Part 45 : Reflection
" Suatu kebaikan bukan berasal dari mana kau ingin diperhatikan tapi di puji, melainkan saat kau tulus ingin melakukannya dan membiarkan malaikat mencatatnya untuk bukti pada Tuhan. Bukan hal yang tak mungkin bahwa seseorang yang baik akan bertemu dengan orang baik, tapi ada juga yang baik bertemu yang jahat. Agar salah satunya bisa di perbaiki, hingga saat itu tiba. Mungkin kehilangan afeksi hidup akan mengubah segalanya, jeruji keegoisan dan kesombongan yang masih ditahan."
.
(Author **** POV)
Pernahkah kalian membayangkan hal dimana saat semua yang kau alami berlangsung beberapa detik atau menit dan kau akan mengingatnya selama bertahun-tahun? Tatapan penuh refleksi bayangannya seakan memberikan hal jawaban dalam benaknya tentang kebodohan.
Cermin saja tak mampu bisa menjawab apa yang dia pikirkan hanya karena melihat afeksi bayangan nya sendiri. "Apa yang kau pikirkan sayang, apalah kau sakit?" Ibunya duduk disampingnya, menyentuh kening sang anak dan merasakan hangatnya suhu badan itu secara normal. Jungkook yang sedang beristirahat dari acara pulang dari desa Sanjinam itu terkejut dengan kedatangan ibunya.
"Aku tidak apa eomma, aku hanya sedikit lelah." Jungkook berbohong, dia membohongi sang ibu mengenai segala pemikiran dalam otaknya. Dia juga menyembunyikan satu hal yang penting, itu semua demi kebaikan menurutnya. "Kau yakin tapi aku memperhatikan mu melamun dan kau belum makan, padahal Yoongi sudah makan." Disodorkan olehnya sebuah roti dengan telur dan segelas susu di atas nampan. Melihat wajah Jungkook yang lesu membuat wanita cantik itu memberikan perhatiannya, dia tak ingin jika ada yang sakit.
"Terimakasih eomma, kau tidak perlu repot melakukannya." Merasa tak enak, membuat namja manis itu bereaksi dia tak menyangka jika dia menjadi seseorang yang direpotkan, padahal bagi sang ibu tidak sama sekali. "Kau jangan sungkan aku ibumu dan lagi aku lihat kau dan Yoongi saling diam, ada masalah apa? Apakah disana dia sangat kasar?" Seperti menebak, manik seorang ibu yang merogoh kebenaran dari si bungsu.
Tatapan serius yang bertubrukan dengan tatapan yang mengejutkan seperti menyembunyikan sesuatu. Jungkook seraya menggeleng dan mengatakan tidak dengan nada gagapnya, dia tak ingin sang ibu menyalahkan kakaknya yang kadang tak punya adab itu. Apa yang harus di katakan kalau Yoongi sempat melakukan kesalahan dalam sebuah pencerminan. Dimana dia merasa bahwa ada hati yang mencelos dan membuat dia bilang semangat hanya untuk mendapatkan hak.
"Tidak ada eomma, dia sangat baik padaku bahkan sempat menolongku." Mengatakannya dengan nada ragu meski ada kebenaran ungkapan di akhir kalimat. Menggaruk tengkuknya yang tak gatal karena tanpa sadar setiap sendi tubuhnya seakan meminta Jungkook jujur pada satu alasan yang mengganjal, hanya saja pemuda ini keras kepala untuk menyimpan beban sendiri. "Kau tidak berbohong bukan? Cukup heran karena Yoongi mau membantu orang lain karena dia jauh memikirkan diri sendiri biasanya." Sang ibu sedikit termenung dia memikirkan nasib putranya di masa depan jika dia terjebak dalam keegoisan sepanjang hidupnya.
"Kenapa eomma berkata seperti itu? Yoonhi hyung orang baik meski dia dingin dan tidak peduli. Apakah eomma sedang khawatir dengannya?" Jungkook merasa bahwa ucapan sang ibu menyimpan kesedihan, bagaimana tidak? Dia melihat manik mata wanita itu kosong. Seperti dia tenggelam dalam pemikiran berat. Rasanya Jungkook sangat takut jika ibunya sakit kepala.
"Eomma?" Wanita itu cukup terkejut saat merasakan bahunya di ketuk lembut, sang putra membuyarkan lamunannya dan dia langsung mengulas senyumnya, lebih tepatnya senyum palsu. "Eomma ada masalah?" Jungkook begitu perhatian melebihi Yoongi yang terkadang bisa jarang pulang jika berurusan dengan pekerjaan. Membuat sang ibu juga mengalami kesepian, dia wanita karir tapi dia juga membutuhkan kebersamaan dengan anaknya, sejak kepergian suaminya dia menjadi kesepian.
"Aku hanya memikirkan kakakmu, bagaimana masa depannya dan apa yang akan terjadi jika dia seperti ini selamanya. Kau tahu dokter bilang kakakmu tidak boleh berfikir berat dan depresinya semakin besar. Aku memikirkan segala cara dan aku harap liburanmu selama seminggu dengan nya membawa perubahan pada suasana hati dan mentalnya, karena Yoongi berpotensi menjadi gila." Sang ibu menggigit jarinya, dia merasa bahwa ketakutan nya mendekat, akan jadi apa dan bagaimana ke depannya. Sementara Yoongi dia tak bisa apa-apa tanpa mendiang anaknya yang bungsu.
"Apakah Yoongi hyung tahu tentang hal ini? Tentang perkembangan dirinya eomma?" Jungkook bingung, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Melihat sang ibu menangis seperti ini membuat hatinya perih, ini bukan suatu hal yang diinginkan olehnya dan siapapun. Hanya saja Yoongi jatuh dalam duka yang seperti tak mengampuninya. Sang ibu sedikit tenang dengan keberadaan putra angkatnya, dia mengusap air matanya dan tersenyum. "Tidak, dia tidak tahu. Jika dia tahu dia akan marah dan mengamuk, kakak mu enggan di katakan gila dan sakit dia akan meledak, sampai dia bisa melukai dirinya sendiri."
Dia mendengar semua nya, merasa bahwa ternyata kehidupan kakaknya jauh lebih menyedihkan, Jungkook berfikir bahwa sakit dalam psikologi sesuatu yang parah yang bisa menimbulkan kematian bagian sebagian penderita. Bahkan salah satu teman saat SMP pernah meninggal karena bunuh diri. Bayangan yang mengerikan saat melihat berita orang tergantung di kamar.
"Eomma aku sudah janji padamu, aku akan menolong hyung semampuku, dia kakakku dan aku menyayanginya melebihi diriku. Dia bahkan yang membuatku mendapatkan kesempatan yang aku inginkan sejak dulu. Rasanya aku seperti menjalani hak yang aku dapatkan sejak lahir. Tuhan tidak pernah tidur, aku janji untuk membuat beban hyung berkurang meskipun itu sulit." Demi apapun, dia merasa menjadi wanita paling beruntung lantaran putra angkatnya memeluknya begitu sayang. Menjatuhkan kepalanya di pundak sang ibu dan mengatakan kata penenang seperti mantra ajaib yang sangat berarti. Dia senang sang anak bisa mengerti perasaannya dan itu seperti sebuah anugerah.
"Kau sangat baik dan kau punya tekad, aku tak akan membiarkan Yoongi terlalu keterlaluan padamu. Dia harus tahu bahwa kau adik yang pantas untuknya." Mengusap sayang rambut arang itu dia merasa bahwa sungguh sangat disayangkan putra seperti ini dulunya dibuang. Akan jadi apa jika Jungkook menjadi gelandangan di luar sana ketika salah sasaran. Apakah ini adil? Sementara putra angkatnya merasa dia sudah pulang di rumah, tempat dimana hal yang membahagiakan dan nyaman itu adalah surga. "Aku tahu eomma menyayangiku, tapi aku berusaha terbaik. Yoongi hyung dia pasti akan sadar dan eomma bisa bernafas lega. Aku sudah berjanji bukan?"
Sang ibu mengangguk, dia mengatakan ya dalam seruan lirihnya. Dia memejamkan matanya menjatuhkan air matanya, dia ingin menuntaskan sesak itu dengan air mata. Rasanya dia seperti memeluk putra kesayangannya, entah kenapa dalam bayangan sang ibu Jungkook dan Jimin tak jauh beda. Mungkin dia akan menyimpan pemikiran itu sendiri, dia tak ingin hati bocah baik hati itu tersakiti. Pasti berat dan susah dengan beberapa orang yang menyamakan dirinya. Meski dia diam dan tak melawan sang ibu tahu bahwa terkadang hati putranya memberontak lantaran dia disamakan oleh orang lain, terlebih orang lain itu sudah meninggal.
Menyakitkan bukan?
"Dasar penjilat."
Dia disana, seseorang dalam diam mengawasi dengan tubuh aksen berdiri di jalan masuk menuju ruang tamu. Sedikit terdiam disini saat dengan kedua bola matanya dia melihat ibunya yang dekat dengan anak pungut di bencinya. Yoongi bukan nya iri hanya saja dia melihat dengan penuh kebencian pada satu orang itu. Dia melihat Jungkook yang kenapa selalu menjadi dan ingin merebut posisi mendiang adiknya.
Sampai kapan? Sementara dia juga menyesal melakukan hal yang membuat seakan dia menyerah dengan sihir namja sialan itu. Dia menyesal dan sangat menyesal karena sudah memeluk dan mengatakan adik pada Jungkook di kala itu. Dia seperti tak sadar dengan apa yang dia lakukan hingga dia tahu bahwa, yang dia hibur dari tangisnya bukanlah Min Jimin, sang adik.
"Jangan menangis Saeng, hyung disini..."
Di peluk dengan erat tubuh itu, serasa hangat saat dingin mulai menyerang. Yoongi menyamakan tinggi tubuhnya dan menenggelamkan sang adik dalam pelukan sayangnya. Dia melihat mata itu sembap dan langsung mengusap, membersihkan pipi yang basah itu.
"Jangan menangis, kau membuat hyung khawatir. Kau tida boleh bersedih apakah kau sakit?" Yoongi membolak balik ke kanan dan ke kiri wajah itu, wajah khawatirnya begitu nyata dan sangat jelas. Sisi dimana Yoongi seakan menjadi lemah dan tak mau melihat air mata yang jatuh itu lagi. Dia menjadi pemenang hati seorang adik yang ingin kakaknya, Yoongi bisa menenangkan itu semua dengan perhatian dan kasih sayang sebesar ini. Demi apapun... Dia merasakan dan membuat hatinya menjadi tenang.
Sang adik menenggelamkan lebih dalam wajahnya dalam pelukan kakaknya, rasa rindunya pecah meruah dan keluar dari persembunyiannya. Dia merasa ada obat dalam segala sesak dan juga gambaran kenangan yang menjadi hitam putih karena masa lalu. Kini dia pun bisa menangis sepuasnya mengikuti saran sang kakak untuk melegakan hatinya yang bolong. Dia merasa seperti manusia paling beruntung di dunia, adik paling bahagia di dunia.
Yoongi merasa bahwa dia begitu peduli, sangat sayang dan sangat... Sangat...
"Apa yang kau lakukan!"
Didorongnya tubuh itu hingga jatuh membentur lantai tepat di kepalanya. Sang adik otomatis meringis karena sakit dia bahkan belum sepenuhnya selesai menangis. Hatinya yang mulai tertata menjadi hancur berantakan dengan perasaan takut dan was-was. Yoongi yang seperti membanting pondasi dan juga harapan hatinya yang mulai menjadi. Begitu mudahnya hilang dalam hitungan detik itu juga.
"Yoongi hyung aku-"
"Sialan apa yang kau lakukan, dimana Jimin huh!"
Bukan hanya sekedar mengumpat bahkan Yoongi membentak Jungkook dengan kasar. Membuat ada yang pecah tapi bukan cermin, ada yang hancur tapi bukan kayu. Seperti ada yang membuat air mata itu jatuh menjadi seseorang cengeng. Tak masalah orang sering berpandangan beda dan tidak selalu sama dalam satu titik. Rasanya Jungkook kehilangan tiket untuk memenangkan keegoisan sang kakak.
Apakah dia terlalu naif? Entahlah yang pasti dia masih merasa sakit karena beberapa kali Yoongi mengatakan ' dimana Jimin?'
"Hyung ini aku adikmu jangan membuatku khawatir." Jungkook hendak mendekat menghentikan sang kakak yang menarik rambut hitamnya dengan kuat. Dia menjambak diri nya dan menjadi tak terkontrol karena mencari Jimin yang nyatanya tak akan datang disini.
"Sialan! Aku tidak mengatakan hal itu dengan sungguh! Aku, kau- yaaakkk sialan. Kau bukan Jimin dan kau bukan adik ku! Kau pungut kau pungut sialan aku akan akan menghajar mu huh!" Dia merasa kehilangan kewarasannya saat dengan entengnya dia menarik kerah baju itu hingga Jungkook terbatuk. Ini menyakitkan dengan tenggorokan yang rasanya sangat tercekik. Jungkook merasa bahwa sang kakak terlalu ingin berambisi menghancurkannya dan melihat ada kilatan mata marah disana.
"Aku Jungkook, dan aku bukan adikmu Jimin. Tapi aku juga adikmu hyung, tolong jangan begini kau sangat menakutkan!"
"Kau pikir aku peduli padamu bodoh! Kau sudah menghipnotis ku untuk peduli padamu bukan?! Kenapa kau berani menggunakan bayangan Jimin huh! Kau mau mati apakah kau mau aku hancurkan sekarang?!" Yoongi sedikit kalap dan membuat adik angkatnya menggeleng tidak mau. Jungkook sangat takut, terlampau takut.
"Yaaakkk sialan aku kakaknya Jimin dan kau bukan Jimin, kau ini pengganggu kau sialan aku muak dengan mu aku benci denganmu brengsek!"
"Hyung tolong jangan begini, maafkan aku." Bahkan saking ketakutannya Jungkook mengatakan maaf tentang hal yang tak dia lakukan sama sekali. Apakah dia pantas menerima semua ini hanya karena dia tak sengaja mengingat seseorang yang dia menjadi panutan dan tersayang. Sementara Yoongi terjebak dalam egonya menyalahkan Jungkook dengan banyak kata kasar yang keluar dari mulutnya semakin brutal.
"Aku benci kau, matilah kau sialan, matilah!!"
,
Yoongi membuang nafasnya, dia merasa sial karena mengingat kejadian itu dengan seluruhnya. Dia bahkan masih merasa sakit tepat di belakang kepalanya karena pukulan tongkat sang nenek. Dia ingat, neneknya marah karena dia seperti hendak membunuh Jungkook dengan tangannya. Bahkan neneknya menangis dan mengatakan bahwa dia cucunya yang mengerikan, ada perasaan bersalah karena membuat wanita tua yang menjadi keluarganya itu menangis dan mengatakan dia menakutkan.
"Sial!" Dia bahkan mengumpat pada dirinya sendiri, saat dia mengingat itu lagi. Apa yang dia lakukan, dia seperti terjebak dalam ruang tanpa kendali. Melakukan nya karena kekesalan luar biasa melebihi batas. Dia bukan berarti menerima Jungkook sebagai adiknya akan tetapi jiwa yang menurut beberapa orang mengerikan itu ada karena dia marah, kenapa Jungkook dan Jimin menyerupai dalam sikap dan juga tabiat. Merasa bahwa dia menjadi manusia yang terjebak dalam sihir munafik yang dia kira sebagai jebakan setan.
"Jalan setan apa yang kau gunakan sialan! Aku, tidak akan bisa menjadi apa yang kau inginkan, sampai kapanpun impianmu hanyalah semu dan aku akan melakukannya. Agar kau menyerah, kau dan segala ambisi mu akan hancur!"
Tatapan amarah?
Sepertinya iya bahkan Tuhan menyaksikan anak manusia yang tak bersyukur dan membuat semesta ingin sekali menenggelamkannya jika Tuhan ijinkan. Sayangnya semesta tak melakukannya karena Tuhan begitu baik memberikan kesempatan bagi nya yang tak pernah menghargai dan mengganggap semua orang salah dan berdosa.
"Aku tak akan pernah menyerah, kau hanya anak pungut dan tidak lebih. Saudaraku hanya satu dan kau hanya benalu!"
Pergi begitu saja dengan wajah bencinya, Jungkook melihat itu dengan diamnya. Sang ibu tak tahu karena dia sibuk menangis dalam pelukan anaknya. Jungkook melirik setiap gerakan bibir sang kakak yang mengatakan dengan tak terlalu jelas tapi terbaca. Ungkapan yang begitu menyakitkan hatinya dan membuat sembilu dalam hatinya kian meringsek hancur.
Akankah kusut seperti kertas? Sementara Jungkook namja yang dikatakan naif dengan pedoman tekad yang tak ada matinya. Ini sama seperti saat dia merasakan bahwa Myungsoo sang kakak pergi meninggalkannya tepat di hari ulang tahun nya.
"Aku memaafkan atas kesalahanmu hyung, karena aku bukan manusia yang mudah menyerah."
Menepati janji pada seseorang meskipun begitu banyak rintangan.
.
Taehyung merasa hatinya yang kacau dan buruk menjadi lebih baik saat melihat kelender dan hari dimana salah satu sahabat dekatnya pulang. Dia sudah memakai hem dan celana jeans-nya. Dia bahkan memakai sepatu dengan cepat, dia tak ingin terlihat oleh ayah atau ibunya lantaran perang dingin itu masih ada dan sang ayah seakan belum mau mendengarkan penjelasannya.
Dia nekat melompati jendela belakang rumahnya saat sedang tidak ingin bertemu dengan orang tuanya. Apakah dia kurang ajar ? Ya... Sangat itu karena jiwa mudanya sedang memberontak dan kecewa karena tak ada yang ingin mendengar ucapannya dan lebih memilih menginterogasi nya dengan banyak kesalahan pahaman. Taehyung akan segera selesaikan masalah itu setelah hatinya menjadi lebih dominan dengan akal pikirannya.
"Sukses!" Ada yang tersenyum senang disana, sedikit berjingat lantaran kedua kakinya jatuh dari ketinggian yang tak jauh dari jendela. Dia menggunakan topi dan masker agar tidak ada yang mengira. Ya, Kim Taehyung sedang melakukan pengurungan diri dari kamar sebagai bentuk protes akan tetapi dia melakukan tipuan, bukankah itu sama? Entahlah, dia merasa bahwa sedikit nakal tak membawa masalah besar.
Seperti bersorak ria saat dia berjalan cepat menjauh dari rumah. Taehyung tak kelabakan sepertinya karena dia hanya ingin menemui seseorang dan melampiaskan kekesalannya untuk guru yang dia kutuk selama dua hari. Dia suka kebebasan dan dia benci ketidakadilan. Mungkin jiwa Taehyung tak senada dengan golongan darahnya.
"Eh apakah Jungkook sekarang di rumah ya? Oh astaga bagaimana kalau di saat dia tidak ada disana. Aku tidak mau berpapasan dengan badak bercula satu itu?" Taehyung merasa dia akan menjadi sial jika menemukan kakak dari sahabatnya yang mempunyai hati kejam. Dia juga tak suka dan tak mau berpapasan lagi, tapi kenapa dia harus bingung sementara Jungkook tinggal dengan orang itu.
Ya, orang itu! Taehyung akan selalu mengatakan hal demikian seumur hidupnya, kecuali jika sahabatnya Jungkook tak mengalami penindasan.
"Semoga sahabat ku di rumah dan aku bisa menikmati cuti spesial ku."
Jika Taehyung berharap bertemu dengan bidadari yang turun dari surga atau menemukan uang jatuh fi jalan dengan segala keberuntungan yang jarang dia dapatkan. Sepertinya itu hanyalah momok mimpi semata karena itu semua tidak ada. Dia merasa bahwa sepertinya Tuhan menjatuhkan keajaiban dengan keluhan nya.
"Astaga, sepertinya Tuhan ingin membuatku mengumpat." Tatapan itu menjadi malas dengan dia yang tak ada artinya dalam setiap pedoman hidup. Dia ingin tak menggubris tapi kenapa hatinya merasa mendidih setiap kali dia melihat pria yang akan dia masukan dalam list 'psikopat.'
"Oh Tuhan apakah kau sangat membenciku?" Dalam hatinya dia membatin, dia merasa bahwa ini hukuman untuk anak kurang ajar sepertinya. Kenapa dia harus bertemu dengan seseorang yang bisa membuat dia jungkir balik membencinya. Sementara dia tahu pasti Jungkook akan marah jika dia mencari masalah dengan dia, Min Yoongi yang berjalan begitu santai tanpa memperhatikan siapapun. Taehyung meremehkan nya dan merasa bahwa seperti dunia berpihak dan berputar padanya.
Oke, dia sepertinya akan mengabaikannya juga jika dia mampu.
,
"Kau teman si anak pungut sialan itu kan?"
Taehyung merasa telinganya tak salah mendengar bahwa seseorang seperti mengajak adu jotos. Tapi dia juga tak ingin seperti anak kecil yang sembarang menyerang orang lain tanpa permisi. Taehyung berhenti melangkah kan kakinya dan melihat seseorang yang diam dengan senyum sombong di belakangnya. Menjengkelkan!
"Permisi." Taehyung mengatakan tersebut dengan nada yang mengejek, dia merasa bahwa seseorang itu membutuhkan satu obat yang membuat dia mau dan ralat ucapannya. "Ya, kau teman si bodoh Jeon itu. Kau akan bertemu dengan bocah sialan itu bukan?" Mulut pedas Yoongi membuat telinga Taehyung sakit, entah kenapa Yoongi ingin saja memancing keributan meskipun banyak orang yang tahu dia itu pendiam dan tak ingin mengurusi masalah orang lain. Entah setan apa yang tengah membisik nya saat ini.
"Jangan sembarang mengatakan temanku, brengsek! Telingaku sakit saat kau sangat kasar. Aku tak peduli jika kau lebih tua dan teman kakak sepupu ku. Karena anda juga tak punya hati untuk mengatakan hal sembarangan!" Taehyung bahkan sangat berani menarik kerah baju Yoongi, sayang dia hanya dilirik meremehkan, dia tak segan jika harus menghajar.
"Nyalimu besar tapi sayang kau bobrok kelakuan. Menyedihkan sekali kau, aku tak menyangka kalau kau adik dari Seokjin hyung. Kau dan dia berbeda!"
Taehyung merasa bahwa orang itu gila, dia selalu menyamakan dan membandingkan orang lain dari satu ke satu. "Permisi tuan yang terhormat, sadarkah anda jika kelakuan anda menyebalkan. Memangnya aku kambing yang harus disamakan satu dengan lainnya. Kau hidup di muka bumi beragam jenis, dan jangan sekali-kali meremehkan orang lain. Hidup bisa jadi jungkir balik, paham!" Taehyung melepaskan kerah leher itu dengan sedikit kasar, menghempaskan tubuh Yoongi begitu saja hingga dia mundur beberapa langkah.
Taehyung merasa di kedua telapak tangannya menjadi banyak sekali racun, membuat dia langsung menepuk tangannya di kemejanya. Dia akan menggunakan handsinitizer setelahnya.
"Oh kau sangat bodoh aku maklum karena kau dan Jeon sialan itu juga sama-sama bobrok." Yoongi menghempaskan sisa debu di jaketnya, dia rasa tangan Taehyung bagaikan sebuah najis. Entah dia akan mandi sebanyak tujuh kali untuk menghilangkannya.
"Jika aku jadi Jungkook aku akan memilih minggat ketimbang hidup dengan orang sombong sepertimu dan lagi aku heran kenapa Jin hyung betah sekali berteman denganmu, aku serius! Kau orang yang paling menyebalkan dan manusia kejam yang aku kenal. Aku harap kau dapat karma!" Taehyung merasa bahwa segala ucapannya ini bukan hal yang dipermasalahkan, baginya orang itu pantas menerimanya.
"Kau pikir aku mau jadi adik dari namja menyedihkan seperti dia, aku bahkan enggan memasukannya dalam kartu keluarga dan marga saudara, hanya karena dia dipilih oleh ibuku. Aku tak akan pernah mau! Jangan selalu menyalahkan ku atas apa yang terjadi padanya, karena dia memang lemah!" Yoongi merasa dia sudah sangat meledak dia bahkan menunjuk dengan tajam Taehyung yang menatap sedikit jengah padanya. Bukan berarti dia akan kalah dengan bocah. Dia bahkan menepuk pundak namja muda itu dengan remeh dan mengatakan dengan kata yang paling pedas.
"Kau juga beban bagi kakakmu."
Taehyung merasa bahwa telinganya tak menjadi sakit atau tuli. Dia mendengar jika orang itu mengatakan dia itu beban. Ingin marah hingga mengepalkan tangan menahannya, jemari yang semakin meremat dan menatap tajam ke arah Yoongi yang seakan mengatakan kata yang membuat dia menjadi sakit hati.
Beban!
Apakah itu pantas diterima olehnya? Sementara dia berusaha untuk menahan seluruh atensi emosionalnya.
"HEI SIALAN AKU TIDAK AKAN MEMAAFKAN MU!"
Bugh!!
Hantaman keras itu mengenai pipinya
membuat Yoongi merah pipinya, Yoongi mendecih dia baru saja dihajar oleh bocah berusia sekitar 18 tahun? Oh yang benar saja... Tapi dia juga tak sembarang membalas atau dia akan kalah dan dianggap sebagai penyiksaan kepada anak di bawah umur. Tapi, nyatanya bogeman yang dia berikan itu sangatlah menyakitkan.
"Rasakan ini!"
Sepertinya akan ada baku hantam yang terjadi.
.
Kesibukan Jungkook sepertinya tidak terlalu repot akan tetapi fokus memasaknya terganggu lantaran ada pesan masuk. Sontak saja dia langsung menaruh spatula nya dan membersihkan minyak di tangannya menggunakan serbet.
Kim Taehyung.
Mendadak perasaan nya tidak enak, bukan hanya itu saja dia melihat sesuatu yang membuat semakin tidak enak pada perasaanya. Padahal dia juga belum membuka pesannya, dia pergi ke ruang tengah dan mencari sumber suara barang yang jatuh, alangkah terkejutnya dia saat...
Foto pigura Min Yoongi yang jatuh dan pecah.
..............
TBC...
Semoga kalian suka chapter ini dan jangan kapok buat baca lanjutannya ya...
Sampai jumpa di next chap, oke
Gomawo and saranghae...
#ell
08/07/2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro