perasaanya yang mulai menjadi nyaman.

"Ya, tapi untuk sekarang hyung seperti bayi." Cibir sang adik dengan gelak tawa keras yang menggambarkan sebuah kebahagiaan dan membuat beberapa orang disana sempat gagal fokus. "Yaaaakkk apa yang kau bilang sialan. Hei aku akan membantai mu habis. Lihat saja nanti Jeon!" Terdengar mengancam walau sebenarnya dia juga tak bisa melakukannya karena keadaan yang kurang membaik.

Jungkook antusias hingga dia memilih untuk mempercepat gerakannya, sialnya... Giliran Yoongi yang di cuek oleh orang dengan kasta rendah menurutnya. Dia pun hanya memperhatikan dengan malas di sekitar kelilingnya saat sampai di truck ice cream dengan beberapa menu yang ada di depannya. Jungkook disana memesan dan sesekali menanyakan tambahan toping apa yang diinginkan sang kakak.

"Hyung, mau toping apa?"

"Jangan sok, aku bukan-"

"Ayolah hyung, aku ingin membantumu dengan pesanan. Katakan apa kesukaan hyung."

Sekali lagi, Yoongi meliriknya dan memperhatikan bagaimana manik mata itu mencoba untuk meluluhkan nya. Ada pemikiran yang lain karena dia seakan bisa membaca bahwa Jungkook adalah manusia kriminal.

"Terserah aku tidak peduli." Sangat malas hingga dia mengatakannya dengan sangat datar dan membuat sang adik tidak mendengar nya dengan jelas. "Apa? Kau ingin apa hyung, tolong katakan dengan sedikit keras." Kebetulan banyak sekali kendaraan yang lewat jadi wajar jika Jungkook menjadi tuli secara mendadak.

"Wasabi!" Menyentaknya dengan keras dan membuat namja muda itu berjengit terkejut. Tak apa, telinganya sudah kebal. Memesankan untuk sang kakak dan membayangkan makan bersama seperti dalam bayangannya merupakan pikiran Jungkook yang ingin dia raih sendiri. "Baiklah aku akan mengatakannya." Dia mengangguk pada akhirnya dan mengatakan keyakinan untuknya mengucapakan bahwa itu yang dipesan setelah sebelumnya sang penjaga mengatakan kepastian pesanannya.

"Sampai kapan aku disini, sangat menyebalkan jika aku bersama orang bodoh seperti dia." Merasa malu dengan beberapa orang yang nampak seperti bebas melakukan hal sesuka hatinya. Dia lupa bahwa semua manusia punya batasan sendiri dan anehnya dia menganggap bahwa Jungkook menjadi beban. Setelah dia mendapatkan hal tak menyenangkan seperti ini, sebuah petaka yang datang tak sengaja karena ulahnya.

Jungkook tak terlalu memperhatikan sang kakak yang sedang menyalahkan takdir hidupnya, dia terlampau ceria dan tidak bisa merasakan perbedaan yang mencolok dengan kakaknya yang lalu. Saat Yoongi benar-benar orang yang pertama dia temu.

Hanya saja dia tak sadar bahwa dia manusia yang tak pandai bersyukur. Bahkan dirinya yang sekarang justru sudah merepotkan meski dia tidak mau disalahkan.

"Hyung, ayo kita kesana."

"Jangan kau bawa aku-"

Sepertinya dia sudah menjadi keras kepala, sudah cukup sabar untuk melihat apa yang akan dilakukan oleh nya. Berharap bahwa Jungkook tak dilahirkan untuk menjadi adik angkatnya. Sebuah permintaan yang jahat dan tak manusiawi jika harus dikabulkan. Akan tetapi Tuhan juga tidak mau mengabulkan sebuah keburukan.

Mengalah adalah sesuatu yang dipantang oleh Yoongi sebenarnya.

,

Seokjin memperhatikan keduanya dari agak jauh, dia mendapatkan tugas dari bos besarnya. Itu dia lakukan dengan suka hati karena menurutnya sudah saatnya sahabatnya yang menyebalkan itu berubah lebih baik.

"Apakah yang menjadi alasan mu mau melakukannya dengan tulus Jin." Bukan hal tak biasa jika seorang wanita yang datang mengejutkan namja itu hingga dia sedikit tersentak. Sembari menyentuh dadanya karena detak jantung sekali sentak. Seokjin mengatur nafasnya dia mendapat kan tawa santai dari wanita yang selalu memberinya gaji tepat waktu dengan upah yang besar.

"Astaga nyonya bos Anda mengejutkanku, apakah anda butuh sesuatu?" Bersikap sopan dan mengatur nafasnya agar tidak ketahuan jika dia bernafas dengan keras. Bahkan keduanya nampak akrab bukan seperti bos dengan karyawan akan tetapi seperti ibu dengan anak. Memang beruntung karena Seokjin sudah dianggap anak sendiri lantaran sangat dekat dengan Yoongi sejak bersekolah.

"Tidak, aku hanya kagum dengan kinerja kerjamu yang bagus. Apakah keduanya aman?"

"Ah, tentu saja mereka terlihat tidak ada keributan dengan Yoongi yang tidak berlebihan. Macan landak itu tentu akan sadar dengan sendirinya. Aku percaya kalau Jungkook bisa."

Begitu peduli dengan keduanya sampai namja itu sendiri mengeluarkan bunyi lapar dari perutnya dan membuat wanita yang sudah menjadi seperti ibunya itu tertawa. "Kau lapar dan istirahatlah. Ayo ku ajak kau di tempat makan langganan ku. Mie udon kau pasti akan suka." Dia meminta agar karyawan kepercayaannya ini mengikutinya. Dia adalah wanita sukses yang tak pelit hingga membuat banyak yang betah bekerja padanya.

"Hahahaha, maafkan aku bi. Aku begitu merepotkan mu." Jin tertawa lepas dengan menggaruk tengkuk belakangnya dengan sedikit tak enak. Jika seperti ini dia akan memanggil ibu sahabatnya dengan akrab. Ya, Seokjin tidak harus menjadi karyawan kaku dan nampak membosankan jika berhadapan dengan bosnya itu. Sebaliknya wanita itu juga tidak menganggap Seokjin sebagai karyawan. Dia adalah teman anaknya Yoongi dan teman anaknya juga Jimin juga Jungkook yang datang sebagai keluarga baru.

"Tidak juga itu karena kau juga aku anggap keluar Jin, dan oh iya... Aku memaafkan adikmu. Aku paham bagaimana posisinya karena aku juga maklum dengan sifat Yoongi." Dia tersenyum menenangkan namja itu dengan ketukan tangan hangat seorang ibu. Dia juga paham bahwa selama ini dia menjadi saudara yang baik, jika dilihat bahwa Seokjin tidak ada bedanya jika harus melindungi adiknya hanya saja dengan cara dan sifat yang berbeda.

"Terimakasih, aku fikir kalau adikku akan dibawa ke rana hukum karena melihat keadaan Yoongi yang sempat kritis dan saya merasa sangat menyesal dengan keteledoran dan sembarangan adik saya." Dia mengatakan dengan sangat menyesal, tapi beruntung bahwa nyonya Min bukan wanita yang kejam. "Jangan khawatir, Yoongi juga pasti salah disini. Adikmu pasti terpancing juga, aku akan memakluminya dan kau jangan merasa bahwa ini kesalahan adikmu saja."

Rasanya sudah sangat beruntung sekali baginya bisa bertemu dengan salah satu wanita pekerja keras itu. Dia juga tak menyangka kalau beliau begitu mudah memaafkan manusia lain meski awalnya Seokjin sendiri ketakutan bahwa Taehyung bisa mendapatkan masalah besar termasuk dari orang tuanya tentunya. Dia juga tak akan mengatakan hal itu pada siapapun termasuk paman dan bibinya, karena di tahu jika saatnya tiba Taehyung sendiri yang akan mengatakannya.

"Sebaiknya kita makan siang, dan aku yakin Jungkook pasti bisa mengawasi kakaknya yang keras kepala. Aku percaya padanya karena bagiku kebaikannya itu membuat semua nampak mudah. Aku berharap Jimin melihat perubahan kakaknya suatu hari nanti." Dia sering mengatakan perihal masalah tentang sang putra kepadanya. Membuat Seokjin paham dan bisa satu pemikiran untuk ikut membantu jua. "Jimin dia pasti akan melihatnya, bukankah misi rahasia anda masih berjalan?" ucapnya dengan semangat penuh. Hingga membuat wanita di depannya mengangguk dan mengatakan dengan jelas bahwa sebelum Yoongi sembuh misi yang akan dia lakukan belum akan selesai.

Dia ingin Jimin melihat dan bahagia tanpa pergi dengan beban. Dia juga bermimpi sang anak sangat merindukannya dan meminta agar sang ibu membantu sang kakak untuk berubah. Itu semua sangat jelas.

Ibu mana yang akan menyerah demi anaknya... Rasanya itu tidak akan mungkin. Karena apapun banyak seorang ibu rela mati demi anaknya.

,

"SIALAN INI PEDAS!"

Yoongi terlanjur menelan rasa dingin dengan rasa pedas yang menghentak dalam mulutnya. Dia mengomentari rasa ice cream di tangannya dan membuat beberapa orang disana memandangnya aneh. Jungkook malah tertawa dia menyalahkan kakaknya yang memilih tadi.

"Bukankah kau sendiri yang memilihnya jangan salahkan penjual itu hyung." Jungkook mengatakannya dengan tawa besar dia bahkan mengatakan hal itu dengan riang tanpa membuat sang kakak sakit hati. Dia tahu bagaimana sensitif nya sang kakak. Tapi....

"Aku tidak suka makanan ini membuang uang saja, lain kali beli yang manis bukannya pedas." Yoongi membuangnya begitu saja tanpa sayang. Membuat sang adik menggelengkan kepalanya, "pasti dia menangis karena kau buang hyung." Jungkook mengatakan hal itu dengan wajah sedihnya.  Dia melihat sang kakak yang sangat masa bodoh dan berdoa memohon ampun atas kelakuan sang kakak yang tak berperikemakanan.

"Jangan kau pedulikan sampah itu, cepat bantu aku disini susah aku lewati sialan." Belum juga Jungkook menghabiskan ice creamnya tapi Yoongi sudah menyuruh nya bagaikan pada seorang pembantu dan hal itu tak membuat Jungkook kapok. Dia menelan separuh sisa ice creamnya dan berlari kecil menyusul sang kakak serta membantunya untuk menaiki tanjakan. Yoongi mungkin tidak sadar bahwa keduanya semakin dekat dengan dia melupakan amarah dan kebenciannya.

Hanya saja Yoongi sangat lengah dalam mempertahankan egonya. Hingga Jungkook mampu masuk dan mencoba berteman dengan egosinya Yoongi. "Kau mau kemana hyung?"

"Kenapa kau sangat sok padaku?!" Yoongi sedikit sadar dan menyalahkannya sama saja seperti biasa. "aku akan membantumu, cepatlah katakan saja sebelum aku mengajak mu ke tempat favorit ku."
Dia mengatakan itu dengan mantap seakan Yoongi menerima ajakannya. Dalam mimpi saja...

"Aku tidak peduli." Dia mengatakan hal itu dengan dingin. "Apa yang akan Hyung lakukan jika hyung tahu aku akan mengajak mu kemana. Di sana hyung bisa melepaskan beban." Jungkook seperti menawarkan bantuan majemuk yang sangat membantu kakaknya. Hanya saja Yoongi seakan menganggap ajakan Jungkook seperti sebuah kentang.

"Kau bocah halu, aku tidak akan kagum dengan caramu. Kau pikir aku bodoh!" Yoongi sangat menyepelekan adiknya dia juga tidak mau menggubris sebenarnya akan tetapi bibirnya seakan tak bisa diajak kerjasama dengan pemikirannya. "Aku akan menunggumu untuk mau, kau tahu pantai adalah salah satu tempat kau bisa melampiaskan amarahmu pada seseorang atau masalah berat. Eomma bilang kau sangat tertutup dan aku tahu dengan segala perfect yang kau punya." Memberikan sedikit pujian, dengan harap bahwa Yoongi mau menerima sanjungannya. Jimin bilang dia harus berteman dengan egoisnya sang kakak, makanya dia akan selalu mengalah.

Sang kakak terdiam, dia berfikir pada suatu hal dimana perkataan Jungkook mengingatkan dirinya pada seseorang. Dia hanya bisa mengatakan, apa dan apa? Sementara dirinya heran seolah Jungkook berusaha menerobos egoisnya. Hanya saja dia tak sadar bahwa Jimin memberitahukan cara bagaimana agar Jungkook bisa meluluhkan nya.

"Yang benar saja aku selalu membencimu aku tak akan menganggap mu bagian keluarga Min. Lagi pula kau itu hanya bedebah pengganggu. Kenapa kau datang sementara aku berusaha menjalani hidup normal ku?" Ucapan Yoongi mulai menjurus ke sesuatu yang membuat Jungkook bisa saja merasa sakit hati.

Akan tetapi, semuanya tak dianggap serius lantaran dia tidak ingin menyedihkan karena ucapan sang kakak yang melebihi batas kapasitas kesabaran manusia.

"Aku merasa kalau Tuhan begitu baik, jika kehidupan normal dan bisa dikatakan baik kenapa hyung bersedih? Aku selalu memperhatikanmu hyung." Jungkook disini, dia berhenti sejenak di bawah pohon daun bintang. Disini tempat yang sangat menyenangkan dan bisa digunakan untuk menikmati waktu sejenak. Dia melihat beberapa mahasiswa mengerjakan tugas disini. Maka tak bisa dipungkiri jika tempat disini banyak digandrungi para anak muda.

Yoongi terdiam, dia mencerna ucapan adiknya yang selalu dia tolak mentah. Bukannya apa, hanya saja dia sedikit gelisah dengan memainkan kedua jemarinya acak. Apa yang dia pikirkan sekarang adalah sebuah kebodohan. Ingin menepis tapi ucapan Jungkook serasa ingin dia terima walaupun dia tidak ingin karena hal seperti ini sangat merepotkan. Sialnya ucapan namja yang dia anggap menyebalkan membuat dia mengetahui hal yang selalu dia tolak mentah.

"Jangan menceramahi ku!" Pada akhirnya dia membentak lagi untuk menutupi salah tingkahnya. Lagi-lagi sihir Jungkook ingin menguasai pemikirannya. Apakah dia gila? Entahlah yang pasti dia ingin mengutuk siapapun. "Lihatlah disini sangat nyaman, dan oh hei... Dulu aku sering berjualan disini dengan yang lainnya. Tak aku sangka kalau disini makin hijau." Dia mencoba tak menggubris dan mengganti sebuah topik.

Awalnya dia ingin mengabaikan cerita bodoh itu akan tetapi semakin dia mendengar ucapannya semakin membuat Yoongi sedikit tertarik. Hanya saja dia tak mengatakan satu kata apapun, mungkin saja semilir angin membuat dia tenang dengan bersamaan Jungkook yang sedang cerewet. "Aku sering kesini karena disini banyak kenangan, aku dengan kakak kesayanganku. Myungsoo hyung..." Dia mengatakan hal itu dengan nada sendu pada akhirnya.

"Kau bercerita mengenai orang mati." Seperti tak ada dosa untuk mengatakannya, entah itu dengan sengaja atau sudah kebiasannya yang berkata secara gamblang.

Namja kelinci itu menggeleng, dia tidak masalah dengan segala ucapan sang kakak. Dia juga benar bahwa kakaknya sudah tiada. "Mungkin kau tahu bagaimana rasanya kehilangan Yoongi hyung, karena kau pasti juga merasa demikian." Ucapnya dengan tanpa rasa takut jika sang kakak akan membentaknya.

"......."

"Kau tahu bahwa bukan hanya kau saja yang kehilangan orang yang kau sayangi, seperti keluarga. Aku pun begitu, aku kehilangan satu kakak dan itu semua membuatku untuk tidak ingin hidup."

"......."

Jungkook berpindah posisi kali ini dia menuju pada sebuah batu yang berada disisi sang kakak, dia ingin bersantai sejenak dan mencoba berbincang. Dia akan terima resiko buruknya dengan kenekatan yang dia lakukan.

"Tapi, justru Tuhan mendengarkan doa kita. Kau tahu orang yang kita sayangi jauh lebih bahagia di sisi Tuhan. Apalagi jika mereka orang baik, bukankah itu akan membuat terasa menyenangkan bagi mereka. Jika kau marah hanya karena orang yang kau sayang pergi, itu tidak akan menjadi mereka bahagia." Jungkook seperti membuka tabir yang siapapun mungkin tak akan tahu. Dia dengan keyakinan akan mimpinya.

"Apa yang kau tahu tentang kematian, apakah karena kau pernah tenggelam kau seperti melihat akhirat? Cih, sangat menyedihkan kau mati tapi tidak bisa, bisakah kau minum racun saja."

Beberapa orang tak sengaja mendengarnya, membuat mereka sedikit takut lantaran ucapan Yoongi seperti psikopat gila. Tentu saja beberapa dari mereka memilih pergi atau menjauh. Tak bisa dipungkiri bahwa dia tidak mempedulikan situasi dimana pun berada.

Tapi meskipun begitu hanya Jungkook yang tahu bagaimana Yoongi, hingga dia mengulas senyumnya. Sebuah penggambaran bagaimana ketulusan seorang adik pada kakaknya meskipun dia buruk sekalipun.

"Jika aku mati, lalu siapa yang akan menemanimu hyung, aku tidak ingin mati karena aku peduli padamu. Jika aku mati kau akan kehilangan, aku tak berharap tapi ada banyak kemungkinan."

"......"

"Kau bahkan menolongku saat aku benar-benar mati."

Ada yang luka tapi bukan kulit, ada yang berdarah tapi bukan daging. Tapi ada bunyi retak dan itu sesuatu yang tersembunyi...

So What?

........

TBC...

Aku sudah selesai dengan chapter ini, apakah kalian suka dengan jalan ceritanya? Apakah nampak membosankan? Sepertinya akan menjadi sebuah jawaban dalam segala pertanyaan kalian.

Jangan lupa apresiasinya kawan, semoga kalian sehat selalu dan jangan lupa jaga kesehatan oke.

Gomawo and saranghae...

#ell

10/07/2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro